Bersyukur sekali rasanya bisa bertemu dengan Mas Gavin ini. Lelaki yang sangat royal kepadaku dan tidak segan-segan menuruti keinginanku. Posisinya bisa mengganti Mas Ferdi di sisi hidupku. Bagaimana tidak Mas Ferdi tahunya kerja, kerja dan kerja saja. Pulang paling-paling sebulan sekali. Itupun paling-paling hanya tiga hari. Untuk ikut dengannya Aku ogah . Siapa sih yang mau deket-deket sama keluarganya yang super duper usil itu. Mentang-mentang orang kaya. Ih jijik. Memang sih, setiap bulan kirimannya selalu datang untukku. Sebenarnya lebih dari cukup. Nominalnya bahkan lebih dari yang kuterima dari Mas Gavin. Memangnya hidup hanya cukup dengan materi?. Tapi bagaimanapun kebutuhanku juga banyak. Rencananya Aku mau membeli rumah lain atas namaku sendiri. Tanpa sepengetahuan Mas Ferdi.
Sebetulnya kalau tidak karena kaya, Aku tidak mungkin mau mempertahankan pernikahanku dengan Mas Ferdi. Lelaki yang tidak pernah ada untukku. Tapi otakku berpikir bahwa jangan gegabah melepaskan Mas Ferdi. Kalau dia lepas, maka jatahmu akan hilang darinya. Bagaimanapun jatah setoran bulanannya lumayan besar. Memang beruntung hidupku. Mendapat setoran uang dari dua orang sekaligus. Hahahahaa ini resiko menjadi orang cantik sih.
Tidak seperti Mas Ferdi, Mas Gavin suka mengajakku jalan-jalan. Sebenarnya, bukan dia tidak mau mengajakku jalan-jalan. Tapi Akunya yang ogah. Malu-maluin sih menurutku. Habis tampangnya pas-pasan. Tidak selevellah denganku. Tapi kalau soal uang, Mas Ferdi tetap nonor satu.
Sedangkan Mas Gavin tampangnya lumayan. Ditambah sikap royalnya padaku. Apalagi setelah jabatannya naik di perusahaan tempat dia bekerja. Dia tidak segan-segan mengajakku rekreasi ke tempat yang Aku inginkan. Seperti ke Bali. Tidak tanggung-tanggung, dia berani mengambil cuti hanya untuk menemaniku refreshing. Lagian semuanya dia yang bayar kok.
"Istri Mas nggak tahu kita ke sini?" Tanyaku waktu itu
"Alaah istri Mas itu nggak ribet. Paling-paling nanti di telepon ajah berees. Nggak penting juga ngurusin dia. Kampungan ya tetap kampungan. Nggak pantas di ajak jalan-jalan. Bikin malu."
Ya walaupun Aku belum pernah melihat wanita bernama Vina istrinya Mas Gavin, bisa kupastikan dia orangnya pasti kolot banget. Kalau tidak, tidak mungkin Mas Gavin tega meremehkannya. Aku merasa tidak tersaingi dengan istrinya itu. Bukankah Aku ini perempuan yang di anugerahkan kecantikan yang menggoda oleh tuhan. Kenapa harus merasa tersaingi. Sedangkan Mas Gavin sudah jelas-jelas mengutamakan Aku dari pada si Vina kampungan itu.
Di Bali kami nenghabiskan waktu bersama. Tak lupa Mas Gavin menyewa kamar mewah untuk kami. Huuh. Sengaja sebelum pergi dia membelikan Aku lingerie seksi untuk ku pakai. Aduuuuh senangnya hatiku.
Di kamar Aku berpose ria dengan lingerie itu dengan berbagai posisi. Pokoknya malam-malam yang menggairahkan. Setelah itu pastilah ada bonus pribadi yang ku peroleh darinya. Heheee lumayan lhoo. Buat nambah tabungan.
Seiring waktu Mas Gavin tak segan-segan menambah setoran bulanan padaku. Sukses membuatku tersenyum puas. Lebih gede dari jatah istrinya.
Sepulangnya dari dari sana. Tiba-tiba ponselku berdering. Nomor tidak di kenal ternyata. Ih siapa sih,
"Hallooooo..!"
"Ya halloo. Dari siapa ya?"
"Baik ini dengan mbak Alwa Lala bukan?"
"Iya benar ini saya Alwa Lala. ini dari siapa yaa?"
"Ini saya dari kliennya Pak Gavin. Katanya mbak ini istrinya kan?.
