"Van, kamu ini bagaimana sih, adikmu Khirani sebentar lagi menikah kenapa belum punya pasangan?" tegur Nyonya Rima Mahardika di saat putra sulungnya mampir untuk makan malam bersama keluarga. Kaivan bersikap santai menanggapi ucapan mama tersayang. Adik perempuannya sengaja menyenggol agar serius karena ibu mereka melototi ke arah putra dan putrinya. "Mas, Mama ngomel tuh, lagian kenapa kamu ga menikah lebih dulu sih?!" bisik Khirani. "Ya itu takdirmu, Ran, memangnya kita sedang balapan apa?!" Kaivan bersungut-sungut. "Ivan!" seru Nyonya Rima hampir mengguncang meja makan. "Pokoknya setelah Khirani menikah, kamu juga harus menyusul secepatnya, usiamu sekarang sudah berapa? Mama kan ingin menimang cucu!" Tuan Mahardika langsung memegang lengan istrinya menenangkan isi pikiran yang galau karena putranya belum juga memiliki istri sementara putri bungsu mereka segera melangsungkan pernikahan dengan putra Tuan Andi Hakim. "Ma, biar saja, Kaivan pasti sudah punya pilihan sendiri cuma
Sabtu siang Amirah dikejutkan kedatangan Pakde Bambang dari Yogyakarta membawa banyak oleh-oleh dari Bude Tantri adik ibunya. Melepas rindu sejenak di kediamannya dan pulang sore nanti."Pakde, kenapa ga nginap saja? Kan rumah ini banyak kamar kosong, lagian Bude ga diajak sekalian, Amirah dan Bagas masih kangen," anjurnya penuh harap."Bude sedang meriang katanya, ga mau diajak kemana-mana makanya aku harus segera pulang," balas Pakde Bambang memangku cucu kesayangan. "Kami pasti mampir lagi ada kolega menikahkan anak di Jakarta.""Oh, ya sudah, aku akan siapkan kamarnya buat Pakde dan Bude," sahut Amirah senang.Teh manis hangat dan kue disajikan menyambut kehadiran Pakde Bambang Hadiningrat pengganti dari orang tuanya yang telah tiada. Suasana kekeluargaan dirindukan Amirah Lashira sejak lama. Sayang sekali ia harus melupakan kota Yogya beberapa saat setelah bermasalah dengan sepupunya sendiri."Apa kabar Mas Guntur dan Ayu?" tanyanya penasaran.Tarikan nafas Pakde Bambang sedikit
Bagaskara sedang duduk di ruang tamu kemudian berdiri memandang ke jendela kaca lalu duduk lagi. Terus berulang-ulang sampai bosan lalu berteriak ke arah meja makan memanggil ibunya."Mama-aa, Om Kaivan lama banget jadi ga sih kita ke rumahnya?!""Sabar sayang, mungkin Om Kaivan kena macet di jalan," jawab Amirah beralasan.Bila tahu bossnya kesulitan tiba tepat waktu sudah dari tadi ia menghubungi Aabid untuk menjemput mereka. Sejak semalam sibuk membuat pudding susu, schotel macaroni dan makanan kecil aneka rupa supaya Bagas tak merengek di sana. Dan sahabatnya yang sedang hamil butuh asupan lebih banyak."Kenapa kita ga pergi naik taksi atau bersama Om Alex, Tante Melani dan Om Aabid saja, Ma?!""Duh Mama ga tahu rumah Om Kaivan nanti malah tersesat di jalan, tunggu sebentar lagi pasti dia datang!"Kotak-kotak makanan tertutup rapi dimasukkan ke dalam satu tas siap dibawa. Susu, pakaian renang dan baju ganti Bagas tersusun di koper kecil bergambar kartun kesukaannya. Sesaat ia mau
"Wuih Ra, kesukaanku tuh," tunjuk Melani ke wadah bekal makanan yang dibawa sahabatnya.Amirah tersenyum memandangi ibu hamil. "Makan yang banyak ya Mel, memang sengaja dibuat untukmu karena ku pikir Mas Kaivan ga punya asisten rumah tangga memasak buat kita."Namun dugaannya salah besar. Kediaman CEO Arif Kaivan Mahardika begitu luas serupa milik mantan suami dan orang tuanya berikut kolam renang di halaman belakang serta gazebo kayu jati menjadi tempat mereka bersantai.Meja makan dan kursi terpajang rapi dengan payung berwarna-warni menghindari terik sinar matahari telah siap melindungi tamu kehormatan sang tuan rumah. Belum lagi taman asri di sekeliling, pohon buah rindang menunggu waktu dipetik dan disantap mereka.Luar biasa! Decak kagum Amirah Lashira sesaat memasuki rumah besar CEO Kaivan."Makanya tadi aku malas berdebat, di rumah ini banyak asisten rumah tangga sampai pengurus kebun dan satpam, tapi kamu ga percaya kalau belum ke sini," cela Kaivan sambil mengambil puding su
