Bruak!Terdengar cukup keras pintu kamar dibanting kuat oleh wanita yang dikira lemah. Seketika Ibu dan Ayah mertua menoleh ke sumber suara, berpikir apa yang sebenarnya terjadi dan membuat mereka heran kebingungan.“Istri Julvri kenapa lagi?” Ibu mertua menggerutu seraya melipat kedua lengan ke depan dada.“Sudahlah, itu urusan meraka." Ayah mertua memilih untuk menghindar namun istrinya itu tidak mengijinkan, ketika akan pergi ia menahan langkahnya. “Lihat itu. Anak kita dipermainkan oleh wanita yang pernah sekali mencurigai suaminya sendiri,” tukas sang Ibu geram.Melihat Julvri terus mengetuk pintu kamar di lantai dua sambil memanggil nama Arum, namun tidak digubris sama sekali, entah mengapa Ibu mertua merasa sangat jengkel tak karuan. Saking marahnya, ia tanpa sadar meremas pundak suaminya terlalu kuat.“Ugh! Wanita itu benar-benar kurang ajar. Seharusnya Julvri benar-benar menceraikan dia!”“Istrinya sedang ditipu, jangan berharap anak kita mau menceraikannya setelah sehari me
Ibu mertua yang datang dengan marah langsung menceramahi sang menantu dengan tegas. Ini dan itu, segala penuturan kata yang terbilang sangat tegas terus terlontar bagaikan kecaman secara sepihak namun Arum tetap menerimanya lantaran ia paham. Semua ibu pasti akan membela anaknya tak peduli apa kesalahan yang telah dilakukan oleh anaknya. Itu sering terjadi di lingkungan masyarakat. Terlebih Arum menduga-duga bahwa Julvri akan melakukan sesuatu persis seperti yang diramalkan oleh dukun, Arum yang percaya tentu saja Ibu mertua jadi membencinya. “Dasar. Kalian ini sudah pasutri tapi kenapa aku malah terus-terusan ikut campur seperti ini?” Ibu mertua menggerutu, sesaat ia menghela napas sebelum akhirnya berpamitan pergi. Memberikan ruang dan waktu untuk Julvri dan Arum agar dapat saling memahami satu sama lain.Ibu mertua menyesal sendiri karena telah ikut campur, tapi karena keandilannya itu membuat pergerakan bagi Julvri pada Arum. “Maafkan aku. Tindakanku di depan pintu memang memal
Arum Kusuma Pramesti, wanita muda yang menikah di usia dia puluhan. Wanita berambut hitam panjang dengan paras asia terbilang cantik. Hanya saja minus dari Arum adalah sikapnya yang kadang sombong. Tidak hanya itu sebenarnya ia orang yang sangat mencurigai sesuatu bila ada hal terasa janggal bahkan jika itu hanya perasaannya sendiri. Sama halnya seperti saat itu, berhadapan dengan Julvri bukanlah perkara mudah. Tapi setiap tindak-tanduknya mengingatkan akan peringatan nenek dukun yang dulu pernah berbicara dengannya.Hal itu tidak ada bedanya dengan kejadian yang pernah terjadi di dalam rumah Arum, sewaktu kecil dulu. Hidup sekeluarga dengan tentram pun takkan cukup kalau ternyata mereka menyembunyikan sebuah fakta. “Ibu, Ayah, semoga kedua orang tuaku bisa kembali akur dan saling berbicara lagi.” Anak perempuan berusia 5 tahun itu berdoa pada Yang Maha Kuasa agar pertengkaran kedua orang tuanya berhenti lebih cepat dan keadaan pun kembali seperti semula. Anak itu masih lah sangat
Begitu membuka kedua mata yang terasa berat, terlihat sosok pria maskulin yang tidak lain adalah suaminya sendiri. Julvri menyambut paginya dengan damai serta tersenyum lembut. Hati sempat merasa gundah dan gelisah sebelumnya pun hilang dalam sekejap mata. Akan tetapi, ada kalanya mimpi buruk tidak pernah terlupakan. Sejujurnya Arum masih takut. “Tidurmu nyenyak?” tanya Julvri sembari membawakan semangkok berisi suatu makanan. Arum hanya menggelengkan kepala dan terlihat ingin menangis. Julvri lantas duduk di kursi dekatnya, sembari menepuk-nepuk ujung kepalanya agar Arum sedikit lebih tenang. “Bukankah kamu seharusnya bekerja?” “Tadinya begitu. Tapi karena kamu sedang sakit, jadi aku harus merawatmu,” jawab Julvri. “Biasanya orang-orang akan memanggil dokter atau pergi ke dokter, yang merawat pasien di rumah pun pasti hanya pembantu.” “Bicara apa kamu ini? Kita ini 'kan sepasang suami istri jadi sudah sewajarnya kita saling merawat satu sama lain,” tutur Julvri. Detak jantung t
