Rumah tangga macam apa yang seseorang harapkan? Tentu hampir seluruh perempuan di penjuru planet bumi, ingin punya suami yang mengerti. Ayudia menganggap Adam punya itu, punya semua yang didamba makhluk hawa. Perhatian dan pengertian bahkan melebihi ekspektasi Ayudia sendiri. Siapa yang tak suka? Andai diobral, tentu para gadis akan berebut. Hihihi.Tetapi, banyak orang yang belum bisa percaya bahwa pria itu sangat perhatian serta pengertian ketika usia pernikahan masih seumur jagung muda. Artinya pasangan belum tahu sedalam mana sabar dan pengertian pria pada seorang istri yang kadang lebih cocok menjadi reporter.Pagi ini pasangan muda itu tampak bersemu, dari bangun hingga duduk berdua di meja makan. Ayudia juga kerap menunduk malu kala ingat aksi mereka dalam melakukan ritual suami-istri semalam. Malam pertama mereka akhirnya terlaksana juga, setelah pernikahan menginjak usia tiga puluh empat hari.Adam bahkan sulit membenamkan bulan sabit yang terlanjur terbit di bibir manisnya.
Hari demi hari mereka lalui dengan penuh makna. Umumnya rumah tangga lain, Ayudia sudah merasakan nikmat melayani suami sepenuh hati. Kala hari libur tiba, mereka akan habiskan dengan hal-hal kecil namun tetap membikin suasana romantis tercipta. Seperti belanja bersama ke pasar pagi serta membereskan rumah. Semua dilakukan dengan obrolan dan candaan ringan.Sabtu siang Adam sudah sampai di Kipyuh, guna menjemput Ayudia. Ayudia menginap di rumah peninggalan Atuk sekitar tiga hari lamanya, sedang Adam hanya mengantar dan kembali lagi, ia tak bisa tinggalkan pekerjaan. Kini juga sama, Adam menjemput Ayudia lalu bersiap lagi untuk kembali pulang ke rumah mereka. Tentu dengan kendaraan bebek punya."Apa ndak menginap saja dulu? Mas kan capek bolak-balik." Kata Ayudia sambil memijat lengan Adam."Ndak lah, nanti malam dan besok ada acara di pesantren. Masa Mas ndak di sana."Sebagai istri, sebisa Ayudia mengingatkan apapun, terutama perihal kesehatan Adam. Tetapi kembali lagi, Ayudia akhirn
Sejak benih Adam terbaca oleh sebuah alat tes pack, pria berusia dua puluh sembilan tahun itu sangat getol bekerja. Mengumpulkan pundi-pundi rupiah dari bakatnya reparasi laptop rusak.Adam sering bekerja hingga larut. Bahkan tidurnya sangat kurang, hanya sekitar 3-4 jam. Bukan tak tahu risiko begadang setiap hari, namun semangat menyambut jabang bayi membuat calon ayah jadi lupa diri.Apalagi kehamilan Ayudia sekarang agak kolokan. Sepertinya bayi juga bisa membaca kondisi jiwa sang ibu. Bayi mengerti kalau sang ayah begitu sayang padanya. Meski usianya baru lima Minggu. Dasar anak ayah.Setiap pagi Ayudia mengalami mual dan muntah, sampai tak tahan mencium bau bumbu dapur. Terpaksa Adam yang menggantikan rutinitas tersebut. Termasuk mencuci piring. Lainnya Ayudia tetap kerjakan sendiri perlahan sesuai mampunya."Tidur dulu, Mas. Uang bisa dicari siang hari, malam waktunya istirahat. Ingat pesan Bu Rina. Anak kita pasti akan sedih kalo tau Ayahnya sakit." Ayudia mengucek mata, ia ter
Cinta memang sulit di deskripsikan. Cinta bukan sekedar penggambaran bahagia, tetapi juga derita. Namun pesona cinta tetap membuat pemeran selalu menggila. Sungguh aneh. Banyak cerita lucu, nyeleneh bahkan mengerikan dari perkara cinta. Orang kadang mengekspresikan cinta dengan berlebih. Biar apa, tentu saja bertujuan agar diperhatikan oleh seseorang yang sedang dicinta.Sama, itu yang kini dirasakan Ammar. Tak pandang status Ayudia, kadang ia bilang rela, kadang ia bilang ya sudah ikhlas karena takdir. Tapi tetap saja, mendengar nama saja, Ammar sudah gugup dan berdebar tak menentu. Persis anak baru gede.Seperti pagi ini, ia buru-buru berlari ke warung bubur Mang Kardi yang ada di depan pesantren, hanya untuk melihat wajahnya. Kalau lebih, itu rejeki. Katanya begitu.Semua santri yang melihat, jelas gatal untuk tak bertanya ada apa gerangan sang Gus berlari-lari sambil menjinjing sarung agak tinggi."Gus, mau kemana? Kok lari-lari?" Dan pertanyaan seperti itu berulang sampai Ammar m
