Aku akhirnya pulang dua minggu setelahnya. Tapi seperti biasa, aku tak diijinkan untuk beraktivitas terlalu berat. Aku sempat memohon pada dokter Giuseppe agar diberi keringanan, tapi dokter berambut kelabu itu hanya menjawab,
"Jangan memforsir dirimu terlalu keras. Jika memungkinkan, dalam sehari mulailah aktivitasmu sebanyak tiga puluh persen saja. Lalu jika kau tak merasa kepayahan, kau bisa menambahnya sedikit demi sedikit secara bertahap." Aku mengangguk, meskipun masih sedikit bingung dengan bagian aktivitas sebanyak tiga puluh persen itu seperti apa. Tapi kemudian Dokter Giuseppe menepuk pundakku dan melanjutkan. "Tapi di sini kami perlu kau untuk bersikap amat supportive dan jujur, Mira. Kita semua di sini tak ada yang tahu sedahyat apa rasa sakit yang sedang kau alami selain dirimu sendiri. Untuk itu, kami ingin kau bekerja sama. Tetaplah pada koridor aman. Kami semua ingin kau tetap bersama kami untuk waktu yang lama, oke?"
Dan semua perkataan Dokter Giuseppe
Richard'sAku menatapnya datar setelah dia mengatakan kalimatnya itu. Dia masih skeptis dengan posisi barunya, insecure apakah dia bisa melakukannya atau tidak. Dia memang terliha. Jauh lebih tenang sekarang, tapi bukan karena dia menerima, dia sedang menimbang dan mengukur kemampuannya.Itu bukan hal bagus. Dia seharusnya tak memikirkan hal itu. Bisa - bisa pemulihannya terhambat. Dia harus fokus pada kesehatannya saja."Kenapa kau menanyakannya?" Aku yang jengah kemudian berusaha mengalihkan pembicaraan."Ah iya. Kapan itu?""Setelah kau sembuh tentu saja.""Aku ingat aku meminta Daddy untuk memberikan tanggal pastinya agar aku punya jadwal untuk ditepati. Dan Daddy setuju. Daddy bilang, kau akan memberi tahuku hasilnya?"Aku menghela nafas dalam sekali. Sebenarnya Pak Tua itu sudah memberikan tanggal padaku. Tapi aku masih keberatan dan meminta untuk mempertimbangkannya lagi. Selama pelatihan, dia harus tinggal di istan
"So what are you saying, Princess?" Secara garis besar, dengan kalimatnya igu, Richard sudah mengatakan semuanya. Dia tertarik padaku, ya. Tapi apakah dia memiliki perasaan khusus untukku? Dia sendiri pun tak tahu. Dia hanya ingin menikmati waktunya denganku saat ini. Melakukan apa yang ingin dia lakukan bersamaku. Pikiranku masih kabur dan tak terlalu jernih. Dengan nafas terengah, jantung berdebar kencang dan wajah memanas seperti terbakar bara api. Aku berakhir tak mengatakan apa pun untuk menanggapinya. Kami masih terus bertatapan, membuat kondisi jantungku semakin tak karuan. Hingga akhirnya akulah yang pertama kali memutuskan kontak mata kami. Banyak sekali hal yang aku rasakan secara bersamaan saat ini. Senang, takut, sedikit kecewa, berharap dan banyak lainnya bercampur menjadi satu sehingga aku sendiri p
"Putusan untuk Madame Louisa dari Pengadilan Parlemen sudah turun, Monsieur." "Apa kata mereka?" Tanyaku. Pengawal tersebut tampak ragu - ragu, dan itu malah membuatku semakin tak sabar. Entah kenapa insting kuat yang sudah kuasah sejak dulu hari ini begitu tumpul. Melihat tatapan mata yang tampak tak fokus dan bergetar itu, kenapa aku tak memikirkan apa pun tentang sesuatu yang buruk sudah terjadi? "Katakan." Kataku lagi dengan nada tak sabar. Dia tampak menolah noleh ke sekitar rumah dan masih saja ragu - ragu. Itu membuat kesabaranku yang sedang tidak dalam kondisi primanya tersodok dan runtuh. Tepat sebelum amarahku meledak, pengawal itu berkata dengan nada menyesal yang sepertinya sungguh - sungguh, “Pardonnez
