"Pa, kalian sudah pulang?" Zahera tersenyum senang melihat suaminya masuk ke kamar mereka, setelah pulang dari jalan-jalan berdua dengan Abimanyu. Tapi senyum itu cepat berubah dengan wajah kebingungan saat menyadari wajah suaminya sedikit berbeda. "Pa, kamu kena…"Belum selesai Zahera bertanya, Sanjaya sudah lebih dulu menjatuhkan dirinya dalam pangkuan Zahera. Bukan itu saja, Sanjaya juga menangis di pangkuannya. "Pa, ada apa? Apa Abi bikin masalah? Dia nyusahin kamu waktu jalan-jalan tadi ya?" panik Zahera yang tidak mengerti dengan tingkah suaminya. Sanjaya hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab dan menghentikan tangisannya. Zahera masih sangat syok karena ini pertama kalinya melihat Sanjaya menangis seperti ini. Dia sampai tidak bisa menduga penyebab tangisan suaminya tersebut. "Ada masalah apa, Pa? Kamu bilang sama aku," pinta Zahera sambil mencoba mengangkat kepala Sanjaya supaya dia bisa mencari tahu dari tatapan matanya."Ada apa?" desisnya lembut setelah Sanjaya meng
Seperti yang dikatakan Sanjaya sebelum pulang ke Jakarta, hari ini Alena dibantu asisten Sanjaya untuk mengurus kepindahannya ke rumah kontrakan baru untuknya. Dan kini, Alena sudah menempati tempat tinggal barunya yang beruntung cukup dekat dengan kantornya bekerja. "Dah berasa kayak wanita simpanan beneran nih, sampai disewakan tempat tinggal," kekeh Alena setelah menata barang-barangnya. Perutnya kembali merasa meronta setelah ingat dirinya belum sempat makan malam karena harus menemui orang suruhannya Sanjaya untuk membantunya pindahan. Dan setelah semua selesai, Alena baru memikirkan perutnya. "Males banget mau makan di luar. Beli mie instan di warung depan aja kali ya? Terus dimasak sendiri. Perlengkapan dapur juga cukup lengkap. Bahan makanannya saja yang belum ada. Besok belanja dulu sepulang kerja," monolog Alena lagi. Tanpa mengganti pakaiannya, Alena hanya mengubah gaya rambutnya menjadi dikuncir cepol secara asal. Kemudian mengambil sandal jepitnya dan pergi ke warung
Sejak masuk ke kamar, Alena sama sekali tidak keluar lagi. Tidak peduli kapan Alvino akan meninggalkan kontrakannya, bahkan tidak peduli jika rumahnya tidak dalam kondisi terkunci semalaman sekalipun. Kata-kata Alvino nyatanya cukup mengganggu pikirannya. Meski Alena harus kesulitan mengartikan perasaannya sendiri. Yang pasti, Alena merasa kecil hati karena tidak berhasil mendapatkan hati Sanjaya. "Apa aku seburuk itu, sampai gak ada yang tergoda?" Alena tertawa miris, sebelum kemudian dirinya berbaring dengan mata yang basah hingga terlelap dengan sendirinya. Orang lain mungkin akan menganggap Alena berlebihan. Tapi tidak bagi Alena sendiri. Dirinya yang pernah mengalami cinta sepihak membuat Alena merasa tidak percaya diri. Dan lagi-lagi, perasaan itu muncul saat kembali disadarkan jika Sanjaya tidak punya rasa yang dalam padanya. Atau mungkin justru sama sekali tanpa rasa. Lelah dengan pikirannya sendiri membuat Alena tertidur cukup lama. Dia baru terbangun saat alarm ponselnya
Alena masih syok saat mendengar cerita Alvino yang mengakuinya sebagai pasangan suami-istri di lingkungan tempat tinggalnya. Bisa-bisanya dengan enteng Alvino mengaku seperti itu. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tetangga mereka juga percaya saja dengan hal tersebut. "Bisa-bisanya mereka percaya sama kamu kalau kita baru aja menikah. Kalau nanti tiba-tiba diminta dokumen pernikahan gimana?" "Gak kok tenang aja. Mereka udah percaya sama apa yang aku bilang. Padahal aku cuma kasih liat foto kita waktu kamu wisuda. Eh langsung pada percaya," kekeh Alvino sambil menunjukkan foto di layar ponselnya. Alena ingat itu adalah foto mereka saat Alena wisuda. Alvino dipaksa Alena untuk datang meski sebenarnya tanpa dipaksa pun, Alvino pasti datang. Sebuah foto Alena yang berbalut kebaya putih dengan make up minimalis tanpa baju toga yang bersanding dengan Alvino yang memakai kemeja putih panjang yang polos dan rapi, tentu terlihat seperti pasangan yang baru saja melakukan ijab kabul. "Kamu ko
