Nilam berjalan mencari suara gemericik air tersebut, berjalan menjauhi jalan yang dipakai untuk para pendakian. Mengambil roti di bag-nya, dan memotong kecil-kecil, ia buang di jalanan yang ia lalui.Pikirnya, ia bisa kembali tanpa tersesat dengan mengikuti arah potongan roti tersebut. Ia tidak memikirkan cara lain selain itu."Sebentar saja, tidak masalah Luna. Dari pada pipis di celana, pasti malu sekali. Apalagi tidak membawa baju ganti, haish, menjijikan, siapa yang tahan dengan baunya?" mulutnya komat kamit sendiri.Kedua matanya masih mencari sumber air yang ditangkap telinganya. Ia makin berjalan jauh dari petunjuk jalan yang bisa di lewati."Dimana sih, suara itu berasal. Aku sudah tidak tahan!"Seperti yang pernah di baca sebelumnya, oleh Nilam. Lembah Kidang, seperti halnya bagian-bagian lainnya di dalam hutan dan gunung, adalah sosok seribu wajah. Bentang alam yang bergantung pada sifat waktu dan cuaca. Jika waktu terang dan cuaca bersahabat, Lembah Kidang akan terlihat cer
William mencoba menghubungi kembali Bagas, beberapa kali nomor Bagas tidak dapat dihubungi. William mencoba berpikir positif, jika di gunung susah signal. Jadi seberapa pun ia mencoba menghubungi, tidak akan ada hasilnya.Willy mencoba mengecek, dari geogle maps yang sudah di setting olehnya, perangkat untuk menghubungkan ponselnya dengan Nilam, ia akan tahu, dimana pun lokasi istrinya berada."Apa yang Papa lakukan sih? Angel tidak paham," ucap Angel polos, dia melihat Papanya mengutak-atik benda canggih milik Willy."Princess Papa, kamu main sama Bik Marni dulu ya, Papa mau mencari informasi tentang mama dulu," ucap William dengan mengelus kepala Angel lembut."Tapi, Angel mau mendengarkan suara mama, Angel sudah kangen, Pah. Seharian tidak bertemu mama," ucap Angel mulai merajuk."My princess, mulai nakal ya, gak mau dengar ucapan Papa? Hah?" kata William menakuti dan nada suaranya sudah menakuti Angel."Ayo, Sayang. Nanti di marahin Papa lho kalau tidak menurut," bujuk Marni, den
Nilam berjalan pelan, menerobos ilalang yang kian meninggi. Menggunakan dahan kayu membelah tumbuhan liar itu.Menelisik, ia takut jika hewan berbahaya itu menggigitnya. Ia tidak akan bisa menemukan bantuan jika sampai terjadi sesuatu pada dirinya.Dari kejauhan terlihat menggeliat seekor ular besar menuju ke arahnya. Sontak, Nilam harus mengambil langkah cepat meninggalkan tempat itu.Dengan langkah kaki yang sedikit tertatih ia berhasil pergi meninggalkan tempat yang bersarang ular tersebut.Sungguh kali ini kakinya tidak mampu untuk melangkah kembali, Dia sangat berharap besar Bagas ataupun yang lainnya menemukannya dia di sini. Ia sudah tidak tahu arah jalan lagi, Nilam benar-benar tersesat di hutan dengan pohon-pohon yang rimbun.Ia rehat kembali di bawah pohon, mencoba memeriksa ponselnya. Dan memeriksa GPS, mungkin ia bisa mendapatkan sedikit koneksi jaringan."Ah, sial! Tidak ada sedikitpun koneksi jaringan internet. Bagaimana Bagas ataupun Mas Willy bisa menemukan aku?"Nilam
Semula William yang duduk di balik kemudi helikopter. Perasaannya teramat bahagia menemukan istrinya, Nilam. Perasaannya campur aduk; antara bahagia, cemas, khawatir, dan sedih. Ia yang telah berulang kali mencoba menghubungi Nilam, namun tidak ada jawaban dari ponselnya. Serta hambatan koneksi jaringan terbatas. Ini memperparah kekhawatiran William. Yang selalu membuat nya terus bertanya-tanya apakah istrinya baik-baik saja.William berusaha keras menemukan istrinya. Ia mencari di setiap sudut hutan, dan akhirnya ia telah menemukannya sekarang. Setelah beberapa jam lamanya ia mencari.Setelah beberapa saat terbang di udara, William dan pilot helikopter berhasil menemukan lokasi Nilam. Lembah Kidang, tempat yang tenang dan damai tersebut, memberikan sedikit kelegaan bagi William.William memeluk erat Nilam, ia menjerit-lirih memanggil nama istrinya. Akhirnya, mereka bertemu, dan William melihat betapa keadaan istrinya cukup mengkhawatirkan."Mas tolong lepaskan aku, aku tidak bisa na
