Share

Negosiasi sengit

Author: Vyra Fame
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

WANITA YANG MEMBELI SUAMIKU

BAB 4

Negosiasi sengit 

"Mau kalian apa?" tanyaku berusaha tenang. Menarik napas dalam-dalam untuk memulihkan kesadaran sepenuhnya. 

"Tanda tangan ini sekarang juga." 

Aku bagaikan tersangka yang diinterogasi sengit oleh mereka. Pintar sekali mereka memanfaatkan keadaan. Mereka tahu aku sudah tertidur beberapa jam. Sengaja segera membangunkanku. Agar aku yang sedang setengah sadar segera menandatangani dokumen itu.  

Maaf, aku tidak bodoh. Efek bangun tidur hanya berjalan beberapa menit. Sesudahnya aku akan sadar sepenuhnya dan siap melawan para manusia tidak ada otak seperti mereka.  

"Bayar dulu satu milyar. Baru aku tanda tangan. Ditambah uang 500 juta buat ngurus perceraian." 

"Gak usah banyak ngatur. Jadi istri itu harus nurut. Cepat tanda tangan," desak ibu.  

"Gak!" sentakku. 

"Citra, kamu semakin berani saja, yah. Cepat tanda tangan. Atau aku paksa kamu!"

"Hahaha, mau maksa gimana, Mas?  paksa ajah kalau bisa." 

"Cepat tanda tangan!" bentak ibu. 

Mertuaku berdiri. Lalu, dia mencengkram kuat leherku dari belakang. Tulang leher rasanya diremas-remas. Dicekik dari arah belakang. Sementara itu, Mas Aldo hanya diam saja, dia sama sekali tidak berniat menolongku untuk lepas dari cengkraman ibunya. Dasar manusia gila harta. Mereka rela melakukan apa saja sampai berani menyakitiku.  

"Tanda tangan di sini, Cit. Ibu terpaksa berbuat kasar. Mangkanya kamu nurut sama Mas." 

"Bunuh saja aku. Aku pastikan kalian akan masuk penjara. Orang tuaku pasti akan menyelidiki kebejatan kalian nantinya." 

"Kami tidak akan membunuh kamu, Citra. Mangkanya tanda tangan. Biar urusannya cepat beres." 

"Tidak. Sebelum kalian berikan aku uang. Cekik saja aku sampai mati. Kalau kalian sudah siap membusuk di penjara." 

"Cukup, Bu. Kinanti gak mau nama kalian tercemar karena membunuh perempuan gila ini." 

"Lepaskan, Bu!" perintah Mas Aldo. Dengan raut kesal Ibu melepaskan cengkeramannya. Tidak ada raut bersalah dari wajahnya. Benar-benar perempuan tua yang sudah gila.  

Hatiku sakit luar biasa atas perbuatan mereka. Bukan hanya batinku yang mereka sakiti. Fisikku juga mereka lukai. Bagian leher rasanya perih, mungkin sudah ada bekas kemerahan di sana. Aku tidak akan tinggal diam sudah diperlakukan bagaikan hewan oleh mereka.  

"Anda sudah benar-benar gila, Bu. Demi uang tega-teganya menyakiti menantu sendiri. Aku akan bawa kasus ini ke polisi."  

Aku berdiri dengan percaya diri untuk melawan mereka semua. Aku masuk ke kamar untuk mengambil ponsel dan tas. Niatku bulat untuk melaporkan mereka. Tidak ada toleransi terhadap kekerasan fisik . Aku bukan perempuan lemah. Yang diam saja diperlakukan seenaknya. Tindakan mereka sudah menjurus pada kekerasan dalam rumah tangga, dan pemaksaan. 

"Citra, jangan banyak drama. Jangan mempersulit urusan di antara kita. Ikuti perintahku semua ini demi kebaikan kita," bujuk Mas Aldo bersikap lembut. Pasti dia takut aku berbuat nekat.  

"Tidak! Aku pastikan Ibumu masuk penjara!" ancamku dengan emosi tingkat tinggi. 

