Share

pov Lia

Penulis: Pramesti GC
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pov Lia.

Datang ke Club rahasia seperti ini tentu diimpikan banyak wanita kelas atas. Dan beruntungnya aku. Paul, tamuku dari inggris datang untuk mengikuti lelang itu. 

Dia punya jaringan yang kuat, terlebih usahanya dibidang berlian, membuatnya memang sangat sering datang ke lelang rahasia seperti ini.

" kamu cantik sekali sayang"  Dia mendaratkan kecupan nakal di leherku.

"Terimakasih...." ucapku percaya diri. Dia menyebutku cantik. Tentu saja aku tau, memang tak banyak yang bisa menolak pesonaku.

Paul sudah enam bulan di Bali. Bahasa indonesianya lumayan bagus. Meski begitu, dia masih membutuhkanku disini sebagai wanitanya, untuk mewakili melakukan lelang.

Ya, begitulah peraturannya. Mereka yang ikut lelang dan berasal dari luar negeri, harus membawa penerjemah bahasa. Karena lelang ini tak pernah mau memakai bahasa asing. Jadilah Paul mengajakku menemaninya.

Lelaki ini menurutku bisa jadi tempatku bergantung selama di Bali. Setelah lepas dari mas Erlan, aku tak memiliki lagi pendapatan. Selain tabunganku selama satu tahun menjadi istri keduanya. Lagi pula untuk apa menikmati uang, namun harus mengurus lelaki limpuh sepertinya.  Tak berguna!

Lampu ruangan kulihat  mulai redup, beberapa wanita keluar membawa perhiasan yang bagus. Sejak tadi, Paul hanya bilang akan membeli blue Diamond. Jadi aku masib santai saja, hingga barang itu di tawarkan.

"Setelah ini, kau harus menamani malamku!" Bisiknya ditelingaku. Bahkan tanganya sibuk menjelajah sekarang.

Kami lupakan sejenak lelang ini dan sibuk  saling memberi kenikmatan satu sama lain.

"Aku tak sabar...." Bisiknya dengan nafas memburu.

Aku melepaskan pelukannya. " Jangan nakal sayang. Nanti kita lanjutkan di hotel ya..." Aku kini duduk dengan tenang. Paul memang memiliki nafsu yang besar.

Aku kembali terdiam, saat mendengar berlian biru itu sudah membuka harganya. Seratus dua puluh lima."

" You will make an offer?" Tanyaku pada paul.

" iya, lakukan keahlianmu sayang...." Bisiknya masih memberiku kecupan.

Aku tersenyum dan mengangkat tangan" seratus dua puluh tujuh" Ucapku membuat penawaran.

Setelahnya tangan-tangan itu tak berhenti saling bersahutan. Rupanya banyak yang menginginkan berlian itu juga.

" Dua ratus dua puluh..." Kuberikan tawaran tertinggi. Hening, tak ada lagi yang akan menawar lebih tinggi.

""Dua ratus dua puluh. Ada lagi? Masih ada yang berani lebih tinggi?"

Yaa, sepertinya akulah penawar tertinggi. Paul menepuk pantatku dan tersenyum puas. Aku tersenyum, tentu saja merasa bangga dengan diriku sendiri. Pintarnya aku.

" Baiklah, kami akan hitung. Dua ratus  dua puluh juta pertama, Dua ratus dua puluh juta kedua, Dua ratus dua puluh tiga ke...."

"Dua ratus tiga puluh...."

Hanya beberapa detik sebelum hitungan selesai. Suara seorang wanita memecah keheningan. Aku mencari sumber suara itu. Dan saat lampu tersorot padanya, aku terkejut.

Mbak wita, istri pertama mas Erlan ada disini?

 Aku membulatkan mata, bahkan mengusapnya dengan tangan. Memastikan mataku tak salah menangkap sosok itu. Bahkan kini dia melambai genit. Aku terduduk karena terkejut.

Wanita sial**, dia memanh Wita. apa yang dia lakukan disini? Bukankah harusnya dia mengurus suaminya yang lumpuh itu? Kenapa justru dia datang kemari? Dari mana dia tau tempat ini? Kurang ajar!

Kini bahkan aku menatap wajahnya yang meremehkanku. Aku menarik nafas, mengatur jengkelku sendiri.

