[Aldo menginap di rumah. Jangan pulang dulu.]Eric membaca pesan singkat dari Diana. Diremasnya benda pipih itu dengan kuat. Mendengar nama Aldo saja membuat Eric muak dan ingin meninju sesuatu."Ada apa, Kak? Kita nggak jadi pulang?"Amarah Eric menguap ketika mendengar suara Yuna. Eric semakin yakin jika Yuna satu-satunya perempuan yang pantas bersamanya."Ada tamu di rumah. Kita menginap di sini dulu.""Tamu penting ya?""Iya, penting sekali...." Suara Eric naik turun."Ya udah, aku bersih-bersih kamar Kak Eric dulu. Kamar sebelah boleh aku pakai?""Nggak boleh. Kamar itu banyak nyamuk. Kamu tidur di kamarku saja."'Apa mungkin apartemen mewah seperti ini ada serangga?' batin Yuna.Eric tahu wajah curiga Yuna. "Ada yang bersih-bersih tiap hari di sini. Nggak perlu dibersihkan. Sekarang kita ke supermarket dulu.""Mau apa? Di kulkas banyak bahan makanan.""Coba cek lagi. Pasti ada yang kamu butuhkan untuk membuat menu-menu baru."
"Y-Ya?" Yuna membuang muka."Satu tahun ada 365 hari. Kamu ganti baju setidaknya dua kali dalam sehari. Baju sebanyak itu belum cukup untuk berganti-ganti. Aku akan membelikan lagi nanti biar kamu nggak perlu repot-repot mencuci."Eric menggandeng tangan Yuna menjauh dari kerumunan. Meninggalkan kardus-kardus belanjaan begitu saja. Ia sudah meninggalkan alamat apartemen pada manajer toko untuk mengirim belanjaan malam ini juga.Tingkah Eric semakin konyol di mata Yuna. Tiap kali Yuna melirik sesuatu ke arah toko-toko, Eric langsung memborong semua itu.Yuna menunduk lesu. Takut untuk melihat sesuatu. Menolak pemberian Eric sama saja meremehkannya.Yuna tidak tahu jika pemberian Eric yang sebanyak itu tidak bisa menghilangkan rasa bersalah karena pernah menyakitinya."Sudah mau tutup malnya, Kak. Ayo pulang aja," kata Yuna lemah."Kamu nggak suka aku membelikanmu ini itu? Aneh sekali. Aku lihat semua wanita suka kalau dibelikan macam-macam," gumam Eric.
Sudut mata Yuna berkedut-kedut bersamaan dengan dadanya yang sangat terasa nyeri. Apa yang Yuna takutkan sungguh terjadi.'Kak Eric pasti sangat membenciku. Harusnya aku nggak pernah berharap apa pun.'Yuna melepaskan diri lalu berbalik memunggungi Eric. Bahunya bergetar karena diam-diam menangis. Eric tahu itu dan membiarkannya.'Apa yang aku harapkan darinya? Mustahil Eric Volker menyukai perempuan kotor sepertiku.'Malam itu Yuna terus menangis tanpa suara. Sementara Eric terlelap dan tidak mau repot-repot menenangkan Yuna atau hanya sekedar bertanya.***Yuna meraba-raba tempat tidur dengan mata masih terpejam. Ia langsung membuka mata ketika tahu Eric tidak ada di sisinya."Kak Eric?"Yuna meraih selimut untuk menutup seluruh tubuhnya. Mengitari setiap sudut apartemen sambil memanggil Eric. Tapi Eric sudah pergi.Karena menangis sampai pagi, Yuna bangun kesiangan. Ia menyesal karena melewatkan masak sarapan untuk Eric.Ditatapnya cermin b
"Ke mana saja kamu, Yuna?" tanya Emilia dengan pandangan berapi-api."Disuruh tuan muda Eric membersihkan apartemennya.""Sampai jam segini baru pulang?""Maaf, Nyonya. Ada perlu apa Nyonya Emilia memanggilku?""Aku lagi nggak nafsu makan. Buatkan kue untukku. Katanya kamu jago memasak, kan?"'Gimana ini? Harusnya aku bilang dulu sama Kak Eric. Tapi Kak Eric....' Yuna teringat lagi kontrak mereka telah berakhir sejak malam lalu."Kenapa malah diam! Cepat ke dapur. Kalau udah jadi langsung bawa ke kamarku.""B-Baik."Minah dan Rini masih mengobrol di dapur. Mereka berdua terkejut oleh kedatangan Yuna. Sebab, Diana sendiri yang bilang jika Yuna sedang cuti sampai akhir pekan."Loh, kok udah pulang, Yun? Kata nyonya kamu baru kembali besok minggu."'Kenapa nyonya Diana bohong pada mereka? Kak Eric juga nggak bolehin aku pulang ke sini. Apa aku udah melakukan kesalahan karena telah menuruti nyonya Emilia?'"Malah bengong, Yun.""Oh, maaf B