"Eeeh iya, iya ini saya istrinya Pak Gavin. Memangnya ada apa ya?"
Reflek kujawab iya. Karena ini pasti Mas Gavin yang mengakui bahwa Aku istrinya ke wanita yang menghubungi ku ini. Soalnya kalau mengakui istrinya Vina, bisa-bisa Mas Gavin malu ding punya istri yang penampilannya buluk gitu.
"Bisa kita bertemu sebentar nanti mbak, ada sedikit hal yang perlu saya sampaikan secara pribadi terkait investasi sesama istri para pegawai utama perusahaan tempat Pak Gavin bekerja siapa tahu nanti ada keberuntungan buat Mbak. Oh ya saya ingatkan agar tidak memberi tahu Pak Gavin soal pertemuan kita. Soalnya ini surprise banget deh."
Yess. Ternyata ini kliennya Mas Gavin yang menawariku kerja sama. Belum jadi istrinya sudah di anggap orang penting saja. Bagaimana jika nanti setelah menjadi istrinya.
Akhirnya perempuan itu mengajakku bertemu di suatu tempat yang telah di janjikan.
Dengan percaya diri ku mempersiapkan diri menemuinya. Sengaja tidak ku beri tahu Mas Gavin. Soalnya sesuai perjanjian kami, ini akan menjadi surprise buat Gavin.
Dari kejauhan ku lihat seseorang perempuan yang dari penampilannya sudah bisa di tebak kalau dia orang kaya. Tubuhnya yang fashionable di tambah kaca mata hitam, dan tahi lalat di hidungnya menambah kesan elegan.
Dengan penuh keakraban kami bersalaman. Dia mengenalkan diri. Ternyata wanita cantik ini bernama Karin. Orang yang supel dan ramah. Melalui caranya berbicara ku yakin dia adalah wanita jenius.
Ku perhatikan penampilannya. Diam-diam Aku sedikit cemburu melihatnya. Apakah Mas Gavin terbiasa di kelilingi wanita-wanita cantik. Tapi sabaar Alwa, kamu lebih cantik kok. Hiburku dalam hati
Setelah bosan bercengkrama ria. Ku coba untuk menanyakan masalah inti. Soalnya sudah tak sabar mengetahui kerja sama yang akan kami geluti. Dengan hati-hati ku alihkan pembicaraan menuju tujuan inti kami.
"Aku mau bertanya. Benar-benar bertanya. Apakah alasanmu sebenarnya mengaku-ngaku istrinya Gavin. Sedangkan Aku benar-benar tahu bahwa kalian belum pernah menikah. Lebih jauh lagi Aku tahu bahwa statusmu masih istrinya Ferdi kan?"
Tiba-tiba dia melontarkan kata-kata itu. Apa maksudnya coba. Mendadak suasana menjadi lebih mencekam. Terlebih lagi ucapannya tidak bisa lagi dianggap biasa-biasa saja. Ini sudah menjurus ke masalah pribadiku. Apa maunya perempuan ini. Yang lebih mengejutkanku. Dia mengetahui statusku. Membuat amarahku semakin memuncak.
"Aaapaa maksudmu sebenarnya? Siapa kau? Jangan cari gara-gara denganku."
Terus ku ladeni dia bicara. Dia pikir Aku takut. Tiba-tiba Dia mengancamku untuk memberi tahu hubunganku dengan Mas Ferdi. Ku tertawakan saja perkataannya. Memangnya dia tahu apa tentang suamiku. Suamiku saja jarang berada di kota ini. Dan kerjaannya tidak sebanding dengan perusahaan Gavin. Ooh iya, kenapa tak ku tanyakan tadi di perusahaan mana wanita ini bekerja. Ah bodohnya Aku. Ketakutan mulai menjalar di tubuhku. Bagaimana jika wanita ini mengenal Mas Ferdi. Mati Aku.
"Hmmm saya kenal baik siapa suamimu. Karena dia teman lamaku. Kalau kau tak percaya, kau boleh tanyakan pada suamimu. Bahkan rumah yang kamu tempati sekarang milik suamimu bukan?. Apa kau mau jika ketahuan selingkuh kamu akan terusir dari rumah mewah itu?.bahkan Aku juga menyimpan nomor Ferdi suamimu lho Mbak Alwa yang terhormat. Atau aku juga bisa memberitahu hal ini pada keluarga suamimu. Aku punya banyak poto-poto mesra kalian. Mau lihat??"