 Baiklah, ayo kita bermain. Aku tak akan mungkin kalah darimu wanita mandul!

Kutatap wajahnya dengan tajam. Lalu aku mengangkat tangan dan berdiri. " Dua ratus lima puluh juta" Aku menatapnya sinis. Kulihat dia juga tersenyum.

"Dua ratus lima puluh dua setengah" 

Hah, apa ini, hanya naik dua setengah juta. Habiskan uangmu disini kakak maduku. Mari aku bantu menghabiskan hartamu!

"Dua ratus tujuh puluh" Aku naikkan lebih tinggi. Kita lihat, seberapa besar nyalinya dengan uang dan jabatan itu.

"Dua ratus tujuh puluh lima" Ucapnya terlihat tenang. Padahal aku tau mbak, kau sedang bernafsu mengalahkanku kan? Aku yang akan menang disini mbak. Uangmu yang akan habis.

Akan aku naikkan lagi. Seberapa hebat kamu mampu bersaing mbak. Kamu yang kudengar kini termasuk wanita kayaraya. Seberapa kaya seorang pemilik butik sepertimu bersaing?

" Tiga ratus juta..." Ucapku penuh kemenangan. Yah, kali ini ambisiku hanya untuk mengalahkanmu mbak. Tak lebih!

"Tiga ratus sepuluh juta." Ucapnya, Dia masih bisa tersenyum sinis.

Hanya berani menaikkan sepuluh juta saja bangga. Hah lucu sekali, kau akan habis mbak. Jadi gelandangan di Pulau ini. Atau bahkan mengemis tiket pulang dariku.

"Tiga ratus enam puluh" ucapku menantangnya. 

Aku menunggumu mbak...

"Tiga ratus enam puluh lima ratus..."

Ingin aku tertawa. Yang dia lakukan hanya bermain-main. Kaya raya apanya. Menaikkan penawaran saja dia tak berani besar.

"Tiga ratus delapan puluh" Ucapku. 

Tepukan riuh kudengar. Aku tertawa sambil membungkukkan badan.  Tentu saja memberikan ucapan terimakasih pada para tamu, yang memberi tepukan indahnya untukku.

Tak akan pernah bisa kamu menggalahkanku mbak. Tak akan. Baik di hati mas Erlan atau di lelang ini. Habiskan uangmu disini mbak, habiskan!

" Tiga ratus delapan puluh satu" Ucap mbak Wita.

Paul menarikku duduk. "Stop... Enough  Lea!" Ucapnya.

" Why? She will lose, Paul" Ucapku tak mau berhenti. Permainan ini ada di tanganku. Dan nominal ini masih sangat kecil untuknya. " Empat ratus juta!" Aku berdiri dan menantangnya.

Riuhnya terdengar saat aku menambah penawaran. Mbak Wita masih bisa tersenyum? Manusia sombong! Aku benci senyum itu. Senyum yang sangat aku benci sejak pertama bertemu. Memuakkan!

"Tujuh ratus juta!"

Kena kamu mbak. Dia naik tiga ratus juta. Banyak juga uangmu mbak. Tapi aku tak mau kalah, uang itu masih terlalu sedikit untukmu mbak. 

"Bagaimana. Tujuh ratus juta. Apa ini penawaran terakhir?"

Paul kembali menarikku duduk. "Cukup Lea. Dia hanya mempermainkanmu!"

"What? No! Aku yang mempermainkan dia, Paul"

"Trust me Lea... She is smart. Dia mencari lengahmu" Paul masih mencoba mencegahku.

Memuakkan. Suara riuh ini seolah memintaku mengangkat tangan. Bahkan wajah mbak Wita terlihat begitu sombong. Ingin sekali kucakar wajah wanita licik itu. Dia belum kebahisan uang. Aku masih ingin membuatnya bangkrut.

Sekali lagi, aku akan bermain satu kali lagi!

 Aku berdiri dan merebut mic di tangan Paul "Sembilan ratus juta!" Ucapku lantang.

Mbak Wita pasti akan menaikkan menaikkan tawaranya. Tapi....

Tunggu! Kenapa dia justru tertawa. Dia berdiri dan pergi. Apa dia tak mau bermain? Si*l! Apa yang sudah aku lakukan!