"Kak Emil!"Emilia terbaring di lantai. Wajahnya pucat dan mulutnya mengeluarkan busa. Kue brownies berceceran di sebelah tubuhnya.Eric membaringkan Emilia di atas ranjang yang berantakan. Kemudian berteriak memanggil Minah sambil menghubungi dokter keluarga.Mendengar keributan itu, Yudha dan Diana pun datang. Mereka panik sambil menggoyangkan badan Emilia yang semakin lemas."Emil, kamu kenapa?"Emilia membuka sedikit mata. Dalam hati ia senang karena kedua orang tuanya mengkhawatirkan dirinya. "K-Kue...." Setelah mengatakan itu, Emilia kembali tidak sadarkan diri."Ke mana suaminya?!" bentak Yudha pada para pelayan."Saya akan mencarinya, Tuan." Minah tergopoh-gopoh keluar ruangan."Aku juga akan mencarinya. Papa dan Mama temani kakak sampai dokter datang.""Cepat, Ric. Bisa jadi Aldo yang meracuni Emilia dan membawa sesuatu dari sini."Eric mengangguk lalu berlari ke luar. Langkahnya langsung menuju ke arah gudang.Aldo bisa saja
Eric semakin cemas saat mendengar suara Yuna timbul tenggelam. Kekhawatirannya kian meningkat tatkala mendapati pintu yang menghubungkan halaman belakang dikunci dari luar."Bi Minah! Aji! Siapa saja cepat bawakan kunci!"Aji yang pertama datang. Melihat wajah panik sang tuan muda, ia segera berbalik dan langsung mencari kunci cadangan."Ini, Tuan Muda." Aji menyerahkan kunci dengan tangan bergetar. "Ada apa masalah apa, Tuan Muda?"Eric tidak menjawab dan langsung berlari ke arah gudang. Yang ada di pikirannya hanya keselamatan Yuna. Tidak peduli lagi dengan suara-suara berisik di belakangnya.Aji mengikuti, jika terjadi sesuatu ia rela menjadi tameng tuan mudanya. Pak Hendri dan beberapa sekuriti ikut datang setelah Aji menelepon mereka "Ada apa, Ji?" tanya Pak Hendri tidak kalah panik."Sepertinya tuan muda melihat maling.""Mana ada maling yang berani masuk ke sini, Ji!""Sudah, ayo cepat!"Suara rintihan Yuna semakin keras. Eric menendan
"Kenapa tiba-tiba jadi mengusir Yuna? Harusnya Aldo yang diusir dari rumah ini! Mama belum tahu apa yang diperbuat Aldo? Yuna jadi seperti itu gara-gara Aldo, Ma!" Eric meninggikan suaranya sambil menunjuk Yuna."Maaf, bisa bicaranya dipelankan?" Mariana bertanya sopan. Dalam hati kesal karena hampir saja Yuna mau menuruti ucapannya. Dan kini Yuna kembali bersembunyi dalam selimut."Maaf, Dok. Lanjutkan saja," tutur Diana.Eric mengacak-acak rambut dengan kesal."Kita bicara besok pagi, Ric. Mama mau istirahat dulu. Kepala mama pusing sekali." Diana meninggalkan kamar Eric.Dokter Mariana akhirnya berhasil membujuk Yuna dan merawat lukanya. Namun ia belum berhasil memeriksa semua. Termasuk trauma yang dialami Yuna."Tuan Muda sebaiknya bawa Nona Yuna ke tempat praktik saya besok.""Baik, Dok. Lalu gimana dengan kondisi kakak saya?"Wajah Mariana tampak lelah dan khawatir. "Saya sudah melakukan pertolongan pertama. Tapi kondisi janinnya cukup berbahaya. Saya masih memantau kandungan ny