Astagaaaa. Darimana wanita ini mendapatkan foto-foto mesra kami di hotel malam itu?. Aduuuuh Aku juga yang salah sih kok bisa keteteran begitu. Jangan-jangan ada yang usil dengan mencuri foto-foto itu dari ponselku. Tidak ada yang lain. Pasti ada yang usil dan iri denganku.
"Dari laporan temanmu sendiri, Aku tidak tahu apakah dia teman dekatmu atau bukan. Dan kau tak perlu tahu siapa namanya. Dia mengatakan bahwa Gavin memberikan uang senilai delapan juta setiap bulan. Nah Aku cuma ingin kau memberiku tujuh dari delapan juta itu padaku. Beres. Aku tidak akan membuka rahasiamu. Bagaimana?"
Nah ketahuankan rupanya ada yang iri dengan kehidupanku. Buktinya wanita ini mendapatkan info dari temanku. Pasti orang usil dan iri itu ada di antara teman-teman di sekelilingku. Atau wanita ini memiliki mata-mata di antara mereka. Kalau dari orang lain ya tidak mungkin.
Kini Karin menginginkan hampir seluruh dari uang yang kuterima dari Mas Gavin. Lemas.... Tulang-belulangku lemas. Kalau begini percuma Aku terus berhubungan dengan laki-laki itu. Kalau uang darinya harus ku serahkan pada wanita Aneh ini.Mungkin Aku harus benar-benar menikah dengannya.
Dengan terpaksa, ku turuti kemauan Karin. Tidak ada jalan lain yang dapat kulakukan untuk saat ini. Selain Aku harus menuruti keinginannya. Sampai Aku bisa keluar dari masalah ini. Kalau semua orang tahu. Bisa-bisa hilang harga diriku. Apalagi Mas Ferdi. Aku belum siap kehilangan dia. Karena Aku belum siap jatuh miskin.
Biarlah nanti ku pikirksn jalan keluarnya. Untuk sementara waktu ini. Anggaplah Karin memenangkan permainan ini.
Rasanya sesak sekali ketika Mas Gavin mengataiku hanya menumpang di rumah ini. Terlebih lagi dia mengatakannya kepada wanita selingkuhannya. Menganggapku hanya makan minum saja di rumah ini. Tidak sadarkah ia, rumah ini di dapatkan dari perjuangan bersama-sama. Bahkan terkadang aku tak segan-segan membantu dengan uangku sendiri. Memang dia tidak tahu, bagaimana susahnya Aku mengatur keuangan yang minim itu. Seandainya dia mau jujur dengan pendapatannya, seandainya dia mengetahui bahwa uang yang dia berikan tidak mencukupi, seandainya saja dia mau meringankan bebanku, dengan membayar cicilan rumah misalnya, mungkin Aku tidak sepusing ini. Tapi sepertinya memang dianya yang tidak mau tahu. Buktinya setiap Aku mencoba membicarakan hal ini, pasti Akulah yang ia salahkan. Aku istri boroslah, tidak pandai mengatur keuanganlah. Lagi-lagi Aku yang salah. Boro-boro mau menambah keuangan. Malah uangnya lebih senang ia berikan kepada seling
Aku memutar otak agar rencanaku tidak bisa tercium oleh Mas Gavin. Karena jika tidak, bisa-bisa Aku yang akan terjebak. Aku memang harus memutar otak. Tidak terasa sudah dua bulan Aku menikmati setoran Alwa. Artinya Aku harus segera bertindak lebih. Besok adalah hari di mulainya liburan sekolah anak-anak. Aku berencana untuk mengajak mereka untuk liburan di rumah neneknya. "Mas besok anak-anak mulai memasuki hari libur semester lho mas!" "Mmmm iya Dek, kalau mereka libur emangnya kenapa?" "Kira-kira kita bawa mereka liburan kemana ya, Mas?" "Liburan? Dek, Dek. Kamu kira hidup ini mudah? Cari uang mudah? Terus kamu kira liburan itu harus? Sadar Dek! Sudah dua bulan ini, Mas ini lagi kena masalah soal keuangan Kamu seharusnya mengerti
Di rumah Ibuku bisnis online ku terus berlanjut. Walaupun pikiran kalut, tetapi uang harus tetap mengalir. Aku tidak boleh kalah dari si Gavin congkak tersebut. Dia tidak tahu kalau uang yang Aku hasilkan terkadang melebihi uang yang dia kasih ke Aku. Sedangkan uangnya sendiri sebagian besar ia habiskan untuk dirinya sendiri. Biarlah dia menganggapku bodoh tidak tahu apa-apa. Memangnya itu penting buat di pikirkan? Tentu saja tidak. Dari rumah Ibuku Aku terus memantau gerak gerik mereka. Pertama ku coba mengecek penyadap suara di kamar kami. Lalu terdengarlah pembicaraan-pembicaraan mereka. "Wah itu foto anak-anak ya, Mas. Mereka ganteng dan cantik-cantik. Mereka mirip sama Ayahnya. Beda jauh sama Ibu mereka." "Iya dong sayang, siapa dulu ayahnya. Apalagi kalau Mas punya anak dari kamu, pasti wajah mereka tambah