Aku memegang kepalaku yang mulai berdenyut. Bahkan Paul sudah meremas rambutnya sendiri. Sembilan ratus juta. Jika paul tak bisa membayarnya, matilah aku.

"Stupid! I told you, stop, enough. Perempuan bodoh!" Ucapnya memakiku.

Kakiku mendadak lemas. Bagaimana jika Paul benar-benar marah. Aku bisa habis dibuatnya di Bali. 

"Maaf Paul. Kufikir dia akan menawar lebih tinggi. Tapi ternyata..."

Paul berdiri, mengumpat, meremas rambutnya, bahkan mendendang kursi. Aku hanya bisa menelan ludah karena kebodohanku. 

Kurang ajar kau Wita. Ternyata kau hanya ingin aku kebahisan uang. " Aarrkkkkk!" Ku tendang kursi didepanku dengan kesal. Membuat beberapa mata menatapku tajam.

" Dengar!" Paul mencengkeram wajahku dengan kasar. Bahkan tubuh ini ikut berdiri mengikuti tangannya. "Kau yang membuat kekacauan ini. Kau... Selesaikan sendiri!" 

Dia membuang wajahku kasar. Aku merasakan nyeri di rahangku. Paul mengambil kasar jas nya di kursi dan berjalan keluar tanpa memperdulikanku.

Aku terdiam. Sembilan ratus juta. Dari mana aku akan dapatkan uang itu. Aku berdiri dan menyusul Paul keluar. Namun dua penjaga sudah mencegahku.

"Pembayaran disana nyonya." Mereka menuntunku kesebuah kursi. "Duduk lah dulu, nanti akan kamu panggil." Seorang lelaki memintaku duduk dan mereka kini menunggu di pintu.

Bagaimana ini. Aku akan mati jika terus disini. Mereka yang mengadakan lelang bukanlah orang-orang sembarangan. Dan jika aku tak bisa bayar, mereka pasti menganggapku sudah mempermainkan pasar mereka.

Aku berfikir keras, bagaimana bisa keluar dari tempat ini. Aku berdiri sebentar dan seorang penjaga sudah berjalan mendekat.

"Ada yang bisa saya bantu?" 

"Em.. aku ingin ke kamar mandi. Bisa kalian tunjukkam dimana?"

Penjaga berkacamata itu tersenyum. Lalu mempersilahkan aku ke kamar mandi. Dia mengantarku tepat di depannya. "Disini. Silahkan" ucapnya lalu menunggu didepan pintu.

Aku menutup pintu dengan segera. Menatao wajahku di depan kaca. Wita sudah benar-benar menghancurkan hidupku. Bagaimana aku bisa keluar dari sini!

Aku menyalakan kran air. Berjalan kesegala arah. Meremas rambutku sendiri. Membayar sembilan ratus juta. Dari mana uang sebanyak itu!

Aku melihat etalase di atas wastafel. Mungkin aku bisa pergi dari sana. Kulepas  high heels ku. Aku naik ke atas wastafel. 

Arrkkhh gaun ini membuatku tak bisa bergerak bebas! Aku mengikat gaun bawah itu keatas perut. Lalu mengalungkan tasku ke leher. "Ini semua karenamu Wita"

Aku lepas kaca pembatas jendela itu. Dan mencoba naik hingga kepalaku keluar lebih dulu. Suara ketukan sudah kudengar. Membuatku merasa semakin berdebar. 

"Ayolaah..." Aku berusaha keluar. Kakiku sudah berhasil naik. Dan pintu itu kulihat mulai di dobrak. Aku turunkan segera tubuhku. Seluruh badan ini sudah berhasil keluar. Kini aku ada di luar lantai dua. 

Aku berlari menuruni tangga darurat. Menuju kedepan club dan melihat mbak Wita sudah pergi dengan mobilnya. 

"Hayy!" Suara teriakan membuatku panik. Aku berbalik melihat lelaki berkemeja bunga sudah melihatku. 