Setelah berpakaian rapi, Umi keluar tergesa."Ayo, Bah." Ajaknya pada Abah yang masih bertanya-tanya apakah yang terjadi.Bukan Abah saja yang berdiri dan mengikuti Umi, namun ketiga anaknya juga. Yang mereka dengar, Umi meminta bersiap tanpa menyebut satu nama. Jadi jangan salahkan Ammar kalau ia sampai membatalkan acara pagi itu."Kalian ngapain? Mau kemana?" Umi bertanya dengan nada bingung?Ammar, Najma dan Muha jauh lebih bingung daripada Umi sendiri."Umi kan tadi bilang siap-siap, Muha udah siap, Mi. Mas Ammar juga sudah batalin ceramah di RT 23.""Kakak juga mau ikut, Dek." Sahut Najma.Umi meringis, "ndak usah, Umi sama Abah saja. Kalian jaga rumah."Muha mendesah kecewa, Najma sama. Ammar masih tegang dengan rasa penasaran. Setahu Ammar, Adam sedang sakit, bisa jadi Umi mendapat telepon dari Ayudia yang bingung karena Adam jatuh pingsan, itu dugaan Ammar saja."Ammar terlanjur minta tolong ke Malik untuk gantikan ngisi pengajian. Ikut ya, Mi. Biar Ammar yang nyetir.""Ndak u
Ayudia bersyukur telah melewati trimester pertama dengan baik. Berat badannya cukup terkuras akibat susah makan selama tiga bulan. Di trimester kedua, Ayudia sudah bisa menyajikan masakan untuk Adam. Anehnya, ia malah jadi tak doyan makan nasi masakan di rumahnya sendiri.Mau tidak mau, setiap sehari tiga kali ia bergantian dengan Adam membeli sebungkus nasi untuknya makan.Sore nanti di rumah Adam dan Ayudia akan digelar acara empat bulanan. Sebagai tanda syukur karena diusia empat bulan, ruh jabang bayi akan ditiupkan ke dalam kandungan. Sungguh luar biasa Kuasa Tuhan, dari setetes sari pati tanah, bisa bertumbuh hingga terlahir sebagai bayi mungil nan lucu.Ayudia juga sangat bahagia karena di usia kandungannya saat ini, ia sudah mulai bisa merasakan gerakan-gerakan halus dari adik bayi. Yang membikin perempuan tersebut lebih bahagia adalah, hari ini juga bertepatan dengan hari ulangtahunnya yang ke dua puluh lima tahun.Acara diadakan sederhana, hanya mengundang keluarga dan beber
Sudah satu bulan Ayudia rajin belajar berkendara mobil, meski perutnya semakin besar, ia tetap bergerak aktif. Baru hari ini Adam tega membiarkan sang istri keliling pasar membawa kendaraan sendiri. Usai perayaan hari ulangtahun Ayudia, Adam juga memutuskan untuk berhenti bekerja di Asmaul Husna. Ayudia tidak tahu pasti alasan berhentinya Adam dari sana, namun Adam bilang ingin bekerja di rumah saja.Sebagai istri, Ayudia mendukung saja setiap keputusan yang Adam ambil. Tak berpikir macam-macam, Ayudia menikmati saja momen kebersamaan mereka yang lebih intens.Akan tetapi, hari ini Ayudia sedikit melihat perubahan suaminya. Tubuh Adam tampak kurus, rahangnya semakin terlihat tipis. Kalau ditanya, Adam biasa akan bilang kelelahan, jadi berat badannya juga ikut menyusut.Awalnya Ayudia percaya dengan alibi-alibi yang dibuat Adam, tetapi kali ini ia ragu. Ayudia sampai membeli timbangan digital untuk mengukur berat badan, apakah benar dugaannya kalau berat badan Adam turun sangat kontras
Keriuhan tercipta dari alas kaki yang saling bersahutan, menggema di gendang telinga Ayudia. Mengusik mimpi indah dan memaksa perempuan itu mengerjap dan bangun dalam keadaan kaget.Ia spontan menghadang langkah Ammar dan memegangi lengan ptia itu. "Kak, ada apa? Kenapa dengan Mas Adam?"Ayudia rasa tindakannya biasa saja, karena ia pun tak memiliki gelayar aneh, terlebih pada kondisi mencekam dan kritis sang suami. Namun berbeda dengannya, Ammar justru diam beberapa sekon, meneliti mata indah Ayudia, barangkali dan sedikit berharap dapat menemukan sebuah pantulan namanya di sana. Sampai Ayudia sedikit menghentak tangan Ammar, membuat sang pemilik harus rela mengaburkan khayalan yang sangat ngaco pagi itu."Kak, Kak Ammar dengar ndak sih? Aku tanya sama Kakak? Ada apa dokter lari-lari?"Wajah Ayudia sudah dipenuhi dengan kecemasan bukan main, Ammar tergeragap. Mengusap wajahnya karena malu. "Itu, tadi aku melihat Adam menggerakkan jarinya, jadi aku panggil dokter saja."Ayudia langsun