"Kamu mendapatkan kemampuan itu, pasti mengorbankan sesuatu?" Tanyaku.
"Ini bukan didapatkan. Ia hadir saat aku butuh. Agar dapat selalu menggunakannya, aku harus menghilangkan kemampuan berbohong, ingkar janji dan mengkhianati." Jawab Wira membingungkanku."Itu bukan kemampuan tapi sifat buruk. Kamu bohong setia denganku dan ingkar janji serius denganku bahkan mengkhianatiku dengan selingkuh dariku?" Ucapku meluapkan semua emosi."Saat itu aku sudah bilang, bahwa aku sudah punya pacar, kepada Polwan itu. Apa kamu tidak menonton keseluruhan rekamannya." Ucap Wira.
"Iya sepertinya tidak. Maaf aku melanggar privasimu. Karena cuma cara ini yang bisa membuatmu menjawab pertanyaanku dan tidak hanya diam." Balasku tulus."Sekarang kamu tahu, aku bukan hanya polisi di dunia ini tapi juga polisi di dunia lain. Kemampuan ini punya resiko. Aku bahkan tidak bisa merasakan nikmatnya makanan ini dan sepertinya aku kehilangan hawa nafsu." Penjelasan Wira bikin aku terceng
Aku melihat seekor burung merpati di samping rumah Wira yang tidak mau beranjak pergi dan hampir terkena puing-puing rumah. Segera aku menyelamatkannya. Aku memeluknya untuk melindunginya."Dik, apa yang kamu lakukan itu berbahaya." Ucap pria yang sedang meruntuhkan rumah Wira. Dia mengusirku kasar untuk menjauh. Di depanku rumah Wira rata dengan tanah. Wira tidak mungkin kembali lagi ke sini. Aku tertunduk lesu. Dalam benakku berucap, "Seandainya Wira jodohku temukan kami. Jikapun dia bukan jodohku aku ingin dipertemukan dengannya." Harapku.Burung Merpati dipelukanku berontak dan pergi terbang ke langit.Saat aku menghadapkan wajah ke langit, nampak awan terbelah dari timur ke barat. Burung merpati itu terbang ke barat. Di arah sana juga aku menikmati indahnya pemandangan matahari tenggelam. Aku terpikirkan sesuatu, "Tiara, ayo kita pergi ke arah Senja.""Maksudmu ke barat. Buat apa?" Tanya Tiara."Sudahlah ikuti saja. Aku kan sudah ikuti kam
Tubuhku gemetar melihat sosok aneh muncul dan diam terpaku di halaman rumah."Wira, bisa kamu usir hantu itu." Ucapku menutup mata setelah melihatnya sekilas sambil menunjuk ke arah halaman."Hantu yang mana?" Ucap Wira bikin aku semakin takut."Jangan bilang kamu tidak bisa melihat hantu lagi." Ucapku cemas."Aku bisa membedakan yang mana hantu dan yang mana bukan." Ucapan Wira membuatku sadar.Aku kembali membuka mataku.Sosok itu mendekat. Rambut panjangnya menutup wajah. Aku menyibak rambutnya."Tiara?" Ucapku kembali terkejut. Aku melihat ke arah Wira dengan heran."Bukannya kamu sudah mengirim Hara ke akhirat. Kenapa Tiara kembali dirasuki." Ucapku ke Wira.Wira juga ikutan heran. "Kalian bicara apa sih." Ucap Tiara bingung."Kamu Tiara?" Ucapku mempastikan. "Iya, emang siapa menurutmu?" Balas Tiara kesal."Bukannya kamu gak suka pakaian putih?" Tanyaku penasaran."Aku nemu pakaian ini di lemari. Padahal aku tidak per
"Laila! aku Wira ingin melamarmu!" Ucap Wira tanpa basa-basi.Sofia memerintah salah satu siswa yang memegangi tanganku, "Dita, Lihat ke Jendela!"Aku baru tahu nama siswa itu Dita seperti tidak asing di telingaku dan juga ternyata di baju seragamnya sudah tertera namanya. Hanya saja aku tidak menyadarinya.Dita langsung melihat ke luar jendela, dan menengok ke bawah. Karena ruangan ini terletak di lantai dua."Wira ada di tengah lapangan dengan alat pengeras suara, nona!" Ucap Dita seakan dia bawahan dari Sofia. Sofia mendorong Dita agar menjauh untuk melihat sendiri ke jendela. Aku manfaatkan kesempatan ini agar Sofia mengurungkan niat jahatnya."Aku akan tunangan dengan Wira. Kamu dengar sendirikan." Ucapku.Sofia malah semakin marah, "Kamu tolak Wira!""Tidak bisa, dia sudah menaruh kepercayaannya kepadaku." Balasku.Aku semakin cemas saat Sofia kembali mendekatiku. Tapi tiba-tiba dia terjatuh. Dita dan temannya langsung menghampiri Sofia."Non
"Laila, kamu sudah boleh ke ruang keluarga." Di sana kami seperti di sidang."Kamu serius dengan Wira, apa yang membuatmu yakin!" Tanya Ayah."Dia baik, ayah." Balasku."Wira ingin kamu tinggal bersamanya setelah menikah. Apa kamu siap berpisah dengan Ayah dan Ibu." Tanya ibu.Aku terdiam, berat rasanya."Aku sudah bangun rumah yang baru. Berbeda dari yang pernah kamu kunjungi dulu. Aku sesuaikan dengan yang kamu ingin." Ucap Wira."Ayah dan Ibu akan mengunjungimu." Ucap Ibu. "Wira sudah menyanggupi persyaratan Ayah dan Ibu. Cuma itu syarat yang diinginkan Wira. Keputusan ada di kamu, Laila." Sambung Ayah.Sebenarnya, saat aku tahu rumah Wira tidak seram aku sudah mau. Tapi Ibu dan Ayah tidak memberikan kesempatanku bicara."Menikah, artinya kamu menyatakan diri sudah dewasa." Ucap ayah lagi."Iya, aku bersedia Ayah." Sambungku cepat. Wira mengeluarkan sepasang cincin dari sakunya.Dia memasangkannya ke jari manis tangan kiriku.
