"Mungkin mereka membutuhkan bantuanku," kelit Arsen masih dengan memegang garpu di tangan kirinya.
Mendengar Arsen masih mencoba memberikan pembelaan pada wanita lain membuat Neisha mendengus tidak suka. Apa benar tidak ada ruang di hati suaminya untuk Neisha?
Tangan Neisha mengepal semakin erat di sisi tubuhnya. Ketika hatinya kembali berdenyut nyeri, udara dingin yang terasa seolah terhempas ke tubuh menurunkan suhunya.
"Apa aku tidak? Menikah denganku selama dua tahun tapi waktumu selalu untuk mereka. Apa aku tidak bisa meminta waktumu satu bulan saja?" Tidak ada panggilan 'Mas' yang biasanya terdengar manis dan lembut di telinga Arsen. Hanya nada kepedihan yang jelas menyayat hati pria itu. Sungguh, Arsen tidak ingin menyakiti hati wanita sebaik Neisha.
Sialan Adipati! Harusnya dia membiarkan Arsen yang kecelakaan waktu itu.
"Maafkan aku." Arsen kembali meletakkan benda persegi itu di atas meja. Meski deringnya selalu mengganggu acara makan mereka.
Ya, kali ini Neisha harus lebih tegas pada Arsen. Ia tidak akan membiarkan Arsen menjawab panggilan telepon dari wanita itu selama bersamanya.
Menatap punggung ringkih istrinya membuat Arsen merasa ia adalah pria paling bodoh. Menyakiti wanita sebaik Neisha dan bahkan mencampakkan begitu saja.
'Neisha andai kamu tahu ini bukan mauku,' batinnya berkecamuk menumpahkan amarah pada diri sendiri.
Bahkan tidak pernah sekalipun Arsen melihat Neisha mengeluh lelah karena mengurus rumah dan juga dirinya. Ah, soal anak … Arsen bahkan tidak pernah menyentuh Neisha sama sekali. Wanita itu akan segera menyandang status janda dengan segel yang masih rapi.
Kurang ajar memang Arsen, memikirkan perasaan wanita lain tetapi tidak dengan perasaan istrinya.
Bunyi air kran itu tidak juga dimatikan oleh Neisha. Padahal wanita itu sudah selesai mencuci piring yang ia dan Arsen gunakan untuk makan. Hanya dengan bunyi air mengalir itu Neisha bisa menyamarkan suara tangisnya.
Namun, Arsen tidak bodoh. Pria itu selalu mengamati segala tingkah laku dan perilaku Neisha, hanya saja Arsen seakan buta dengan penglihatannya. Tidak ada lisan maupun perbuatan dari pria itu hanya untuk menenangkan istri cantiknya.
"Hari ini mendung, aku takutnya hujan akan turun lagi. Kita di rumah saja, ya, Mas," saran Neisha yang sudah selesai dengan kegiatannnya.
"Hm." Neisha tidak akan terkejut dengan respon yang diberikan oleh Arsen. Gumaman itu sudah terbiasa ia dengar.
Menikmati pagi dengan desiran angin yang menyapa kulit sepasang suami istri duduk di sofa depan televisi yang menyiarkan sebuah berita bisnis.
Kepala Neisha yang sengaja ia sandarkan pada dada Arsen membuat wanita itu merasakan sebuah kenyamanan. Entah terpaksa atau apa yang jelas usapan ringan di kepala Neisha membuat wanita itu menyunggingkan senyum cerahnya.
Dari jarak sedekat ini, Neisha dapat merasakan debaran jantung sang pemilik hati. Seperti sebuah alunan nada indah yang menjadi penyemangat Neisha pagi ini.
Seandainya bukan sebuah keterpaksaan, Neisha pasti akan bahagia melakukan rutinitas romantis seperti ini setiap pagi bersama sang suami. Tidak, meski ini juga hanya sebuah keterpaksaan Neisha juga sudah sangat bahagia.
"Apa kita hanya akan melakukan ini?" tanya Arsen saat acara televisi yang ditontonnya jeda iklan.
Mendongakkan wajahnya menatap mata bermanik hitam milik Arsen. Neisha sungguh terjerat dalam pesona pria itu terlalu dalam. Wanita yang memiliki senyum manis itu tidak tahu apakah ia bisa keluar dari pesona yang ditawarkan oleh Arsen.
