Dengan tatapan tajam dan putus asa, Furi beranjak dari lantai, dia segera berjalan menghampiri Wilona.BUGH.BUGH.BUGH."Bangun, bangun!" Furi berteriak sembari memukul dada Wilona dengan kencang.BUGH.BUGH.BUGH."Bangun!" "Balas sendiri dendammu!""Setidaknya jangan pergi meninggalkan beban!""Bangun brengsek! Bangun!"Tidak ada yang menghentikan perbuatan Furi, karena semua orang saat ini juga sedang putus asa, tidak bisa menghibur satu sama lain.BUGH.BUGH."BANGUN ... !" Kali ini Furi memukul dada Wilona lebih keras lagi."Aku mohon bangunlah brengsek," ucap Furi sembari menangis di atas dada Wilona.BUGH.Sekali lagi Furi memukul Wilona dengan tenaga penuh.Tiit.Tiit.Tiit.Tiba-tiba saja monitor berbunyi lagi, mendengar hal itu, dokter dan perawat yang memang masih berada di kamar segera berlari ke arah Wilona, sedangkan Raka yang memang berada tidak jauh dari Furi, dia segera menarik Furi menjauh, karena sekarang giliran dokter yang bertindak."Dia kembali," ucap Dokter
Malam hari."Bagaimana hasilnya?" tanya Debby saat Furi baru saja masuk ke villa, Furi hanya menggelengkan kepalanya pelan.Semua orang yang ada di sana pun hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Bagaimana keadaan Wilona hari ini Ma? Apa dia kejang lagi?" tanya Furi pada Mama Risma."Syukurlah dia sudah tidak seperti kemarin, hanya saja dia belum sadar," jawab Mama Risma."Kemana Raka dan Rani ya, dari tadi mereka tidak menjawab teleponku, mereka tidak mungkin ketahuan kan?" tanya Mama Risma dengan khawatir."Tidak mungkin tante, aku seharian bersama Bram dan istrinya, aku juga selalu berkomunikasi dengan Firman, memastikan kalau para pembantu belum pulang," jelas Debby."Mungkin mereka sedang ada diperjalanan Ma, kita berdoa saja," ucap Furi yang juga disetujui oleh semua orang.***2 jam kemudian, hujan turun dengan lebatnya, tidak ada juga tanda-tanda kedatangan Raka, Rani maupun Firman. Saat ini semua orang sudah merasa panik dan khawatir, banyak yang mondar-mandir denga
Tahun 2023, tepat 3 bulan setelah semua kejadian mencekam telah berlalu. Raka dan Rani sudah pulih total dan melanjutkan aktivitas kuliahnya seperti biasa, sementara Wilona masih memulihkan diri dan mental di villanya Debby."Cinta, apa itu cinta? Aku yang sangat pintar di dunia bisnis, bahkan sangat tidak pandai menilai orang yang aku cintai, kuserahkan seluruh hidup dan hatiku untuknya. Aku bagaikan burung plastik, aku pernah sangat mencintai matahari dengan sayapku yang mudah meleleh, sungguh sangat sulit sekali untuk digapai. But, everything it's gonna be ok, aku masih bisa bertahan dan aku masih hidup, lalu apa yang harus aku lakukan terhadap matahari itu? Apa aku harus memadamkannya meskipun itu akan sangat sulit?" "Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya Debby yang tiba-tiba saja muncul di belakang Wilona. Saat ini Wilona tengah bersantai di pinggir pantai sembari menikmati cahaya surya dan hembusan angin yang terasa sejuk, kedatangan Debby seketika membuyarkan lamunan Wilona. "
BRAAK!"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Bramasta dengan santai setelah menendang pintu kamar Bunga."SIAL!" umpat Alex sembari mengepalkan tangan dan meninju tembok, lalu dia beranjak dan pergi dari sana, bahkan melewati Bramasta begitu saja."Sadarkan dia," suruh Bramasta pada 2 anak buah yang berdiri di belakangnya.BYOOOR.Mereka pun segera mengambil seember air dan menyiramkannya begitu saja pada Bunga, hingga mmbuat Bunga gelagapan saat bernafas.***"Aku tahu hal ini pasti akan terjadi setidaknya satu kali," ucap Bramasta."Tapi aku tidak menyangka kalau pelakunya adalah kamu Alex," ucap Bramasta sembari menjambak rambut Alex yang sedang berlutut di ruangan Bramasta, hingga Alex mendongakkan wajahnya."Kenapa kamu melakukan hal itu? Apa kamu tidak terima kalah bertarung dengannya?" "Jika tidak terima, kamu berlatihlah lebih giat," ejek Bramasta."Aku akan keluar saja dari kelompok ini," ucap Alex dengan kesal."Kamu yang berbuat kesalahan, dan kamu juga yang marah-marah?"
