Akhirnya tiba juga hari ini. Hari yang tak kunantikan, tapi kuharapkan cepat berlalu. Hari di mana aku akan masuk istana dan menjalani pelatihan sebagai seorang putri.
Dua minggu terakhir kujalani dengan monoton. Bahkan saking monotonnya, aku seperti sedang menyetel auto pilot. Semuanya berjalan serba otomatis; bangun pagi, mandi, Richard menjemput, sarapan, membaca atau menggambar sampai makan siang, kemudian Richard akan menjemput lagi, dan aku akan makan siang di dapur bersama Richard dan Brigitte. Istirahat siang, dan sorenya aku akan bangun, membereskan tempat tidurku, sebenarnya ini dilarang Brigitte, tapi aku berdalih ini untuk melatih ototku agar tak kaku. Dan karena Brigitte tau seberapa kepala batunya aku, maka dia mengalah dan membiarkannya saja.
Daddy, Corrine dan Tante Milguetta? Dua minggu ini mungkin aku hanya pernah melihat mereka tak lebi
Richard’sSepanjang perjalanan dia diam saja. Banyak menoleh ke luar jendela sambil menyangga dagunya dengan telapak tangannya. Sepertinya ada yang mengganggu pikirannya, tapi dia tak mau membaginya denganku. Rambutnya yang kini pendek sebahu hari ini dia gelung ke belakang dengan rapi, menyisakan beberapa helai yang dibiarkan menjuntai ke depan untuk membingkai wajahnya. Dia memakai kemeja berkerah rimpel yang aku kenali sebagai milik Arlaine. Wanita itu pernah memakainya suatu saat dulu. Sepertinya aku ingat dia berhenti memakainya karena baju itu sudah kekecilan. Arlaine jauh lebih berisi dan lebih tinggi dari Mira. Bukan berisi yang overweight, hanya lebih… berisi. Jika kalian tau maksudku. Sebagai bawahan, dia memakai rok A line selutut dan juga pantyhose yang membungkus kakinya. Cantik dan mungil, seperti boneka Rusia.Aku sedikit senang meli
Richard’sAku melirik Mira sekali lagi saat kami akan memasuki istana. Dia berlaku anggun dan sopan dengan menundukkan kepalanya membalas sapaan hampir semua penjaga. Dia sudah kembali pada dirinya yang biasa.Beberapa saat lalu, wajahnya terlihat pucat, dan seperti kesulitan bernafas, tapi kemudian berubah menjadi semerah tomat. Katakan aku terlalu peka dan besar kepala, tapi, itu semua karena…. aku? Senyuman kecil tersungging di bibirku saat memikirkan hal itu. Bahwa aku bisa membuat Mira merasa seperti itu. Mira memiliki perasaan padaku. Aku tahu itu, dan melihat reaksinya pada saat aku menyentuhnya, dan memintanya untuk bersamaku meskipun tanpa status membuatku yakin bahwa perasaannya bukan hanya sekedar naksir belaka. Dia jatuh cinta padaku. Dan kurangnya pengalaman gadis itu dalam hal ini membuatnya ragu - ragu. Terlebih tawaranku yang tak berperasaan untuk menjalin hubungan tanpa adanya status dengannya, itu semua pasti membuatnya bingung. T
Richard baru menurunkanku setelah kami sampai di depan sebuah kamar. Aku tak tahu bedanya kamar ini dengan kamar - kamar lain, karena di mataku, semua pintunya sama. Seharusnya tadi aku menghitung, ini pintu keberapa sejak aku keluar dari dalam lift. Tapi tadi… ah, aku terlalu berfokus pada kedekatanku dengan Richard tadi sehingga akhirnya aku melewatkan banyak hal.Aku harus mengingatnya nanti saat keluar dari sini, batinku penuh tekada. Karena meskipun lorong ini hangat, tetap saja aku tak mau tidur di lorong beralaskan karpet!Richard menempelkan semacam kartu di kuncinya dan pintu itu pun terbuka. Wah, lebih canggih daripada hotel! Gumamku kagum, tapi tentu saja hanya kubisikkan dalam hati.“Kemarilah, Princess.” Katanya padaku. Pintu kamar tersebut sudah terbuka, tapi dia menahann
Richard’sAku menuntun Mira dengan buru - buru, lebih seperti aku menyeretnya kembali ke kamarnya. Aku sangat marah. Aku ingat aku sudah mengisi daftar apa - apa saja yang boleh dimakan dan tak boleh dimakan Mira, termasuk alergi dan juga dietnya. Semua sudah kurangkum dan kumasukkan ke dalam sistem, yang bisa dikases oleh koki kerajaan, penjaga dan pelayan lain. Ini memungkinkan agar mereka semua bisa mengaksesnya informasi tersebut dan tahu tindakan apa yang harus diambil jika mereka bertugas melayani Mira.Kami sudah hampir mencapai lift saat Mira mencengkeram pergelangan tangaku, membuatku menoleh padanya.“Please slow down,” engahnya dengan nafas satu - satu. Meskipun saat ini di tengah musim dingin, tapi istana tetap hangat. Bintik - bintik kecil keringat menghiasi keningnya.
