Sesuai dengan rencana awalnya, kini Vira melajukan motornya pergi ke pondok pesantren Al-Hikmah, yaitu tempat Naura menimba ilmu.
Namun sebelum ke sana, Vira terlebih dahulu mampir ke salah satu warung makan untuk mengisi perutnya.Sebenarnya Vira sudah ditawari makan siang oleh Asih, namun Vira menolaknya karena alasan ingin segera bertemu dengan Naura. Padahal lebih tepatnya ia tidak enak jika harus bertemu dengan Yusuf lagi, dan entah mengapa ia menjadi secanggung ini dengan laki-laki yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya itu.Sedangkan di rumahnya Asih. Yusuf yang baru saja masuk ke ruang makan, ia segera menanyakan keberadaan Vira kepada ibunya tersebut."Vira ke mana, Bun? Kenapa tidak ikut makan siang juga?"Asih tersenyum mendengar pertanyaan Yusuf. Lalu kemudian ia menjawab, "Dia sudah pergi, katanya mau mampir ke pondoknya Naura juga.""Oh ...." sahut Yusuf datar."Emm, Yusuf. Tadi Vira cerita ke Bunda, katanya semalam suaminya meminta izin untuk menikah lagi, Bunda jadi kasihan mendengarnya," ujar Asih yang masih merasa sedih. Ia tidak menyangka bahwa Vira juga akan mengalami pengalaman pahit ini.Sejenak Yusuf tidak memberi tanggapan apa-apa, sebab ia terlalu terkejut mendengar berita ini, bahkan tanpa sadar, Yusuf mencengkeram sendok dalam genggamannya dengan erat."Lalu?" tanya Yusuf yang berusaha menjaga intonasi suaranya agar tetap normal."Iya, Bunda menceritakan sedikit masa lalu Bunda, siapa tahu bisa menjadi pelajaran untuk Vira, dan akhirnya ia bisa memilih keputusan yang terbaik untuknya dan keluarganya."Yusuf hanya mengangguk, lalu kemudian mereka berdua melanjutkan makan siang mereka dengan tenang. Tanpa Asih sadari, sekarang banyak pikiran tentang Vira yang bercokol di dalam kepala Yusuf.Sedangkan di sisi lain, Vira sudah sampai ke tempat tujuannya, kini ia sudah duduk dan menunggu Naura di dalam ruangan khusus untuk pertemuan wali santri. Vira juga tidak lupa untuk membeli sate ayam kesukaan putrinya, dan juga jajanan ringan yang nantinya bisa dibagikan dengan teman sekamar Naura.Tidak lama kemudian, terdengar suara ceria seorang gadis kecil yang mengucapkan salam."Assalamualaikum ... Bunda, Naura kangen ...." ujar Naura seraya berlari lalu memeluk Vira erat."Bunda juga kangen dengan Naura," balas Vira seraya mencium kening anaknya tersebut."Bagaimana kabar Naura? Apakah akhir-akhir ini menyenangkan?" tanya Vira. Lalu kemudian dengan penuh semangat Naura menceritakan semua kegiatannya.Naura juga menceritakan, bahwa ia diminta Neng Alia, teman sekelasnya yang juga termasuk putri Pak Kyai untuk pindah ke 'ndalem'. Namun, tentu saja harus menunggu persetujuan dari wali santri terlebih dahulu. Sebab di pondok pesantren ini ada aturan, jika santri yang sudah ikut 'ndalem', mereka tidak bisa 'boyong' atau pulang kecuali jika mereka menikah.Yang berarti, entah betah atau tidak, sudah khatam menghafalkan Al-Qur'an atau belum, dan juga lulus atau belum sekolahnya, mereka harus tetap tinggal di 'ndalem', sampai akhirnya sang santri tersebut memilih untuk menikah.Sedangkan Vira tentu setuju saja, sebab tidak mudah bagi para santri untuk bisa ngabdi dengan Pak Kyai dan keluarganya, bisa dibilang ini adalah cita-cita kebanyakan para santri, jadi ketika mendapatkan tawaran ini, sungguh sayang jika menolaknya.Begitu pula dengan Naura, ia tidak ingin menyia-nyiakannya, Naura juga merasa bersyukur karena bisa berteman akrab dengan putri