Sungguh beruntung wanita yang mendapatkan hati pria yang tengah menatapnya dengan teduh ini. Ingin rasanya Neisha egois dan menjadikan Arsen miliknya, hanya miliknya.
"Apa kamu bosan, Mas?" tanya Neisha. 'Apa bersamaku kamu selalu bosan?' lanjut Neisha dalam hati. Sungguh ia tidak mau menanyakan hal yang jawabannya pun akan menyakiti hatinya.
"Tidak."
Neisha tersenyum getir mendengar jawaban dari Arsen. Jelas pria itu tengah gundah karena ponselnya sedari tadi berbunyi. Meski jauh, tetapi Neisha masih bisa melihat dengan jelas nama yang tertera di layar ponsel milik Arsen.
Aurel adalah nama yang terpampang nyata. Jika tidak salah, sudah lebih dari tiga kali wanita itu menelepon. Ada apa?
Kembali pada posisinya, Neisha meletakkan kepalanya pada dada bidang Arsen. Baju depan pria itu Neisha remas dengan kuat, seolah menyalurkan rasa perih di hatinya.
"Mas, nanti malam temani aku jalan-jalan, ya?" pinta Neisha melepaskan genggaman tangannya pada baju Arsen. Tangan itu luruh dan melemah seperti cinta suaminya.
"Kemana?"
Tidak mungkin Neisha menjawab membeli bahan makanan. Mereka kemarin telah bertemu di pusat perbelanjaan yang sialnya malah menangkap basah sang suami yang tengah bersama wanita lain.
"Makan di luar bagaimana? Kita dinner," ajak Neisha dengan mata yang sudah berbinar.
"Tidak mau makan di rumah saja? Aku yang masak malam ini," cetus Arsen yang kini mengurai kedekatan mereka. Tangan itu sudah berhenti mengusap rambut lembut Neisha.
Sebuah kalimat dan juga tindakan yang dilakukan Arsen membuat Neisha sedikit melebarkan matanya tidak percaya. Ini adalah kalimat terpanjang yang diucapkan pria itu selama menikah dengannya.
Masak? Bahkan Neisha tidak pernah sekalipun melihat Arsen memegang alat dapur. Jadi bukankah sudah dipastikan jika suaminya itu tidak bisa memasak?
"Aku bisa memasak." Seolah mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Neisha, Arsen berucap mengatakan kebenaran jika ia tidak hanya pandai bekerja saja.
Jadi, siapa yang telah beruntung merasakan masakan dari Arsen? Wanita itukah? Mengapa ia sangat istimewa untuk suaminya?
"Kalau begitu kita jalan-jalan saja malam nanti."
***
Meski hujan telah reda, suasana dingin malam ini tidak dapat terelakkan. Menyapu wajah seorang wanita cantik hingga membuat pipinya kemerahan karena udara yang lebih dingin dari sebelumnya.
Tangan mungilnya bertaut dengan tangan besar suaminya. Menyembunyikan genggaman tangan mereka dalam saku mantel milik Arsen. Hangat dan nyaman.
Makan malam yang terkesan romantis malam ini membuat senyum sumringah hadir di bibir tipis milik Neisha. Suami yang ia cintai memasakkan makanan yang begitu lezat dan dirinya yang hanya diperbolehkan mengamati saja. Layaknya ratu yang tengah dimanjakan rajanya.
"Dingin," celetuk Arsen menolehkan wajahnya mencoba menatap Neisha yang tengah menunduk.
"Jangan menunduk, kamu tidak akan tahu apa yang menghadangmu," imbuh Arsen yang berhasil membuat Neisha mendongakkan kepalanya dan menatap jalanan sekitar.
Ya, kita memang tidak tahu apa yang akan menghadang kita di depan. "Seperti rumah tangga kita yang sedang dihadang oleh sesuatu," sindir Neisha. Pegangan tangan wanita itu kini melemah.
Tepat dan telak mengenai jantung hatinya, Arsen tidak dapat berkutik saat sindiran itu diarahkan padanya. Arsen tidak mau membela diri karena memang kenyataannya seperti yang Neisha ucapkan.
