Share

bab 74

Penulis: Vyra Fame
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aldo membulatkan matanya dengan mulut yang ternganga. Tidak, ini pasti salah. Tidak mungkin dia dipindahkan oleh Guntur di bagian lapangan. Aldo tersenyum hambar, dia kemudian meminta mertuanya itu untuk kembali mengulang kata-katanya. "Maaf Pa, tapi saya sudah bekerja bertahun di bagian ini dan—"

"Suka atau tidak, kamu tetap akan dipindahkan!" ucapnya.

"Tapi kenapa, Pa?"

Guntur terdiam sebentar, sampai akhirnya dia kembali menjelaskan kalau keputusannya memang sudah bulat. "Apa kamu keberatan?"

"E-enggak, tapi ...."

"Heh, kalau ini sudah menjadi keputusan saya. Pendapat kamu gak lagi penting lagi. Ngerti, ha?" Guntur naik pitam, dia menunjuk Aldo untuk tetap diam, dan menerima semua keputusan yang dia ambil.

Ini semua demi kebaikan dan ketentraman bersama. Guntur juga ingin melihat bagaimana Aldo jika diperkerjakan di luar sana. Aldo terdiam, saat Guntur memarahinya. Matanya hanya melirik para staf juga orang bagian HRD yang saat ini menatapnya.

Dia pikir menjadi menantu pemilik per
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 75

    Cuaca cerah menyambut para karyawan yang telah selesai melaksanakan briefing dan siap menjalankan misi mereka. Mereka keluar dari ruangan rapat dengan wajah lelah, namun masih ada semangat yang menyala di mata mereka. Sayangnya, alih-alih menuju ke tempat kerja masing-masing, para karyawan tersebut memilih untuk nongkrong di tempat parkir, mencari sedikit waktu untuk melepaskan penat.Sambil mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya, Rian menggelengkan kepala dengan rasa frustasi yang jelas terlihat di wajahnya. "Astaga, gue udah bosen banget dengan sistem kerja di perusahaan ini. Kayaknya ga bakal gampang deh, apalagi setelah perusahaan ini collapse nanti," keluhnya sambil menghisap rokoknya.Mendengar keluhan Rian, Maya mengangguk setuju sambil menyulut rokoknya. "Iya, bener banget. Kayaknya kita bakal punya masalah besar kalau perusahaan ini benar-benar jatuh. Sudah jelas sih, manajemennya gak ada yang peduli sama karyawan. Semuanya cuma fokus ke keuntungan mereka sendiri."Sementa

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 76

    Kinanti yang melihat mertuanya terjatuh pun panik bukan main. Bahkan, ke dua tangannya pun sampai gemetar takut. Semoga saja tidak terjadi hal yang membahayakan. Begitulah batinnya menenangkan. Entah kenapa akhir-akhir ini dia selalu tertimpa kesialan. Ada saja masalah yang terus menghampiri. Jika terus begini, Kinanti bisa gila dibuatnya.Apa ini karma karena dia sudah merebut Aldo dari Citra?Kinanti menggelengkan kepala, mengusir pikiran gila yang baru saja datang bertandang ke otaknya. Tidak mungkin ini karma. Pasti ini suatu kebetulan.Kebetulan yang sering terjadi? Hah, dia lelah memikirkannya.“Kinanti, kenapa kamu diam saja?” Miranti mendengus sebal saat melihat menantunya itu malah mematung dari pada gegas membantu.“Ah iya, Ma.” Kinanti baru saja tersadar dari lamunan sesaat.Miranti tak mengatakan apa pun setelah itu. Hanya meringis sembari memegangi bagian yang sakit. Ia berusaha semaksimal mungkin bersandiwara agar Kinanti khawatir dan berharap dapat mengembalikan perh

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 77

    "Eeeh … apa ini?" respon suami Kinanti tersebut.Aldo pun membantu memungut foto itu bersamaan dengan preman itu juga akan mengambilnya."Aaaah … jangan! Nggak usah!" teriak preman itu secara refleks begitu mengetahui tindakan lawan bicaranya tersebut.Terlambat. Secarik foto itu sudah ada di tangan Aldo.Pria sangar itu pun malu, karena Aldo jadi tahu bahwa dia menyimpan foto perempuan yang tentu saja tidak sesuai dengan image-nya. "Duh, kena, deh! Argh, lagian ngapain sih, gue nggak benerin fotonya di tempat yang bener!" rutuk pria yang berbadan tegap dan sangar itu."Wah, cantik sekali perempuan ini. Selera Abang boleh juga hehehe …," puji Aldo.Awalnya, preman itu geram dan ingin menutupi rasa malunya dengan merampas foto itu, lalu menonjok Aldo saja. Namun, setelah mendengar pujian Aldo, hati pria itu jadi melunak.Bahkan, Aldo lalu memberikan foto itu dan berkata dengan lembut, "Hati-hati kalau menyimpannya. Lebih baik diberi plastik, agar kalau seandainya jatuh di genangan air