Kyainya tersebut. Hingga ia tidak perlu menjalankan seleksi untuk ngabdi di ndalem.Di tengah-tengah obrolan mereka, Naura sepintas melihat teman sekamarnya lewat, lalu kemudian ia memanggilnya."Della," panggil Naura hingga membuat temannya itu menoleh. Lalu kemudian Della masuk ke dalam ruangan itu dan menyapa Vira."Della, apakah kamu akan pergi ke kamar?" tanya Naura dengan senyuman manisnya.Della mengangguk. "Iya, ada apa?""Boleh nitip ini nggak? Kamu bisa memakannya dengan teman-teman yang lainnya juga," pinta Naura."Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu. Mari Tante, assalamualaikum," pamit Della yang kemudian berlalu meninggalkan ibu dan anak tersebut."Waalaikumsalam," sahut Vira dan Naura kompak."Bun, Della itu anaknya pendiam. Kadang kalau tidak diajak bicara duluan, dia hanya diam saja. Dia mulai berubah seperti ini semenjak dia memiliki dua Umi, karena Abinya Della menikah lagi," tutur Naura.Deg...Seperti ada yang meremas jantung Vira, entah mengapa ia merasakan sesaknya perasaan Della, dan sebentar lagi putrinya mungkin juga akan mengalami hal yang sama. Vira jadi tidak bisa membayangkan, bagaimana perasaan Naura?"Lalu, bagaimana dengan Della? Apakah dia sedih dengan kenyataan ini?" tanya Vira penasaran. Sebenarnya tanpa Vira menanyakannya ia sudah bisa menebak bagaimana perasaan Della, karena jika Della baik-baik saja, pasti kepribadian Della juga tidak mungkin berubah."Kata Della dia senang-senang saja, sebab Uminya yang baru juga menyayanginya, bahkan Della juga mendapatkan uang saku lebih, sebab Uminya yang baru tidak pelit padanya," papar Naura polos. Anak kecil memang akan senang mendapatkan uang saku lebih. Namun, siapa yang bahagia melihat ayahnya menikah lagi dengan wanita lain?Sejenak Vira berdehem, lalu kemudian dengan pelan Vira bertanya, "Naura, misalkan Naura yang berada di posisi Della, bagaimana dengan perasaan Naura?"Bocah itu sejenak melirik ke atas, seraya mengetukkan jari telunjuknya ke dagunya, ia tampak sedang berpikir dan membayangkannya."Tidak masalah jika memang istri barunya Ayah sama baiknya dengan Uminya Della, sebab dia juga akan menyayangi Naura." Lagi-lagi Naura berpikir dengan polosnya. Membuat Vira menghela napas panjang."Kenyataannya mungkin tidak sesederhana itu, Sayang. Tapi, sepertinya kamu juga tidak keberatan jika Ayahmu menikah lagi. Dan, sekarang haruskah aku bisa mengizinkan Mas Lukman menikah lagi?" batin Vira.Naura memang gadis kecil yang polos, namun ia peka dengan pertanyaan bundanya."Bunda, andaikan suatu saat nanti Ayah ingin menikah lagi, Naura mungkin tidak akan keberatan. Namun, bagaimana dengan Bunda? Karena kata Della, dia sering melihat Uminya nangis dengan sembunyi-sembunyi, itu berarti Uminya Della sebenarnya tidak bahagia ya? Jadi semua keputusan tetap ada di tangan Bunda, Naura hanya bisa mendukungnya saja," ujar Naura yang kemudian langsung memeluk ibunya.Tanpa diketahui Vira, Naura menitikkan air matanya di dalam pelukan Vira. "Della, apakah nasib kita akan sama?" batin Naura. Ia merasa sedih, namun jika ini demi kebaikan keluarganya, Naura akan berusaha menerima semuanya dengan ikhlas.Tapi, lagi-lagi Naura memikirkan perasaan ibunya. Akankah bundanya itu akan bahagia jika Ayahnya menikah lagi?Begitu juga dengan Vira, ia masih memikirkan bagaimana Naura ke depannya, akankah Naura juga bisa berubah seperti Della? Atau putrinya itu akan tetap ceria seperti sekarang?Vira