Biarlah Arsen menyimpan sendiri alasan mengapa ia harus tetap bersama Aurel. Pria itu tidak ingin menambah beban pikiran Aurel dengan mengatakan kebenarannya pada Neisha, sang istri. Kepergian Adipati pasti sudah membuat luka Aurel begitu dalam.
Di bawah langit gelap dengan dihiaskan ribuan bintang dan sang rembulan. Cahaya lampu dari jalanan kota menemani sepasang suami istri yang sedang berjalan beriringan.Terlihat romantis dan membahagiakan, tetapi siapa yang tahu jika hati mereka kini sedang diporak porandakan oleh sesuatu yang bernama cinta dan penghianatan."Malam semakin dingin, kita pulang saja," ajak Arsen yang kini berjalan mendahului Neisha.Wanita itu masih terdiam di tempatnya, menatap punggung lebar nan kokoh yang berjalan menjauhinya, Neisha meratapi nasibnya.Beberapa menit yang lalu mereka masih berjalan beriringan dengan tangan yang saling menggenggam. Namun, kini punggung kokoh itu pergi meninggalkan Neisha seorang diri.***Baru juga menginjakkan kaki dan masuk ke dalam rumah, ponsel milik Arsen yang ia letakkan di atas meja berdering. Saat menikmati malam bersama dengan Neisha, Arsen sengaja meninggalkan benda pipih itu di rumah.Neisha yang melihat Arsen segera mengambil ponselnya pun menggigit bibir ba
Seketika lidah merasa kelu dan desir darah seolah berhenti mengalir dari tubuhnya. Sungguh, pernyataan yang baru saja Neisha dengar menghujam jantungnya. "Jadi siapa Melodi?" tanya Neisha menatap manik hitam Arsen yang juga menatapnya dengan keputusasaan. Arsen tahu jika dirinya memberikan luka pada wanita yang kini masih berstatus sebagai istrinya itu. Namun, janjinya pada Adipati tidak bisa ia abaikan begitu saja. "Aurel dan Melodi adalah anak dan istri dari temanku. Dia meninggal karena menyelamatkan aku," jelas Arsen. "Lalu kamu menceraikan aku untuk bersama mereka?" cecar Neisha. Kali ini tidak ada getaran dalam suara wanita cantik itu. Ia sudah bertekad semalam untuk menjadi kuat. "Mereka membutuhkan aku …." "Aku juga!" potong Neisha menyela kalimat Arsen. "Mereka tidak mempunyai sandaran hidup." "Orang tuaku meninggal dan suamiku akan menceraikan aku. Apa aku punya sandaran?" cibir Neisha yang membuat Arsen tidak dapat membalas kalimat sang istri. Sebab Neisha hanya hid
Aroma masakan yang begitu menggugah selera telah tersaji rapi di atas meja makan. Neisha memasak dengan rasa bahagia karena hari ini suaminya berjanji untuk pulang sebelum makan malam. Senyum manis terukir dari bibir tipis Neisha. Fokusnya pada makanan yang baru saja ia buat kini teralihkan pada ponsel yang bergetar. Benda pipih itu menampilkan sebuah notifikasi pesan dari nomor yang tidak Neisha ketahui. Neisha menyipitkan matanya kala nomor itu mengirimkan sebuah foto. Rasa penasaran dan rasa ingin tahu menjadi satu, Neisha menekan gambar foto kemudian menampilkan seorang pria yang sangat ia kenali. Hatinya kembali sakit layaknya disayat oleh belati tajam. Bibir tipis Neisha membentuk kata 'mas Arsen' tanpa suara. Menutup mulutnya dengan tangan yang gemetar, Neisha bahkan sudah melambungkan harapan tinggi pada perubahan sifat Arsen padanya. Apakah akan sia-sia? Saat Neisha meratapi cinta yang kian sulit untuk ia raih, sebuah pesan kembali mengusik Neisha dan memaksa wanita itu
Lain kali? Lain kali yang seperti apa yang dimaksud oleh Arsen? Ini bahkan sudah yang kesekian kalinya pria itu tidak menepati janji yang ia buat."Sayang jika harus dibuang, kan, Mas?" gumam Neisha menatap aneka makanan di atas meja.Arsen tidak dapat berkata apapun lagi, ini memang salahnya. Lara hati begitu menyiksa hingga tidak dapat lagi berkata. Menyembunyikan perihal luka tidaklah mudah, tetapi Neisha berusaha menutupnya agar tidak kembali menganga."Mandilah dan tidur, Mas." Neisha melepaskan genggaman tangan mereka yang bertaut kemudian terulur menyentuh rahang tegas milik suaminya, "kamu pasti lelah." Neisha kemudian berbalik dan merapikan makanan yang bahkan belum ia sentuh sedikitpun.***Ruangan dengan penerangan yang minim, tetapi Arsen masih dapat melihat dengan jelas jika bahu Neisha kini bergetar. Sudah berapa kali pria itu membuat istrinya terluka?"Nes," panggil Arsen menyentuh bahu Neisha dengan lembut."Hm." Ah, seperti sebuah Dejavu bagi Arsen. Jika dulu Arsen ya
