Share

Bab 27 Ingin kepo, tenyata...

Penulis: Reg Eryn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Masih takut juga toh sama setan? Padahal diri sendiri udah melebihi set*n!" sindir Bude Juni sambil melirik sinis Ibu Bang Jali.

Merasa tersindir, wanita bertubuh tambun itu, langsung menyambar bak api tersiram bensin, "Heh, jaga mulutmu itu! Belum pernah makan ceker gajah, hah?" bentaknya, lalu mengangkat kaki kirinya.

"Mau nyoba?" tanyanya marah, sambil mengarahkan kaki ke bude Juni.

"Naj-is! Kaki bau terasi, begini diarahkan pula sama aku!" gerutu Bude Juni lalu mendorong kaki tersebut, hingga yang empunya kaki oleng.

"Dasar wedus gembel!" makinya, lalu menjauh dari Bude Juni.

"Tadi katanya nggak sudi menunggu. Sok-sokan jalan pulang. Eh, taunya malah balik lagi!" Kini giliran ibu-ibu yang lain menyindirnya.

Kasihan, kembalinya ia ke sini malah kena sindir sana sini. Salah sendiri juga punya mulut nggak bisa di jaga dan sok berani. Tapi nyatanya, malah balik arah karena takut setan. Padahal, kan nggak ada setan di bambuan. Paling cuma karena dia ketakutan. Jadi, seperti nampak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 28 Sindir menyindir

    "Biasanya kalau gajian gini, pasti Putri ngasih gajinya sedikit untukku." Bu Samini tampak lesu saat menceritakan keluh kesahnya. Ia dan ganknya sedang duduk di warung Bude Juni.Aku yang baru saja datang ingin membeli sayuran, tak jadi melanjutkan langkah. Aku tetap di posisi ini sambil terus mendengarkan mereka ngobrol. Anggap aja, nguping."Lah, sekarang apa nggak ngasih?" tanya Bi Badriah sambil korek-korek telinga lalu diciumnya. Hih, jorok!"Jangankan ngasih gajinya. Ngasih kabar aja nggak pernah. Selama nikah, cuma sekali nelfon. Itu pun cuma nanya, berapa uang yang di dapat dari sumbangan orang yang datang ke pesta kemarin," keluhnya, lalu menjatuhkan diri ke atas meja."Mungkin mau tau, balik modal apa enggak-nya," ucap Bi Badriah menenangkan bestie-nya. Nah, kalau udah gini. Baru terasa. Kemarin-kemarin dikasih tau, ngeyel. Mentang-mentang tua nggak dengerin sama omongan yang muda. "Bukan karena itu. Putri minta dibagi dua semua uang sumbangannya. Karena, katanya selama i

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 29 Perkara Yang Sumbangan

    Pov Bang Jali."Coba kamu tanya, sama ibumu. Berapa uang sumbangan yang di dapat dari acara pesta kemarin!" perintahku pada Putri yang baru aja selesai mandi. Sebenarnya udah dari kemarin aku gatal pengen tau jumlahnya. Tapi, karena habis pesta, nggak mungkin langsung dihitung hari itu juga. Makanya, sekarang aku harus segera tau.Enak saja, Ibu mertua ingin menguasainya sendiri. Yang pesta kan kami. Jadi, harus dibagi dua dong."Untuk apa ditanyakan, Bang?" Bukannya menuruti ucapanku, dia malah kembali bertanya.Istri, macam apa yang tak mendengarkan ucapan suaminya. Mau jadi, istri durhaka. Nggak bisa dibiarkan. Pokoknya, mulai hari ini dia harus tau posisinya sebagai istri itu, dimana. Jadi, kalau disuruh, tak payah lagi bertanya."Ya, untuk dibagi dua lah. Emang untuk apa lagi!" sahutku ketus.Percuma dilembutin. Nanti yang ada ngelunjak. Lagian, hatiku ini tak ada sedikitpun untuknya. Jadi, mungkin aku nggak akan bisa lembut sama dia."Loh, kenapa harus dibagi dua?" tanyanya la

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 30 Menantu atau Babu?