memang perlu memikirkan hal ini secara matang-matang. Ia tidak bisa mengambil keputusan yang membuat anaknya ikut tertekan.Namun, ketika mengingat perkataan Asih, bahwa tidak menutup kemungkinan jika Lukman malah akan berselingkuh karena ia menolak permintaan suaminya untuk menikah lagi, jadi Vira harus memikirkan semua itu, karena tanpa sadar ia akan membiarkan suaminya jatuh ke dalam kubangan dosa.Sebab, jika laki-laki sudah mempunyai keinginan untuk menikah lagi, tentu paling tidak sudah ada rasa di antara mereka, dan iblis sudah tentu akan ikut andil untuk menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan zina. Untuk itu Vira tidak bisa mengabaikannya. Namun, bagaimana dengan hatinya, apakah dia sanggup dimadu?Setelah selesai menjenguk Naura, Vira langsung melajukan motornya pulang. Namun, saat di tengah perjalanan, Vira melihat sosok wanita yang dikenalinya."Della." Vira memanggil sahabatnya yang sedang berdiri memunggunginya seraya menelpon seseorang."Oh, hai ...." balas Della hanya dengan gerakan bibirnya saja, seraya melambaikan tangan dengan penuh senyuman. Lalu kemudian ia terdengar mengatakan sesuatu dan akhirnya mengakhiri telepon tersebut."Kenapa berhenti di sini? Mobilmu bermasalah?" tanya Vira setelah mereka berpelukan dan saling cipika-cipiki layaknya sahabat yang bertemu pada umumnya."Iya, tapi aku sudah menghubungi orang bengkel, mungkin sebentar lagi mereka datang.""Oh, ya sudah kalau begitu aku temani." Vira memperhatikan sekitarnya. "Bagaimana kalau kita minum es kelapa muda di situ, sembari menunggu orang bengkel datang?" Vira menunjuk sebuah warung kaki lima yang tidak jauh dari tempat mereka berada."Ide bagus. Ayo, kalau begitu kita ke sana," balas Della yang tak k
Beberapa hari kemudian, setelah cukup lama memikirkan keputusan apa yang akan Vira ambil, hari ini akhirnya Vira hendak memberikan jawabannya kepada Lukman."Sayang, kenapa melamun?" tanya Lukman seraya memeluk Vira. Vira yang sedang duduk melamun di teras belakang rumahnya, ia tersentak ketika tiba-tiba saja Lukman memeluknya dari belakang."Eh, Mas. Kok tumben sudah pulang?" Vira tentu terkejut, pasalnya ini masih jam dua siang, namun suaminya sudah sampai di rumah."Iya, tadi Mas disuruh nemenin Pak Yuda menemui klien dari luar negeri, lalu katanya setelah pulang, Mas tidak perlu kembali ke kantor lagi.""Oh ... Kalau begitu mau aku siapkan air mandinya sekarang?" tawar Vira.Lukman mengangguk seraya tersenyum, lalu kemudian ia mendaratkan ciuman di keningnya Vira.Setelah mengucapkan terima kasih, Vira langsung masuk ke dalam, sedangkan Lukman memilih duduk di kursi yang ada di teras tersebut.Sembari menunggu Vira selesai menyiapkan air mandinya, Lukman kembali memikirkan perkata
Setelah mengadakan acara lamaran yang hanya disaksikan oleh keluarga inti saja, lalu seminggu kemudian Lukman dan Ayu menggelar acara pernikahan mereka di kediaman Ayu sendiri.Mereka berdua tidak menggelar pesta pernikahan yang mewah, namun cukup meriah untuk menyambut para tamu undangan yang sebagian besar adalah teman dekat, tetangga, dan keluarga besar mereka saja.Di atas pelaminan, kedua orang yang baru saja dinyatakan sah sebagai pasangan suami istri, mereka berdua tampak tersenyum semringah menyambut ucapan selamat dari para tamu undangan yang datang.Sedangkan di sisi lain, Vira pun juga tengah sibuk menyambut para tamu undangan yang baru saja datang. Senyuman manis Vira tidak pernah luntur, seolah-olah ia juga ikut merasa bahagia dengan pernikahan suaminya. Namun, tidak ada yang tahu semuram apa hati Vira saat ini. Apalagi ketika Vira mulai mendengar bisik-bisik orang yang bergosip tentang rumah tangganya."Eh, Jeng. Ternyata mendapat istri yang cantik dan salihah saja, tidak