BUGH.BUGH.BUGH.Siang itu Wilona berlatih tinju dengan Debby, salah satu olahraga kesukaan mereka berdua."Melihatmu seperti ini, benar-benar mengingatkanku saat kita masih kuliah dulu," ucap Debby saat mereka berdua selesai berolahraga."Wilona yang kuat dan tegas," imbuh Debby."Percayalah padaku, aku akan kembali menjadi diriku yang dulu," ucap Wilona dengan tersenyum sembari mengatur nafas."Aku pasti akan memberi mereka berdua pelajaran yang setimpal," geram Wilona."Apa kamu sudah siap?" tanya Debby."Aku sangat siap, bagaimana denganmu? Apa kamu sudah siap membantuku?" tanya balik Wilona."Tentu saja, apapun yang kamu butuhkan," jawab Debby.***Malam hari.Semua mata tertuju pada kedatangan Wilona, saat ini di rumah Wilona sedang mengadakan pesta atas terpilihnya Bramasta menjadi CEO, pesta tersebut dilakukan di halaman rumah yang hanya dihadiri oleh keluarga inti.Wilona berjalan dengan sangat anggun dan cantik, gaun warna tosca, rambut panjang menjuntai, dan juga membawa b
"Kalian sudah berapa lama ikut denganku?" tanya Wilona pada para pembantu yang saat ini tengah berkumpul di dapur.Setelah menurunkan mayat Tika dan dikirim ke keluarganya, mereka pasti tengah bergosip saat ini."Sudah lama Bu," jawab Bu Maria, yang memang sudah lama ikut dengannya, hampir sama seperti Mbok Sum."Dari dulu hingga sekarang, bukankah tidak pernah terjadi hal seperti ini di rumah ini?" tanya Wilona lagi."Iya Bu, hidup kita sangat tenang, terlebih sebelum Ibu menikah," jawab Bu Maria."Apa maksudnya, kamu lebih suka aku menjanda?" tanya Wilona."Yah ... dari pada menikah dengan orang seperti itu, lebih baik menjanda saja Bu, Ibu juga sudah sangat mandiri sejak dulu secara finansial," jawab pembantu yang lain."Ish," desis Bu Maria sembari menyenggol lengan pembantu tersebut."Eh, maaf Bu," "Sepertinya pendapat kamu memang benar," gumam Wilona."Aku hanya ingin memberitahu saja, mulai sekarang lebih berhati-hati dalam bertindak ataupun berucap, jaga diri kalian sendiri,"
BLAAR.BLAAR.Malam itu petir menyambar disertai dengan hujan yang lumayan deras, bahkan kilatan cahaya petir juga bisa masuk melalui celah jendela kamar.Wilona terjaga dalam tidurnya, dia membalikkan tubuhnya dan merasakan bahwa tidak ada Bramasta di sebelahnya, Wilona pun terbangun dan segera menutup gorden, karena cahaya kilat benar-benar menyilaukan mata. Keadaan kamar saat itu gelap gulita."Kenapa kamu tidak mati saja?" Namun, saat Wilona berbalik badan dan hendak tidur kembali, tiba-tiba saja Bramasta ada di hadapannya dengan wajah penuh kedengkian.Wilona berjalan mundur dengan perlahan beberapa langkah, tapi Bramasta justru malah berjalan maju dan terus mendekati Wilona."Jangan mendekat," ucap Wilona sembari menyambar vas bunga yang ada di meja dekat jendela, serta mengarahkannya pada wajah Bramasta.PLAK.PYAAAR.Bramasta segera menepis vas bunga tersebut hingga jatuh dan hancur berkeping-keping."Mati kamu, mati!" sentak Bramasta sembari mencekik leher Wilona dengan kedua