"Hahaha, Mbak jangan melawak. Mbak tidak ada bukti melaporkan ini semua," ujar Kinanti. 

Aku hanya tersenyum sinis. Mereka tidak tahu saja, tanganku sedang memegang ponsel. Fitur rekaman sudah diaktifkan. Semua pembicaraan mereka aku rekam untuk dijadikan bukti.  

"Benar kata calon menantuku. Kamu pikir saya bodoh? saya tidak takut dengan ancamanmu. Laporkan saja. Kamu tidak punya bukti. Saya akan membalikkan fakta, dan melaporkanmu atas tuduhan pencemaran nama baik." 

"Oke, kita buktikan saja." 

Dasar manusia bodoh. Mereka pikir bisa mengalahkan aku? tidak sama sekali. Istri yang tersakiti punya seribu satu cara untuk membalas sakit hatinya. Kezaliman tidak akan menang.  Cepat atau lambat akan binasa dan hanya menunggu waktu saja. 

Aku bergegas menuju jalan raya. Lalu, memesan taksi online. Aku benar-benar akan melaporkan kasus ini ke polisi. Aku punya uang. Jadi, bisa menyewa pengacara hebat. Sikap mereka jika dibiarkan akan semakin menjadi-jadi. Aku harus nekat. Supaya, mereka kapok meremehkanku. 

"Ada yang bisa dibantu, Bu?" tanya pak polisi dengan ramah tapi tegas. 

Aku ceritakan semuanya. Menunjukkan bukti yang aku punya. Rekaman suara, dan bukti fisik. Leherku memerah. Tampak kebiruan saat aku melihatnya di cermin.  

Semua ini ulah manusia tamak akan harta. Tega menyakiti siapa pun. Hanya memperdulikan diri sendiri. Padahal, syarat dariku tidak sulit hanya satu milyar saja. Namun, mereka malah memilih jalan anarkis. Aku pastikan, mereka akan menyesali tindakannya padaku.  

"Baik, Bu. Laporan Ibu akan diproses, karena bukti yang Ibu berikan sudah cukup kuat untuk rekamannya.  Tapi untuk bukti fisik, Ibu bisa visum ke dokter yang tidak jauh dari sini. Nanti Ibu kembali ke sini untuk menyerahkan surat hasil visum tadi pada kami. Secepatnya, pelaku akan ditangkap." 

"Terima kasih, Pak," ujarku berakting menangis. supaya, membuat Pak Polisi semakin iba. 

Setelah laporanku diproses, aku segera menuju di mana klinik yang Pak polisi tadi katakan untuk aku melakukan visum  setelah selesai aku kembali lagi ke kantor polisi untuk menyerahkan hasilnya dan setelahnya pun aku pulang ke rumah. Tinggal menunggu kabar, ibu mertua ditangkap polisi. Mereka akan sadar, bahwa aku bukan lawan yang lemah.  

"Citra, kamu beneran ke kantor polisi?" tanya Mas Aldo yang sedang menungguku di teras depan. Sementara ibu dan Kinanti sudah tak terlihat lagi. Mungkin, mereka sudah pulang ke rumah masing-masing. 

"Iya, kamu takut, Mas?" 

"Hahaha, aku kasian sama kamu, istriku. Pasti laporan kamu ditolak. Kamu hanya mempermalukan dirimu sendiri. Lebih baik ikuti saja kemauanku." 

"Kita lihat saja nanti." 

Aku tak mau banyak bicara. Biar fakta yang berbicara. Lebih baik masuk ke kamar. Aku ingin merebahkan tubuh di ranjang. Supaya, bisa sedikit rileks. Berpura-pura tegar butuh tenaga ekstra. Aku tak mau terlihat lemah. Meskipun, saat perjalanan ke kantor polisi, dan arah pulang, air mataku sudah bercucuran.  