“Jangan lupa menghapus jejakmu di plakat, Cherie.”Aku mengernyitkan dahiku sedikit heran. Kalimat Daddy itu sama dengan apa yang dikatakan Richard padaku tadi pagi. Aku sudah terbiasa dengan Richard yang mengaturku untuk tak begini dan tak begitu tentang hal - hal yang berkaitan dengan keamanan. tapi Daddy?Tentu saja aku tau Daddy juga mengkhawatirkan keselamatanku, tapi sejelas ini? Pasti ada sesuatu yang terjadi di istana dan itu mengganggu Daddy. Aku hanya tak tahu apa. Aku memang pintar, tapi otakku tak cukup kuat untuk bermain detektif - detektifan seperti ini. Lebih baik aku menyerah saja.Aku dan Daddy berkalan menuju meja teh yang berada di depan salah satu dari tinga jendela besar yang ada di salah satu kamar ini. Kami duduk di sana. Tak perlu memanggil maid untuk menyiapkan teh ataupun kue un
“What? Kenapa harus kau?!”“Kenapa tak boleh?!”“Bisakah kalian tak bertengkar? Ini membuatku pusing!”Mereka berdua langsung diam mendengar kalimatku. Syukurlah. Dansa mereka bilang? Apa masih ada pesta dansa di jaman sekarang ini? Bukankah saat ada acara kerajaan, orang - orang kerajaan tak lagi berdansa sendiri? Mereka kan bisa sewa! Kesannya kurang ajar sekali meminta keluarga istana menari sendiri. Serius? Seharus itu? Ini membuatku pusing.Dan mereka malah bertengkar di depanku. Tentu saja itu membuatku semakin pusing! Dari peripheral mataku, aku bisa melihat JJ menatap Richard dengan tatapan penuh kemenangan. Seolah - olah dia yakin dia lah yang akan aku pilih menjadi partner berdansa.JJ… tampan, kharismatik, memperlakukanku dengan baik juga. Namun ada saatnya aku merasa bahwa itu bukan dia yang sebenarnya. Itu yang membuatku selalu merasa tak nyaman dan was - was saat berada dengannya.
Richard'sAku berdiri tegap dengan kedua tangan di belakang punggung. Posisi siaga. Padahal aku tak pernah begini di depan Mira. Hanya saja, di tempat ini, aku tidak bisa seenaknya. Harus selalu mematuhi protokol. Berdiri sempurna, duduk sempurna, cara jalan yang sempurna.Aku tidak pernah keberatan. Dari kecil aku terlatih untuk ini. Menjadi pengawal Elite istana adalah impianku. Aku ingin mengabdi pada kerajaan. Role modelku, tentu saja Ayahku sendiri.Dari sini, aku melihat dengan jelas apa yang dilakukan dua orang yang sedang berada di tengah aula sana; Mira dan Pak Tua sedang berdansa. Gadis itu beberapa kali tertawa riang dengan Ayahnya. Suaranya yang merdu menggema manis memenuhi aula kecil ini. Dia terlihat bercakap - cakap dengan Ayahnya tentang hal - hal yang menyenangkan, dan membuatnya bahagi
Aku tak tahu apa yang merasukiku sehingga berani mengambil langkah ini. Di saat biasa, tentu saja aku tak akan mau mengambil inisiatif untuk memeluk Richard atau memintanya memelukku. No, never!Hal sederhana seperti itu hanya akan membuat jantungku berdetak cepat tak terkendali dan malah membuat dadaku sakit. Hampir tak ada bedanya dengan bunuh diri.Namun sekarang… entahlah, banyak yang bilang aku melakukan semua training ini dengan baik; tak membantah dan cepat belajar. Richard, Daddy, Corrine yang beberapa kali mampir untuk menjengukku dan juga Tante Milgueta yang selalu menyempatkan waktu untuk menemuiku di sini. Semuanya bilang seperti itu.Namun aku sama sekali tidak merasa bangga pada diriku sendiri. Alih - alih, aku merasa kosong dan hampa.Aku mengeratkan lenganku yang melingkar di pinggang ramping Richard saat aku merasakan pria itu membalas pelukanku dengan hangat. Aku butuh dikuatkan, dan salah satu caranya, mungkin seperti