Keesokan harinya."Sayang, apa mayat ART itu benar-benar tidak perlu di otopsi?" tanya Rosa pada Bramasta. Saat ini mereka tengah sarapan bersama, mereka sarapan dengan normal seakan tidak pernah terjadi pertengkaran, padahal terakhir kali mereka bertemu adalah saat Bramasta mencekik Rosa."Tidak perlu, aku sudah mengurusnya dengan baik.""Lagi pula kenapa kamu sangat penasaran dengan hal kecil seperti ini?" tanya Bramasta."Aku ... aku hanya penasaran saja kenapa dia sampai gantung diri," ucap Rosa dengan sedikit ragu."Tidak perlu memikirkan hal yang tidak perlu kamu pikirkan," ucap Bramasta sembari terus melahap nasi goreng dan telor ceplok yang disiapkan oleh pembantu."Tidak mungkin kamu yang membunuhnya kan?" tanya Rosa dengan hati-hati."Menurutmu bagaimana?" tanya balik Bramasta.Rosa segera memberi kode pada para pembantu, termasuk pada Bunga agar mereka pergi dari ruang makan."Sudahlah, tidak usah memikirkan pembantu.""Sayang, kinerjamu kemarin sangat bagus sekali, aku tid
Keesokan harinya."Sayang, apa mayat ART itu benar-benar tidak perlu di otopsi?" tanya Rosa pada Bramasta. Saat ini mereka tengah sarapan bersama, mereka sarapan dengan normal seakan tidak pernah terjadi pertengkaran, padahal terakhir kali mereka bertemu adalah saat Bramasta mencekik Rosa."Tidak perlu, aku sudah mengurusnya dengan baik.""Lagi pula kenapa kamu sangat penasaran dengan hal kecil seperti ini?" tanya Bramasta."Aku ... aku hanya penasaran saja kenapa dia sampai gantung diri," ucap Rosa dengan sedikit ragu."Tidak perlu memikirkan hal yang tidak perlu kamu pikirkan," ucap Bramasta sembari terus melahap nasi goreng dan telor ceplok yang disiapkan oleh pembantu."Tidak mungkin kamu yang membunuhnya kan?" tanya Rosa dengan hati-hati."Menurutmu bagaimana?" tanya balik Bramasta.Rosa segera memberi kode pada para pembantu, termasuk pada Bunga agar mereka pergi dari ruang makan."Sudahlah, tidak usah memikirkan pembantu.""Sayang, kinerjamu kemarin sangat bagus sekali, aku tid
BLAAR.BLAAR.Malam itu petir menyambar disertai dengan hujan yang lumayan deras, bahkan kilatan cahaya petir juga bisa masuk melalui celah jendela kamar.Wilona terjaga dalam tidurnya, dia membalikkan tubuhnya dan merasakan bahwa tidak ada Bramasta di sebelahnya, Wilona pun terbangun dan segera menutup gorden, karena cahaya kilat benar-benar menyilaukan mata. Keadaan kamar saat itu gelap gulita."Kenapa kamu tidak mati saja?" Namun, saat Wilona berbalik badan dan hendak tidur kembali, tiba-tiba saja Bramasta ada di hadapannya dengan wajah penuh kedengkian.Wilona berjalan mundur dengan perlahan beberapa langkah, tapi Bramasta justru malah berjalan maju dan terus mendekati Wilona."Jangan mendekat," ucap Wilona sembari menyambar vas bunga yang ada di meja dekat jendela, serta mengarahkannya pada wajah Bramasta.PLAK.PYAAAR.Bramasta segera menepis vas bunga tersebut hingga jatuh dan hancur berkeping-keping."Mati kamu, mati!" sentak Bramasta sembari mencekik leher Wilona dengan kedua