"Sial...!" Aku berlari dengan cepat. Mereka terus mengejarku. "Kemana aku akan 

Bab terkait

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Pembalasan ku dimulai

    Aku keluar dari pintu Lift Paradise dengan tenang, bayang wajah panik Lia membuat mood booster untuk hariku malam ini. Aku tersenyum melihat Jeni dan Suci masih menunggu di loby depan. Saat melihatku mereka berdiri dan saling melihat, aku tau siapa yang mereka cari."Dimana Nyonya sombong itu bu?" Suci bertanya tanpa basa-basi."Di dalam. Dia sedang beli berlian sembilan ratus juta" Bisikku membuat mata lugu Suci membelalak."Sem...sembilan ratus juta bu?" Dia mengulang kalimatku. Ekspresinya lucu sekali. "Kok kaya sekali itu orang bu. Jual ginjal mungkin ya..." Suci memang selalu berkata sesuka hatinya. Tapi justru itu yang membuatku selalu tertawa."Hahaha..." Tawaku meledak." Iya memang, Kaya raya sekali ya nyonya mudamu itu. Aku saja kalah saing" Ucapku lalu berjalan keluar Club."Idih nyonya mudaku. Amit-amit..." Katanya ikut berjalan mengikutiku dari belakang.Dibelakangku suara ramai terdengar. Mereka yang baru saja mengikuti lelang ternyata keluar juga dari pintu yang sama. B

  • Kukembalikan anakmu, bu!   pov Lia 2

    Aku turun dari tangga darurat. Melihat mbak Wita duduk dengan santainya didalam mobil. Menyebalkan sekali. Mata kami sempat bertemu, tapi dia justru membuang wajahnya. Sial!"Hey....!"Panggilan itu membuatku berlari lebih cepat. Hah, kenapa sih mereka tak juga capek mengejar. Bahkan rasanya aku sudah tak kuat lagi berlari. Aku berbelok di gang kecil"Berhenti wanita penipu...! "Teriak mereka lagi.Penipu apanya? Aku yang sedang ditipu bodoh!Ingin sekali kalimat itu kuteriakkan pada mereka. Namun bagaimana bisa, aku sedang sibuk berlari. Mengatur nafas saja serasa kesulitan sekarang.Gang-gang kecil terus aku lewati. Lalu masuk ke pemukiman. Mungkin disini aku bisa mencari tempat untuk berlindung. aku masuk di antara gang sempit tapi mereka masih saja mengejar."Berhenti kau!" Teriak mereka lagi.Aku masuk kedalam gang yang lebih sempit, lalu menemukan jalan kecil. Aku bersembunyi di belakang rumah warga. Bau kemenyan menyeruak. Membuat jantungku berdebar hebat.Jangan sampai aku l

  • Kukembalikan anakmu, bu!   pov Winda (ibu Erlan) "Jengkel sendiri!"

    Aku berganti daster lagi, gagal sudah rencanaku untuk pergi arisan. Kuhubungi saja sahabatku untuk membayarkan arisanku dulu, Biarlah nanti aku transfer uangnya. Kini aku duduk diruang tengah bersama Erlan.Aku pandang Erlan yang duduk di atas kursi roda. Dia masih tampan, rapi, sedikit berisi, tapi air liurnya terus menetes. Seperti dia waktu bayi saat tumbuh gigi. Ya Tuhan, Anak lelakiku yang gagah dan tampan, kenapa jadi begini. Harusnya dia yang merawatku, bukan aku yang harus merawatnya lagi. Dua menantuku itu juga tak berguna, bukannya mengurus suaminya yang sakit. Mereka justeru pergi entah kemana. Wita terutama, jadi menantuku bertahun-tahun, tapi malah meninggalkan Erlan di rumah ini."Lan... Erlan mau apa, Wita sudah kasih makan Erlan belum?" Kutanya, dia diam tak ada jawaban. "Lan... Erlan marah sama ibu?" Dia masih terdiam.Kenapa juga aku harus bertanya pada orang yang tak bisa menjawab. Ya sudah, kudorong Erlan ke kamarnya. Baru beberapa langkah aku berjalan, serasa m