Sekuat apa pun diriku tetap saja, aku hanya manusia biasa. Seorang perempuan yang punya perasaan. Tentu batinku tersiksa, sakit luar biasa. Tak pernah menyangka suami yang aku cintai memperlakukanku setega ini. Sama sekali tidak membelaku di depan ibunya yang ganas.  

"Maafkan Mas, Citra. Kamu maunya apa? tolong jangan bersikap seperti ini," ujar Mas Aldo duduk di tepi ranjang. Entah akting apalagi yang mau dia mainkan. Berubah sok manis dan lemah lembut.  

"Jangan ganggu aku, Mas. Biarkan aku rebahan dan tidur dengan tenang. Baru nanti kita saling bertarung lagi dalam permainan ini." 

"Ini bukan pertarungan apalagi permainan, Sayang. Ini pernikahan. Jadi, tolong hargai aku sebagai suami turuti saja perintahku." 

Tubuhku langsung melonjak duduk. Kuping panas mendengar ucapan Mas Aldo. Capek berhadapan dengan manusia setengah Dajjal.  

"Pinter yah, kalau ngomong." 

"Maksudnya gimana, Citra? kenapa kamu berubah kaya gini? biasanya kamu selalu menjadi istri yang penurut." 

"Hahaha, capek ngomong sama manusia gak punya otak. Kamu mikir sendiri alasannya." 

Sumpah, hatiku kesal dan capek luar biasa. Rasanya ingin secepatnya minta cerai. Namun, aku urungkan niatku. Tak mau Mas Aldo bahagia. Biar dia mendapatkan pelajaran terlebih dahulu karena perbuatannya. Tak boleh dilepaskan begitu saja. Nanti suami dan mertuaku semakin senang bisa bahagia di atas penderitaanku.  

"Hallo, Raya, ada apa?" tanya Mas Aldo mengangkat panggilan. Sepertinya adik iparku yang menelpon.  

" .... " 

Sayangnya aku tak bisa mendengar kata-kata yang diucapkan Raya. Hanya bisa melihat ekspresi Mas Aldo yang mendadak tegang. Lalu, suamiku menatap tajam ke arahku.  

"Kenapa bisa ada polisi?"

Related chapters

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   Uang untuk bebas

    WANITA YANG MEMBELI SUAMIKUBab 5 Uang Untuk Bebas "Kenapa bisa ada polisi?" "...." "Tenanglah, Dek. Mas akan segera menghubungi Ibu di kantor polisi. Kamu tunggu saja di rumah. Semua akan baik-baik saja." Mas Aldo menutup sambungan telepon kemudian memandangku sengit. Aku malah tersenyum penuh kemenangan. Sayangnya, tak bisa mendengar suara adik iparku yang sombong. Pasti seru sekali mendengar kepanikannya. Mereka merasa paling hebat, akhirnya kalah juga. Itulah pentingnya jangan meremehkan orang lain. Aku tak mau jadi orang jahat, tapi harus tega menghadapi manusia jahat. Semoga saja, hati mereka tertampar. Sehingga, bisa menyadari kesalahan. Meskipun demikian, hal tersebut sulit terjadi. Manusia yang sudah dikuasai nafsu, akan sulit berkaca diri. Merasa paling benar. Selalu mendengar bisikan dalam dirinya. Menghalalkan segala cara supaya mendapatkan segalanya. Padahal, apa yang mereka inginkan secara mati-matian, belum tentu kebahagiaan dan kedamaian hidup. "Apa yang kam