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 78

    Arumi yang mengetahui Citra tiba-tiba menjatuhkan gelas miliknya pun seketika menghampiri sang putri untuk menanyakan keadaannya. Bohong jika Arumi tidak merasa khawatir atas peristiwa yang baru saja terjadi ini. Apalagi sebelumnya sama sekali tak ada seorang pun yang menyenggol diri Citra."Aku baik-baik saja, Ma," ucap Citra mencoba untuk meyakinkan sang ibu meskipun sebenarnya dia sendiri juga merasa cukup terkejut atas kejadian itu."Sudahlah, Ma. Tenangkan dirimu. Toh, Citra tidak mengalami luka apa pun." Nugroho ikut menenangkan. Dia paling tidak bisa kalau harus melihat sang istri dilanda panik seperti itu."Serius kamu baik-baik saja? Astaga, lain kali hati-hati, Citra!" sentak Arumi menaikkan intonasi suaranya. Namun dalam hati dia bersyukur karena pecahan kaca yang ada tidak sampai melukai Citra, hanya kaki putrinya itu terlihat sedikit kotor karena beberapa tetes kopi yang sempat memercik ke arahnya."Lain kali lebih hati-hati lagi." Arumi kembali menasihati. Sebenarnya buk

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 79

    Melihat tukang parkir yang bernama Jaka itu begitu bersimpati pada kisahnya, membuat Aldo merasa sangat senang. Ia bergembira meski masih menampilkan raut wajahnya yang penuh kemalangan.Jaka dan Aldo memiliki kisah yang sama. Mereka masih begitu mencintai istrinya namun ditentang oleh mertua mereka. Inilah kesamaan yang sudah dicocokan oleh Aldo.Tentu cerita yang sebenarnya tidak Aldo ceritakan, tanpa tahu malu."Tenang saja, Pak Aldo, saya akan membantu Anda untuk melancarkan rencana ini!" seru Jaka dengan semangat.Aldo pun tersenyum manis dan sendu. Menatap Jaka penuh rasa haru. "Terimakasih, Jaka. Hanya kamu yang sangat mengerti aku," gumamnya lirih."Tentu saja. Kita berada di posisi yang sama, Pak Aldo. Jelas saya sangat mengerti apa yang Anda rasakan saat ini!" sahut Jaka lagi. Penuh semangat.Lalu dengan aura penuh positif dan semangat yang intens, Jaka memegang tangan Aldo dengan erat. Berjabat tangan sebagai seorang pria bermartabat. "Sekarang serahkah saja semuanya kepada

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 80

    Raya tak henti tersenyum gembira melihat ada rupiah yang masuk ke dalam rekeningnya. Dia tidak menyangka jika Om Johan, gadun barunya ternyata sangat royal kepadanya, padahal dia belum memberikan kesenangan yang berarti kepada Om Johan.Tak lupa Raya mengirimkan pesan singkat kepada Dona, teman sekelasnya yang selama ini bertindak sebagai “mami-nya” dalam mendapatkan para gadun.Tadi pagi Dona memang memberikan nomor telpon Om johan dan menjelaskan kalau Om Johan ingin bertemu dengannya. Tak perlu waktu lama Raya langsung menelponnya. Tak di sangka ternyata wajah Om Johan juga cukup menarik, tidak terlalu tua, dan yang terpenting lelaki itu sangat enak di ajak ngobrol oleh Raya.Raya pun setuju untuk bertemu di café langganannya, dan tidak di sangkat ternyata Om Johan sangat baik kepadanya.Selama mereka bertemu tidak sekalipun Om Johan menunjukkan wajah genitnya, bahkan lelaki itu terlihat menuruti semua yang di sampaikan oleh Raya.Setelah acara makan, Raya di antar pulang oleh Om J