Aurel menatap frustasi pada wanita yang ada di depannya. Wanita cantik dan anggun itu tidak menyangka jika ia akan menghadapi wanita yang keras kepala dan pandai berdebat.Niat ingin semakin menghancurkan hati dan kepercayaan Neisha pada Arsen, tetapi nyatanya Aurel yang tersentak akan sikap mengintimidasi dari Neisha. Wanita itu sering kali mengeluarkan smirk yang membuat lawan bicara mati kutu."Sudah aku katakan jika aku tidak akan pernah melepaskan suamiku pada orang lain?" Mata Neisha benar-benar mampu membuat Aurel tidak berkutik kala mereka saling bersitatap.Aurel tidak mau kalah, wanita itu akan selalu menyudutkan Neisha hingga ia mau menyerah pada cintanya."Asal kamu tahu, Arsen akan datang begitu Melodi menghubunginya. Suamimu itu sangat menyayangi Melodi," cibir Aurel yang membanggakan cintanya pada Arsen.Jujur saja, Neisha merasa tidak rela dengan apa yang dikatakan oleh Aurel. Wanita itu pasti sedang menertawakannya sekarang. Sebab pernikahan yang hampir dua tahun itu
Mata bulat itu melebar sempurna dengan seseorang yang berdiri tepat di hadapannya. Pria tinggi dengan kulit berwarna tan itu menyapa dengan senyum indahnya."Neisha," sapa pria itu dengan lembut.Sang empunya nama mengernyitkan dahinya seraya mengingat pria yang berada di depannya. Mulutnya terbuka membentuk sebuah huruf O saat ingatannya berjalan dengan baik."Pramudya?" Pria yang bernama Pramudya itu pun mengangguk membenarkan Neisha. Mereka saling menjabat tangan menumpahkan rasa bahagia karena kembali bertemu setelah sekian lama.Neisha yang tadinya sudah beranjak untuk pulang mengurungkan niatnya. Wanita itu kembali duduk di kursi taman dengan desiran angin yang sepoi-sepoi. Menggoyangkan dedaunan yang mengakibatkan beberapa daun itu berguguran."Apa kabar?" tanya Pramudya yang ikut mendudukkan dirinya di samping Neisha dengan jarak beberapa jengkal.Neisha menikahkan wajahnya menatap teman semasa sekolahnya dulu, masih sama dan tetap tampan. Siapa yang tidak kenal Pramudya, pri
Sinar mentari telah menerobos masuk melalui celah jendela sepasang suami istri yang tengah meringkuk di atas ranjang. Selimut yang menutupi keduanya menjadikan mereka enggan untuk bangun.Ya, meski mereka tidur di ranjang yang sama, tetapi Neisha masihlah seorang gadis yang belum dijadikan wanita sepenuhnya oleh sang suami. Ironi memang.Arsen adalah lelaki normal, pria itu menahan mati-matian hasratnya pada sang istri karena tidak ingin semakin menyakiti Neisha. Sebab Arsen yang tidak ingin menyakiti Neisha lebih dari luka yang ia berikan pada wanita cantik itu.Neisha menggeliat karena merasakan sinar mentari yang menyinari sepasang netranya. Mengerjapkan matanya berkali-kali karena cahaya yang begitu terang mengapa di pagi hari.Wanita itu menguap seraya merentangkan kedua tangannya. Badannya terasa lelah karena kemarin ia banyak berjalan setelah bertemu dengan Aurel. Bertemu dengan wanita itu benar-benar membuat Neisha membutuhkan kembali tenaganya yang terkuras habis untuk untuk