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   ancaman Citra

    Brak! Citra menancapkan pisau daging yang dia ambil dari dapur tadi ke atas meja di ruang tamu. Wajah Aldo seketika pucat melihat gerakan Citra kali ini. "Bagaimana? Masih berani padaku?""Cit, kamu jangan main-main ya. Itu pisau lho." Tampak sekali Aldo sangat ketakutan tapi ia berusaha membuat wajahnya terlihat biasa saja. "Yang bilang itu kuaci siapa? Pisau itu sangat tajam lho, Mas. Daging merah yang disiset lalu dipanggang dan dicelupkan bersama saus sambal itu nikmat lho, Mas. Apakah kamu mau mencobanya? Ah, gak perlu sampai nyawamu melayang. Cukup aku minta sedikit daging di tanganku yang suka menyakitiku itu saja aku sudah bahagia. Gimana? Boleh kan? Kesinikan tanganmu, Mas." Lagi-lagi Aldo menelan salivanya. Ia berjalan mundur menjauhi Citra yang juga berjalan maju mendekati dirinya. Semakin lama tubuh Aldo semakin menjauh dari Citra karena ia menghentikan langkahnya dan memandang Aldo tajam dengan senyuman yang menyeringai. "Dasar istri gila! Awas kamu Citra! Aku masih

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   Kinanti hamil?

    "Kamu kayak gak tau Citra aja. Gak ada duit ya gak ada makanan. Ah, bahkan kalau ada duit pun seringnya juga gak ada makanan di meja.""Iyakah? Yaudah deh kamu mau pesan apa""Samakan saja dengan pesananmu. Mas makan gak pernah memilih kok." Setelah Kinanti memanggil pelayan dan kembali pesan menu yang sama seperti dirinya pesan tadi. Ia kembali mengobrol dengan Aldo. "Parah sekali istrimu itu, Mas. Tapi kenapa gak kamu ceraikan saja sih dia, Mas? Kamu menikah sama aku kan enak hanya aku satu-satunya di hidupmu.""Masalahnya aku kasihan sama dia, Sayang. Orang tuanya miskin. Kalau aku menceraikannya mau tinggal di mana dia. Lagian kalau dia tetap menjadi istriku setelah kita menikah lagi kan kamu bisa menyuruh-nyuruhnya yah anggap saja pembantu gratisan. Ya kan?""Hemm kamu benar juga, Mas. Tapi masalahnya dia kekeh minta uang satu milyar itu gimana dong, Mas?""Itu juga yang aku pusingkan. Meskipun orang tuamu kaya dan gak ada artinya kalau harus mengeluarkan uang segitu banyak tapi

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   membebaskan Bu Miranti

    "Kamu memang yang terbaik buatku, Sayang."***Keesokan harinya, Kinanti menepati janjinya untuk membebaskan Ibu Miranti. Kinanti pun membawa serta pengacara keluarganya untuk ikut membereskan semua permasalahan Bu Miranti. Kinanti dan juga Aldo telah membuat janji untuk bertemu di kantor polisi saja agar tidak memakan waktu. Aldo yang terlebih dahulu sampai di kantor polisi pun menunggu Kinanti yang masih dalam perjalanan menuju kantor polisi. Tidak berlama-lama Aldo menunggu, Kinanti pun sampai di kantor polisi di mana Bu Miranti, ibunya Aldo ditahan. "Hai, Mas. Sudah lama menunggu?"Kinanti berjalan menghampiri Aldo yang terlihat duduk di ruang tunggu. Ia menyapa Aldo yang terlihat celingukan mencari seseorang. "Akhirnya kamu datang juga, Sayang. Nggak kok, aku juga baru saja sampai." Aldo tersenyum saat melihat kedatangan Kinanti. "Kenalkan, Mas, ini Om Agus pengacara yang akan membantu Ibu keluar dari sini." Kinanti memperkenalkan Pak Agus kepada Aldo. Aldo mengulurkan ta