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Kabar Ibu dan Mas Erlan

    Setelah makan malam, aku kembali ke VillaSarika, sengajaku sewa satu Villa dengan beberapa kamar dan kolam renang pribadi.Sampai di kamar, aku berendam dalam bathup, menikmati sensasi relaks yang tercipta dari aroma terapi di ruangan ini, membuatku merasa lebih tenang dan damai.Setelahnya aku mengeringkan rambut dan teringat mas Erlanku di rumah ibunya. Apa kabar suamiku itu? Sejak kemarin puluhan panggilan dari ibu memang kuabaikan, sebagai menantu yang baik, aku kan juga ingin memberikan waktu bagi ibu mertua bersama anak lelakinya.Namun saat sekarang aku ingin menghubungi, Kulihat waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, bukankah tak sopan rasanya menelpon hampir tengah malam begini. Mungkin saja suamiku sudah di ninabobokkan ibunyakan?Akhirnya kuputuskan tidur saja, aku juga butuh istirahat setelah lelah menertawakan adik maduku itu.Andai kau melihatnya mas, istri mu

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Kalian yang menggajari aku

    Byuurrrr....Aku berenang di kolam, dinginnya air tak sebanding dengan dinginnya hatiku sekarang. Aku menyelam hingga kedasar. Duduk disana dan menghitung waktu.Satu... dua... tiga.......... dua pulih lima.Hahh.... aku kembali kepermukaan. Setiap kali menyelam, aku merasakan lagi rasa sakit yang sama. Sakit hati atas kejamnya perbuatan yang kalian semua lakukan.Yaa, aku adalah orang baik yang tersakiti. Aku tak berubah menjadi jahat, hanya menyesuaikan dengan cara kalian memperlakukanku...***(Flash Back )Hari itu, hari yang tak akan pernah aku lupa seumur hidupku. Hari dimana rasa benci yang kurasakan, tak hanya sekedar benci karena sebuah kata poligami. Namun juga karena kejahatan yang mereka lakukan. Bukan hanya pada diriku, tapi juga pada harapan dan mimpiku.Sudah berhari-hari aku kesakitan. Perutku kurasa sakit bercampur perih yang teramat."Bisa antar aku kedokter mas?"Kala itu aku meminta tolong. Bukan tanpa alasan. Aku yang sekalipun tak pernah mau tau lagi kehidupan me

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Bermain cantik

    Hari ini aku putuskan mengunjungi butikku di Kuta. Sambil menyelam minum air, aku bekerja dan juga menunggu laporan lain dari mereka yang bekerja untukku.Aku duduk memeriksa semua desain kiriman dari beberapa desainer rekananku. Memilih kain-kain yang akan kami pakai di musim depan dan memikirkan sentuhan apa yang menarik pasar baru."Ini laporan pemesanan kain broklat dari beberapa negara bu" Jeni memberiku buku tebal berisi laporan pengiriman dan contoh kainnya.Aku periksa semua dengan teliti dan mengakhirinya setelah kurasa tak ada masalah didalamnya. Aku putuskan menikmati pantai yang damai pagi ini. Duduk di belakang butik, menikmati pantai yang indah."Ibu ingin minum apa?" Jeni bertanya padaku."Kopi saja""Kopi bu? Kopi panas di cuaca Panas begini?" Suci kembali berkomentar."Kamu mau apa?" Jani bertanya."Gak usah mbak. Nanti saja, Suci beli sendiri" 

  • Kukembalikan anakmu, bu!   pov Lia (terlunta-lunta)

    Pov Lia 3Begitu banyak baju kubawa ke Bali. Sengaja, untuk bergaya, bergaya dan bergaya. Tapi kini justru aku bak gelandangan dengan baju tidur ini. Kenapa dengan bodohnya aku membawa babydoll ini untuk kabur. Kupandang babydoll yang melekat ditubuh ini. Ingin rasanya kumaki diriku sendiri. Tolol! Sekarang hanya selehelai baju ini ku punya. Aku berjalan tanpa tujuan. Aku duduk di tepian jalan yang masih ramai. Duduk di belakang sebuah pohon. Takut jika saja orang-orang dari club Paredise itu lewat disini.Kemana aku harus mencari bantuan?Tiba-tiba aku teringat semua teman sosialitaku. Mereka semua pasti mau membantuku. Jika masing-masing dari mereka meminjamkan aku lima juta saja. Bisa terkumpul banyak pastinya.Heheemmmm membayangkannya saja membuatku bahagia. Hah, otakku memang pintar...Saat kuambil Hp di tas, hidungku mencium bau gurihnya bawang putih ditumis. Perutku sudah melilit. Sejak siang aku tak kemasukan apapun. Kulihat tukang nasi goreng berhenti di depan sebuah Hotel

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Pov Lia 4 (penyiksaan)

