"Kau bisa-bisanya memilih sekretaris gembel seperti itu, penampilannya ga menjual ke klien dan kolegamu," berondong Jeany tepat di saat Amirah menutup pintu kantor rapat-rapat. Pembicaraan mereka tak ada yang mendengar selain dia dan Kaivan."Apa kau datang demi bisnis atau mengomentari baju karyawan perusahaanku?" tegur Kaivan. "Kita tak ada memiliki janji temu sebelumnya dan aku sangat sibuk, sebaiknya lanjutkan pertemuan ini kapan-kapan saja.""No, Kaivan, sorry membuatmu tak nyaman atas kedatanganku," sahut Jeany bergegas mendekati CEO yang dulu begitu hangat mencintai. Misinya tiba-tiba berubah cepat bukan membahas bisnis fashion tetapi merayu agar kembali ke pelukannya.Tangan yang lentik bermain di bahu kekar CEO tampan lalu memijatnya lembut mengurangi kepenatan usai teleconference tadi. Kemeja putih halus tanpa dasi memudahkan Jeany melancarkan serangan awal membuka kancing satu persatu."Hentikan Jean, aku tak membutuhkan bantuanmu," tegas Kaivan menangkap tangan mungil di b
Amirah duduk termangu di ruang pantry. Sejak memergoki kemesraan di antara Kaivan dan Jeany, ia memilih banyak berdiam diri. Gadis itu tak ubahnya Renata. Ucapan dan prilaku tidak sesuai ucapannya tadi. Padahal sudah bersama Alagar namun tetap menggoda Kaivan sebagai ajang balas dendam untuknya.Benar-benar muka gila jalang Jeany berani mempermainkan dua pria sekaligus!Tak habis pikir bagi Amirah bila gadis itu mau menyingkirkan dari perhatian Alagar kemudian membuat gusar atas perbuatannya ke Kaivan di dalam kantor beberapa menit lalu. Suara jeritan kencang dan gebrakan pintu keras terdengar memecah kesunyian di lantai khusus ruang pimpinan.Jeany pulang marah-marah tak karuan. Lengannya diseret paksa mengikuti kemauan CEO Kaivan ke depan lift menekan tombol menuju lantai bawah dan menghempaskan ke dalam tanpa mau memandangnya lagi."Amirah!" panggilnya sambil mencari ke meja sekretaris tapi tak didapati wanita itu di sana. Sial-! Janda cantik itu pasti marah dan kecewa padanya! Kel
"Van, kamu ini bagaimana sih, adikmu Khirani sebentar lagi menikah kenapa belum punya pasangan?" tegur Nyonya Rima Mahardika di saat putra sulungnya mampir untuk makan malam bersama keluarga. Kaivan bersikap santai menanggapi ucapan mama tersayang. Adik perempuannya sengaja menyenggol agar serius karena ibu mereka melototi ke arah putra dan putrinya. "Mas, Mama ngomel tuh, lagian kenapa kamu ga menikah lebih dulu sih?!" bisik Khirani. "Ya itu takdirmu, Ran, memangnya kita sedang balapan apa?!" Kaivan bersungut-sungut. "Ivan!" seru Nyonya Rima hampir mengguncang meja makan. "Pokoknya setelah Khirani menikah, kamu juga harus menyusul secepatnya, usiamu sekarang sudah berapa? Mama kan ingin menimang cucu!" Tuan Mahardika langsung memegang lengan istrinya menenangkan isi pikiran yang galau karena putranya belum juga memiliki istri sementara putri bungsu mereka segera melangsungkan pernikahan dengan putra Tuan Andi Hakim. "Ma, biar saja, Kaivan pasti sudah punya pilihan sendiri cuma
Sabtu siang Amirah dikejutkan kedatangan Pakde Bambang dari Yogyakarta membawa banyak oleh-oleh dari Bude Tantri adik ibunya. Melepas rindu sejenak di kediamannya dan pulang sore nanti."Pakde, kenapa ga nginap saja? Kan rumah ini banyak kamar kosong, lagian Bude ga diajak sekalian, Amirah dan Bagas masih kangen," anjurnya penuh harap."Bude sedang meriang katanya, ga mau diajak kemana-mana makanya aku harus segera pulang," balas Pakde Bambang memangku cucu kesayangan. "Kami pasti mampir lagi ada kolega menikahkan anak di Jakarta.""Oh, ya sudah, aku akan siapkan kamarnya buat Pakde dan Bude," sahut Amirah senang.Teh manis hangat dan kue disajikan menyambut kehadiran Pakde Bambang Hadiningrat pengganti dari orang tuanya yang telah tiada. Suasana kekeluargaan dirindukan Amirah Lashira sejak lama. Sayang sekali ia harus melupakan kota Yogya beberapa saat setelah bermasalah dengan sepupunya sendiri."Apa kabar Mas Guntur dan Ayu?" tanyanya penasaran.Tarikan nafas Pakde Bambang sedikit
