Aku menghampiri siswa nakal itu.
"Apa yang kamu lakukan, dia sudah berusaha. Walaupun kalah seharusnya tetap kamu hormati kerja kerasnya." Ucapku marah."Kamu, siswi sekolah lain. Ngapain ikut campur." Jawabnya sambil mendorongku.Tiba-tiba dia di dorong balik, "Hei, seenaknya aja dorong-dorong ketua kami. Mau cari masalah." Marah siswa yang satu sekolah denganku.Aku segera melerai, dan menghentikan temanku itu, "Hentikan, aku yang salah." Ucapku sambil menarik tangannya."Kamu mau ajak ribut, hah!" Balas siswa nakal itu.Tiba-tiba ada siswi yang tadi mendekati kak Fernan."Kalian mau berantem. Udah pesan belum kamar sel di penjara!" Ucapnya membuat mereka tenang.Saat siswa nakal itu ingin pergi, tiba-tiba bola basket terlempar dari belakangku dan mengenai kepalanya.
Aku segera menoleh ke belakang, tapi tidak ada satu orangpun. Cuma pohon besar tempat Banda tadi duduk.Saat aku kembali menoleh ke depan, para siswa dan siswi pada"Ketua!" Seseorang memanggil dan menyentuh bahuku.Aku berbalik dan sudah bisa ditebak, teman sekelasku yang menyapa. Siapa lagi jika bukan mereka yang menyebutku dengan kata 'ketua'. Kecuali Banda, yang memanggil dengan namaku."Kamu mengagetkanku!" Jawabku."Aku tidak peduli. Wali kelas memanggilmu." Ucapnya tidak ada sopan-sopannya kepada ketua kelas. Apa karena aku terlalu polos ya."Bentar..." Balasku. Sambil melihat ke arah Banda. Tapi dia menghilang."Kemana Banda?" Ucapku."Cari Banda mulu, sekali-kali cari aku, ketua!" Jawab siswa itu mengodaku."Aku bahkan tidak tahu siapa namamu, gara-gara kalian tidak memanggilku dengan namaku. Aku jadi malas mengingat nama dan wajah kalian." Balasku curhat tapi bohong. Karena sebenarnya aku mengingat namanya tapi aku ingin dia sadar. Aku lebih suka namaku di sebut. Aku menghadap wali kelas.Belum sempat aku memberikan laporan, wali kelas memberikan dua surat ke aku."Mereka yang kecelakaan, izin pulang
'Ahhh..." Teriakku melihat bayangan lewat dari kejauhan di lorong kelas.Aku memeluk kak Fernan dengan erat."Jangan menjerit begitu Filio, bikin aku gugup aja." Ucap kak Fernan."Ada orang melintas di ujung lorong. Warnanya hitam kak!" Balasku."Mungkin itu nyamuk terbang melintang di matamu." Balas kak Fernan sambil masuk ke dalam kelas.Aku berlindung di belakang kak Fernan yang sedang memasang kamera di tempat tersembunyi."Kamu sudah besar, masih penakut. Ayo kita pulang." Ucap kak Fernan.Saat kami keluar pagar sekolah. Tiba-tiba polisi patroli menciduk kami."Apa yang kalian lakukan berduaan di sekolah kosong ini?""Ngerjakan tugas sekolah." Jawabku."Kalian masih muda, sudah melakukan hal tidak terpuji. Ayo ikut kami ke kantor." Ucapan polisi bikin aku tercengang."Kami kakak beradik, pak!" Jelas kak Fernaj."Tunjukan kartu identitas kalian." Tanya pak polisi tegas.Kami menunjukan kartu pelajar kami.