    "Jali! Bangunkan istrimu! Udah jam empat ini!" teriak Ibu sambil menggedor pintu kamarku.Berisik sekali, masih jam 4 subuh, Ibu sudah teriak-teriak seperti di pasar. Sementara Putri, bukannya bangun, dia malah masih pulas tertidur. Apa nggak dengar sama suara Ibu yang seperti petir? "Jali! Cepat bangunkan istrimu. Sudah Jam 4 ini. Nanti dia nggak sempat masak dan membersihkan rumah!" teriak Ibu lagi."Iya, Bu. Sebentar Jali bangunkan dia dulu!" jawabku sedikit berteriak juga.Padahal suara Ibu dan suaraku sudah keras, tapi wanita satu ini tak kunjung bangun. Dasar! "Bangun, put!" Aku mengguncang tubuhnya agar dia terbangun."Putri! Bangun!" Sekali lagi kuguncang dengan agak kuat. Payah sekali sih bangunnya. Kalau tidur udah sama kayak sapi mati."PUTRI!" Aku meninggikan suara agar dia mendengarnya. Perlahan, matanya terbuka."Kamu denger nggak dari tadi aku panggil?" tanyaku, sudah tersulut emosi."Maaf, Bang. Badanku capek banget. Jadi nggak denger apa-apa," sesalnya, lalu bangkit

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 31 Mertua Parasit

    "Rok, Ibu kenapa sobek?" tanyaku pada Ibu yang baru saja pulang dari mengantar tetangga jauh lamaran. Siapa lagi tetangga itu, kalau bukan si petani miskin Juna. Entah apa tujuan Ibu, sampai ngotot ikut rombongan. Padahal, dari dulu Ibu tak pernah suka dengan keluarga miskin itu. Tak hanya roknya yang sobek, dandanan Ibu juga sudah acak-acakan. Tak sama seperti awal pergi tadi.Sebenarnya aku juga penasaran. Tapi tak mungkin juga ikut rombongan. Biarkan saja, toh besok pasti beritanya langsung menyebar luas.Ini sudah lebih dari dua minggu sejak aku menikah dengan Putri. Dan Rani langsung dilamar oleh, si Juna. Aku tau, pasti demi bisa move on, makanya dia langsung minta lamar lelaki itu. Tapi sayang, pilihannya harus salah, karena ia menjatuhkannya pada petani yang hanya berpenghasilan sejuta sebulan. Kasihan, malang sekali nasibmu Rani! Membuang berlian demi batu kerikil. Coba kalau waktu itu mau kawin lari denganku. Pasti sekarang sudah memiliki suami PNS."Ini tadi, gara-gara k

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 32 Ibu Putri Kesusahan

    Pov Rani"Jali, Nak!" panggil seseorang, yang kuyakini adalah Bu Samini.Saat ini, aku sedang duduk di dalam kedai Bulek Nunik. Tadi aku dimintanya untuk menjaga warung sebentar karena dia sedang buang air besar.Tak menyangka, jika lelaki yang sangat kuhindari datang dengan mendorong sepeda motornya, lalu berhenti langsung mengisikan bensin.Aku sengaja tidak ke luar, dan bersembunyi di dalam kedai karena takut dia berbuat nekat lagi. Biar bagaimana pun, masih ada rasa was-was jika bertemu dengannya."Kenapa, Bu?" tanya Bang Jali pada sang Ibu mertua.Entah dari mana datangnya, tau-tau Bu Samini sudah berada di dekat bang Jali. Aku hanya bisa mengintip mereka dari cela papan yang sudah bolong dimakan rayap."Putri kemana ya? Kenapa nggak pernah datang jenguk Ibu?" tanya Bu Samini, cemas."Mana kutau, Bu. Mungkin dia sibuk," jawab Bang Jali ketus.Duh, sama mertua sendiri aja, ketusnya minta ampun. Untung nggak jadi suamiku. Menghargai mertua saja dia nggak bisa. Apalagi menghargai is