    Aku pandang mbak Wita yang berjalan menjauh. Rasanya aku ingin memuntahkan apa yang sudah di belikannya untukku. Dia juga meninggalkan uang ini.Hanya lima ratus ribu dia berikan? Hah... tak sudi sebenarnya aku memakainya. Tapi karena memang nyonya muda Erlan tak boleh jelek saja aku menerimanya..Aku bisa pakai uang ini membeli baju. Menemui si Paul sial** itu dan mengambil kembali uangku. Aku berjalan ke toko baju terdekat. Semua mata menatapku tak ramah. Kenapa memangnya denganku? Aku kan punya uang.Aku mulai melihat-lihat baju dan mencari harga yang cocok. "Apa ini? Masak baju begini saja tiga ratus ribu!" Kukembalikan baju itu kedalam gantungan.Kembali ku buka-buka baju yang lain. Semua baju harganya di atas dua ratus ribu.Kenapa mahal sekali. Habis nanti uangku beli baju disini. Aku kembalikan baju itu dan berjalan keluar toko. Mereka masih melihatku aneh. "Apa lihat-lihat! Ni, aku mau beli. Aku ada uang." Ucapku mengibas-ngibaskan uang di depan mereka. "Mana ada kalian ua

Bab terbaru

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Ekstra Part

    Kami masih berdiri di keramaian. Lelaki itu berusaha tersenyum. Namun ekor matanya tak berhenti mencuri pandang kerah Ibu."Ibu, bisa jelaskan sesuatu?" Wita meminta. Sejujurnya ia merasa canggung. Berdiri lebih lama dengan lelaki yang begitu mirip mendiang suaminya.Winda hanya diam. Tak berhenti memandang wajah lelaki itu. "Kamu Lando nak?" Winda mencoba menyentuh wajah lelaki itu. Namun ditepisnya dengan raut tak ramah." je suis désolé ( Saya Permisi )" Lelaki itu tiba-tiba memilih pergi. Meinggalkan kami yang masih terpaku."Lando! Kamu Erlando kan?" Ibu berteriak, hampir saja mengejarnya, namun lelaki itu dengan cepat keluar gedung dan masuk kedalam sebuah taksi."Ibu mengenalnya?" Wita masih mencari tau. "Bu, katakan sesuatu. Ibu mengenalnya?" Wita menatap ibu Winda, namun wanita itu masih dengan lekat memandang taksi itu pergi."Bu, kenapa diam? Ibu kenal dia? Ibu! Dia begitu mirip dengan mas Erlan." Wita mengguncang tubuh ibunya. Air matanya turun tanpa dia tau mengapa. Nama

  • Kukembalikan anakmu, bu!   End

    "Bagaimana rasanya menjadi berbeda Lia? Seperti terbang diatas duniamu sendiri. Apakah menyenangkan?" Wita memandangi Amelia dari sisi ruangan berbeda. Wanita itu tak henti berteriak dan menjambak dirinya sendiri. Bahkan terkadang dia menjerit lalu meringkuk ketakutan. Apa yang di lakukan Wita dan Jeni semalam, membuat wanita itu depresi sekarang."Ayo kita pergi Jeni. Biarkan dia menikmati hidupnya sekarang, aku sudah melakukan apa yang seharusnya dia terima."Saswita berjalan memasuki mobil. Memakai kacamata hitamnya dengan anggun. Lalu mobil itu berjalan meninggalkan tempat Lia di tahan. "Ke Bandara Internasional pak!" Jeni memberi perintah." Kau sudah urus semuanya Jen?""Sudah bu. Nyonya Winda sudah menunggu disana. Ibu yakin dengan keputusan itu?""Aku yakin Jen. Tak ada lagi alasan aku tetap disini. Lagi pula aku punya mimpi yang harus aku wujudkan. Dan aku harus melindungi milik berhargaku yang lain." Ucapnya mengusap perutnya yang masih rata.Pagi tadi dia mengetahui jika