Gadis kecil itu berlari menyongsong tubuh tinggi yang berada di depannya. Merentangkan tangannya mungilnya yang kemudian disambut oleh Arsen.Rencana Neisha untuk pergi berdua saja dengan Arsen sepertinya tidak akan berjalan dengan lancar. Kehadiran gadis mungil itu akan merebut seluruh atensi Arsen."Kenapa kamu di sini?" tanya Arsen setelah menggendong tubuh kecil Melodi."Ibu libur hari ini, jadi ibu mengajak Melodi ke sini," jawab Melodi dengan suara lucunya."Begitu?" Tangan besar Arsen menutupi kepala Melodi dari teriknya matahari.Kedekatan Melodi dan Arsen membuat Neisha merasa iri. Pasalnya pria itu selalu mengandeng tangan mungil itu dan sesekali menggendong Melodi.Bahkan terkadang Neisha hanya diam saat Melodi dan Arsen sedang bersenda gurau. Pasti Aurel tengah menertawakan Neisha saat ini.Beberapa wahana bermain telah mereka coba. Tidak menampik rasa bahagia, Aurel benar-benar membuat keputusan yang tepat mengajak anaknya datang ke taman bermain. Siapa yang menyangka jik
“Aku tahu,” kata Arsen menatap lekat mata Aurel yang kini dipenuhi dengan bulir air mata itu.Aurel berharap tangisan dari sepasang mata indahnya dapat membuat Arsen luluh dan kembali dalam hidupnya.“Aku tidak lupa akan janjiku, Aurel. Hanya saja, kini aku sadar Neisha adalah fokus utamaku sekarang. Bukan karena aku baru menyadari cintaku pada istriku, tetapi rasa ini sebenarnya sudah lama ada. Hanya saja aku tidak ingin menunjukkannya.” Ucapan Arsen yang panjang itu benar-benar telah melukai hati Aurel.“Tapi janjimu pada mas Adipati ...?”“Aku tahu,” potong Arsen sebelum Aurel menyelesaikan kalimatnya.“Sebab itulah aku berusaha menyembunyikan rasaku pada Neisha agar saat kami berpisah tidak ada yang terluka. Tapi nyatanya istriku juga menyimpan rasa yang sama meski kami dijodohkan,” aku Arsen dengan mantap dan mata yang menatap tajam ke arah Aurel.Sakit, itulah yang dirasakan Aurel saat ini. Saat ia yakin dan percaya pada takdir hidupnya yang akan bahagia karena dapat bersama den
Jalanan yang sepi di malam hari ini membuat lalu lintas terasa senggang. Wajar jika sebagian dari mereka enggan untuk keluar rumah. Langit yang gelap dan juga mendung membuat orang-orang berdiam diri di rumah.Melodi yang tertidur di pangkuan Aurel membuat suara dengkuran halus. Gadis kecil itu terlihat sangat lucu. Aurel yang duduk di belakang bersama Melodi pun mencuri pandang ke arah Arsen.Pria dengan segala ketampanan yang ia miliki. Cinta yang tidak akan pernah pudar untuk dimiliki. Mendapatkan perhatian dari Arsen membuat Aurel benar-benar merasa bahagia.Menggigit bibir bawahnya, Aurel sedikit ragu untuk mengatakan kata yang telah ia rapalkan dalam hati sedari tadi. Ia takut jika pria di depannya ini akan marah. Namun, ia harus memberanikan diri."Mas," panggilnya.Arsen tidak menjawab, tetapi ia melihat Aurel dari kaca mobil. Mata lelaki itu seolah mengatakan ada apa.Aurel mengatupkan bibirnya, ia masih ragu. "Ada apa?" Pada akhirnya Arsen pun bersuara."Em … tentang janjimu
Setelah sekian lama? Jadi Arsen benar-benar menepati janjinya? Namun keraguan muncul di kepala Neisha.Mendapati sang istri yang menggelengkan kepalanya, Arsen pun bertanya, “Kenapa? Kamu pusing?” Arsen kemudian mendekati Neisha dengan raut wajah yang khawatir.Sungguh, Neisha sangat senang mendapatkan perlakuan manis dari Arsen. Bukan hanya sikap perhatiannya saja, tetapi karena Arsen menunjukkan di depan Aurel.Benar saja, Aurel mengerucutkan bibirnya tidak suka melihat adegan di depannya. Perhatian itu bukan untuknya lagi. Di mana kata yang Arsen janjikan dulu padanya?Arsen telah berjanji untuk meninggalkan istrinya dan hidup bersama dengan dirinya dan Melodi?“Ayah, janii, kan, lain kali Ayah mampir lagi,” pinta Melodi yang sepertinya sudah menahan rindu.“Pasti,” jawab Arsen.Melodi yang sangat senang dengan kepulangan Arsen pun bermain dengan pria yang ia sebut sebagai ayah itu. Sesekali mengajak Aurel untuk ikut gabung bersama. Ya, apa yang diketahui anak kecil seperti Melodi?