"Kalian sudah berapa lama ikut denganku?" tanya Wilona pada para pembantu yang saat ini tengah berkumpul di dapur.Setelah menurunkan mayat Tika dan dikirim ke keluarganya, mereka pasti tengah bergosip saat ini."Sudah lama Bu," jawab Bu Maria, yang memang sudah lama ikut dengannya, hampir sama seperti Mbok Sum."Dari dulu hingga sekarang, bukankah tidak pernah terjadi hal seperti ini di rumah ini?" tanya Wilona lagi."Iya Bu, hidup kita sangat tenang, terlebih sebelum Ibu menikah," jawab Bu Maria."Apa maksudnya, kamu lebih suka aku menjanda?" tanya Wilona."Yah ... dari pada menikah dengan orang seperti itu, lebih baik menjanda saja Bu, Ibu juga sudah sangat mandiri sejak dulu secara finansial," jawab pembantu yang lain."Ish," desis Bu Maria sembari menyenggol lengan pembantu tersebut."Eh, maaf Bu," "Sepertinya pendapat kamu memang benar," gumam Wilona."Aku hanya ingin memberitahu saja, mulai sekarang lebih berhati-hati dalam bertindak ataupun berucap, jaga diri kalian sendiri,"
BUGH.BUGH.BUGH.Siang itu Wilona berlatih tinju dengan Debby, salah satu olahraga kesukaan mereka berdua."Melihatmu seperti ini, benar-benar mengingatkanku saat kita masih kuliah dulu," ucap Debby saat mereka berdua selesai berolahraga."Wilona yang kuat dan tegas," imbuh Debby."Percayalah padaku, aku akan kembali menjadi diriku yang dulu," ucap Wilona dengan tersenyum sembari mengatur nafas."Aku pasti akan memberi mereka berdua pelajaran yang setimpal," geram Wilona."Apa kamu sudah siap?" tanya Debby."Aku sangat siap, bagaimana denganmu? Apa kamu sudah siap membantuku?" tanya balik Wilona."Tentu saja, apapun yang kamu butuhkan," jawab Debby.***Malam hari.Semua mata tertuju pada kedatangan Wilona, saat ini di rumah Wilona sedang mengadakan pesta atas terpilihnya Bramasta menjadi CEO, pesta tersebut dilakukan di halaman rumah yang hanya dihadiri oleh keluarga inti.Wilona berjalan dengan sangat anggun dan cantik, gaun warna tosca, rambut panjang menjuntai, dan juga membawa b
BRAAK!"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Bramasta dengan santai setelah menendang pintu kamar Bunga."SIAL!" umpat Alex sembari mengepalkan tangan dan meninju tembok, lalu dia beranjak dan pergi dari sana, bahkan melewati Bramasta begitu saja."Sadarkan dia," suruh Bramasta pada 2 anak buah yang berdiri di belakangnya.BYOOOR.Mereka pun segera mengambil seember air dan menyiramkannya begitu saja pada Bunga, hingga mmbuat Bunga gelagapan saat bernafas.***"Aku tahu hal ini pasti akan terjadi setidaknya satu kali," ucap Bramasta."Tapi aku tidak menyangka kalau pelakunya adalah kamu Alex," ucap Bramasta sembari menjambak rambut Alex yang sedang berlutut di ruangan Bramasta, hingga Alex mendongakkan wajahnya."Kenapa kamu melakukan hal itu? Apa kamu tidak terima kalah bertarung dengannya?" "Jika tidak terima, kamu berlatihlah lebih giat," ejek Bramasta."Aku akan keluar saja dari kelompok ini," ucap Alex dengan kesal."Kamu yang berbuat kesalahan, dan kamu juga yang marah-marah?"