Setelah selesai mandi, Yuna merasa segar. Pikirannya yang kusut pun semakin lurus. Yuna masih ketakutan oleh kejadian semalam. Akan tetapi, Rini dan Minah menjaga Yuna dengan baik."Aku kembali menjaga Nyonya Emilia dulu ya," kata Minah lalu beranjak pergi."Memangnya apa yang terjadi pada Nyonya Emilia, Bi?" tanya Yuna kepada Rini yang sedang menyisir rambutnya."Semalam, Nyonya keracunan makanan yang kamu bawa.""Astaga! Aku nggak menaruh apa-apa di kuenya, Bi!""Semua orang tahu. Aku dan Minah udah bilang ke Tuan Besar kalau kami berdua yang membuat kue itu. Dan di rekaman CCTV juga mereka melihat kamu cuma berjalan sampai ke kamar Nyonya Emilia tanpa menyentuh kue-kue itu."Yuna mengembuskan napas lega. "Kenapa Nyonya Emilia sangat membenciku, Bibi? Dulu dia baik sekali padaku. Apa gara-gara aku nggak sengaja memakai gaun kesayangannya waktu itu ya?""Aku juga nggak tahu, Yuna. Lebih baik kamu tanyakan sama pacarmu.""Pacar apa? Aku nggak punya...
"Buat apa kamu ke sini? Mau mengganggu Yuna lagi, hah?" bentak Diana sambil berkacak pinggang menghalangi pintu rumah."Bukan, Ma. Saya bukan mau bertemu Yuna.""Ma? Jangan memanggilku seolah-olah kamu itu anakku!" cerca Diana. Mata Diana melotot tajam kepada Aldo."Maaf, Bu- Nyonya. Saya mau bertemu dengan Pak Herman, sekalian Anda," kata Aldo sopan.Herman yang mendengar suara kencang besannya pun keluar dari dalam kamar. "Ada apa?" Ia memicingkan mata ke arah Aldo."Boleh saya bicara sebentar dengan Anda? Lima menit saja," pinta Aldo.Herman akhirnya mengizinkan Aldo masuk. Meskipun Diana masih menggerutu terus-menerus. Bahkan, ketika Bi Jumi mau menyiapkan minuman, Diana dengan tegas melarangnya.Yudha dan Eric datang setelahnya. Mereka ikut duduk karena ingin tahu apa yang akan Aldo katakan."Bapak mungkin sudah tahu siapa saya," kata Aldo kepada Herman."Ya, saya tahu," jawab Herman datar.Aldo tiba-tiba bersimpuh di depan kaki Herman. Namun, Herman langsung mencegahnya. Aldo te
"Nggak mau," tolak Eric sambil menggeleng-geleng tidak percaya dengan permintaan aneh sepupunya."Kembalilah ke kota, Kak. Kamu bisa kembali menjadi Presiden Direktur Volker Corp. Aku cuma mau Yuriana, nggak ingin kekuasan yang seharusnya jadi hakmu," lanjutnya.Billy mendesah lelah. "Kamu pulang besok. Sekarang sudah hampir malam. Dan Yuriana pergi pakai jalur laut, jangan naik helikopter, suaranya berisik.""Baik, Kak. Berikan dulu Yuriana. Aku ingin menggendongnya."Billy menyerahkan Yuriana setelah bayi itu puas meminum susunya dan Eric selesai mencuci tangan. Eric langsung memeluk erat Yuriana ke dalam pelukan.Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata bagaimana lega dan bahagia dirinya sekarang. Sampai air mata haru meleleh di pipinya. Eric juga tidak bisa berhenti menciumi seluruh wajah Yuriana.Billy menghela napas, lalu berdecak-decak masuk ke dalam rumah. Entah sudah berapa kali, sejak kedatangan Eric menjemput Yuriana, Billy selalu menghela napas. Suasana hatinya jadi memburuk