Setelah kepergian Vira dan Naura, hati Lukman menjadi tidak tenang. Ia memang masih bisa menanggapi obrolan dari keluarganya Ayu dengan baik, namun hati dan pikiran Lukman hanya terpaut ke Vira, sang istri pertamanya.Malam semakin larut, akhirnya satu persatu keluarga besarnya Ayu mulai pulang ke rumah masing-masing, sedangkan kedua orang tuanya Ayu sudah meninggal cukup lama. Jadi selama ini Ayu hanya tinggal berdua dengan anaknya, namun Ayu masih beruntung karena memiliki seorang tante yang rumahnya dekat dengan tempat tinggalnya, jadi jika ada apa-apa, tantenya itulah yang biasanya membantu Ayu.Kini hanya ada Lukman, Ayu, dan juga Winda anaknya Ayu yang sudah berada di dalam kamar.Ayu yang baru saja membersihkan make up nya, ia langsung keluar dari kamar mandi. Namun, Ayu sejenak menghentikan langkahnya ketika ia melihat wajah Lukman terlihat sedang cemas."Mas ...."Lukman tersentak ketika Ayu memanggilnya seraya memegang bahunya."Eh iya, ada apa?""Apa yang sedang Mas pikirka
Jam masih menunjukkan pukul empat pagi, namun sudah ada orang yang mengetuk pintu rumahnya Ayu.Ayu yang mengira itu Lukman, maka ia pun langsung bergegas membuka pintu rumahnya. Ayu langsung tersenyum manis, ketika ia membuka pintu rumahnya dan melihat Lukman yang sedang tersenyum di wajah kantuknya."Maaf karena sudah membangunkanmu," ujar Lukman seraya menguap. Lukman hanya tertidur selama dua jam saja, lalu kemudian ia buru-buru datang ke rumahnya Ayu. Lukman hanya tidak ingin tetangga Ayu melihat dia semalam tidak menginap di rumah Ayu, jadilah Lukman memaksakan diri untuk segera datang ke rumah Ayu, walaupun ia sangat lelah dan mengantuk. "Nggak apa-apa, Mas. Mas kelihatan ngantuk sekali, kalau begitu Mas istirahat saja di kamar."Lukman mengangguk, lalu kemudian ia langsung menuju ke kamarnya Ayu untuk tidur kembali. Sedangkan Ayu yang masih berada di tempatnya, ia tersenyum senang. Ayu merasa senang karena Lukman juga terlihat mementingkan perasaannya juga, buktinya Lukman
Melihat kepulangan Lukman dan Ayu, Vira pun buru-buru membayar belanjaannya dan langsung masuk ke dalam rumahnya. "Mas dan Ayu sudah pulang? Vira kira masih nanti siang, tunggu sebentar ya, Vira taruh ini dulu ke dapur," ujar Vira seraya menenteng satu kantong plastik berisi sayuran dan lauk yang tadi ia beli."Iya," sahut Lukman seraya tersenyum, sedangkan Ayu hanya menganggukkan kepalanya seraya tersenyum tipis.Lalu tidak lama kemudian, Vira keluar lagi dengan membawa nampan berisi dua cangkir kopi dan teh. "Ini diminum dulu, biar Winda gantian aku yang gendong, bahu kamu pasti sudah pegel kan?""Eh, memangnya tidak ngrepotin, Mbak?" tanya Ayu sungkan, namun benar apa yang dikatakan Vira, bahu ayu sudah terasa pegal karena sedari tadi sudah menggendong bayi gembul tersebut."Tidak apa-apa, sini ...." Vira langsung mengambil alih bayi tersebut, lalu kemudian ia sedikit menimangnya, karena Winda terlihat mulai mengantuk lagi."Masya Allah, cantiknya Winda, sama cantiknya dengan Mam