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   permintaan Bu Miranti

    "Om, Kinanti mohon Om jangan cerita sama Papa ya. Ini biar jadi masalahnya Kinan saja. Jadi Papa nggak perlu tau," ucap Kinan memelas pada pengacara keluarga nya itu yang bernama Pak Agus. "Sebenarnya itu memang hak klien, Om memang tidak perlu untuk mengatakan hal apa pun kepada orang lain termasuk Papa kamu." Kinanti dapat bernapas lega karena ia sebenarnya juga takut kalau sang papa akan mengetahui semuanya. "Tapi Om sebagai pengacara Pak Anggoro cuma bisa mengingatkan saja. Lebih baik Kamu batalkan niat kamu untuk menikah dengan pria itu. Karena Om melihat lelaki itu cuma mau harta saja. Dia itu tidak bukan pria baik-baik. Apalagi Ibunya. Mereka itu matre. Dia tidak tulus mencintai kamu Kinanti," imbuh Pak Agus menasehati Kinanti panjang lebar agar Kinanti paham dengan apa yang diucapkan Pak Agus. Kinanti yang mendengar ucapan Pak Agus pun menepis semua omongan yang diucapkan Pak Agus barusan. "Itu cuma perasaan Om Agus saja. Mas Aldo nggak seperti itu kok, Om. Mas Aldo dan

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   aku bukan babu kalian!

    "Iya Kinan, Ibu sama Aldo bisa naik taksi kok. Tapi … anu ….""Kenapa, Bu?""Ibu dan Aldo gak punya uang buat naij taksi. Emmm maaf kalau merepotkanmu, Nak, bisa gak kalau kita pinjam dulu uang buat naik taksi? Kamu kan tau kalau uang gaji Aldo itu dikuasai sama Citra sialan itu." Mimik wajah Bu Miranti dibuat sesedih mungkin agar Kinanti mempercayainya. "Oh, iya Ibu tenang saja. Ini Kinanti ada kok. Maaf ya hanya bisa kasih segini soalnya belum narik lagi uang di ATM." Kinanti menyerahkan sepuluh lembar uang berwarna merah pada Bu Miranti. Mendadak wajah tua yang tampak kuyu karena beberapa hari berada di dalam penjara itu seketika berbinar. "Ya ampun terimakasih ya, Kinanti. Kamu memang calon menantu yang terbaik buat Ibu. Memanglah si Aldo ini gak pernah salah pilih." Kinanti tersenyum mendengar ucapan Bu Miranti. Ia pun berpamitan sembari mencium takzim tangan calon mertuanya itu. "Yasudah kalau begitu aku pulang dulu ya., "Ya sudah hati-hati ya, Sayang. Ibu doakan semoga uru

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   kedatangan Raya

    "Nama kamu Citra kan? Ya jelas nyuruh kamu lah." "Aku? Ogah! Suruhlah sana calon menantumu yang katanya baik dan terhormat itu. Aku bukan babu kalian!"Citra pergi berlalu meninggalkan Bu Miranti dan juga Aldo. Citra memasuki kamarnya dan tidak lupa mengunci pintu kamar agar tidak diganggu oleh kedua orang yang sangat menyebalkan menurut Citra. Brak! CeklekCeklek"Lihat tuh, Do! Kelakuan istri kamu itu gak ada sopan-soapannya sama orang tua! Kerjanya memvangkang saja! Sudahlah lebih baik kamu ceraikan saja dia. Dasar istri gak berguna bisanya cuma nyusahin saja." "Ck, sudahlah, Bu, biarkan saja dulu. Ibu lapar kan? Yuk kita beli maka pakai uang yang dikasih Kinanti tadi. Masih ada kan?""Ya masih lah. Gila aja kalau sudah habis masa iya cuma buat bayar ongkos taksi aja langsung habis.""Ya kali kan biasanya juga begitu. dikasih uang langsung deh habis.""Jadi kamu mulai hitung-hitungan sama Ibu, Do?""Ya, ya enggak begitu maksud Aldo, Bu. Aldo cuma …." "Halah, dahlah, nih sana k

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   jepitin aja sana ke pintu, Mas!