"Kita bicarakan masalah ini nanti, setelah Yuriana pulang."Eric tentunya senang oleh permintaan maaf Yuna, tetapi ia masih ingin mengamati perubahan Yuna. Eric tidak ingin lagi ada masalah di kemudian hari dengan persoalan yang sama. Cukup sekali Eric merasakan kesal, marah, dan sedih karena tidak dipercaya dan tidak dihargai istrinya sendiri. Bagaimanapun juga, semua yang ia lakukan demi masa depan keluarganya. "Baiklah. Lalu, berapa lama Mas Eric pergi?""Belum tahu. Aku berangkat dulu, ya. Jangan lemah, Yuna. Kamu sudah menjadi ibu sekarang. Pikirkan Yuriana nanti kalau pulang. Kamu tidak boleh sakit."Hanya mendengar kata-kata perhatian dari Eric saja, Yuna sudah tahu jika Eric telah memaafkan dirinya. Sebelum Eric berbalik, Yuna meraih pundaknya."Ada apa lagi, Yuna?"Yuna mengecup bibir Eric begitu lembut. Sejuta kerinduan yang tertutupi akibat kesedihan dan pikiran negatifnya, akhirnya dapat ia salurkan.Yuna melepaskan ciuman itu, tetapi tangan Eric sudah lebih dulu mendara
"Tuan, sebaiknya kita mengembalikan anak ini kepada orang tuanya." Suara Lima begitu lemah karena seharian kecapekan mengurus Yuriana.Di pulau pribadi Billy Volker, tidak ada satu pun pelayan, hanya ada lusinan bodyguard dan semuanya pria. Lima merasa kesulitan karena tidak terbiasa menggendong bayi.Sejak kemarin, Billy sendiri yang mengasuh Yuriana. Tetapi, hari ini, Billy sedang ingin santai-santai dan tidak ingin diganggu oleh siapa pun."Malas. Kamu saja yang mengembalikan kalau mau.""Bagaimana saya pergi dari pulau ini kalau cuma Tuan yang bisa menerbangkan helikopter," gerutu Lima."Jangan berisik di dekatku kalau nggak mau aku hukum," ancam Billy.Billy berbaring santai sambil menikmati jus buah segar yang dipetik Lima beberapa saat lalu. Matanya terlihat hampir terpejam karena angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah tampannya.Suara Yuriana menangis membuat Billy melompat dari kursi santai. Dadanya naik turun dengan cepat karena sangat terkejut."Lima!! Kamu ini nggak becus se
"Lepaskan aku!" Emilia meronta-ronta ketika dua petugas polisi mencekal lengannya. "Brengsek! Aku akan membunuh kalian semua! Siapa yang berani melaporkan aku?!"Eric terdiam. Keputusan memenjarakan Emilia juga sangat berat baginya. Yudha dan Diana awalnya juga menentang, tetapi tidak ada cara lain untuk menghentikan kegilaan Emilia.Untung saja, penangkapan Emilia terjadi di tempat terpencil. Mereka masih bisa menyembunyikan kasus itu dari media.Setelah Emilia pergi, beberapa petugas kesehatan yang berjaga-jaga sebelumnya masuk dan memeriksa semua orang. Aldo yang paling parah lukanya. Hampir semua jahitan di perut Aldo terlepas. Ia cukup beruntung karena organ dalam yang tadinya terluka masih baik-baik saja.Rombongan Yuna dan Eric bersama-sama menuju ke kantor polisi terdekat untuk menginterogasi Emilia. Selama berjam-jam, Emilia hanya mengamuk dan mengucap sumpah serapah.Akhirnya, Emilia lelah dan mulai mengakui perbuatannya. Selama berjam-jam tadi, Emilia sengaja mengulur wakt
"Jangan bohong! Cepat katakan di mana anakku!" pekik Yuna sambil berurai air mata.Aldo mendekati Emilia. "Sayang, ayolah, kita jemput Yuriana, lalu pulang ke rumah kita. Atau ... kita tinggal di sini saja berdua. Nggak akan ada yang mengganggu kita. Kita bisa punya anak sendiri. Sekarang, kembalikan dulu Yuriana."Iris mata Emilia berpindah ke arah pintu. Dua pria lain menerobos masuk ke dalam rumahnya. Eric dan Rendra akhirnya sampai, setelah berlarian ke tempat itu.Tanpa memedulikan apa yang baru terjadi, Eric langsung menarik kemeja Aldo dan memutar badan Aldo ke arahnya. Ia langsung meninju wajah Aldo sampai Aldo tersungkur jatuh."Brengsek!" umpat Eric."Kenapa kamu memukul Aldo, Mas?!" Yuna menarik lengan Eric yang bersiap memukul Aldo sekali lagi. "Dia membantuku mencari Yuriana, nggak seperti kamu yang nggak peduli sama sekali!""Kamu membelanya?!" bentak Eric. "Aku nggak membelanya. Kamu datang-datang cuma mau cemburu? Yang ada di pikiran kamu itu apa sebenarnya? Kamu ngga