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 33 Penyesalan Ibu Putri

    "Assalamu'alaikum, Bu!" salamku saat sudah sampai rumah. Sudah jam 6 sore dan aku baru aja pulang, dikarenakan lembur. Ya, lumayanlah. Untuk tambahan beli beras, selebihnya beli mobil. Amin.Sebelum sah menikah, aku akan tetap bekerja. Sayang banget, kalau harus keluar sekarang. Kan uangnya bisa untuk tambahan belanja Ibu. Lagian nunggu sampe hari H tanpa ada kegiatan tuh, yang ada bosen. Makan tidur, makan tidur, yang ada badan tambah bulat, kayak badak bercula satu."Waalaikumsalam," sahut Ibu dari dalam.Aku membuka sepatu dan masuk ke dalam. Kulihat Ibu sedang bersantai menonton drama Korea. Meskipun udah tuir, ibuku ini masih suka kalau lihat yang bening-bening. Katanya bikin seger, kayak minum cendol di siang bolong.Entahlah siapa pencetus pertama siang bolong. Aku heran, emang ada siang pake bolong? Udah kayak daster emakku aja, bolong-bolong."Tadi, Bu Samini datang ke sini. Dia pinjam duit untuk berobat suaminya. Katanya kena asam urat," ucap Ibu, memberi tahuku, saat aku ba

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 34 Teman jadi Lawan

    "Oalah, Sam, Sam. Ini bawa aja sayurnya. Nggak usah dibayar." Bude Juni, masukkan sayuran ke dalam plastik, dan memberikannya pada Bu Samini."Nggak usah, Mbak.""Wes, nggak papa. Ambil aja. Rezeki, nggak boleh ditolak.""Suwon, yo Mbak!"Aku yang dari tadi melihat mereka, ikut terharu. Air mata tanpa disuruh, ikutan jatuh. Roda bener-bener berputar. Semoga aja, Bu Samini sadar kalau ini teguran dari Tuhan atas semua perbuatannya selama ini. Dan kedepannya, ia bisa menjadi orang yang lebih baik lagi."Iyo, podo-podo, Sam." Bude Juni tersenyum hangat. Biarpun dia warung, tapi tetap sanggup memberikan dagangannya secara cuma-cuma kepada orang yang membutuhkan.Memang, saat bersedekah, janganlah kita mengharapkan balasan. Ikhlas saja, karena Tuhan yang akan membalasnya dengan cara-NYA, tanpa kita minta."Seandainya dulu aku punya anak banyak, pasti hidupku nggak akan kayak gini," keluh Bu Samini sambil melamun."Yo, urong tentu, Sam," sahut Bude Juni, menyangkalnya."Tapi seenggaknya,

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 35 Bertemu dengan Putri

    "Kalau salah, aku minta maaf, Tun. Mungkin omonganku nyakiti hatimu," ucap Bu Samini penuh sesal. Wajahnya masih nampak sangat sedih."Lah, memang salah. Bukan cuma mungkin!" jawab Bi Atun ketus. "Ya, wes, aku minta maaf," ucap Bu Za Samini lagi. "Halah, males aku maafin. Lagian sampean itu, nggak penting juga. Udah males aku bekawan sama sampean. Nggak ada untungnya juga. Yang ada nanti malah mau ngutang lagi!" celetuknya sinis."Terserahmu Tun. Mau berkawan atau enggak sama aku. Yang penting aku udah minta maaf,""Ya, iyalah terserahku. Masa terserah sampean!" ucap Bi Atun nyolot. "Oalah, Bi Atun. Mulut sampean itu, kok ya nggak pernah berubah. Nggak selamanya loh kita berada di atas. Tunggu aja, cepat atau lambat, sampean pasti ngerasain apa yang Bu Samnini rasain," celetukku yang baru aja datang dari persembunyian. Nggak tahan lihat mulut Bi Atun, yang udah keterlaluan itu."Koe arek cilik, nyumpahi aku?" tanya Bi Atun marah."Bukan nyumpahi. Cuma memperingati," jawabku, berd

