Sesampainya di panti anak. Aku menyumbangkan semua seragam sekolahku. Aku ke sana sendiri. Wira menunggu di luar.
"Tempat yang luas dan juga bersih!" Pujiku ke pengurus panti."Anak-anak di sini sangat menjaga tempat ini. Mereka senang memiliki tempat tinggal. Ini berkat seorang pemuda yang menyediakan tempat ini. Dia bagaikan malaikat penolong bagi mereka." Ucap pengurus panti."Wira!" Ucapku. Entah kenapa setiap aku dengar kata malaikat pasti yang terlintas dipikiranku adalah Wira."Nona tahu Wira? Kami tidak pernah melihatnya. Hanya bantuan mengatas namakan dia." Pengurus Panti itu terkejut.
Wira pasti ingin membantu tanpa pamrih. Aku harus mendukungnya."Maksud saya, sudah senja. Bentar lagi gelap. Saya harus buru-buru pulang." Balasku buat alasan, kemudian pergi.Wira kemudian langsung mengantarku pulang.
Memasuki bulan Ramadan. Wira mengajariku menyetir mobil sambil menunggu berbuka puasa.
"Putar stirnya ke kiri. Sesuaikan d
Aku di bawa Wira ke pinggiran Kota dengan mobilnya.Sesampainya di sana. Aku dibuat heran, "Lebih tepat disebut gedung dibandingkan rumah. Ini yang ingin kamu tunjukan kepadaku?""Ini bukan rumah kita, tapi gedung perusahaan!" Jawab Wira."Kamu cuma bilang punya beberapa Resort . Bukan perusahaan!" Ucapku."Aku hanya belum bilang ke kamu. Dibandingkan mengatakannya aku lebih memilih menunjukannya langsung." Jelasnya.Aku benar-benar kagum dengan caranya menyampaikan. Aku tersenyum melihat gedung berbentuk kubus dan sepertinya berlantaikan tiga."Aku membutuhkan Perusahaan ini untuk melindungi beberapa Resort ku di bawah naungan hukum." Ucap Wira lagi.Dan aku membutuhkanmu Wira untuk melindungiku di bawah naungan ikatan pernikahan. Ucapku dalam hati."Kamu mengatakan sesuatu Laila?" Tanya Wira.Aku kaget. Apa tadi aku tidak sadar bicara."Aku rasa tidak!" Jawabku agak ragu."Ayo masuk!" Ucap Wira.Kami disambut petugas
Aku lalu diantar Wira pulang atau bisa dibilang aku sendiri yang mengantar diriku pulang. Wira mempersilahkan aku menyetir mobilnya.Di tengah perjalanan. Aku berhenti di sebuah minimarket."Aku mau belanja kebutuhan wanitaku. Kamu mau ikut?""Aku menunggu di sini saja." Jawabnya.Aku keluar dari mobil."Tidak lama!" Ucapku.Saat aku ingin pergi dia menahan tanganku."Mungkin kamu butuh ini!" Ucap Wira sambil memberikan kartu kreditnya. Cepat sekali Wira keluar dari mobil. Bahkan aku tidak sadar dia sudah ada di belakangku."Aku tidak akan memakai uangmu, termasuk perusahaanmu. Sebelum aku resmi jadi istrimu." Balasku. Aku masuk minimarket. Beberapa saat. Kemudian keluar setelah selesai belanja. Terlihat dari jauh Wira sedang dipojokkan oleh dua pria. Aku menghampiri mereka."Wira, ada apa?" Tanyaku penasaran."Dia siapa, Wira? Cantik juga. Kenalin ke kami." Bukannya Wira yang menjawab. Malah pria itu."Aku tunangan Wira!" Balasku."Tidak
Pantesan persahabatanku cepat hancur. Selama ini aku selalu meminta bantuan tanpa membantu balik."Tiara, sahabatmu, masih tinggal di rumah Yasmine, kamu mau berkunjung ke sana?" Tanya Wira.Aku merasa sedih, "Tidak Wira. Dia tidak ingin bertemu aku lagi.""Kalau ke rumah Ayahku, kamu mau?" Ucapnya bikin aku tersenyum.Tidak beberapa lama Yasminw datang dengan menggunakan motornya."Aku nitip Sania ya ke kamu. " Ucap Wira ke Yasminw."Iya, apa yang tidak, buat kamu Wira." Balas Yasmine bikin aku cemburu.Sania tiba-tiba memeluk Wira, "Kak Wira janji akan menemui aku lagi."Aduh kok Wira disukai banyak wanita sih."Iya kakak janji dan akan mengajarimu ilmu bela diri biar bisa jaga diri." Ucap Wira.Aku benar-benar diuji agar tidak egois dan ingin menang sendiri. Bagaimanapun Wira dibutuhkan oleh mereka.Wira kemudian menghadapku."Aku suka kamu yang pengertian. Aku akan belajar mengerti kamu. Besok aku akan ajak kamu ke