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 81

    Rahang Raya mengeras begitu mendengar tuduhan dari kakak iparnya, jujur saja dia tak terima dikata-katai seperti itu oleh Kinanti.Gadis itu sudah berhasil mengambil ponselnya dari tadi. Awalnya dia tak mengerti mengapa tiba-tiba ibunya menyemprotnya dengan marah-marah serta Kinanti yang malah memaki-maki dirinya.Namun, firasat Raya mengatakan bahwa barangkali ibu dan kakak iparnya itu habis melihat sesuatu di ponselnya yang dia tinggalkan begitu saja di atas meja.Dengan cepat, Raya langsung melihat ponselnya dan langsung kaget melihat ruang obrolannya dengan sang gadun baru begitu panas dan liar. Gadun itu sampai mengirimkan foto organ yang paling haram di lihat. Dalam seketika, tubuh Raya menegang dan keringat dingin langsung mengalir dari pelipisnya. “Mati aku!” pekiknya dalam hati. Sungguh, Raya sangat mengutuki dirinya mengapa kali ini bisa lengah. Bisa-bisanya dia meninggalkan ponselnya begitu saja padahal seharusnya dia harus tetap waspada. Ada be

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 82

    Aldo yang tadi tengah menatap sisa makanan mertuanya, dikagetkan dengan teriakan Kinanti yang meminta pertolongannya. "Mas, kok malah bengong. Ayo, bantu Papa!" teriaknya lagi.Dia pun segera mendekat untuk menolong Guntur, ya membawa tubuh laki-laki itu ke tempat yang lebih nyaman lagi. Namun, Guntur malah sempat-sempatnya menolak pertolongan dari Aldo. Dia yang muak, enggan menerima pertolongan dari menantunya itu."Diam kamu, jangan bantu saya!" teriaknya.Aldo sempat terdiam, saat Guntur melarang dirinya menolongnya untuk bangun. Melihat itu, Kinanti kembali berteriak membuat Aldo pun melanjutkan tugasnya tanpa peduli dengan teriakan penolakan dari mertuanya."Dasar sialan, jangan sentuh saya!""Udah Mas, jangan didengarkan. Bantu Papa!" mohon Kinanti."Pa, udah ya, biarin Mas Aldo bawa Papa ke kamar. Biar bisa tiduran, biar bisa istirahat dengan nyaman," ucap Kinanti menenangkan ayahnya itu.Bagaimana lagi, di sana

Bab terbaru

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 129

    "Ah! Apa itu mas Alex??" gumamnya yang langsung bangkit dari duduknya, "Gawat! Aku harus cepat sembunyi!"Seketika saja wanita itu mengerjap, debaran jantungnya tak karuan mendengar derap langkah yang mendekati rumah tersebut. Kinanti merapatkan kedua tangannya lalu memegangi dadanya yang semakin terasa tak karuan.Bagaimana tidak? Hari-hari yang dijalani mereka awalnya sangat bahagia, Kinanti sangat bersyukur karena mendapatkan suami yang sangat pengertian dan selalu memanjakannya, fisik maupun batin.Akan tetapi, setelah menjalani kehidupan rumah tangga bersama Alex semua mulanya berjalan dengan baik dan bahkan bahagia, Kinanti selalu mendapat perlakuan manis dari Alex yang sangat menyayanginya, begitupun sebaliknya. Akan tetapi hal itu rupanya tidak berjalan lama karena ternyata Kinanti salah menilai Alex sebagai suami barunya, kehidupan rumah tangganyapun tak berjalan seperti apa yang diharapkan olehnya selama ini.Tak dapat terbayangkan pula jika nasib Kinanti akan hancur seperti

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 128

    Nugroho pun mengerjapkan kedua bola matanya dengan cepat. Dia mencoba mencerna kata-kata yang diucapkan oleh lawan bicaranya di depan matanya tersebut.Tanpa disadarinya pandangannya pun menyapu dari ujung kepala hingga ke ujung kaki Abey. "Menantu? Hmm ... boleh juga rupanya," batin Nugroho.Namun, sekejap kemudian Nugroho kembali tersadar bahwa apa yang dilakukannya itu terlalu gegabah. "Astaga, baru juga ketemu. Mikir apa sih aku ini?" batinnya membantah penilaiannya barusan, karena bagaimanapun juga dia ingin yang terbaik untuk Citra tapi tidak ingin memaksakan kehendaknya.Merespon sapaan dari Abey tersebut Nugroho pun jadi tertawa terbahak-bahak dan bersedekap. "Boleh juga keberanianmu, ya!" ucap pengusaha sukses tersebut sambil menepuk-nepuk bahu pemuda yang ada di hadapannya.Wajah Abey yang sudah mereda pun jadi memerah lagi. Sejenak dia juga merututi dirinya sendiri mengapa bisa sampai seberani itu.Namun, kemudian yang ia dengar adalah sahutan dari sang Ibu dan juga sahabat