Bab terbaru

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 71

    Pov Putri. "Huhuhu." Aku turun dari sepeda motor tukang ojek online yang mengantarkanku pulang. Aku harus berakting dan berpura-pura sangat bersedih. Pokoknya Bang Jali dan seluruh keluarganya tidak boleh curiga. Abang tukang ojek itu agak kebingungan melihatku yang tiba-tiba saja menangis. Sejak naik sepeda motornya, aku hanya diam saja. Dan sekarang, dengan tiba-tiba aku menangis. Aku memintanya segera pergi setelah kuberikan ongkos yang sudah ditentukan di aplikasi. Abang ojek itu langsung menancap gas sepeda motornya. "Kamu kenapa?" tanya Ibu mertua yang sedang melihat-lihat tanaman bunganya. Dia hanya menoleh sekilas saja. Oke, Put, perdalam lagi aktingmu! "Duhh, gimana, ya, Bu, bilangnya." Aku kembali menangis dan berusaha mengeluarkan air mata agar lebih meyakinkan aktingku, aku juga meremas kedua tanganku. "Ada apa? Ngomong kamu! Jangan cuma nangis aja! Nggak jelas banget kamu ini!" gerutunya jengkel."Itu Bu. Sepeda motor Bang Jali, hilang, Bu," ucapku seraya menundukk

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 70

    Tidak ada satupun dari mereka yang berniat melerai kami. Mereka hanya menonton pertarungan sengit antara aku dan ulat bulu. Tak habis akal, aku juga menen-dangnya dengan sekuat tenaga.Rasakan! Rani, kok mau dilawan. Belum tahu saja kamu, bagaimana sifat bar-bar Rani, jika sudah tersakiti. Tidak akan ada kata atau pun lagu kumenangis. Berkali-kali aku menghadiahinya dengan tendangan maut, seperti pemain sepak bola. 'BRAK!'"ADUHH, SAKIT DEK!" keluhnya, mengaduh. Eh, suaranya kok berubah jadi laki-laki sih? Apakah Turmi wanita jadi-jadian? Terus, tadi manggil aku, "Dek". Kok aneh. "Dek, sadarlah." Suara lelaki lagi. Padahal yang di hadapanku adalah Turmi yang sedang menepuk-nepuk wajahku pelan. Ah, berani sekali dia menepuk-nepuk wajahku. Ingin membalasku ya? Tak tinggal diam, aku kembali menjambaknya dengan bar-bar. "Astaghfirullah, Bu, Rani kerasukan!" teriak Turmi dengan suara laki-laki, mirip dengan suara Bang Juna. "Astaghfirullahalazim, eling, Nduk!" Suara ibu, entah dar

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 69

    "Dingin banget tangan, kamu," ujar Sinta yang sedang berdiri di sampingku, Ia sengaja menyentuh tanganku. Aku hanya bisa tersenyum, sambil terus fokus karena sedang dirias, dan Sinta, dari sejak awal aku dirias dia terus saja menggodaku dengan semua ucapan gi-lanya. Dari mulai malam pertama, sampai ke anak cucu dia bahas. Dia sengaja datang ke rumah dari kemarin dan menginap di rumahku. Karena tidak mau melewatkan momen pernikahanku, katanya. "Baca do'a biar nggak gugup. Nih, minum!" Sinta kembali berucap serta menyodorkan air mineral padaku.Aku langsung meminumnya sedikit demi sedikit, hingga tandas. Hari ini, janji suci akan segera terlaksana. Beberapa jam lagi, status lajangku akan berubah menjadi istri orang. Istri Bang Juna lebih tepatnya. Gugup? Sudah pasti aku sangat gugup. Siapa pun akan gugup saat hari pernikahannya tiba.Akhirnya, perjuangan menuju hari pernikahan telah kulewati dengan penuh lika-liku. Semoga saja, setelah menikah, tidak ada lagi gangguan dari orang-o