Setelah waktu istirahat tiba. Aku bergegas menghentikan Banda keluar kelas."Banda, tunggu..." Teriakku."Cie..." Goda teman-teman sekelas, buat Banda yang tadi berhenti justru bergegas meninggalkan kelas dengan cepat."Apa'an sih. Jangan godain Banda. Dia jadi grogi gitukan." Ucapku juga gugup.Saat Banda makan di kantin. Aku duduk di depannya karena kebetulan dia cuma sendiri. Banda bersiap mengangkat makanannya dan ingin pindah tempat duduk. Dengan cepat aku memegang tangannya. Tidak ku sangka, genggemannya terlepas dari piring yang dia bawa dan jatuh ke lantai hingga pecah.Aku segera membantu Banda yang lagi mengambil pecahan kaca. Saat aku mencoba memungut pecahan itu. Tangan kami bersentuhan. Tiba-tiba tangan Banda terluka terkena pecahan piring."Tanganmu berdarah Banda, sini aku obati." Ucapku cemas.Ketika aku ingin memegang tangannya yang terluka. Justru Banda menjauhkan tangannya. Dia mengikat sendiri tangannya yang terluka dengan
Sampai di pertigaan, aku berhenti dan membiarkan Banda melewatiku. Banda mengambil jalan lurus. Berbeda dengan jalanku pulang. Aku mengambil jalan ke kanan. Terus berjalan seakan takut Banda kembali mengikutiku. Langkahku terhenti saat mau memasuki jalan yang paling tidak ku suka. Di kanan dan kirinya dipenuhi dengan jejeran pohon besar yang berbaris rapi dan dedaunannya yang lebat seakan memberi atap di langit-langit. Seperti terowongan gelap. Terlalu menakutkan untuk aku masuki. Aku menelpon kak Fernan kembali, tapi keduluan kakak yang menelponku. Aku mengangkatnya dengan senang."Maaf. Kakak udah pulang duluan. Kamu pulang sendiri aja." Ucap kak Fernaj lalu menutup telpon, tidak memberi aku kesempatan untuk bicara."Grrrr..." aku benar-benar kesal. Rasa kesalku memudar setelah ada cahaya senja yang tiba-tiba muncul menerangi jalan dari arah belakang. Aku segera menoleh ke belakang dan baru sadar, tadi ada awan yang menghalangi cahayanya dan sekarang awan itu menjauh
"Terima kasih." Ucapku ke Banda."Kamu harus membalas kebaikanku nanti." Jawab Banda. Sudah ku duga. Dia membantuku karena ada maunya."Kamu juga menginginkan apa yang diinginkan Wali Kelas padaku." Tanyaku cemas."Aku jauh menghargai perempuan dibandingkan dia." Jawab Banda kemudian pergi begitu saja. Aku membersihkan ruangan kosong itu. Karena terlalu lama kosong dan bahkan gelap. Ruangan itu benar-benar sulit dibersihkan. Tiba-tiba cahaya mentari merangsek masuk. Berkatnya meskipun suasana ruangan agak gelap, masih bisa membuatku melihat isinya. Kejadian ini seperti saat fajar menghilangkan malam. Mungkin tadi mentari tertutup awan. Jadi, ruangan ini benar-benar tidak bisa dilihat isinya. Setelah bersusah payah akhirnya ruangan ini selesai aku bersihkan. Tubuh dan seragamku basah dengan keringat. Aku harus bejemur dulu sebelum masuk kelas. Aku duduk di tengah lapangan. Karena terlalu lama bekerja, membuatku haus."Ini minumlah!" Tiba-tiba ada yang memb
Siswi itu sambil memasang muka manisnya memperkenalkan diri, "Perkenalkan namaku Andini. Aku dari SMA Modeling Khusus Cewek. Kalian pasti tahukan, yang diterima di sana pasti cantik-cantik. Selain tempat untuk sekolah, di sana juga dijadikan tempat bisnis. Para cowok-cowok kaya akan mudah memilih istri mudanya di sana...""Sudah hentikan." Potong Wali Kelas."Langsung saja sampaikan harapanmu di sekolah ini!" Perintah Wali Kelas.Andini kembali bicara, "Saya berharap kalian para cewek, tidak iri dengan kecantikanku..." Kembali dipotong Wali Kelas."Maksudnya, dia berharap dapat berteman sekaligus belajar di sini." Ucap Wali Kelas ke kami dengan wajah cemas."Tidak usah bicara lagi, silahkan kamu duduk." Perintah Wali Kelas dengan sedikit kesal ke Andini. Aku juga tidak suka dengan sifat sombong Andini. Tapi dia justru menghampiri kursi kosong di sampingku dan duduk di sana. Membuatku cuma bisa tersenyum terpaksa di hadapannya. Kok dia duduk di sebelahku sih uc
Malam harinya aku minta izin ke ibu untuk ke sekolah.Awalnya ibu tidak mengizinkanku jika tidak bersama kak Fernan. Tapi setelah Andini datang menjemputku. Ibu mengizinkan bahkan dia seperti terharu."Ibu senang sekarang kamu punya teman. Ibu hampir khawatir kamu bernasib sama dengan ibu yang tidak mempunyai teman. Ibu harap kamu jaga pertemanan kalian." Pesan ibu ke aku membuaku merasa kasihan dengan kehidupan ibu."Iya bu. Saya tidak akan pernah mengecewakan ibu." Balasku. Di sekolah ada Banda menunggu. Dia tersenyum melihatku dan cemberut melihat Andini. "Di mana Vikri? Dia yang undang tapi dia yang telat." Tanyaku ke Banda."Kamu menunggu kehadiranku." Ucap Vikri yang tiba-tiba datang sambil memasang kamera."Buat rekam adegan apa?" Tanya Banda langsung."Ini buat catat kegiatan kita!" Balas Vikri menggambarkan sifatnya yang tidak mau ribet. Andini sempat menghilang cukup lama. Kemudian muncul, "Maaf, aku ada keperluan mendadak." Ucap A