Hari sudah berganti lebih cepat, awan bergumul padat di siang hari menandakan sebentar lagi akan ada perubahan cuaca. Di kediaman Vandam yang sepi, bertingkat dua dengan halaman luas di bagian depan dan belakang, rumah itu cukup mewah untuk ditinggali segelintir orang namun saat ini tak terlihat satupun anggota keluarga lainnya selain Arum sendiri. Ayah, Ibu mertua tidak ada. Begitu juga dengan Julvri, suaminya. Kecuali bibi yang merupakan pembantu di sini, ia masih menyibukkan diri dengan sisa pekerjaan rumah yang ada. Sinar mentari menyorot masuk melewati jendela, Arum yang merasa silau dan gerah itu lantas terbangun dengan lemah. "Ya ampun, aku tertidur sampai siang besoknya ya?" batin Arum.Ponsel di atas nakas bergetar, Arum segera mengambil dan mengangkat telepon itu tanpa melihat siapa yang sedang menghubungi."Halo?"["ARGHHHH!"]Bukannya mendapat balasan salam sapa, ia justru dikejutkan dengan suara teriakan. Arum menarik ponsel itu dari daun telinga, melihat tidak ada na
Pandangan yang memburam dan gelap, sekujur tubuh yang terus bergetar. Rasa sakit ini tiba-tiba saja muncul tak terduga, terlebih suaranya menghilang seolah tak menginginkan Arum untuk meminta tolong. “Arum!” Suara seseorang memanggilnya, membuat ia terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Arum membuka kedua mata secara perlahan dan mendapati langit-langit berwarna putih serta aroma karbol pun tercium. “Ibu?” “Syukurlah!” Ibu kandung Arum menangis ketika mendapati putrinya akhirnya mulai bangun. Ia lantas memeluknya erat, membagi kehangatan yang dimiliki. Terasa nyaman berkat kehangatan Ibu namun di satu sisi juga terasa sesak karena dekapannya terlalu kuat. “I-Ibu ...,” Arum jelas kesakitan, sampai bicara saja sulit. “Ah, maafkan Ibu!” Segera Ibu sadar dan melepaskan pelukannya lalu membaringkan Arum kembali ke ranjang agar dapat beristirahat. “Sebenarnya apa yang kamu lakukan hah?! Kenapa bisa jatuh?!” Dalam sekejap rasa haru berubah menjadi amarah. Arum seketika terdiam dengan m
Lelaki yang biasanya rapi itu, kini terlihat sangat berantakan. Begitu datang ia langsung memeluk Arum dengan rasa cemas berlebihan. Terlihat wajahnya bagai benang kusut, Arum sendiri tidak akan mengira akan terjadi seperti ini padanya dan sang suami memperlihatkan kecemasan itu padanya langsung.“Aku benar-benar takut saat bibi bilang padaku bahwa kamu dibawa ke rumah sakit. Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Arum?” tanya Julvri. “Julvri, sebenarnya aku—”“Hei, Arum sedang sakit! Tidak lihat kaki dan kepalanya itu? Jangan dipeluk-peluk begitu atau nanti dia malah tambah kesakitan!” pekik Ibu Arum yang merasa jengkel pada Julvri. Saat dipeluk erat begini oleh suaminya, Arum mencium aroma parfum yang sangat menyengat. Tidak biasanya Julvri mengenakan parfum dengan bau yang cukup menyengat ini tapi Arum yang memiliki penciuman tajam, merasa ada bau lain tersembunyi di balik bau parfumnya."Bau apa ini ya? Aku merasa ada sesuatu jika Julvri menggunakan parfum yang menyengat. Apakah te
Rumah yang didambakan oleh mereka berdua akhirnya terwujud, sebab alasan tertentu Julvri baru bisa memberikannya sebuah rumah. Tidak terlihat cukup mewah, sederhana namun elegan. Rumah ini terlihat membaur dengan rumah-rumah yang ada di sekitar. “Maaf tentang rumah ini baru kesampaian.”“Tidak apa. Lagi pula banyak kesibukan yang kamu lakukan semenjak perilisan game pertama. Itu sangat booming 'kan? Apalagi di kalangan anak muda,” tutur Arum sembari tersenyum.“Iya benar.”Tetapi, jujur saja Arum tidak akan menyangka mereka akan pindah ke rumah baru secepat ini.Kriet ...Dibukanya lah perlahan dia pintu pintu ke dalam, terpampang sebuah foto pernikahan mereka yang indah dan cantik di hadapan. Lalu beberapa foto mesra mereka yang berada di atas meja coklat. Kemudian terdapat ruangan keluarga di sebelah kiri, dan ruang tamu di sebelah kanan. “Caramu menata boleh juga.”“Sebagian memang aku yang melakukannya tapi ada beberapa yang dibantu sih.”Julvri menurunkan Arum di kursi sofa pan