Malam harinya, Lukman yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di dalam ruang kerjanya, ia langsung pergi menyusul kedua istrinya yang sedang menonton televisi di ruang tengah."Eh, Mas Lukman. Sudah selesai?" tanya Ayu seraya tersenyum manis."Iya, aduh perutku lapar nih," keluh Lukman seraya memegangi perutnya. Padahal tadi dia sudah makan malam, tapi entah mengapa baru jam sembilan sudah merasa lapar lagi."Oh, kalau begitu biar Ayu yang siapkan makanan untuk, Mas Lukman." Ayu langsung sigap berdiri, ia begitu bersemangat melayani Lukman. Sedangkan Vira hanya diam saja, ia masih fokus mengikuti jalannya cerita sinetron yang sedang ditontonnya."Iya, tapi salad buah saja ya, dan terima kasih." Lukman mengusap lembut rambut Ayu yang sedang tidak memakai jilbab. Ayu memang melepas jilbabnya ketika di dalam rumah, berbeda dengan Vira yang hanya melepas jilbabnya ketika ia berada di dalam kamar.Seperti ada ribuan bunga yang bermekaran di hati Ayu, ketika ia merasakan lembutnya sentuha
Seminggu kemudian...Pagi ini di rumah kedua orang tuanya Lukman, sedang diadakan acara pengajian untuk para ibu-ibu kompleks yang berada di area tersebut.Hari ini hari Minggu, Lukman dan Ayu sedang libur, jadi mereka semua pagi-pagi sekali sudah pergi ke kediaman orang tuanya Lukman.Saat ini Vira tampak sedang sibuk di dapur, sedangkan Ayu berada di depan dengan anaknya, bersama ibunya Lukman, dan juga adik ipar mereka.Di saat acara makan-makan tiba, Vira dan para pelayan langsung menyajikan hidangan untuk para ibu-ibu tersebut, dan di saat Vira sudah berjalan mendekat, suara obrolan para ibu-ibu mulai terdengar di telinganya Vira."Wah, anakmu hebat sekali, Bu Desi. Sudah mendapatkan istri yang sempurna seperti Vira, kini Lukman sudah menikah lagi dengan Ayu, mana Ayu juga cantik dan pintar lagi," puji salah satu ibu-ibu tersebut.Sedangkan Desi, ibunya Lukman. Ia langsung tersenyum bangga. "Iya dong, Bu. Anak saya kan seorang direktur, kerjaannya sudah mapan, jadi hanya untuk me
Pagi yang begitu cerah, sungguh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang sudah menyakiti dua wanita cantik yang saat ini tengah duduk di gazebo taman belakang rumahnya Daffa."Vir, kamu sudah tidak merasa mulas lagi?" tanya Della yang masih khawatir, sebab beberapa hari yang lalu Vira mengeluh mulas seperti orang yang akan melahirkan.Ya, saat ini Vira tengah mengandung sembilan bulan, dan kemarin sebenarnya adalah hari perkiraan Vira melahirkan, namun ternyata malah mundur dari jadwal, dan sampai saat ini Vira belum merasakan kontraksi lagi.Vira menggelengkan kepalanya. "Enggak, justru sekarang aku tidak merasakan sakit apapun, padahal dari sebulan yang lalu pinggulku rasanya mau copot karena pegal banget."Della tertawa, "masa sih?""Yee ... dibilangin nggak percaya. Ntar deh kamu rasain sendiri kalau sudah hamil tua, dan kata orang-orang tua sih itu memang hal wajar, sebab bayi sedang mencoba mencari jalan keluarnya, balas Vira yang teringat obrolannya dengan para
Setahun kemudian...Bugh ... Bugh ... Bugh ..."Bang, ampun ... Bang! Ampun ...." Suara jeritan Lukman terdengar hingga meja penjaga, namun para penjaga itu seolah tuli dan tidak mendengar teriakan kesakitan Lukman.Mereka sengaja membiarkan Lukman dipukuli terlebih dahulu, lalu baru beberapa menit kemudian salah satu penjaga itu akan datang untuk menghentikan aksi penyiksaan tersebut."Ampun, Bang. Kumohon ampun ...." Suara Lukman semakin melemah, ia hampir mati karena lemas sebab dipukuli dengan brutal."Brengsek! Rasain kamu, siapa suruh kamu mengambil makananku!""Enggak, Bang. Enggak ... bukan aku yang mengambilnya," sahut Lukman seraya menangis. "Halah, sekali pencuri ya tetap pencuri!" teriak lelaki itu seraya memukul dan menendang Lukman kembali.Kejadian ini sudah seperti makanan sehari-hari untuk Lukman, ia selalu difitnah mengambil makanan bos penguasa bilik penjara yang ditempatinya, lalu kemudian ia akan dihajar habis-habisan, padahal makanan milik bos itu telah dicuri o