Di rumah orang tuaku, Aku menyusun strategi. Aku ingin menghubungi seseorang untuk mendukung keinginanku. Orang itu adalah Ferdi suaminya Alwa. Aku memang belum mengenal pria itu. Berbekal nomor ponselnya. Aku mengajaknya bertemu di suatu tempat. Awalnya dia menolak. Tapi setelah aku berhasil meyakinkannya, dia setuju. Untuk menemuinya, memang sedikit memakan waktu sih. Tapi tak apalah. "Bu hari ini Vina mau antar orderan. Agak jauh Bu." "Lhoo kamu mau antar sendiri, kenapa nggak dikirim saja, nak?" "Kebetulan yang pesen teman lama Bu. Jadi ya Vina mau antar sendirilah, sekalian mau silaturahmi. Vina titip anak-anak ya Bu. Oh ya Vina pake mobil Ayah ya, Bu!" "Yang penting kamu ha
"Jadi apa yang kira-kira harus kita lakukan , Fer?" "Baiklah pertama kali sebaiknya kau amankan aset yang kalian miliki. Rumah, mobil atau apa yang menurutmu penting. Kamu tidak boleh jatuh sebelum terlambat, Vina. Pikirkan masa depan anak-anakmu." "Ya soal itu Aku mengerti. Aku berusaha semampuku. Aku tahu dalam beberapa waktu ke depan Mas Gavin akan menceraikan Aku." "Oleh sebab itu kamu harus mengambil langkah yang cepat, Vina. Kalau tidak kau akan kalah dengan mereka. Kalau kau butuh bantuan jangan sungkan untuk menghubungiku." Sepulangnya dari sana Aku berpikir memang benar apa yang Ferdi katakan. Aku harus sedikit mempercepat langkahku. Sekarang Aku harus memutar otak bagaimana caranya agar mobil
"Mmm kamu mau mengenalkan wanita itu padaku? Boleh. Siapa takut. Walaupun sebenarnya itu tidak penting bagiku." "Kau boleh mengatakan dia tidak penting untukmu, Vina. Tapi dia teramat penting dan spesial buatku. Bisa saja kau berkata demikian karena kau iri kan? Iri dengannya yang berbeda 180 derajat di banding kamu. Kalau kau di sandingkan dengannya, maka tak lebih terlihat seperti seorang nyonya dengan pembantunya." "Oh begitu ya. Baguslah kalau begitu. Boleh saja kamu bilang Aku iri. Kau pikir Aku bisa iri dengan seorang wanita yang menggaet suami orang? Iya? Pikiranmu dangkal, Mas. Harusnya Aku prihatin dengan wanita seperti itu. Sampai-sampai harus memanfaatkan uang suami orang untuk memenuhi kebutuhannya. Tapi tak apalah, Karena perkataanmu sudah ku anggap angin lalu."
Pagi-pagi buta Aku dikejutkan dengan kedatangan Mas Gavin. Untuk apalagi bajingan itu kemari. Merusak pemandangan di pagi hari saja. " Ada perlu apalagi kamu datang kemari?" " Memangnya kenapa? Masalah buat kamu? Ini adalah rumahku. Terserah padaku mau datang, mau tinggal, mau apa saja. Sekarang Aku mau mengambil brankas yang berisi surat-surat penting itu. Soalnya Aku ingin segera mengurus perceraian denganmu." "Baiklah, ambil saja. Aku tidak keberatan." Dengan melengos dia pergi menuju ruang kerjanya dan mengambil brankas itu. tidak masalah, toh dia mau mengambil buku nikah buat mengurus perceraian kami. Tapi ada sedikit ketakutan merasuki pikiranku. Bagaiman
Surat panggilan dari pengadilan sengaja tidak ku tanggapi. Agar tidak ada perselisihan pendapat dengan Mas Gavin. kubiarkan saja saja sampai akta cerai itu keluar. Malas Aku melayaninya bicara.Tidak ada gunanya juga Aku datang. Tidak ada yang perlu di bahas lagi. Kalaupun datang, itu hanya membuang waktu percuma. Dengan begitu ku biarkan Mas Gavin merasa dia telah menang. Menganggapku menyetujui semua yang dia inginkan. Mungkin saja image bodohnya diriku sedang memenuhi pikirannya saat ini. Aku tak ambil pusing. Bukankah selama ini mereka berdua menganggapku bodoh. Jadi untuk apa orang bodoh ini menemui manusia pintar seperti mereka. Pintar dari hongkong kali ya. Orang pintar tidak akan menjual diri demi uang. Orang ointar tidak akan mengambil suami irang, ataupun istri orang. Justru merekalah orang orang yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan mereka sendiri.