    "Istri kamu belum keluar juga dari kamar? Kenapa gak minta dia aja sih yang bersihkan. Benar-benar istri tak berguna.""Kelamaan nunggu dia. Udahlah sana istirahat soalnya aku juga mau istirahat. Badanku capek semua."Bu Miranti dan Raya pun akhirnya mengangguk dan mereka beranjak ke dalam kamar yang berada tak jauh dari meja makan tersebut karena memang jarak kamar utama dengan kamar kosong itu memang cukup jauh. Jika kamar utama ada di sebelah ruang tamu maka kamar yang akn digunakan Bu Miranti dan Raya ada di sebelah ruang makan yang gabung dengan dapur. Setelah memastikan Ibu dan Adiknya masuk ke dalam kamar, Aldo juga bergegas untuk masuk ke kamarnya. Entahlah, rasanya malam ini dia tengah berhasrat dan minta untuk dituntaskan sekarang juga. Aldo pun menyusul Citra ke kamarnya, ia menggedor-gedor pintu kamarnya dengan Citra, tetapi tak kunjung dibukakan oleh Citra. DokDokDok"Cit, buka pintunya!"Agak lama Aldo menunggu tetapi Citra tak kunjung keluar juga. TokTokTokAldo

Latest chapter

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 129

    "Ah! Apa itu mas Alex??" gumamnya yang langsung bangkit dari duduknya, "Gawat! Aku harus cepat sembunyi!"Seketika saja wanita itu mengerjap, debaran jantungnya tak karuan mendengar derap langkah yang mendekati rumah tersebut. Kinanti merapatkan kedua tangannya lalu memegangi dadanya yang semakin terasa tak karuan.Bagaimana tidak? Hari-hari yang dijalani mereka awalnya sangat bahagia, Kinanti sangat bersyukur karena mendapatkan suami yang sangat pengertian dan selalu memanjakannya, fisik maupun batin.Akan tetapi, setelah menjalani kehidupan rumah tangga bersama Alex semua mulanya berjalan dengan baik dan bahkan bahagia, Kinanti selalu mendapat perlakuan manis dari Alex yang sangat menyayanginya, begitupun sebaliknya. Akan tetapi hal itu rupanya tidak berjalan lama karena ternyata Kinanti salah menilai Alex sebagai suami barunya, kehidupan rumah tangganyapun tak berjalan seperti apa yang diharapkan olehnya selama ini.Tak dapat terbayangkan pula jika nasib Kinanti akan hancur seperti

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 128

    Nugroho pun mengerjapkan kedua bola matanya dengan cepat. Dia mencoba mencerna kata-kata yang diucapkan oleh lawan bicaranya di depan matanya tersebut.Tanpa disadarinya pandangannya pun menyapu dari ujung kepala hingga ke ujung kaki Abey. "Menantu? Hmm ... boleh juga rupanya," batin Nugroho.Namun, sekejap kemudian Nugroho kembali tersadar bahwa apa yang dilakukannya itu terlalu gegabah. "Astaga, baru juga ketemu. Mikir apa sih aku ini?" batinnya membantah penilaiannya barusan, karena bagaimanapun juga dia ingin yang terbaik untuk Citra tapi tidak ingin memaksakan kehendaknya.Merespon sapaan dari Abey tersebut Nugroho pun jadi tertawa terbahak-bahak dan bersedekap. "Boleh juga keberanianmu, ya!" ucap pengusaha sukses tersebut sambil menepuk-nepuk bahu pemuda yang ada di hadapannya.Wajah Abey yang sudah mereda pun jadi memerah lagi. Sejenak dia juga merututi dirinya sendiri mengapa bisa sampai seberani itu.Namun, kemudian yang ia dengar adalah sahutan dari sang Ibu dan juga sahabat

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 127

    Bahkan Abey tidak seolah terbungkam dan tak mampu berkata-kata lagi saat menanggapi tekanan dari perempuan yang diharapkannya menjadi calon mertua tersebut. Ingin rasanya dia berteriak menyuarakan batinnya, "Tante, kita bukan udah kenal lagi, tapi saling suka! Iya benar, Citra juga bilang suka aku!"Namun, alih-alih bisa bersuara, Abey pun mengatupkan rahangnya kuat-kuat, tatkala melihat sosok yang dari tadi bersemayam di kepalanya itu muncul tertangkap ekor matanya.Sedetik kemudian, terdengar juga suara Citra yang berseru, "Mama!""Eh? Sebentar ya, Sar," ucap Arumi pada temannya untuk menanggapi panggilan sang anak terlebih dahulu, "Apa, Sayang?"Kali ini giliran Citra yang syok sampai rahangnya menganga terbuka. Kedua bola matanya saling tatap dengan seorang pria tampan yang berdiri terpaku di tengah taman rumahnya.Citra mengibaskan kepalanya, berusaha menghalau gambaran di depan mata kepalanya yang dikiranya sebagai halusinasi itu."Lho, kok malah bengong? Kenapa lagi sih, Sayang