Bagaskara sedang duduk di ruang tamu kemudian berdiri memandang ke jendela kaca lalu duduk lagi. Terus berulang-ulang sampai bosan lalu berteriak ke arah meja makan memanggil ibunya."Mama-aa, Om Kaivan lama banget jadi ga sih kita ke rumahnya?!""Sabar sayang, mungkin Om Kaivan kena macet di jalan," jawab Amirah beralasan.Bila tahu bossnya kesulitan tiba tepat waktu sudah dari tadi ia menghubungi Aabid untuk menjemput mereka. Sejak semalam sibuk membuat pudding susu, schotel macaroni dan makanan kecil aneka rupa supaya Bagas tak merengek di sana. Dan sahabatnya yang sedang hamil butuh asupan lebih banyak."Kenapa kita ga pergi naik taksi atau bersama Om Alex, Tante Melani dan Om Aabid saja, Ma?!""Duh Mama ga tahu rumah Om Kaivan nanti malah tersesat di jalan, tunggu sebentar lagi pasti dia datang!"Kotak-kotak makanan tertutup rapi dimasukkan ke dalam satu tas siap dibawa. Susu, pakaian renang dan baju ganti Bagas tersusun di koper kecil bergambar kartun kesukaannya. Sesaat ia mau
"Wuih Ra, kesukaanku tuh," tunjuk Melani ke wadah bekal makanan yang dibawa sahabatnya.Amirah tersenyum memandangi ibu hamil. "Makan yang banyak ya Mel, memang sengaja dibuat untukmu karena ku pikir Mas Kaivan ga punya asisten rumah tangga memasak buat kita."Namun dugaannya salah besar. Kediaman CEO Arif Kaivan Mahardika begitu luas serupa milik mantan suami dan orang tuanya berikut kolam renang di halaman belakang serta gazebo kayu jati menjadi tempat mereka bersantai.Meja makan dan kursi terpajang rapi dengan payung berwarna-warni menghindari terik sinar matahari telah siap melindungi tamu kehormatan sang tuan rumah. Belum lagi taman asri di sekeliling, pohon buah rindang menunggu waktu dipetik dan disantap mereka.Luar biasa! Decak kagum Amirah Lashira sesaat memasuki rumah besar CEO Kaivan."Makanya tadi aku malas berdebat, di rumah ini banyak asisten rumah tangga sampai pengurus kebun dan satpam, tapi kamu ga percaya kalau belum ke sini," cela Kaivan sambil mengambil puding su
Akhir pekan menyenangkan bagi Bagaskara tetapi bukan ibunya. Sungguh terkejut tanggapan kedua orang tua CEO Kaivan terhadap diri Amirah Lashira menyebutnya sebagai seorang asisten rumah tangga. Sesederhana itukah dirinya selama ini?! Batinnya terus bertanya. Ia belum sempat berpamitan sesaat putranya merengek pulang. Di ruang kerja tertutup Kaivan masih terlibat diskusi panjang membahas pernikahan Khirani. Dan Aabid Barak Hakim pun harus tinggal lebih lama di sana bergabung dengan mereka. Amirah akhirnya diantar Alex dan Melani kembali ke rumah. Tak ada percakapan antara Kaivan dan Amirah sampai akhirnya mereka bertemu di kantor lagi. Senin pagi yang biasa dimana berkas telah menumpuk di atas meja sekretaris. Ia harus mengolah data dan menyusun agenda CEO memeriksa teliti berulang kali tiada jadwal keluar kantor dan perjalanan bisnis hari ini. Langkah kaki Kaivan mulai terdengar. Belum sempat Amirah menyapa CEO itu langsung memanggil masuk ke kantor. Duh, ada apalagi ini?! Jantung
Kedekatan antara Kaivan dan Amirah membuat Alagar tak henti membenci walaupun sudah memiliki kekasih demi melampiaskan kekesalan sahabat yang menyebalkan itu."Sayang, kenapa kau sekarang sering bersikap marah-marah," tegur Jeany sambil memeluk manja. "Ayolah, lupakan kejadian di Bali beberapa waktu lalu.""Bukan cuma di Bali saja Kaivan bikin gara-gara denganku ketika mengantar Amirah ke rumah orang tuaku untuk menjemput Bagas," sahutnya jengkel."Berhentilah bermusuhan demi aku, sayang," pinta Jeany sungguh-sungguh.Jika masalah di antara mereka tak kunjung selesai maka habislah riwayatnya memadu kasih bersama mantan suami Amirah. Duda tampan itu selalu memikirkan mantan istri bekerja menjadi sekretaris CEO Kaivan.Dia tak mau tinggal diam."Paling mengesalkan dia bakal menjadi saudara iparku benar-benar bodoh Aabid sampai tertarik Khirani sama seperti sikap Amirah tergoda rayuan Kaivan keparat!" Alagar mendengus marah.Rasa cemburu membabi buta menenggelamkan logika sendiri. Penyes