"Hai," sapa Neisha berusaha tersenyum pada gadis manis yang menatapnya dengan lembut."Melodi mau bertemu dengan ayah," ucap Melodi dengan senyum indahnya.Tidak ada yang Neisha dapat lakukan selain menyuruh mereka untuk masuk ke dalam rumah. Meski Neisha sebenarnya tidak rela jika Aurel datang berkunjung."Duduk dulu, ya? Tante buatkan minuman," ujar Neisha kemudian meninggalkan ibu dan anak itu di ruang tamu.Tidak berselang lama, Neisha datang dengan dua cangkir minum di tangannya. Meletakkan minuman di atas meja seraya berkata, "Minumlah.""Terima kasih," jawab Melodi dengan suara lucunya."Ayah mana, Tante?" tanya Melodi menatap Neisha yang kemudian menatap sang ibu yang sedari tadi terdiam.Ingin rasanya Neisha marah, tetapi ia tidak sanggup. Melihat mata polos Melodi yang begitu teduh ia merasa ingin memeluk gadis kecil itu. Jika dulu ia merasa iri karena kedekatan Arsen dengan Melodi kini tidak lagi. Gadis kecil itu hanya ingin membutuhkan sosok seorang ayah.Ayah? Seandainya
"Ma," panggil Melodi yang baru saja bangun dari tidurnya."Lho, Sayang. Kenapa bangun?" tanya Aurel yang kini mendudukkan Melodi ke atas pangkuannya.Gadis kecil itu mengusap matanya, rasa kantuk sebenarnya masih dirasakan oleh Melodi. "Melodi haus, Ma," jawab Melodi."Mama ambilin minum Melodi di sini dulu, ya," perintah Aurel pada anak semata wayangnya.Aurel pun meninggalkan Melodi di dalam kamar dan ia pun beranjak ke dapur mengambilkan minuman untuk Melodi. Sesampainya di rang tengah, wanita itu melihat sofa yang terdapat bayang-bayang Arsen dengan Melodi yang tengah bercanda ria bersama. Tertawa dan saling bergembira menjadi pemandangan yang menenangkan hati bagi Aurel.Namun, sayang akhir-akhir ini ia merasa Arsen tidak ada waktu untuk Melodi dan juga dirinya. Kebersamaan mereka seolah-olah sirna begitu saja.Aurel menggelengkan kepalanya saat beberapa kali bayangan Arsen melintas di pikirannya. Melodi sedang menunggunya dengan segelas air putih.Memasuki kamar dan melihat Mel
Langit telah menunjukkan panorama yang sangat indah. Warna jingga yang menghiasinya menjadikan warna begitu istimewa. Matahari yang hendak tenggelam dalam peraduan. "Ayah, lain kali kita main lagi, ya?" pinta Melodi yang masih berada dalam gendongan Arsen.Neisha sama sekali tidak keberatan meski tidak menampik ia sangat cemburu dengan kedekatan mereka. Aurel yang berjalan di samping Neisha pun seolah tersenyum dengan penuh kemenangan."Jika ayah tidak sibuk, ya, Sayang." Melodi tersenyum senang.***Arsen dan Neisha memutuskan untuk pulang ke rumah. Hari ini cukup bagi mereka untuk menghabiskan waktu bersama, ya … meski ada Melodi dan Aurel di sana.Neisha sedari tadi hanya diam, bibirnya kelu tak ingin bersuara. Ia tidak marah hanya saja sesuatu dalam hatinya ada yang aneh. Menatap kaca mobil dan mengabaikan Arsen yang sedari tadi mencuri pandang ke arahnya."Nes," panggil Arsen yang berhasil menarik atensi dari istrinya."Hm." Sebuah gumaman menjadi jawaban Neisha."Kenapa?""Apan