Sesampainya di panti anak. Aku menyumbangkan semua seragam sekolahku. Aku ke sana sendiri. Wira menunggu di luar."Tempat yang luas dan juga bersih!" Pujiku ke pengurus panti."Anak-anak di sini sangat menjaga tempat ini. Mereka senang memiliki tempat tinggal. Ini berkat seorang pemuda yang menyediakan tempat ini. Dia bagaikan malaikat penolong bagi mereka." Ucap pengurus panti."Wira!" Ucapku. Entah kenapa setiap aku dengar kata malaikat pasti yang terlintas dipikiranku adalah Wira."Nona tahu Wira? Kami tidak pernah melihatnya. Hanya bantuan mengatas namakan dia." Pengurus Panti itu terkejut.Wira pasti ingin membantu tanpa pamrih. Aku harus mendukungnya."Maksud saya, sudah senja. Bentar lagi gelap. Saya harus buru-buru pulang." Balasku buat alasan, kemudian pergi.Wira kemudian langsung mengantarku pulang.Memasuki bulan Ramadan. Wira mengajariku menyetir mobil sambil menunggu berbuka puasa."Putar stirnya ke kiri. Sesuaikan d
Aku di bawa Wira ke pinggiran Kota dengan mobilnya.Sesampainya di sana. Aku dibuat heran, "Lebih tepat disebut gedung dibandingkan rumah. Ini yang ingin kamu tunjukan kepadaku?""Ini bukan rumah kita, tapi gedung perusahaan!" Jawab Wira."Kamu cuma bilang punya beberapa Resort . Bukan perusahaan!" Ucapku."Aku hanya belum bilang ke kamu. Dibandingkan mengatakannya aku lebih memilih menunjukannya langsung." Jelasnya.Aku benar-benar kagum dengan caranya menyampaikan. Aku tersenyum melihat gedung berbentuk kubus dan sepertinya berlantaikan tiga."Aku membutuhkan Perusahaan ini untuk melindungi beberapa Resort ku di bawah naungan hukum." Ucap Wira lagi.Dan aku membutuhkanmu Wira untuk melindungiku di bawah naungan ikatan pernikahan. Ucapku dalam hati."Kamu mengatakan sesuatu Laila?" Tanya Wira.Aku kaget. Apa tadi aku tidak sadar bicara."Aku rasa tidak!" Jawabku agak ragu."Ayo masuk!" Ucap Wira.Kami disambut petugas
Aku lalu diantar Wira pulang atau bisa dibilang aku sendiri yang mengantar diriku pulang. Wira mempersilahkan aku menyetir mobilnya.Di tengah perjalanan. Aku berhenti di sebuah minimarket."Aku mau belanja kebutuhan wanitaku. Kamu mau ikut?""Aku menunggu di sini saja." Jawabnya.Aku keluar dari mobil."Tidak lama!" Ucapku.Saat aku ingin pergi dia menahan tanganku."Mungkin kamu butuh ini!" Ucap Wira sambil memberikan kartu kreditnya. Cepat sekali Wira keluar dari mobil. Bahkan aku tidak sadar dia sudah ada di belakangku."Aku tidak akan memakai uangmu, termasuk perusahaanmu. Sebelum aku resmi jadi istrimu." Balasku. Aku masuk minimarket. Beberapa saat. Kemudian keluar setelah selesai belanja. Terlihat dari jauh Wira sedang dipojokkan oleh dua pria. Aku menghampiri mereka."Wira, ada apa?" Tanyaku penasaran."Dia siapa, Wira? Cantik juga. Kenalin ke kami." Bukannya Wira yang menjawab. Malah pria itu."Aku tunangan Wira!" Balasku."Tidak
Pantesan persahabatanku cepat hancur. Selama ini aku selalu meminta bantuan tanpa membantu balik."Tiara, sahabatmu, masih tinggal di rumah Yasmine, kamu mau berkunjung ke sana?" Tanya Wira.Aku merasa sedih, "Tidak Wira. Dia tidak ingin bertemu aku lagi.""Kalau ke rumah Ayahku, kamu mau?" Ucapnya bikin aku tersenyum.Tidak beberapa lama Yasminw datang dengan menggunakan motornya."Aku nitip Sania ya ke kamu. " Ucap Wira ke Yasminw."Iya, apa yang tidak, buat kamu Wira." Balas Yasmine bikin aku cemburu.Sania tiba-tiba memeluk Wira, "Kak Wira janji akan menemui aku lagi."Aduh kok Wira disukai banyak wanita sih."Iya kakak janji dan akan mengajarimu ilmu bela diri biar bisa jaga diri." Ucap Wira.Aku benar-benar diuji agar tidak egois dan ingin menang sendiri. Bagaimanapun Wira dibutuhkan oleh mereka.Wira kemudian menghadapku."Aku suka kamu yang pengertian. Aku akan belajar mengerti kamu. Besok aku akan ajak kamu ke
Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia
Saat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.
Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela. Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul. Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku me
Setelah melihat foto korban yang tewas, perasaan Indi lega karena bukan Igo, tapi dia mulai cemas yang tewas adalah pelaku pencuri Hpnya dan sekarang Hp yang dicuri berada di Igo. Indi mengira kematian pencuri itu ada hubungannya dengan Igo. Dengan perasaan takut Indi bicara kepada yang telah menunjukan foto itu, "Terima kasih infonya pak!"Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"Indi ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Igo yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.Saat sampai di depan rumah Indi terkejut melihat Igo yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Indi justru cemburu. Dia menghampiri Igo dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Indi sambil menangis.Igo menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"Indi yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba men
Indi lalu diantar ke kampus oleh Raka. Dalam perjalanan dia curhat, "Pemuda yang ku maksud namanya Igo. Dia dulu pernah ngejar-ngejar aku. Puncaknya dia menyalamatkanku dari kematian. Berkali-kali. Membuatku mulai menyukainya. Tapi semenjak itu, dia juga tidak menyukaiku. Kemungkinan dia pergi karena tahu ada kamu yang mengantarku ke kampus. Sekarang dia pasti kembali ke tempat Aliya. Itu membuatku marah." Raka menanggapinya, "Meskipun kamu kecewa. Bukan berarti harus menyakiti dirimu sendiri."Justru Indi yang kesal diperhatikan, "Itu urusanku. Seterah aku." Sesampainya di kampus. Indi langsung menemui Lin. Bukan bicarain tentang nasibnya di kampus tapi justru tentang pekerjaan untuk Igo, "Aku bawa surat lamaran kerja Igo!"Lin tentu kaget melihat keadaan sahabatnya, "Kenapa tanganmu terluka dan kenapa pakaianmu kotor?"Indi menjawabnya dengan senyuman, "Kamu tidak usah pedulikan aku!" Lin terlihat kesal, "Ini pasti gara-gara Igo!"Tiba-tiba pons
Melihat Indi duduk lemas sambil menangis di hadapan meja makan, ibu Igo bertanya, "Masakanmu enak, kenapa menangis?"Indi menjawab dengan nada lemah seperti tidak bersemangat, "Cuma sakit mata kok, tante. Saya pamit pulang."Ketika Indi berdiri dan ingin pergi, ayah Igo berdiri di hadapannya, "Kamu menginap di sini lagikan, entar malam!"Sambil memaksakan tersenyum, Indi menjawab, "Sepertinya tidak om. Makasih udah izinin saya menginap." Kemudian Indi melewati ayah Igo. Di dalam perjalanan, Indi membaca kembali surat dari Aga, "Aku lagi ke rumah Aliya. Jadi gak bisa antar kamu. Pulanglah sendiri."Indi meremas suratnya dengan kesal, "Jika kamu suka Aliya. Kenapa tidak biarkan aku mati saja waktu itu. Igo!!!" Teriak Indi. Tiba-tiba dia menabrak sesuatu. Membuat langkahnya terhenti. Terlihat kerumunan warga di depannya. Dengan emosi, Indi marah-marah, "Sudah cukup Aliya menghalangiku mendapatkan Igo. Sekarang jalanku pulang juga dihalangi. Grrr," Wa