Malam hari tiba. Kami sampai di depan rumahku. Suasananya gelap. Saat kami turun. Tiba-tiba datang sekelompok polisi dari kegelapan dan menodongkan pistol ke arah Wira. Aku terkejut sekaligus gemetar. Tiba-tiba Sania muncul, "Kakak itu yang menculik aku." Ucapnya sambil menunjuk ke arah Wira membuatku terperangah. Polisi langsung meringkus Wira tanpa perlawanan. Terlihat Yasmine yang sudah diborgol oleh polisi dan beberapa polisi mendekatiku."Yasmine, aku yang perintah dan Laila, dia tidak terlibat apa-apa." Terang Wira. Hari yang kelam itu berlalu hingga proses pengadilan tiba. Wira ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Yasmine dan aku dibebaskan. Sebelum Wira dimasukan dalam sel penjara, Wira menyentuh pundakku dan menenangkanku yang terus menangis."Beruntung kita belum sempat menikah. Jadi kamu bisa cari suami yang lain. Maaf untuk pertama kalinya aku tidak bisa menepati janjiku." Ucap Wira yang membuatku langsung menggenggam k
Esok paginya. Aku bersiap pagi-pagi sekali mengemasi barang-barangku ke dalam koper. Saat mobil Wira tiba. Aku bergegas pamit dengan kedua orang tuaku. Ayah berwajah datar sedangkan Ibu menangis sambil memelukku."Semoga kamu bahagia nak. Dengan keluarga barumu." Doa Ibu padaku.Dari kecil hingga besar aku hidup di sini. Kenangannya membuatku tidak kuasa menahan air mata ini. Aku mencium tangan Ayahku."Maaf Ayah, Saya gak kuliah seperti Ayah inginkan. Saya juga tidak berkerja seperti Ayah harapkan. Tapi saya janji akan selalu ingat Ayah dan Ibu. Saya akan membalas jasa kalian. Saya akan mengunjungi kalian. Sa..."Ayah memelukku. Mengelus kepalaku dengan lembut."Ayah senang kamu masih menghargai orang tuamu!" Ucap Ayah.Aku merasa bersalah. Hampir saja aku kualat sama orang tuaku. Untung Wira mengingatkanku malam tadi. Setelah Ayah melepaskan pelukannya, aku bersiap keluar. Wira sudah berada di depan pintu. Dia masuk dan melewatiku. Mencium kedua t
"Dia punya penyakit alergi Kopi?" Tanyaku cemas."Dia bisa lupa untuk tidur kalau dikasih kopi, haha." Balas Yasmine mencoba bercanda denganku. Melihatku tidak tertawa Yasmine melanjutkan bicara."Aku tahu Wira jarang tidur, ketika tengah malam aku sering ke rumahnya, dia langsung membukakan pintu saat aku tiba. Padahal aku datang dijam yang berbeda dan kami tidak janji sebelumnya. Anehnya lagi, wajahnya tidak menunjukan rasa ngantuk sama sekali." Penjelasan Yasmine bikin aku kesal."Ngapain kamu tengah malam ke rumah Wira?""Memberikan dia jatah!" Jawaban Yasmine bikin aku tercengang."Apa kamu bilang?""Maksud aku kebiasaan makannya berbeda dari orang pada umumnya!" Yasmine tidak menjawab pertanyaanku malah menambah misteri tentang Wira. "Berbeda seperti apa? Apa dia membutuhkan darah suci? "' Tanyaku mulai takut, dugaan liarku muncul, efek jadi penggemar sinetron Ganteng Ganteng Serigala dulu."Tetap makanan manusialah..." Jawab Yasmine kesal.