Vira terus berlari tanpa mempedulikan tatapan para karyawan yang menatap heran, sebab Daffa mengejarnya dan terus memanggilnya."Vira, ... tunggu!" teriak Daffa terakhir kalinya sebelum Vira menutup pintu mobil."Kita jalan, Pak," ujar Vira seraya menghapus air mata yang menetes di pipinya."Tapi, Nya, Tuan Daffa terus memanggil, Nyonya.""Biarkan saja, atau Bapak ingin saya pulang sendiri?"Sang sopir yang takut jika dianggap mengabaikan Daffa, namun ia lebih takut jika Vira semakin marah hingga menyebabkan suatu kesalahan yang lebih fatal lagi."Baiklah, Nya." Mobil melaju dengan cepat, meninggalkan Daffa yang masih terus berteriak memanggil nama Vira.Sesampainya di rumah, Vira langsung pergi ke kamarnya, dan tak lupa ia juga mengunci pintu kamarnya. Vira terus menangis untuk menumpahkan semua rasa yang telah menghimpit dadanya.Di saat sedang menangis, Vira tiba-tiba saja ingat dengan perkataan Asih waktu itu, lalu apakah sekarang Vira boleh mulai merasa menyesal, karena tidak men
Keesokan harinya, Daffa merasa aneh dengan sikap Vira yang tiba-tiba saja berubah padanya. Ia hendak menyalahkan ibunya atas perubahan sikap istrinya. Namun sayangnya, ibunya tadi pagi-pagi sekali sudah berangkat kembali ke Singapura."Tck, ini pasti gara-gara sikap Ibu yang terlalu acuh, jadi Vira hari ini seperti menghindariku," gumam Daffa seraya mengguyur badannya dengan air.Saat ini Daffa sedang mandi, dan rencananya hari ini ia akan berangkat ke kantor.Vira yang tiba-tiba saja berubah menjadi pendiam, membuat Daffa bahkan tidak berani meminta jatah hariannya pada Vira, dan sontak saja hal itu membuat Daffa kesal."Huh! Padahal Vira sebentar lagi kedatangan tamu bulanannya, seharusnya kan beberapa waktu ini aku bekerja lebih keras lagi untuk membuatkan adik untuk Naura." Daffa tidak berhenti menggerutu, dan ia harus melampiaskan rasa kesalnya ini ke asistennya nanti.Setelah selesai mandi, Daffa langsung berganti pakaian yang sudah disiapkan Vira. Daffa tersenyum ketika melihat
Sejak perjalanan dari Bali ke Jakarta, Vira sudah gugup, apalagi sekarang mereka sudah sampai tepat di depan rumahnya Daffa.Dan, pemandangan tidak mengenakkan terjadi ...."Kak Daffa ...." Seorang gadis cantik bertubuh semampai terlihat berlari menghampiri Daffa, bahkan ia juga hampir memeluknya, jika saja Daffa tidak menghentikannya."Stop! Ketahuilah batasan, kalau kamu bukan anak kecil lagi!" "Kak Daffa, kenapa masih sedingin ini sih ...." ujar gadis tersebut dengan manja. "Oh, ini pasti Kakak Ipar. Hai, Kak. Salam kenal, aku Lisa, adiknya Kak Daffa."Vira tersenyum canggung, dalam benak ia jelas kebingungan, sebab Daffa tidak pernah cerita kalau dia memiliki seorang adik."Bukan! Dia bukan adikku, dia hanyalah seorang pengganggu dari kecil," sahut Daffa serius, namun itu dianggap candaan oleh Lisa."Aaah, Kakak ini bisa aja. Kalau begitu ayo, kita masuk. Tante sudah menunggu kalian." Seolah tidak mendengar perkataan Daffa, Lisa tetap berjalan di depan dengan penuh percaya diri.