Aurel tidak menyangka melihat tatapan sendu dari Neisha. Mata yang tadinya mampu membuat ia terancam dengan tatapan tajamnya, kini berubah menjadi sayu. Tangan Aurel yang tadinya bersedekap di depan dada kini menutup mulutnya yang terbuka.Mungkinkah yang membuat Neisha terdiam adalah pernyataan yang baru saja ia katakan? Benarkah pernikahan yang dijalani oleh Neisha dan Arsen seburuk itu?Aurel tahu pasti berat bagi Neisha menjalani semua takdir hidupnya ini. Namun, meski begitu Aurel tidak akan merasa kasihan pada Neisha. Wanita itu justru merasa sangat bersyukur jika Arsen masih mengutamakan dirinya dan Melodi. Buktinya pria itu tidak menyentuh istrinya sama sekali.Mata yang tadinya sayu dan penuh tekanan dalam batinnya, kini menguap entah ke mana. Mata bulat Neisha dengan percaya diri kembali menatap Aurel dengan tatapan mencemooh."Kami ini sepasang suami istri yang tidur di ranjang yang sama. Mana mungkin mas Arsen akan tahan dengan semua yang ada di depannya," elak Neisha yang
Gadis kecil itu berlari menyongsong tubuh tinggi yang berada di depannya. Merentangkan tangannya mungilnya yang kemudian disambut oleh Arsen.Rencana Neisha untuk pergi berdua saja dengan Arsen sepertinya tidak akan berjalan dengan lancar. Kehadiran gadis mungil itu akan merebut seluruh atensi Arsen."Kenapa kamu di sini?" tanya Arsen setelah menggendong tubuh kecil Melodi."Ibu libur hari ini, jadi ibu mengajak Melodi ke sini," jawab Melodi dengan suara lucunya."Begitu?" Tangan besar Arsen menutupi kepala Melodi dari teriknya matahari.Kedekatan Melodi dan Arsen membuat Neisha merasa iri. Pasalnya pria itu selalu mengandeng tangan mungil itu dan sesekali menggendong Melodi.Bahkan terkadang Neisha hanya diam saat Melodi dan Arsen sedang bersenda gurau. Pasti Aurel tengah menertawakan Neisha saat ini.Beberapa wahana bermain telah mereka coba. Tidak menampik rasa bahagia, Aurel benar-benar membuat keputusan yang tepat mengajak anaknya datang ke taman bermain. Siapa yang menyangka jik
Sinar mentari telah menerobos masuk melalui celah jendela sepasang suami istri yang tengah meringkuk di atas ranjang. Selimut yang menutupi keduanya menjadikan mereka enggan untuk bangun.Ya, meski mereka tidur di ranjang yang sama, tetapi Neisha masihlah seorang gadis yang belum dijadikan wanita sepenuhnya oleh sang suami. Ironi memang.Arsen adalah lelaki normal, pria itu menahan mati-matian hasratnya pada sang istri karena tidak ingin semakin menyakiti Neisha. Sebab Arsen yang tidak ingin menyakiti Neisha lebih dari luka yang ia berikan pada wanita cantik itu.Neisha menggeliat karena merasakan sinar mentari yang menyinari sepasang netranya. Mengerjapkan matanya berkali-kali karena cahaya yang begitu terang mengapa di pagi hari.Wanita itu menguap seraya merentangkan kedua tangannya. Badannya terasa lelah karena kemarin ia banyak berjalan setelah bertemu dengan Aurel. Bertemu dengan wanita itu benar-benar membuat Neisha membutuhkan kembali tenaganya yang terkuras habis untuk untuk