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 68

    Ah, aku tidak akan mau diperbudak lagi. Bagaimanapun caranya, besok aku tidak akan mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Pepatah mengatakan, banyak jalan menuju roma. "Ibu, mau mandi dulu. Bawa sendiri itu cangkir bekas tehmu ke belakang!" perintah Ibu lalu meninggalkanku bersama Bang Jali. Ibu menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil yang sedang merajuk. "Jangan berfikir masalah sudah selesai, Put. Besok aku akan bertanya pada semua teman kerjamu. Jika kamu ketahuan berbohong, maka bersiaplah menanggung akibatnya," ancam Bang Jali tanpa rasa malu. Sebagai lelaki, seharusnya dia bisa melindungiku sebagai istrinya. Bukan malah mengancam seperti aku ini adalah musuhnya. Hanya masalah uang gajiku, dia segitu marahnya. Apa tidak malu suami meminta uang gaji istri untuk keluarganya? Setelah bercerai nanti, jika suatu saat dia meminta kembali dengan dalih penyesalan. Sampai mati pun tak akan aku mau kembali padamu, Jali. Tunggu saja semuanya. Kupastikan kamu akan menyesal te

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 67

    Pov PutriBagaimanapun caranya, setelah berpisah dengan Bang Jali. Aku tak mau rugi. Saat di pengadilan nanti, pasti dia tidak akan membagi sedikitpun hartanya padaku. Sedangkan uangku yang sudah ada padanya lumayan banyak.Aku sudah memiliki rencana yang sangat apik. Tidak masalah semua uangku tidak kembali. Setidaknya separuhnya saja sudah lebih dari cukup. ***Hari yang ditunggu oleh ibu mertuaku pun tiba. Hari di mana aku menerima gaji bulanan. Dia pasti sudah sangat menanti-nanti hari ini.Wajah semringah menyambutku yang baru saja pulang bekerja. Jika biasanya ibu mertuaku ini cemberut, kali ini senyumnya merekah, seperti bunga mawar yang baru mekar."Sudah pulang, Nak?" tanya Ibu mertua, sangat ramah dan lembut. Aku tau itu hanya basa-basinya karena ingin mendapatkan uangku yang sekian lama dinantinya."Iya, Bu. Capek sekali hari ini," jawabku, menghembuskan napas kasar lalu menjatuhkan diri di sofa."Mau Ibu buatkan Teh? Agar hilang sedikit lelahmu," tawarnya masih dengan se

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 66

    Dia mengataiku pemalas? Padahal dia lebih pemalas dibanding aku. Dasar, bisa menghina tapi lupa berkaca! "Apa maksud kamu, Wat?" tanya Ibu lembut, pada anak perempuan kesayangannya."Tadi, aku meminta menantu Ibu untuk mengambikan minum. Tapi dengan angkuhnya dia menolak, dan memintaku untuk mengambilnya sendiri. Padahal aku sedang sibuk menonton infotainment, dan dia sudah berdiri di situ. Apa salahnya sih tinggal melangkah ke dapur, yang tinggal berapa jengkal lagi!" cerocosnya, seperti bebek yang tidak bisa diam. "Apa benar begitu, Put?" tanya Ibu mertua lembut, lalu mengalihkan pandang padaku. Jika bukan karena sebentar lagi gajian, pasti Ibu mertua sudah memarahiku karena tak mau menuruti perintah anak kesayangannya. Ia lembut seperti itu, karena ada maksud dan tujuannya, yaitu uangku."Iya, Bu. Aku ini buru-buru mau berangkat bekerja, yang tujuannya mendapatkan uang. Nah sementara dia, hanya menonton infotainment saja masa tidak bisa ditinggal barang sebentar," Ucapku membela