Sampai di lantai atas. Kami disungguhkan pemadangan ruang keluarga yang indah."Kamar kita ada di kanan. Yang di kiri kamar kosong." Ucap Wira, tapi aku masih ingin menikmati ruang keluarga ini. Apalagi karpet yang ku injak terasa lembut.Ku pikir Wira akan bikin dinding rumah ini polos, ternyata saat aku menoleh ke belakang ada foto kami di dinding saat di pantai tersembunyi dan saat menikah di kantor polisi. Membuatku sedikit terharu. Di bawahnya ada TV, akan membuatku dilema memilih melihat acara TV atau foto kami berdua."Di depan ada teras. Maaf ya. Terasnya gak di lantai satu." Ucap Wira."Gak apa Wira. Aku bisa menikmati pemandangan desa tanpa takut diganggu orang kalau di lantai dua." Balasku.Dia tersenyum. Rumah rancangannya sesuai harapanku."Ayo kita ke kamar!" Ajakku.Sesampainya di kamar yang cukup luas. Di sebelah kanan aku melihat ada dua meja dengan pasangannya bangku, satunya dilengkapi cermin dan satunya dilengkapi komputer y
"Aku tidak mau di madu, Wira!" Ucapku langsung terus terang di hadapan suamiku dan gadis yang dia suka.Wira berlutut seolah dia memohon padaku, "Jangan menangis lagi, Laila! Jika orang tuamu tanya dan aku jawab sering membuatmu menangis, mereka akan marah padaku."Aku berusaha menahan air mataku, "Maafkan aku Wira, hatiku terlalu rapuh."Wira terlihat kaget saat tahu gadis pujaan hatinya tidak ada."Dia sudah pergi." Ucapku.Wira melihatku, membuatku takut, "Aku menerima tawaran berkerja di tempatnya!" Ucap Wira memuaskanku.Siang yang terik itu. Wira memenuhi kewajibannya kepada Sang Pencipta. Aku menunggu untuk bertanya kepada Wira. Setelah dia selesai shalat. Kami duduk di ruang keluarga di atas karpet yang lembut."Kamu mau rangkap jabatan?""Istilahmu terlalu keren. Aku bekerja sebagai buruh pabrik." Balasnya bikin aku kaget."Jika karyawanmu tahu bosnya kerja gitu, mereka bisa malu.""Aku harus melakukannya, agar ketika warg
Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia
Saat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.
Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela. Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul. Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku me
Setelah melihat foto korban yang tewas, perasaan Indi lega karena bukan Igo, tapi dia mulai cemas yang tewas adalah pelaku pencuri Hpnya dan sekarang Hp yang dicuri berada di Igo. Indi mengira kematian pencuri itu ada hubungannya dengan Igo. Dengan perasaan takut Indi bicara kepada yang telah menunjukan foto itu, "Terima kasih infonya pak!"Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"Indi ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Igo yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.Saat sampai di depan rumah Indi terkejut melihat Igo yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Indi justru cemburu. Dia menghampiri Igo dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Indi sambil menangis.Igo menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"Indi yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba men
Indi lalu diantar ke kampus oleh Raka. Dalam perjalanan dia curhat, "Pemuda yang ku maksud namanya Igo. Dia dulu pernah ngejar-ngejar aku. Puncaknya dia menyalamatkanku dari kematian. Berkali-kali. Membuatku mulai menyukainya. Tapi semenjak itu, dia juga tidak menyukaiku. Kemungkinan dia pergi karena tahu ada kamu yang mengantarku ke kampus. Sekarang dia pasti kembali ke tempat Aliya. Itu membuatku marah." Raka menanggapinya, "Meskipun kamu kecewa. Bukan berarti harus menyakiti dirimu sendiri."Justru Indi yang kesal diperhatikan, "Itu urusanku. Seterah aku." Sesampainya di kampus. Indi langsung menemui Lin. Bukan bicarain tentang nasibnya di kampus tapi justru tentang pekerjaan untuk Igo, "Aku bawa surat lamaran kerja Igo!"Lin tentu kaget melihat keadaan sahabatnya, "Kenapa tanganmu terluka dan kenapa pakaianmu kotor?"Indi menjawabnya dengan senyuman, "Kamu tidak usah pedulikan aku!" Lin terlihat kesal, "Ini pasti gara-gara Igo!"Tiba-tiba pons
Melihat Indi duduk lemas sambil menangis di hadapan meja makan, ibu Igo bertanya, "Masakanmu enak, kenapa menangis?"Indi menjawab dengan nada lemah seperti tidak bersemangat, "Cuma sakit mata kok, tante. Saya pamit pulang."Ketika Indi berdiri dan ingin pergi, ayah Igo berdiri di hadapannya, "Kamu menginap di sini lagikan, entar malam!"Sambil memaksakan tersenyum, Indi menjawab, "Sepertinya tidak om. Makasih udah izinin saya menginap." Kemudian Indi melewati ayah Igo. Di dalam perjalanan, Indi membaca kembali surat dari Aga, "Aku lagi ke rumah Aliya. Jadi gak bisa antar kamu. Pulanglah sendiri."Indi meremas suratnya dengan kesal, "Jika kamu suka Aliya. Kenapa tidak biarkan aku mati saja waktu itu. Igo!!!" Teriak Indi. Tiba-tiba dia menabrak sesuatu. Membuat langkahnya terhenti. Terlihat kerumunan warga di depannya. Dengan emosi, Indi marah-marah, "Sudah cukup Aliya menghalangiku mendapatkan Igo. Sekarang jalanku pulang juga dihalangi. Grrr," Wa