Akhir pekan menyenangkan bagi Bagaskara tetapi bukan ibunya. Sungguh terkejut tanggapan kedua orang tua CEO Kaivan terhadap diri Amirah Lashira menyebutnya sebagai seorang asisten rumah tangga. Sesederhana itukah dirinya selama ini?! Batinnya terus bertanya. Ia belum sempat berpamitan sesaat putranya merengek pulang. Di ruang kerja tertutup Kaivan masih terlibat diskusi panjang membahas pernikahan Khirani. Dan Aabid Barak Hakim pun harus tinggal lebih lama di sana bergabung dengan mereka. Amirah akhirnya diantar Alex dan Melani kembali ke rumah. Tak ada percakapan antara Kaivan dan Amirah sampai akhirnya mereka bertemu di kantor lagi. Senin pagi yang biasa dimana berkas telah menumpuk di atas meja sekretaris. Ia harus mengolah data dan menyusun agenda CEO memeriksa teliti berulang kali tiada jadwal keluar kantor dan perjalanan bisnis hari ini. Langkah kaki Kaivan mulai terdengar. Belum sempat Amirah menyapa CEO itu langsung memanggil masuk ke kantor. Duh, ada apalagi ini?! Jantung
Kedekatan antara Kaivan dan Amirah membuat Alagar tak henti membenci walaupun sudah memiliki kekasih demi melampiaskan kekesalan sahabat yang menyebalkan itu."Sayang, kenapa kau sekarang sering bersikap marah-marah," tegur Jeany sambil memeluk manja. "Ayolah, lupakan kejadian di Bali beberapa waktu lalu.""Bukan cuma di Bali saja Kaivan bikin gara-gara denganku ketika mengantar Amirah ke rumah orang tuaku untuk menjemput Bagas," sahutnya jengkel."Berhentilah bermusuhan demi aku, sayang," pinta Jeany sungguh-sungguh.Jika masalah di antara mereka tak kunjung selesai maka habislah riwayatnya memadu kasih bersama mantan suami Amirah. Duda tampan itu selalu memikirkan mantan istri bekerja menjadi sekretaris CEO Kaivan.Dia tak mau tinggal diam."Paling mengesalkan dia bakal menjadi saudara iparku benar-benar bodoh Aabid sampai tertarik Khirani sama seperti sikap Amirah tergoda rayuan Kaivan keparat!" Alagar mendengus marah.Rasa cemburu membabi buta menenggelamkan logika sendiri. Penyes
Hari kedua tanpa CEO Kaivan di kantor. Sekretaris Amirah Lashira menikmati kesendirian terus sibuk bekerja memeriksa berkas penting dan mengatur ulang agenda pimpinan.Gawai Amirah berdering lagi. Ini sudah ketiga kali boss menghubungi menanyakan keadaannya. Dasar CEO bawel-! Keluhnya kesal. "Selamat siang Tuan Kaivan, ada yang bisa saya bantu?""Menyebut aku begitu gaji dan bonusmu ku potong ya, Ra!" sahutnya marah di ujung sambungan telepon. "Kan sudah ku bilang bersikap biasa saja jangan formal begitu bila tak ada orang lain di antara kita.""Baik Mas Boss," canda Amirah. "Lagian sih telepon aku melulu bukannya temani orang tuamu di sana.""Bosan Ra, mending liatin wajahmu daripada para sesepuh di sini," tampik Kaivan. "Mana Mama dan Papa ngobrol lama banget ga to the point aja mau mengundang ke pernikahan putrinya di Jakarta!""Ishh ... Mas ga boleh begitu, nanti juga giliranmu menikah harus sowan sana sini undang mereka lagi," tegur Amirah mengingatkan. Pernikahan memang merepotk
Keesokan hari Kaivan tiba di kantor lebih siang. Mama dan Papa tak mau berhenti membicarakan pernikahan adiknya hingga akhirnya terpaksa beristirahat menginap di kediaman mereka. Pagi ini mengantar mereka lagi bertemu wedding organizer benar-benar melelahkan.Sesaat memasuki ruangan ia tak melihat kehadiran sekretaris yang biasa menyapa lebih dulu. Rindu dua hari tak bertemu seakan berminggu-minggu lamanya. Disusulnya ke pantry hanya petugas kantor ada di sana."Pak Arifin, di mana Amirah?" tanyanya bingung."Selamat siang Tuan Kaivan, maaf Ibu Amirah tadi bilang sedang menemui manajer keuangan perusahaan memeriksa berkas laporan kemarin yang belum lengkap," jawabnya sambil menunduk hormat."Oh okay, kalau nanti kembali tolong suruh ke ruanganku dan bawakan juga secangkir kopi!" perintah Kaivan."Baik Tuan, tapi ... " Mulutnya berhenti berbicara khawatir membuka masalah sekretaris kesayangan CEO.Langkah Kaivan berhenti lalu memandang wajah Pak Arifin begitu ragu dan takut. "Ada apa l