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 65

    "Bang, antarkan aku kerja, yuk!" Aku mengguncang tubuh Bang Jali yang masih lelap tertidur. Sudah jam setengah tujuh pagi. Tapi dia belum juga bangun. Apakah hari ini dia tidak mengajar seperti biasanya?"Emmm ... " Bang Jali hanya bergumam tanpa mau membuka matanya."Bang, bangun, sudah siang. Tolong antarkan aku pergi bekerja dong!" pintaku lagi, sambil menepuk pipinya pelan. "Apaan sih! Bisa berangkat sendiri kan!" bentaknya lalu terduduk dan mengacak rambutnya kesal."Gimana mau berangkat sendiri? Sepeda motorku, kan sedang ditahan orang. Terus aku harus jalan kaki pergi bekerja gitu? Kapan sampainya? Bisa-bisa aku terlambat masuk," ucapku dengan nada merajuk.Muak sebenarnya terus berakting menjadi wanita lembut di hadapannya. Tapi mau bagaimana lagi, agar dia tidak curiga, aku harus tetap berpura-pura seperti ini sampai tujuanku tercapai."Arrgghhh." Bang Jali semakin kesal, dia mengangkat lalu membanting kakinya di kasur, seperti anak kecil yang sedang merajuk pada Ibunya. "

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 64

    "Akh, benar-benar menyus-" Bang Jali menggantung kalimatnya saat mataku menatapnya serius. Yakin sekali aku, jika dia ingin mengataiku. Tapi urung dilakukan karena tujuan untuk mendapatkan harta warisan dari orang tuaku belum tercapai. Miris sekali pemikiran suamiku satu ini. Bisa-bisanya ingin mendapatkan harta secara instan. Sebelum kamu menggerogoti hartaku, maka aku lah yang akan terlebih dahulu melakukannya. Setelah ini, akan datang masalah lainnya yang sengaja aku buat, untuk keluarga parasit. Tunggu saja tanggal mainnya, suamiku tercinta. "Menyus apa Bang?" tanyaku pura-pura tidak tau. Aku memasang wajah bodoh agar dia berpikir jika aku memang wanita bodoh. "Akh, sudah lah. Tidak usah dibahas," tukasnya, lalu memejamkan mata. "Abang marah ya, sama aku?" tanyaku dengan manja.Aku sengaja bergelayut di lengannya. Meskipun dia tidak menyukaiku, tapi aku pura-pura saja tidak tahu."Enggak!" jawabnya singkat, masih dengan mata terpejam. "Terus, keputusannya gimana? Aku bawa

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 63

    Mulai membodohi JaliPov Putri. "Kemana sepeda motor kamu. Kenapa pulang diantar orang?" tanya Bang Jali saat aku baru saja turun dari sepeda motor, diantar oleh tetangga samping rumah Ibu. Tidak menggunakan sepeda motorku, melainkan sepeda motor anak tetangga, karena agar Bang Jali dan keluarganya tidak curiga dengan rencana yang sudah kususun matang. Suamiku itu sedang duduk di teras. Seperti sedang menungguku pulang. Di hadapannya, juga terdapat secangkir kopi yang kuyakini sudah diminum. Aku sengaja minta diantar tetangga dan meninggalkan sepeda motorku di rumah, agar Ibu bisa mengantar pesanan kue. Meskipun Ibu tidak bisa mengendarai sepeda motor, tapi aku sudah berpesan pada David, anak tetangga samping rumah untuk mengantarkan Ibu atau pesanan kuenya kemana saja. Anak remaja itu setuju, asalkan diberikan upah tiap minggunya. "Ditahan sama orang Bang," jawabku berbohong. Hanya dengan cara ini, aku bisa membantu Ibu. Jika kukatakan padanya bila sepeda motor kutinggalkan d

DMCA.com Protection Status