Hari pertama menginjakkan kaki di Balikpapan tidak membuat Zahera bermalas-malasan. Tidak ada acara jetlag untuk ibu anak satu tersebut. Melihat tidak ada bahan masakan di dapur membuat Zahera gatal ingin berbelanja. "Pa, ada supermarket yang lengkap gak di dekat sini? Pengen belanja," rengek Zahera kemudian."Ada, nanti belanja ke mall aja sekalian. Tapi biarin Abi istirahat sebentar ya, Ma. Kasihan anak itu pasti masih jetlag. Nanti jam 4 aja kita belanja sekalian bawa Abi main sebentar di mall." "Terus makan malamnya gimana? Aku pengen masak aja tadi niatnya.""Kita makan di mall aja ya malam ini? Mulai besok aja kalau mau masak. Hari ini jangan capek-capek dulu, sayang badannya. Okay?" "Hm. Baiklah." Zahera mengalah untuk menunggu waktu yang dijanjikan suaminya untuk pergi ke mall untuk berbelanja, bermain dengan Abimanyu, juga makan malam bersama.Sanjaya yang menempel terus pada Zahera, membuat istrinya itu tidak bisa bebas melakukan sesuatu. Bahkan sekedar memberi kabar kep
"Belanjaanmu segitu aja, Len. Gak belanja perlengkapan dapur lainnya?" tanya Zahera setelah mereka berdua cukup lama mengelilingi mall untuk belanja bersama. Membandingkan belanjaan mereka yang jauh berbeda. Troli belanjaan Zahera penuh sampai menggunung, sedangkan Alena tidak ada setengahnya. "Nggak, Mbak. Cuma ini aja yang lagi aku butuhin. Isi dapur udah ada kok walaupun gak banyak ('itupun adikmu yang belikan, Mbak,' — batinnya). Kan tau sendiri aku juga jarang masak," kekeh Alena dengan jujur. "Sampai sekarang masih belum bisa masak kamu, Len?" canda Zahera mengejek Alena. "Bisa, Mbak. Dikit-dikit," sangkalnya."Masak apa? Masak air?""Iya. Masak mie, telor dan nasi goreng juga bisa," kekeh Alena lagi. "Kalah ah kamu sama Vino. Adik mbak yang gak ada akhlak itu masakannya malah enak," cicit Zahera tanpa sadar. "Eh, sorry. Gak ada maksud bahas dia di depan kamu," sesal Zahera yang tahu masa lalu Alena dengan Vino yang tidak berakhir dengan baik. "Santai aja, Mbak," sahut A
Alena tidak menyangka akan menemukan Alvino masih berada di dalam rumahnya. Terlebih saat dia tiba, posisi rumahnya terkunci. Sehingga Alena tidak mempunyai ekspektasi jika Alvino ternyata menunggunya pulang. Alena begitu syok sampai tidak bisa mengeluarkan suaranya untuk menjawab pertanyaan Alvino tentang dari mana dirinya setelah pulang kerja yang tidak langsung ke rumah. Tapi sepertinya Alvino juga sudah tahu jawabannya sendiri setelah sempat melirik ke dua kresek putih besar berlabel sebuah mall tersebut. "Aku sudah masak buat kamu," lirih Alvino. "Ah, tapi pasti kamu udah makan di mall yang makanannya jauh lebih enak," sambungnya lagi. Suara helaan napas kasar terdengar di telinga Alena. Entah mengapa perasaan tidak enak menyelimutinya, padahal dia tidak salah apa-apa karena masih menjadi haknya untuk bebas kemana saja dan pulang jam berapa saja. Justru Alvino yang saat ini begitu lancang menginap sesuka hatinya di kediaman Alena. "Sudah, masuk dan istirahatlah. Anggap saja
"Alena kalem ya, Pa? Lucu deh dia, kalau ada papa lebih banyak diam dan anteng gitu. Padahal pas kami lagi belanja bareng tadi, dia lumayan ramai lho orangnya. Ramah dan seru gitu diajak ngobrol. Aku suka ngobrol sama dia. Cuma kok pas makan bareng ada papa malah berubah jadi kalem anteng gitu." Zahera sengaja berkata demikian di depan Sanjaya untuk menikmati ekspresi suaminya yang menurutnya lucu. Terlihat sekali Sanjaya salah tingkah setiap Zahera membahas Alena di depannya. "Kok papa diem aja. Gimana kalau menurut papa?" "Ah, apa?" Sanjaya gugup."Gimana Alena kalau menurut papa?" ulang Zahera nampak kesal."Oh, iya gitu. Dia memang ramah kok. Papa gak begitu tahu karena cuma ketemu waktu sama-sama lagi ngawasi instalasi CCTV di tempat kerjanya minggu lalu.""Oh gitu. Padahal kayaknya dia tahu banget lho soal papa.""Hahh? Memangnya dia tahu apa soal papa?" Zahera mengulum senyumnya melihat sang suami semakin panik sampai tidak berani menatap ke wajahnya. Meski sedikit membuat