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Gangguan Jiwa

    Amelia tak mati, sebuah tembakan melukai sisi perutnya, tembakan dari aparat yang sejak awal sudah mengikuti Amelia. Mereka tau aku di ancam masuk kedalam mobil dari taman dan mengikuti kami hingga kecelakaan itu terjadi.Beruntungnya nyawa wanita itu selamat. Dia masih ada dirumah sakit menjalani perawatan. Luar biasa bukan, seperti kucing dia bahkan punya nyawa berlapis.Hah...Aku mendesah kesal. Penjara saja tak akan cukup membuatnya jera. Bagaimana aku bisa memberinya pelajaran?"Ibu kenapa?" Jeni bertanya. Mungkin dia membaca kegundahan hatiku sejak tadi."Jika aku membalas wanita siluman itu, menurutmu apakah itu sebuah kesalagan Jen?"Dia terdiam, nampak berfikir sebentar."Aku merasa sangat marah atas apa yang dia lakukan padaku. Dan membawanya ke penjara, itu hukuman yang terlalu ringan bukan?" Kembali aku bicara, kali ini Jeni mendekat dan duduk di depanku."Bagaimana jika sedikit membuatnya syok bu?"Aku tertarik, kudekatkan wajahku pada Jeni. "Caranya?"Jeni hanya terseny

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Balas dendam

    Pulanglah dalam damai mas, kebaikan yang kau tanam, akan harum sebagai saksi untukmu kelak di hari penghakiman. Tersenyumlah dalam keabadian, akan kulanjutkan apa yang sudah kau usahakan. Akan kujaga ibu juga sebagai baktiku padamu. Terimakasih sudah menjadi indahku, disaat-saat terakhir kita bersama.Pemakaman baru saja selesai. Sudah aku janjikan aku kuat. Sebisa mungkin kutahan bulir yang ingin terlepas dari netra. Meski terkadang lolos juga.Kami pulang kerumah, rumahku sendiri, ibu juga kubawa kemari. Beliau sedang istirahat dikamarnya sekarang. Sejak dulu memang kami sediakan kamar untuk ibu bermalam, meski hampir tak pernah ditempati, namun mas Erlan tetap memberikan kamar itu hanya untuk ibu.Kolega dan rekan bisnis kami datang silih berganti. Rumahku kini sibuk menerima tamu tang tak pernah habis sejak kabar duka itu tersebar. Ucapan demi ucapan aku terima. Hingga hampir senja, mobil Polisi masuk kedalam pelataran. Tiga Polisi laki-laki dan satu Polisi perempuan kini duduk di

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Ikhlas karena Allah

    Aku bersimpuh di mushola rumah sakit. Menengadah, meminta Allah tak mengambil lagi miliknya yang pernah hilang dari hati. "Ya Allah, ampunilah diri yang terlalu kufur. Hingga lupa nikmat yang kau berikan diantara ujian. Maafkanlah kebodohan ini, beraninya membenci takdir yang ada karena kehendakmu.Ya Allah, pemberi ampun dengan segala karuniamu, yang maha kaya dengan segala kemurahanmu. Izinkanlah aku mengucap taubat.Dalam hati kecilku yang tamak, aku ingin mas Erlan tetap disisiku, menemaniku lagi seperti dulu, mengulang lagi masa indah yang pernah Engkau beri. Namun segalanya kini aku letakkan dalam kehendakmu. Engkau yang lebih berhak memutuskan, karena dia memang milikmu. Engkau pula yang lebih berhak menyembuhkannya, karena dia memang milikmu. Seperti aku yang bersamanya karena takdirmu, maka aku juga menerima takdirmu bila harus melepasnya pulang. Aku ikhlaskan segelanya dalam ridhomu, aku terima apa yang menjadi kehe

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Masih Mencari Serpihan

    Beberapa malam telah aku lalui di lembah nan hijau ini. Tak ada kebisingan selain suara air terjun yang jatuh, kicau burung yang bersahutan berbeda dan hembusan angin yang menyentuh pucuk pepohonan. Aku benar-benar jatuh cinta dengan suasana disini.Namun sebuah kabar dari kota membuat kami semua terdiam dalam tanya. Pagi ini, setelah berjalan-jalan dengan Mega, Jeni pulang membawa kabar mengejutkan. Andi, mantan asisten mas Erlan terbunuh dirumahnya sendiri. Polisi masih mendalami motif pembuhunan dan mencari informasi lebih lanjut.Ternyata setiap pagi, Jeni selalu ke atas bukit. Mencari tau berita terbaru, mencatatnya, memberikan kabar padaku juga mas Erlan tentang apa yang kami tinggalkan di kota. Butikku yang kini aku minta Suci mengontrolnya dan perusahaan mas Erlan, yang dia percayakan pada pak Lilik, kawannya dulu di proyek."Mungkinkah Lia pelakunya?" Mas Erlan bertanya padaku saat kami duduk bersama diteras rumah." M