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 126

    Abey masih tak bergeming sama sekali. Pikirannya sungguh sangat tak menentu saat ini. Tidak, tetapi rasanya otaknya sudah eror!Bagaimana bisa alamat yang dikirimkan oleh mamanya itu adalah alamat yang sama dengan rumah Citra, wanita yang sangat ia cintai?!Bahkan titik di mana mamanya berada benar-benar tepat di titik di mana rumah Citra itu.Saat ini Abey masih berada di depan rumah Citra. Sedari tadi, saat wanitanya itu turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah, Abey masih tak bergerak atau menjalankan mobilnya sama sekali.Selagi menunggu balasan dari mamanya agar mengirim lokasi di mana rumah teman mamanya berada, Abey tak beranjak dari tempatnya sedikitpun.Tetapi apa daya jika yang ia dapatkan sangat mengejutkan seperti ini?!"Ini ... tak mungkin 'kan teman mama itu ...," ucap Abey yang menggantung, kembali menoleh dan megamati rumah mewah milik keluarga Citra dengan seksama."Atau jangan-jangan teman Mama itu adalah ibunya Citra?" gumamnya lirih menyambung ucapannya yang mengg

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 125

    Seketika Citra membeku di tempat hanya karena mendengar pertanyaan dari Abey perihal isi hatinya. Perasaan kikuk kembali menghantui. Sejenak wanita itu menimbang, mau tetap menyembunyikan perasaan dan membuat Abey menunggu atau terus terang saat ini juga.Namun, bersamaan dengan itu Citra sadari rupanya dia sudah berada di dekat area rumah, tanda jika dirinya harus kembali menerangkan arah jalan."Itu, setelah patung di depan itu kamu belok kanan," ucap Citra menerangkan. Dia tak mau membuat dirinya dan Abey berakhir kebablasan sehingga harus mencari rute untuk berputar. Jalanan masih cukup ramai, akan sedikit sulit mengambil jalan putar. Apalagi perlu beberapa meter lagi baru mereka akan menemukan tempat untuk berbelok."Ah, jadi daerah sini? Kalau daerah sini aku pernah datang. Aku ingat dulu pernah diajak temanku ke sini. Kebetulan rumah temanku ada di perumahan itu, yang itu." Dengan cepat Abey menunjuk sebuah komplek perumahan tak jauh dari lokasi mereka. Komplek itu cukup besar

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 124

    Sepanjang perjalanan Citra hanya bisa menyalahkan dirinya dan pikirannya yang tumpul. Terlalu penakut hanya karena kegagalan cinta di masa lalu.Sadar akan dirinya yang masih ditunggui oleh Abey, Citra pun berusaha keras mengusir segala rutukan yang hanya memenuhi isi kepala itu."Sudahlah," desis Citra pelan sembari mulai menata meja kerjanya. Beberapa saat kemudian wanita itu kembali berjalan keluar dari ruangan untuk kemudian menghampiri Abey yang sejak tadi masih berada di parkiran.Sementara itu, di tempatnya Abey menunggu dengan resah. Hawa panas dan dingin seolah menyerang jiwanya secara bersamaan."Sial. Kenapa aku harus bertindak gegabah, sih? Kenapa aku harus terburu-buru seperti ini? Citra pasti kecewa sekali. Mana mungkin dia mau menerimaku kalau begini caranya! Mengungkapkan perasaan di lahan parkir? Sungguh? Oh my God! Good job, Abey. Kamu telah menghancurkan semua," sinis Abey pada dirinya sendiri. Pria itu seperti kehilangan harapan sekarang."Ah, tidak apa-apa lah. To