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 127

    Bahkan Abey tidak seolah terbungkam dan tak mampu berkata-kata lagi saat menanggapi tekanan dari perempuan yang diharapkannya menjadi calon mertua tersebut. Ingin rasanya dia berteriak menyuarakan batinnya, "Tante, kita bukan udah kenal lagi, tapi saling suka! Iya benar, Citra juga bilang suka aku!"Namun, alih-alih bisa bersuara, Abey pun mengatupkan rahangnya kuat-kuat, tatkala melihat sosok yang dari tadi bersemayam di kepalanya itu muncul tertangkap ekor matanya.Sedetik kemudian, terdengar juga suara Citra yang berseru, "Mama!""Eh? Sebentar ya, Sar," ucap Arumi pada temannya untuk menanggapi panggilan sang anak terlebih dahulu, "Apa, Sayang?"Kali ini giliran Citra yang syok sampai rahangnya menganga terbuka. Kedua bola matanya saling tatap dengan seorang pria tampan yang berdiri terpaku di tengah taman rumahnya.Citra mengibaskan kepalanya, berusaha menghalau gambaran di depan mata kepalanya yang dikiranya sebagai halusinasi itu."Lho, kok malah bengong? Kenapa lagi sih, Sayang

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 126

    Abey masih tak bergeming sama sekali. Pikirannya sungguh sangat tak menentu saat ini. Tidak, tetapi rasanya otaknya sudah eror!Bagaimana bisa alamat yang dikirimkan oleh mamanya itu adalah alamat yang sama dengan rumah Citra, wanita yang sangat ia cintai?!Bahkan titik di mana mamanya berada benar-benar tepat di titik di mana rumah Citra itu.Saat ini Abey masih berada di depan rumah Citra. Sedari tadi, saat wanitanya itu turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah, Abey masih tak bergerak atau menjalankan mobilnya sama sekali.Selagi menunggu balasan dari mamanya agar mengirim lokasi di mana rumah teman mamanya berada, Abey tak beranjak dari tempatnya sedikitpun.Tetapi apa daya jika yang ia dapatkan sangat mengejutkan seperti ini?!"Ini ... tak mungkin 'kan teman mama itu ...," ucap Abey yang menggantung, kembali menoleh dan megamati rumah mewah milik keluarga Citra dengan seksama."Atau jangan-jangan teman Mama itu adalah ibunya Citra?" gumamnya lirih menyambung ucapannya yang mengg

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 125

    Seketika Citra membeku di tempat hanya karena mendengar pertanyaan dari Abey perihal isi hatinya. Perasaan kikuk kembali menghantui. Sejenak wanita itu menimbang, mau tetap menyembunyikan perasaan dan membuat Abey menunggu atau terus terang saat ini juga.Namun, bersamaan dengan itu Citra sadari rupanya dia sudah berada di dekat area rumah, tanda jika dirinya harus kembali menerangkan arah jalan."Itu, setelah patung di depan itu kamu belok kanan," ucap Citra menerangkan. Dia tak mau membuat dirinya dan Abey berakhir kebablasan sehingga harus mencari rute untuk berputar. Jalanan masih cukup ramai, akan sedikit sulit mengambil jalan putar. Apalagi perlu beberapa meter lagi baru mereka akan menemukan tempat untuk berbelok."Ah, jadi daerah sini? Kalau daerah sini aku pernah datang. Aku ingat dulu pernah diajak temanku ke sini. Kebetulan rumah temanku ada di perumahan itu, yang itu." Dengan cepat Abey menunjuk sebuah komplek perumahan tak jauh dari lokasi mereka. Komplek itu cukup besar