Emilia membawa Yuriana ke praktik dokter terdekat. Dokter mengatakan jika Yuriana harus dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan penunjang."Sakit apa anak saya, Dok?" tanya Emilia panik. Emilia khawatir jika dokter itu akan membawa Yuriana ke rumah sakit. Keberadaan mereka bisa langsung ditemukan oleh keluarganya."Dari gejala yang Ibu sebutkan, putri Ibu kemungkinan mengalami intolerasi laktosa. Jadi, sebaiknya Ibu memeriksakan putri Ibu ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap," kata sang dokter."Apa tidak bisa di sini saja, Dok?""Maaf, Bu. Seperti yang bisa Anda lihat, kami hanya datang sesekali melakukan pemeriksaan umum gratis dan tidak memiliki peralatan memadai untuk pemeriksaan lengkap. Tetapi, kami bisa membantu Ibu untuk merujuk putri Ibu ke rumah sakit."Emilia melihat sekeliling ruangan. Hanya ada dua kamar saja di tempat itu. Satu untuk mendaftar, kamar lain untuk memeriksa. Hanya ada beberapa alat medis minim di sana."Saya ke rumah sakit sendiri saja, Dok. Ter
"Bukankah Mas Eric nggak peduli dengan kami lagi? Urusi saja pekerjaan dan sekretaris Mas Eric itu," ujar Yuna dengan suara lirih.'Yuna! Pulang sekarang! Kamu benar-benar nggak bisa mematuhi aku, hah?!' bentak Eric."Nggak, aku mau mencari Yuriana!" Yuna balas membentak Eric.Yuna mematikan ponsel Hilman supaya Eric tidak dapat menghubungi. Ia juga tidak mau Eric melacak lokasinya saat ini. Ia hanya ingin Eric melihat, dirinya tidak butuh bantuan Eric untuk menemukan Yuriana."Nyonya ... Bagaimana kalau kita kembali dulu? Saya takut ...."Yuna memotong ucapan Hilman, "Kalau kamu nggak mau mengantar aku, biar aku pergi ke sana dengan orang ini."Hilman tidak berani memprotes lagi. Lebih baik ia menurut daripada meninggalkan Yuna sendirian. Pulang-pulang, ia pasti akan kehilangan kepala jika sampai terjadi sesuatu pada Yuna.Aldo yang tadinya juga ingin membujuk Yuna agar mereka memutar mobil untuk kembali, urung mengatakannya. Aldo juga ingin segera menemukan anak Yuna. Jika terjadi ap
"Mas Eric ... malas denganku?" Air mata mulai menetes di wajah cantik Yuna. "Karena itu, Mas Eric cuma sibuk di sini, bukan malah mencari Yuriana ....""Aku juga mencari Yuriana, Yuna! Jangan sembarangan bicara! Pulanglah! Di sini kantor, bukan untuk bicara masalah pribadi," tegas Eric.Yuna menggeleng-geleng pelan. Ia tidak percaya jika Eric tega membentak dan mengusirnya. Prasangka buruk Yuna bertambah ketika melihat kehadiran Dina tadi. Dan sekarang makin menjadi-jadi.Karena Yuna tak kunjung pergi, Eric yang memilih keluar dari ruangan, meninggalkan Yuna seorang diri. Eric harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan supaya bisa menyusul Rendra untuk mencari Yuriana.Eric sepenuhnya mengabaikan Yuna yang terluka oleh kata-katanya. Yuna mengusap air mata, lalu berbalik pergi. Langkah Yuna terhenti ketika melihat sosok Dina. Yuna mendatangi Dina, tetapi Dina cepat-cepat memalingkan muka dan pergi menjauh. "Mbak Dina!!"Namun, Yuna malah memanggil Dina dengan suara lantang. Seperti k