Bab 44 Akhir Cerita Aku dan Ferdi teramat khawatir dengan keadaan Papaku. Ibu tega merencanakan sesuatu yang buruk padanya. Kuharap pihak yang berwajib segera mengambil tindakan tegas, karena bukti rekaman suara Ibu sambungku sangat kuat. Keselamatan ayahku berada dalam ancaman sekarang. Oh ya kami belum menyampaikan kabar kepulanganku pada Ayah. Tapi sebelum kami berniat menghubungi Ayah, Derrrttttt..... Drrrrttt.... Ponsel Ferdi bergetar, dengan cepat dia mengecek siapa yang menelpon. "Nah ini Papa yang nelpon." Baru saja mau di hubungi malah beliau nelpon duluan. Panggilan langsung di jawab dan di loudspeaker.
Part 43 POV Tante Ara "Pa, Mama kasihan sekali melihat cucu-cucu kita tadi. Tidak tega, mereka sangat sedih karena kepergian Ibu mereka." Berusaha Aku menarik perhatian suamiku. Berusaha untuk seolah-olah bersimpati dengan bencana yang menimpa mereka. Padahal dalam hatiku berkata "rasain". "Iya benar, Ma. Kasihan melihat keadaan mereka yang selalu murung. Apa lebih baik kita saja yang merawat mereka, Ma?" Pendapatnya sungguh membuatku tertawa. Siapa juga yang mau mengasuh anak yang masih kecil seperti Praska. Tapi demi mencapai tujuan terpsksa Aku berpura-pura untuk menerima pendapatnya. "Itulah yang mama pikirkan tadi, Pa. Kemarin sebelum kita pulang, tanpa sepengetahuan Papa, Mama telah berusaha membujuk anak-a
Bab 42 Gagal Hingga pada suatu hari kami kedatangan 2 orang tamu yang ngaku-ngaku sahabatnya Vina. Satu diantaranya menggunakan masker, tapi maklum sekarang kan masih masa pandemi.. Tidak perlu menaruh kecurigaan sedikitpun dengan kedua wanita tersebut. "Saya turut merasa kehilangan. Kalau boleh tahu, apakah Mbak menyaksikan mobil Vina terbakar waktu itu?" Salah seorang dari mereka bertanya padaku .Aku tetap dengan pendirian berusaha untuk meyakinkan orang-orang bahwa Vina memang telah mati. Semua orang telah mempercayai semua keterangan yang kuberikan. "Ya,,, saya jelas-jelas melihat keberadaannya yang sedang memegang setir mobil dan terjepit tidak bisa keluar, karena mobilnya menabrak pohon. Dan pohon itu juga ikut terbakar karena ledakan mobil Vina." Dengan lantan
Bab 41 Perjuangan Untuk Mendapatkannya Kembali Hatiku lega akhirnya niatku untuk menghabisi Wanita itu telah tercapai. Tinggal sekarang Aku berusaha bagaimana cara agar Ferdi mau kembali padaku. Berbagai cara akan kulakukan untuk mendapatkannya kembali. Bukankah dulu dia sangat mencintai ku kan? Aku yakin dia masih menyimpan perasaan itu. Setiap hari aku menyempatkan untuk datang kepadanya untuk menemani masa masa berkabung. Semua orang telah menganggap Vina telah mati. Dalam hati aku bersyukur. Sekarang Tante Ara masih berpikir bagaimana cara menyingkirkan suaminya. Ambisi perempuan paruh baya itu begitu besar. Kalau dia pandai mengatur strategi perencanaan, maka bisa dipastikan dia akanb mm menguasai semua aset suaminya. "Ba