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 123

    Citra yang merasa penasaran dengan ajakan Abey pun tanpa pikir panjang mengikuti langkah pria itu. Entah mengapa hari ini Citra mendadak berubah menjadi wanita penurut karena hati yang selalu terasa enggan menolak setiap ajakan yang Abey layangkan. Namun, jujur saja hal itu sama sekali tak membuat Citra resah. Justru berada di samping Abey selalu membuat Citra nyaman dan betah.Sekilas Citra mencuri tatap ke arah Abey yang masih setia berjalan di sisinya. Melihat pria itu dari dekat benar-benar mampu mendebarkan dada Citra. Juga pipi wanita itu yang perlahan menampakkan ronanya.Abey menghentikan langkah saat tubuhnya sudah benar-benar tiba pada lokasi tujuan. Begitu pula dengan Citra yang sejak tadi mengikuti laju kaki Abey.Sejenak Abey berdehem pelan, berusaha keras menetralisir rasa gugup yang melingkupi jiwa. Setelahnya Abey memberanikan diri memutar tubuh menghadap Citra yang sebenarnya sejak tadi sudah menunggu kalimat apa yang hendak pria di sampingnya itu katakan."Emm, Citra

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 122

    "Apa maksud, Mama?!" pekik Raya.Saat ini Raya sudah mengerutkan dahinya dengan kasar. Tentu saja ia berharap apa yang dikatakan mamanya tadi adalah mimpi dan dia hanya salah dengar saja.Berjualan makanan? Raya tidak gila untuk melakukan semua itu! God, demi apapun, Raya tak mau!"Apa kamu masih tidak paham dengan apa yang mama maksud, huh?" desis tajam Miranti yang menatap Raya dengan bengis. "Tentu saja kita harus hidup, Raya! Kita harus makan dan punya uang. Memangnya kamu pikir kita memiliki uang untuk makan jika kita tidak mencarinya?!"Dengan marah dan masih mencoba untuk mengeluarkan semua bahan-bahan makanan yang tersisa, Miranti kembali mengomeli putrinya itu."Dan kamu!" Miranti menunjuk Raya dengan tajam, ia marah saat ini. "Bagaimana bisa kamu kehilangan uang itu, tabunganmu!"Plaaakk ...!!!"Aaakhh ...! Mama! Kenapa mama memukul Raya?!" Lengan Raya dipukul cukup keras dengan Miranti yang kini sudah memelototinya."Tentu saja ini juga salahmu!"Raya mengerutkan dahinya. "

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 121

    "Ugh ...."Miranti mulai merasakan pening di kepalanya. Bahkan rasanya saat ini bagian kepalanya sudah sangat besar, hampir pecah.Melenguh kesakitan dan sedikit mengerutkan dahi, Miranti mulai sadar. Membuka matanya dan cahaya remang-remang mulai masuk ke dalam pandangannya.'Sepertinya aku baru saja pingsan,' gumam Miranti sembari merintih, memegangi rambut kepalanya dengan erat. Sial, peningnya masih saja menjadi!"Mama ... Mama sudah bangun?"Seketika Miranti langsung menoleh ke arah sumber suara yang masuk ke dalam pendengarannya itu. Itu adalah Raya, putri semata wayangnya. Putrinya itu sedang mengipasi dirinya dengan raut wajah yang cukup khawatir."Ughh ...," lenguh Miranti kembali sembari mencoba untuk bangun.Dibantu dengan Raya, ia mulai mendudukkan diri di ranjang tempat kamar tidur pribadinya. "Hati-hati, Ma, sepertinya kepala Mama masih berat," ucap Raya seraya membantu ibunya itu.Itu benar. Kepalanya masih sangat pusing."Kamu sudah kembali?" tanya Miranti sedikit deng

DMCA.com Protection Status