Kedua mata Nilam melihat langkah kaki sang suami bergerak mendekatinya. Ia tersenyum tipis. William tidak kunjung bicara, ia memperhatikan wajah istrinya yang menyedihkan. Memakai baju yang sudah di ganti seragam biru dari rumah sakit.Menarik kursi dan mendaratkan tubuhnya di sana. Sembari mengelus rambutnya Nilam yang tergerai bebas di bantal berwarna putih.Setiap lekuk wajahnya memiliki sebuah arti, ia makin bersalah sebagai pria tidak bisa melindungi istrinya.Rasa bersalah itu makin mencuat saat Nilam menitihkan air mata. "Sayang, saat ini apa yang kau rasakan?" tanya Willy menciumi punggung tangannya, sebuah selang infus mengalir di tubuh nya melewati telapak tangannya. Sebuah cairan infus dan kantong darah. Tekankan darahnya sangat rendah saat ini."Aku sudah lebih baik, kamu jangan khawatir! Cengeng sekali kau, Mas! Udah, gak usah sedih, lagian aku juga sudah ketemu bukan!" cetus Nilam, mengembangkan senyumnya terpaksa."Dasar kamu, Sayang! Bagaimana jika aku gak sigap, cep
Shireen hampir tak percaya, pria itu masih berani menghubunginya. Ia melirik suaminya yang sudah tertidur lelap, ia mengubah setelan mode silent. Dengan cepat ia mengetik balasan pesannya.[MAAF, AKU SUDAH MENIKAH, AKU SUDAH HIDUP BAHAGIA BERSAMA SUAMIKU] gegas, ia mengirimkan nya pada nomer Bram.Beberapa menit saja pria itu membalas pesannya, [TAPI, AKU MASIH MAU KOK JADI SELINGKUHAN KAMU, SAYANG ... PLEASE... KASIH AKU KESEMPATAN]Shireen diam terpaku, ia berulang kali membaca pesan tersebut. 'Aku tidak boleh terpengaruh pada pria itu lagi! Aku sudah menjadi istri Daffa,' ingatnya pada dirinya sendiri.[AKU MOHON BRAM, LUPAKAN AKU! JALANI KEHIDUPAN BARU KAMU, SEMOGA KAMU BAHAGIA!][TIDAK! AKU TIDAK MAU! TEMUI AKU! AKU BERADA DI DEPAN RUMAHMU! KALAU KAMU TIDAK KELUAR, AKU BAKAL TERIAK! BIAR DAFFA TAHU, KALAU AKU MENCINTAIMU!]Bram kali ini hanya menggertak Shireen, agar kemauan di terlaksana. Ia ingin Shireen menemuinya lagi, dan memberi uang.Ia berdiri di samping gerbang, tanpa
Beberapa hari berlalu, Nilam sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Namun Willy masih menjaga kesehatan sang istri -- dengan memberikan pengobatan jalan, seorang dokter pribadi akan merawatnya dan mengecek kesehatannya beberapa hari."Sayangku, kamu tidak perlu menyuruh dokter Inggrid bolak - balik datang kemari untuk memeriksa aku. Kesehatanku sudah lebih baik dan sebelumnya," kata Nilam.Wanita yang duduk bersandar dinding kasur itu membelai rambut kepala William yang tidur di atas pangkuan Nilam.Kedua matanya memandang wajah ayu Nilam dari bawah. Nilam memberanikan diri mencium kening pria itu. Begitu saja William bahagianya tidak karuan."Sayang ..."Sapanya pelan, setengah manja. BBM"Ya ...?"Nilam sama sekali tidak bisa membalasnya dengan ucapan yang romantis. Wajah Willy sedikit cemberut."Ah, Sayang nih! Bisa tidak bicara padaku seperti kita waktu pacaran dulu. Biar kemesraan kita berlangsung lama," ungkap Willy. Menunjukkan sisi suami yang masih ingin di perhatikan."Kita
William yang masih lemas, terduduk di tanah menyaksikan asap yang masih tersisa. Mengepul membumbung tinggi dan menyebar ke udara sekitar.Pabrik William yang terletak di tengah kota itu tiba-tiba saja terbakar. Api berkobar dengan hebat dan merusak seluruh bangunan pabrik tersebut. Semua mesin dan bahan baku yang ada di dalamnya ikut terbakar dan tak bisa diselamatkan.William, sebagai pemilik pabrik, merasa sangat sedih melihat hasil jerih payahnya selama ini sudah tidak bersisa. Ia telah membangun pabrik tersebut bersama sang mertua, sekaligus ayah angkatnya dari nol dan mengembangkannya menjadi besar.Namun, hari itu semua kebanggaannya pupus dalam sekejap. William yang semula diam lemas segera berjalan mendekati kebakaran untuk memastikan tidak ada korban jiwa dan meminta bantuan kepada petugas pemadam kebakaran.Warga sekitar juga berdatangan untuk membantu memadamkan api, namun sayangnya sudah terlalu besar dan tak terkendali. Asap hitam pekat terlihat menjulang ke langit, dan