Bab 40 Step Pertama Berhasil Sore ini aku berniat untuk menjalankan rencana kami. Beberapa orang suruhan Tante Ara telah siap. salah seorang yang ku suruh untuk mengamati keadaan Vina, mengatakan wanita itu masih ada di kantor. sebelum terlambat aku mengambil ponsel sebisa mungkin ku buat suara yang berbeda. "Buuu Aku kecelakaan di jalan Seruni Bu tolooooong. Ini Aku ciyaa." Aku buat seolah-olah aku sedang menangis dan sedang dalam keadaan bahaya. Aku harap suaraku bisa mengecoh nya. Dugaanku benar Vina terdengar sangat khawatir. Dalam hati Aku bersyukur, mudah-mudahan niat ini bisa terwujud. Sengaja Aku mengaku sebagai Ciya, yang sedang dalam bahaya di jalan seruni. Karena aku berencana menjalankan rencana di sana. Lokas
Part 39 Aku Ingin Suamiku Kembali Hari itu aku terbaring di rumah sakit. Aku menahan sakit yang teramat sangat. aku sangat sial mengapa penyakit ini menggerogotiku. Penyakit kelamin yang baunya sangat menyengat. Ini pasti gara-gara pelangganku yang berasal dari India dulu. Percuma bayaran mahal, tahu-tahunya penyakitan. Gara-gara diatidak ada yang mau menjengukku. Bahkan Ibu saja terkadang malas untuk sekedar dekat-dekat. Ketika aku sedang meringis sering menahan kesakitan, aku kedatangan seorang pembezuk yang aku tidak tahu namanya. Setelah dia menjelaskan, alangkah terkejutnya aku ketika dia mengatakan bahwa dia adalah mantan istrinya Gavin. Kuperhatikan tampangnya dari kepala sampai ujung kaki. Wanita ini elegan, tidak seperti yang Gavin katakan. Selama ini Gavin mengata
Bab 38 Telepon Yang Tidak Pernah Kuduga Semua kejadian berlalu begitu mengejutkan. Alwa telah di amankan oleh aparat keamanan. Tinggal kami menyusul ke sana untuk memberi kesaksian. "Baiklah, semua masalah telah jelas. Dan saya telah berusaha sebaik mungkin untuk menolong Mbak Vina. Sekarang saya izin pulang dulu. Karena Ibu saya sudah lama menunggu kepulangan saya." Alin pamit untuk kembali pulang ke rumahnya. Aku menarik tangan Ferdi sebentar. Ku serahkan brosur jumlah biaya kami di rumah sakit waktu itu. Aku berniat membayar semuanya dengan uangku, tapi Ferdi mencegah. Dia mengambil cek dan menuliskan nominal angka yang lebih banyak daripada yang ada di brosur tersebut. Lalu Ferdi mengambil satu buah cek lagi. Dan menulis kembali jumlah nominal uang yang sama. Aku tidak mengerti untuk apa. &nb
Bab 37 Mengelak Dari KenyataanKalau begitu, sekarang Bukalah maskermu Mbak. Tunjukkan bahwa kau masih hidup." Suara Alin menggema di ruangan rumahku. Mengejutkan semua orang. Kini semua mata tertuju ke arahku. Aku membuka maskerku dan....... Tahulah semua orang di sana siapa diriku sebenarnya. Akulah orang yang disangka telah mati itu. Semua mata memandang tidak percaya padaku. Mereka berbisik-bisik dengan kata-kata yang tidak bisa ku dengar. Ferdi menatapku sejenak, mungkin dia mau memastikan seseorang yang berdiri ini apakah sungguh Vina atau bukan.
Bab 36 Pernyataan Kebohongan Alwa Sesampainya di depan rumah, alangkah terkejutnya Aku melihat banyak karangan Bunga bertebaran di depan rumah. "Turut Berduka Cita Dengan Meninggalnya Vina Alfani Binti Aziz Azam." Astagafirullahhalazhiim.... Apakah semua orang sudah menganggapku mati??? Aku termangu dengan apa yang kulihat. Karangan-karangan bunga itu berasal dari mana-mana. Dari perusahaan-perusahaan yang menjalin kerja sama dengan perusahaan tempat Ferdi bekerja, maupun Dari staf kerja perusahaan tempatnya sendiri bekerja. "Ayo, Mbak kenapa harus bengong. Ayo turun. Ini benar-benar rumah Mbak kan? pasti ada sesuatu di sini. Lihatlah karangan-karangan bunga ini begitu banyak."