Matahari semakin terik, namun Vira dan Della tampak tidak terganggu dengan cuaca panas saat ini."Del, aku rasa Ervan itu menyukaimu deh," ujar Vira yang mulai bisa melihat bahwa Ervan diam-diam sering mencuri pandang ke arah Della.Della mendesah, ia juga mengetahui kenyataan ini. Lebih tepatnya Della juga sudah mengetahui hal ini sejak lama."Kamu masih ingat nggak, dulu aku pernah cerita tentang cinta pertamaku," ujar Della dengan mata yang menerawang kenangan masa lalunya.Vira mengangguk. "Iya, cowok itu terlalu pendiam kan. Dan, meki dia terlihat menyukaimu, tapi dia tidak pernah menyatakan cinta padamu.""Iya, hingga akhirnya aku bertemu dengan Nicole. Dan bodohnya dia, dia baru menyatakan cinta setelah aku bersama Nicole."Vira tertawa, namun kemudian ia ingat sesuatu. "Eits, jangan bilang kalau itu Ervan ya? Astaghfirullah, kenapa aku juga baru ingat, cowok yang waktu itu kamu ceritakan, namanya juga Ervan bukan?"Vira sontak menepuk keningnya sendiri, bisa-bisanya ia lupa de
Selamat siang semuanya ~Terima kasih ya karena sudah setia ngikutin cerita KSML hingga bab ini. Oh ya, ini berkaitan dengan GA yang aku umumkan waktu itu, aku lihat posisi pemberi gem terbanyak, dan komentar paling banyak orangnya udah ganti posisi ya ...Di sini aku lihat ka @Rinlee yang menduduki posisi pertama pemberi gem terbanyak dan juga komentar terbanyak. Misalkan ada yang nggak percaya, kalian bisa mengeceknya sendiri.Jadi, di sini aku ingin memberi tahu bahwa, aku nggak buat aturan bahwa pemenang pemberi gem terbanyak dan komentar terbanyak harus berbeda orang. Jadi, misalkan Ka Rinlee ini tetap menduduki posisi pertama di pemberi gem terbanyak dan komentar terbanyak, jadi ia berhak menerima hadiah ke dua-duanya.Karena hadiah untuk saat ini Ria belum bisa kasih banyak, sebab antusias pembaca yang masih dibawa standard, jadi ria hanya bisa kasih pulsa/saldo dana dengan nilai masing-masing 25 ribu saja. Dan, misalkan nanti Ka Rinlee menang dua kategori itu sekaligus, maka i
Keesokan harinya.Semalam tidak ada drama Daffa meminta jatah pada Vira lagi, sebab Daffa mengerti kalau Vira benar-benar sangat lelah. Daffa juga sengaja membiarkan Vira bisa tertidur dengan pulas, agar hari ini Vira bisa menikmati liburannya bersama Della. Ya, hari ini Daffa terpaksa melepaskan Vira bersama sahabatnya itu, karena Daffa tiba-tiba saja diajak bertemu oleh rekan-rekan bisnisnya yang berada di Bali. Karena dalam pertemuan ini banyak bos-bos hidung belang, maka Daffa sengaja tidak mengajak Vira, sebab Daffa tidak rela jika istrinya itu jadi pusat perhatian rekan-rekan bisnisnya.Bagi Daffa, Vira terlalu cantik, jadi hanya dia saja yang boleh memandang dan mengagumi keindahan istrinya itu."Bos, kenapa kita tidak mengajak mereka berdua? Kan sekalian nanti mereka bisa jalan-jalan ke mall," ujar Ervan yang duduk di samping Daffa. Saat ini mereka berdua sedang berada di dalam mobil yang melaju menuju salah satu mall terdekat di daerah tersebut."Nggak, aku nggak sudi istr
Sesampainya di Bandara, mereka langsung pergi menuju hotel, karena hari sudah larut malam. Untung saja mereka tadi menaiki jet pribadi, jadi mereka bisa seenaknya sendiri mengubah jadwal penerbangan mereka.Vira, Daffa, dan Ervan berangkat ke Bali mundur dari jadwal, akibat kelakuan Daffa yang tidak bisa melepas Vira dalam kungkungannya.Hotel yang dipilih Daffa berada di sekitar pantai Kuta. Daffa sengaja memilih hotel di dekat pantai Kuta, agar Vira bisa pergi ke pantai kapanpun ia mau.Sesampainya di depan hotel."Vira, ...." teriak Della seraya melambaikan tangannya, lalu kemudian ia segera berlari menghampiri sahabatnya itu."Della, kamu di sini juga?" tanya Vira seraya membalas pelukan Della."Iya, kata Pak Bos ini sebagai hadiah karena aku menjadi sahabat terbaikmu."Vira yang mendengar itu, ia langsung menoleh ke arah Daffa. "Terima kasih, Mas," ujar Vira yang terlihat bahagia, sebab suaminya benar-benar memikirkan apa yang membuat ia senang, salah satunya dengan mengajak Del