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 124

    Sepanjang perjalanan Citra hanya bisa menyalahkan dirinya dan pikirannya yang tumpul. Terlalu penakut hanya karena kegagalan cinta di masa lalu.Sadar akan dirinya yang masih ditunggui oleh Abey, Citra pun berusaha keras mengusir segala rutukan yang hanya memenuhi isi kepala itu."Sudahlah," desis Citra pelan sembari mulai menata meja kerjanya. Beberapa saat kemudian wanita itu kembali berjalan keluar dari ruangan untuk kemudian menghampiri Abey yang sejak tadi masih berada di parkiran.Sementara itu, di tempatnya Abey menunggu dengan resah. Hawa panas dan dingin seolah menyerang jiwanya secara bersamaan."Sial. Kenapa aku harus bertindak gegabah, sih? Kenapa aku harus terburu-buru seperti ini? Citra pasti kecewa sekali. Mana mungkin dia mau menerimaku kalau begini caranya! Mengungkapkan perasaan di lahan parkir? Sungguh? Oh my God! Good job, Abey. Kamu telah menghancurkan semua," sinis Abey pada dirinya sendiri. Pria itu seperti kehilangan harapan sekarang."Ah, tidak apa-apa lah. To

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 123

    Citra yang merasa penasaran dengan ajakan Abey pun tanpa pikir panjang mengikuti langkah pria itu. Entah mengapa hari ini Citra mendadak berubah menjadi wanita penurut karena hati yang selalu terasa enggan menolak setiap ajakan yang Abey layangkan. Namun, jujur saja hal itu sama sekali tak membuat Citra resah. Justru berada di samping Abey selalu membuat Citra nyaman dan betah.Sekilas Citra mencuri tatap ke arah Abey yang masih setia berjalan di sisinya. Melihat pria itu dari dekat benar-benar mampu mendebarkan dada Citra. Juga pipi wanita itu yang perlahan menampakkan ronanya.Abey menghentikan langkah saat tubuhnya sudah benar-benar tiba pada lokasi tujuan. Begitu pula dengan Citra yang sejak tadi mengikuti laju kaki Abey.Sejenak Abey berdehem pelan, berusaha keras menetralisir rasa gugup yang melingkupi jiwa. Setelahnya Abey memberanikan diri memutar tubuh menghadap Citra yang sebenarnya sejak tadi sudah menunggu kalimat apa yang hendak pria di sampingnya itu katakan."Emm, Citra

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 122

    "Apa maksud, Mama?!" pekik Raya.Saat ini Raya sudah mengerutkan dahinya dengan kasar. Tentu saja ia berharap apa yang dikatakan mamanya tadi adalah mimpi dan dia hanya salah dengar saja.Berjualan makanan? Raya tidak gila untuk melakukan semua itu! God, demi apapun, Raya tak mau!"Apa kamu masih tidak paham dengan apa yang mama maksud, huh?" desis tajam Miranti yang menatap Raya dengan bengis. "Tentu saja kita harus hidup, Raya! Kita harus makan dan punya uang. Memangnya kamu pikir kita memiliki uang untuk makan jika kita tidak mencarinya?!"Dengan marah dan masih mencoba untuk mengeluarkan semua bahan-bahan makanan yang tersisa, Miranti kembali mengomeli putrinya itu."Dan kamu!" Miranti menunjuk Raya dengan tajam, ia marah saat ini. "Bagaimana bisa kamu kehilangan uang itu, tabunganmu!"Plaaakk ...!!!"Aaakhh ...! Mama! Kenapa mama memukul Raya?!" Lengan Raya dipukul cukup keras dengan Miranti yang kini sudah memelototinya."Tentu saja ini juga salahmu!"Raya mengerutkan dahinya. "

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 121

    "Ugh ...."Miranti mulai merasakan pening di kepalanya. Bahkan rasanya saat ini bagian kepalanya sudah sangat besar, hampir pecah.Melenguh kesakitan dan sedikit mengerutkan dahi, Miranti mulai sadar. Membuka matanya dan cahaya remang-remang mulai masuk ke dalam pandangannya.'Sepertinya aku baru saja pingsan,' gumam Miranti sembari merintih, memegangi rambut kepalanya dengan erat. Sial, peningnya masih saja menjadi!"Mama ... Mama sudah bangun?"Seketika Miranti langsung menoleh ke arah sumber suara yang masuk ke dalam pendengarannya itu. Itu adalah Raya, putri semata wayangnya. Putrinya itu sedang mengipasi dirinya dengan raut wajah yang cukup khawatir."Ughh ...," lenguh Miranti kembali sembari mencoba untuk bangun.Dibantu dengan Raya, ia mulai mendudukkan diri di ranjang tempat kamar tidur pribadinya. "Hati-hati, Ma, sepertinya kepala Mama masih berat," ucap Raya seraya membantu ibunya itu.Itu benar. Kepalanya masih sangat pusing."Kamu sudah kembali?" tanya Miranti sedikit deng

DMCA.com Protection Status