Tahun 2023, tepat 3 bulan setelah semua kejadian mencekam telah berlalu. Raka dan Rani sudah pulih total dan melanjutkan aktivitas kuliahnya seperti biasa, sementara Wilona masih memulihkan diri dan mental di villanya Debby."Cinta, apa itu cinta? Aku yang sangat pintar di dunia bisnis, bahkan sangat tidak pandai menilai orang yang aku cintai, kuserahkan seluruh hidup dan hatiku untuknya. Aku bagaikan burung plastik, aku pernah sangat mencintai matahari dengan sayapku yang mudah meleleh, sungguh sangat sulit sekali untuk digapai. But, everything it's gonna be ok, aku masih bisa bertahan dan aku masih hidup, lalu apa yang harus aku lakukan terhadap matahari itu? Apa aku harus memadamkannya meskipun itu akan sangat sulit?" "Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya Debby yang tiba-tiba saja muncul di belakang Wilona. Saat ini Wilona tengah bersantai di pinggir pantai sembari menikmati cahaya surya dan hembusan angin yang terasa sejuk, kedatangan Debby seketika membuyarkan lamunan Wilona. "
Malam hari."Bagaimana hasilnya?" tanya Debby saat Furi baru saja masuk ke villa, Furi hanya menggelengkan kepalanya pelan.Semua orang yang ada di sana pun hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Bagaimana keadaan Wilona hari ini Ma? Apa dia kejang lagi?" tanya Furi pada Mama Risma."Syukurlah dia sudah tidak seperti kemarin, hanya saja dia belum sadar," jawab Mama Risma."Kemana Raka dan Rani ya, dari tadi mereka tidak menjawab teleponku, mereka tidak mungkin ketahuan kan?" tanya Mama Risma dengan khawatir."Tidak mungkin tante, aku seharian bersama Bram dan istrinya, aku juga selalu berkomunikasi dengan Firman, memastikan kalau para pembantu belum pulang," jelas Debby."Mungkin mereka sedang ada diperjalanan Ma, kita berdoa saja," ucap Furi yang juga disetujui oleh semua orang.***2 jam kemudian, hujan turun dengan lebatnya, tidak ada juga tanda-tanda kedatangan Raka, Rani maupun Firman. Saat ini semua orang sudah merasa panik dan khawatir, banyak yang mondar-mandir denga
Dengan tatapan tajam dan putus asa, Furi beranjak dari lantai, dia segera berjalan menghampiri Wilona.BUGH.BUGH.BUGH."Bangun, bangun!" Furi berteriak sembari memukul dada Wilona dengan kencang.BUGH.BUGH.BUGH."Bangun!" "Balas sendiri dendammu!""Setidaknya jangan pergi meninggalkan beban!""Bangun brengsek! Bangun!"Tidak ada yang menghentikan perbuatan Furi, karena semua orang saat ini juga sedang putus asa, tidak bisa menghibur satu sama lain.BUGH.BUGH."BANGUN ... !" Kali ini Furi memukul dada Wilona lebih keras lagi."Aku mohon bangunlah brengsek," ucap Furi sembari menangis di atas dada Wilona.BUGH.Sekali lagi Furi memukul Wilona dengan tenaga penuh.Tiit.Tiit.Tiit.Tiba-tiba saja monitor berbunyi lagi, mendengar hal itu, dokter dan perawat yang memang masih berada di kamar segera berlari ke arah Wilona, sedangkan Raka yang memang berada tidak jauh dari Furi, dia segera menarik Furi menjauh, karena sekarang giliran dokter yang bertindak."Dia kembali," ucap Dokter
Dokter datang bersama 2 perawat, beliau segera memeriksa keadaan Wilona, mengecek suhu tubuh, membuka mata dan menyenterinya, membuka mulut serta segera memasang selang oksigen dan peralatan yang lain."Dia sebenarnya sedang pingsan atau tertidur sih? Kenapa belum juga sadar," gumam Furi dengan suara lirih dan khawatir sembari terus melihat dokter melakukan tugasnya."Bagaimana keadaannya Dok?" tanya Debby setelah dokter mengambil beberapa ml sampel darah milik Wilona."Dia hanya kelelahan dan dehidrasi," jawab Dokter."Bagaimana dengan perutnya?" tanya Furi."Apa ada masalah dengan perutnya?" tanya sang dokter."Hmmb, dia selalu mengeluhkan perutnya sakit,""Dia terus menahan sakit yang teramat itu, hingga pingsan," jelas Furi."Tapi aku tidak menemukan apapun di sana," ucap Dokter yang segera memasang stetoskopnya kembali, lalu memeriksa ulang keadaan Wilona. Kali ini Dokter memeriksa perut Wilona dengan sangat hati-hati."Iya, tidak ada apa-apa di sana,""Atau mungkin kita harus me