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Menata serpihan yang hilang

    Assalamualaikum. Jangan lupa berikan bintang dan subbscribe ya teman-teman. Maaf off beberapa hari, semoga kedepannya bisa up cerita setiap hari. Selamat membaca.*** Aku keluar rumah. Setelah membantu gadis itu membersihkan piring bekas makanan kami. Terlalu tak tau diri jika sudah di kenyangkan, namun tak bisa meringankan sedikir saja kerjanya.Melangkah dari dalam rumah, terbentang punggung bukit yang kehijauan. Bila saja terjadi longsor, rumah ini pastilah terhantam lebih dulu.Astaqfirullah. Apa yang aku fikirkan!Aku turuni anak tangga dari bebatuan. Berjalan kepelataran. Ternyata hanya rumah ini yang berada dibawah. Selebihnya ada beberapa rumah dipunggung bukit." kita jadi kepuskesmas mbak?" Mega, gadis yang kutaksir berusia sekitar empat belas tahun itu bertanya."Jadi. Ayo, kemana arah puskesmasnya?""Kesana mbak"Mataku membulat, di menunjuk bukit didepan kami. Mendadak kakiku terasa berat. Bagaimana kami akan kesana? Panjat tebing?"Ada jalan setapak kecil mbk, ayo iku

  • Kukembalikan anakmu, bu!   pov saswita dan amelia

    "Mungkin jika aku mati, tak ada lagi sebutan istri bagiku mas, namun kau masih punya istri yang lain""Tak ada!"Mas Erlan begitu cepat menyanggah kalimatku. Aku menatapnya dalam diam. Mungkinkah kini hanya aku satu-satunya istri dalam hidupnya?"Jangan bercanda mas, pernikahan bukanlah sebuah permainan! Kamu tak bisa sebentar menikahi wanita dan sebentar menceraikannya!""Aku tak bercanda. Aku sudah menceraikan Amelia. Hanya kau satu-satunya istriku sekarang."Kalimat itu membuat semakin banyak tanya berklebat dalam benakku. Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?Mas Erlan menjalankan kursinya kedepan, dia menatap kearah air terjun di depan kami. "Amelia adalah sebuah kesalahan Saswita. Aku minta maaf padamu atas kebodohan dan ketamakanku. Sebagai manusia aku merasa gagal mensyukuti nikmat Allah dalam hidupku..." Ucapnya lirih, membuat bulu kudukku meremang.Kalimat yang begitu kurindukan dulu, kini terdengar hanya bagai kalimat yang diucapkan karena tak ada pilihan."Untuk apa meminta

  • Kukembalikan anakmu, bu!   Saling menatap

    "Kita temui mereka Jeni. Aku ingin melihat apa yang akan di kalukan ibu dan anak itu"Aku dan Jeni masuk, melihat Mega sudah menata makanan di atas tikar. Kami saling pandang sebentar."Mbak Jeni sudah datang? Alhamdulillah, ayo makan bersama mbak, ada nasi jagung kesukaan mbak Jeni.""Em, nambah beberapa orang masih cukup tidak makanannya?"Mega terdiam sebentar. "Nambah siapa mbak?""Suami dan ibu mertuaku datang.""Dan dua pengawal" Tambah Jeni"Dua pengawal?" Aku dan Mega berucap hampir bersamaan. Ternyata mas Erlan tak datang sendiri, baguslah, pengawal itu bisa di minta mengangkat mas Erlan turu. Kemari."Cukup kok mbak makannya, nanti kalau habis Mega masak lagi. Sebelum Bapak pergi, Bapak pesan agar menjamu tamu dengan baik.""Memang Bapak Mega kemana?" Jeni bertanya penasaran."Kerja mbak, di tambang pasir. Soalnya ladangnya sudah selesai tanam, jadi Bapak balik ke tambang pasir. Tempatnya lumayan jauh, Bapak bisa pulang satu atau dua minggu sekali.""Yasudah, kami naik dulu

DMCA.com Protection Status