Saat jalan dengan ibu, aku bertanya, "Kenapa bukan kakak yang jemput. Kan kasihan ibu." Ucapku."Kakakmu lagi tidak ada di rumah." Ucap ibu."Kakak keluar malam?" Tanyaku kaget."Dia tadi ditelpon temannya, minta diantar pulang." Balas Ibu."Cewek ya bu, teman kakak." Tebakku."Iya." Jawab ibu sambil tersenyum."Siapa cewek itu, bu?" Tanyaku penasaran."Ibu tidak tahu tapi nanti pasti kakakmu akan memberi tahu." Di rumah, aku lelah dan langsung tidur. Keesokan harinya. Saat aku bangun, dan memeriksa kakak di kamarnya dengan mengetuk pintu berkali-kali. Tapi kakak tidak membukanya. Sampai ibu menegurku."Filio, kak Fernan tidak ada di kamarnya. Dia tahu kamu sudah punya teman. Jadi dia pergi ke sekolah duluan. Pagi-pagi sekali karena ada urusan penting katanya." Jelas ibu.Aku sudah terbiasa diantar kakak pergi dan pulang, jadi saat ke sekolah tidak bersama kakak lagi, membuatku sedih. Andini menjemputku dan kami pergi ke sekolah bersama.
Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia
Saat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.
Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela. Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul. Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku me
Setelah melihat foto korban yang tewas, perasaan Indi lega karena bukan Igo, tapi dia mulai cemas yang tewas adalah pelaku pencuri Hpnya dan sekarang Hp yang dicuri berada di Igo. Indi mengira kematian pencuri itu ada hubungannya dengan Igo. Dengan perasaan takut Indi bicara kepada yang telah menunjukan foto itu, "Terima kasih infonya pak!"Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"Indi ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Igo yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.Saat sampai di depan rumah Indi terkejut melihat Igo yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Indi justru cemburu. Dia menghampiri Igo dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Indi sambil menangis.Igo menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"Indi yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba men
Indi lalu diantar ke kampus oleh Raka. Dalam perjalanan dia curhat, "Pemuda yang ku maksud namanya Igo. Dia dulu pernah ngejar-ngejar aku. Puncaknya dia menyalamatkanku dari kematian. Berkali-kali. Membuatku mulai menyukainya. Tapi semenjak itu, dia juga tidak menyukaiku. Kemungkinan dia pergi karena tahu ada kamu yang mengantarku ke kampus. Sekarang dia pasti kembali ke tempat Aliya. Itu membuatku marah." Raka menanggapinya, "Meskipun kamu kecewa. Bukan berarti harus menyakiti dirimu sendiri."Justru Indi yang kesal diperhatikan, "Itu urusanku. Seterah aku." Sesampainya di kampus. Indi langsung menemui Lin. Bukan bicarain tentang nasibnya di kampus tapi justru tentang pekerjaan untuk Igo, "Aku bawa surat lamaran kerja Igo!"Lin tentu kaget melihat keadaan sahabatnya, "Kenapa tanganmu terluka dan kenapa pakaianmu kotor?"Indi menjawabnya dengan senyuman, "Kamu tidak usah pedulikan aku!" Lin terlihat kesal, "Ini pasti gara-gara Igo!"Tiba-tiba pons
Melihat Indi duduk lemas sambil menangis di hadapan meja makan, ibu Igo bertanya, "Masakanmu enak, kenapa menangis?"Indi menjawab dengan nada lemah seperti tidak bersemangat, "Cuma sakit mata kok, tante. Saya pamit pulang."Ketika Indi berdiri dan ingin pergi, ayah Igo berdiri di hadapannya, "Kamu menginap di sini lagikan, entar malam!"Sambil memaksakan tersenyum, Indi menjawab, "Sepertinya tidak om. Makasih udah izinin saya menginap." Kemudian Indi melewati ayah Igo. Di dalam perjalanan, Indi membaca kembali surat dari Aga, "Aku lagi ke rumah Aliya. Jadi gak bisa antar kamu. Pulanglah sendiri."Indi meremas suratnya dengan kesal, "Jika kamu suka Aliya. Kenapa tidak biarkan aku mati saja waktu itu. Igo!!!" Teriak Indi. Tiba-tiba dia menabrak sesuatu. Membuat langkahnya terhenti. Terlihat kerumunan warga di depannya. Dengan emosi, Indi marah-marah, "Sudah cukup Aliya menghalangiku mendapatkan Igo. Sekarang jalanku pulang juga dihalangi. Grrr," Wa