Kabar mengejutkan yang tiba - tiba itu membuat suasana maison jadi semakin mencekam. Tak ada yang pulang ke rumah. Daddy yang beberapa hari terakhir tak terlihat di rumah, semakin tak ada kabar. Begitupun Corrine dan Tante Milgueta.Aku memang jarang bertukar pesan dengan Daddy saat sedang bekerja. Aku tak terbiasa. Dengan Mama, aku diajarkan untuk mandiri dan membiarkan Mama menyelesaikan pekerjaannya di jam kerja, sehingga menghubungi saat seseorang sedang bekerja, konsep tersebut masih asing bagiku. Apalagi saat ini ponselku sedang disita sehingga aku tak mungkin bisa mengaksesnya.Untuk sekarang, tak adanya alat komunikasi bersamaku seperti ini mungkin adalah hal yang bagus. Jadi aku tak terlalu fokus pada hal - hal buruk yang sedang terjadi hari ini.Sepertinya seluruh karyawan dan pengawal yang ada di ru
Richard'sKabar yang mengejutkan. Amat sangat mengejutkan. Bahkan Brigitte sampai menangis tersedu saat mendengarnya. Mira hanya menangis sebentar, dia bahkan tak mau kupeluk untuk kutenangkan.Aku hanya berdiri di samping ranjangnya melihatnya tersedu. Dan saat dia selesai dengan tangisnya, dia memberikan ponselku dan memintaku untuk pergi dari kamarnya."Tugasmu sudah kau lakukan. Sekarang keluarlah. Aku janji tak akan melakukan sesuatu yang bodoh. Kemarilah lagi untuk menjemput saat makan malam tiba." kalimatnya yang dingin dan tak terjangkau itu yang memberi tahuku betapa hancur hatinya.Dia berusaha amat keras untuk tegar agar tak merepotkan orang - orang. Tapi tugas kami untuk menjaganya, dan bukan sebaliknya. Jadi aku lakukan sebisaku yang kupikir bisa mengh
Akhirnya tiba juga hari ini. Hari yang tak kunantikan, tapi kuharapkan cepat berlalu. Hari di mana aku akan masuk istana dan menjalani pelatihan sebagai seorang putri.Dua minggu terakhir kujalani dengan monoton. Bahkan saking monotonnya, aku seperti sedang menyetel auto pilot. Semuanya berjalan serba otomatis; bangun pagi, mandi, Richard menjemput, sarapan, membaca atau menggambar sampai makan siang, kemudian Richard akan menjemput lagi, dan aku akan makan siang di dapur bersama Richard dan Brigitte. Istirahat siang, dan sorenya aku akan bangun, membereskan tempat tidurku, sebenarnya ini dilarang Brigitte, tapi aku berdalih ini untuk melatih ototku agar tak kaku. Dan karena Brigitte tau seberapa kepala batunya aku, maka dia mengalah dan membiarkannya saja.Daddy, Corrine dan Tante Milguetta? Dua minggu ini mungkin aku hanya pernah melihat mereka tak lebi
Richard’sSepanjang perjalanan dia diam saja. Banyak menoleh ke luar jendela sambil menyangga dagunya dengan telapak tangannya. Sepertinya ada yang mengganggu pikirannya, tapi dia tak mau membaginya denganku. Rambutnya yang kini pendek sebahu hari ini dia gelung ke belakang dengan rapi, menyisakan beberapa helai yang dibiarkan menjuntai ke depan untuk membingkai wajahnya. Dia memakai kemeja berkerah rimpel yang aku kenali sebagai milik Arlaine. Wanita itu pernah memakainya suatu saat dulu. Sepertinya aku ingat dia berhenti memakainya karena baju itu sudah kekecilan. Arlaine jauh lebih berisi dan lebih tinggi dari Mira. Bukan berisi yang overweight, hanya lebih… berisi. Jika kalian tau maksudku. Sebagai bawahan, dia memakai rok A line selutut dan juga pantyhose yang membungkus kakinya. Cantik dan mungil, seperti boneka Rusia.Aku sedikit senang meli
Richard’sAku melirik Mira sekali lagi saat kami akan memasuki istana. Dia berlaku anggun dan sopan dengan menundukkan kepalanya membalas sapaan hampir semua penjaga. Dia sudah kembali pada dirinya yang biasa.Beberapa saat lalu, wajahnya terlihat pucat, dan seperti kesulitan bernafas, tapi kemudian berubah menjadi semerah tomat. Katakan aku terlalu peka dan besar kepala, tapi, itu semua karena…. aku? Senyuman kecil tersungging di bibirku saat memikirkan hal itu. Bahwa aku bisa membuat Mira merasa seperti itu. Mira memiliki perasaan padaku. Aku tahu itu, dan melihat reaksinya pada saat aku menyentuhnya, dan memintanya untuk bersamaku meskipun tanpa status membuatku yakin bahwa perasaannya bukan hanya sekedar naksir belaka. Dia jatuh cinta padaku. Dan kurangnya pengalaman gadis itu dalam hal ini membuatnya ragu - ragu. Terlebih tawaranku yang tak berperasaan untuk menjalin hubungan tanpa adanya status dengannya, itu semua pasti membuatnya bingung. T