Sebelum mencetak banner untuk selebaran mencari Raka dan juga Mila, Bu Sinta masih penasaran terhadap mantan menantunya. Dia tahu kalau Lusi itu punya percetakan, jadi dengan sengaja sang wanita paruh bayar menyarankan Winda untuk mencetak di tempatnya Lusi, berharap kalau dia tahu bagaimana keadaan Lusi saat ini. Bu Sinta sama sekali tidak merasa bersalah. Tetapi lebih ke penasaran apa yang sudah terjadi sejak dibatalkannya acara rujuk antara Raka dan juga Lusi.Kalau misalkan wanita itu baik-baik saja, setidaknya Bu Sinta punya peluang besar untuk mengambil Alia. Kalau memang Lusi tidak berjodoh lagi dengan Raka, setidaknya Alia masih bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan uang yang banyak dari Lusi. Jika Alia mau tinggal bersama Raka, artinya Lusi mau tidak mau juga akan memberikan sebagian uangnya kepada anaknya itu. Ini sebuah pemikiran yang licik. Tetapi kalau memang Lusi tidak bisa diraih, Bu Sinta tidak mau rugi. Yang penting ada cucunya, bisa dimanfaatkan. Dengan begitu dia ju
Winda tercengang. Dia sampai membulatkan mata mendengar itu. Tampaknya apa yang sebelumnya dia pikirkan matang-matang itu akan mulai terjadi setelah dirinya menjadi menantunya Bu Sinta nanti. "Kenapa Ibu bertanya seperti itu? Ya, kalau masalah itu kan bisa dibicarakan nanti kalau aku sudah benar-benar menikah dengan Mas Raka." Mendengarnya, rasa kagum yang sebelumnya muncul di hati Bu Sinta langsung sirna. Sudah jelas-jelas dia menginginkan kalau anaknya itu bisa menguasai harta siapa pun yang dinikahi. "Oh, jawaban kamu seperti itu? Padahal aku cuma mengetes, loh. Lagian, Raka juga pasti berpikir akan mencari kerjaan. Kalau pun misalkan dia tidak bisa bekerja di tempat lain, kamu kan bisa memberinya kerjaan? Bukankah hal yang wajar kalau misalkan suami menjadi bos tempat usaha, ya? Walaupun itu milik istrinya, harusnya bisa berbagi. Kan kalau sudah menikah itu, harta menjadi milik bersama," papar Bu Sinta, membuat Winda terdiam. Dia benar-benar tidak setuju dengan pemikiran wanit
"Syarat? Syarat apa, Bu?"Winda pikir dengan menjadi istri Raka dan memberikan semua perhatian, itu sudah cukup. Padahal dia juga akan menjamin kehidupan Raka maupun ibunya, tetapi Bu Sinta tampaknya tidak puas dengan semua itu dan malah menginginkan hal lainnya.Bu Sinta melipat tangan di depan dada, dia berpikir bagaimana menyusun kata-kata yang benar agar Winda paham dan tidak berujung dengan mundurnya niatan wanita itu untuk mendapatkan hati Raka. "Gampang, kok syaratnya. Kamu cukup patuh sama Ibu aja, nurut sama Ibu. Gimana pun juga nanti aku ini kan akan menjadi mertuamu, artinya sebagai orang tuamu juga, kan? Ya, kamu harus nurut aja gitu. Gimana?"Winda terdiam. Dia paham arti apa kata menurut, yang pasti hidupnya akan lebih diatur oleh Bu Sinta. Ini benar-benar sebuah bencana jika rumah tangga terus saja diatur atau disetir oleh orang tua.Winda tentu saja tidak mau. Tetapi kalau dia menolak saat ini, yang ada semua pengorbanannya hari ini akan sia-sia. Jadi, sang wanita p
"Pasti bohong! Tidak mungkin Devan mengatakan semua ini apalagi lewat surat. Bukankah dia bisa menelepon saya langsung dari kantor polisi? Kenapa harus melalui Anda?" Pengacara bernama Haris itu tersenyum sebaik mungkin. Dia adalah orang yang tenang jika menghadapi seseorang yang akan membuat pekerjaannya semakin sulit atau bahkan malah mengelak dari apa pun yang sudah ditetapkan. "Tentu Pak Devan bisa saja menolak Anda, tapi Pak Devan mengatakan takut akan terpancing emosi jika bertemu atau mendengar suara Anda," ungkap Haris.Memang pada kenyataannya seperti itu. Sebelumnya Devan berhasil menghubungi pengacara bernama Haris. Devan kenal Haris sebab pria itu adalah pelanggan di restorannya. Beberapa kali datang dan Haris juga mengatakan kalau dia siap membantu jika ada masalah yang perlu dilewati dengan jalur hukum.Jadi, Devan memanfaatkan itu untuk keluar dari sini dan menyeret Arga ke penjara. Devan itu harus mendapatkan apa yang sudah dia rasakan selama di sini. Arya menatap k
Malam telah tiba, Lusi dan Adiba pun sudah memasukkan barang-barang bawaannya ke mobil box yang terlebih dahulu pergi. Sementara dia akan berpamitan kepada Bu Murni. Kebetulan sekarang jam 8 malam, jadi dia sengaja menunggu saat benar-benar kompleks ini agak sepi. Dengan begitu mereka akan lebih leluasa untuk pergi dari sana tanpa pantauan siapa-siapa. Lusi pun menatap rumahnya yang sudah sekian lama ditempati, banyak sekali kenangan yang menghiasi sehari-harinya. Dari mulai kebahagiaan melimpah hingga dihancurkan berkeping-keping karena keegoisan. Semua itu sudah terekam jelas di benak Lusi. Dia harus merelakan semua ini demi kehidupan Alia dan dirinya di masa depan. Adiba menepuk pundak. Dia tersenyum kepada sahabatnya bersamaan menguatkan agar Lusi bisa melepas dalam ikhlas. "Ayo, nanti kita takut kemalaman. Kita harus cepat pergi dari sini sebelum ada orang yang melihat," ujar Adiba yang langsung diangguki oleh Lusi. Mereka pun sudah pamitan ke Bu Murni, wanita paruh baya itu
"Nona, mau ke mana tadi? Nona tidak menyebutkan mau ke mananya," tanya sang sopir, karena sedari Maura naik, wanita itu tak mengatakan apa-apa dan malah diam sembari menangis dalam diam. Sebenarnya sopir taksi itu merasa ada yang aneh, sebab tampak sekali kalau penumpangnya ini sebelumnya berlari-lari saat hendak menghentikan taksinya, tetapi tentu saja sopir itu tidak berani bertanya apa-apa. Takut malah melanggar privasi. Hanya saja, mereka malah berputar-putar terus tanpa tujuan yang jelas. Maura mengusap jejak air matanya, tidak mau sampai terlihat menyedihkan di depan sopir itu. Sang wanita tampak kebingungan. Dia melihat ke sekitar dan tak tahu ini di mana. Hingga akhirnya wanita itu meminta dihentikan di sebuah masjid besar di pinggir jalan. Setidaknya di tempat ini dia pasti aman, tanpa ada orang-orang yang mau menjahatinya. "Berapa, Pak?" tanya Maura. Pria itu memperlihatkan agro yang berjalan di depan kemudi. Untunglah Maura sempat mengambil tas yang berisi ponsel dan do
"Kamu jangan menangis seperti ini! Orang-orang bisa mengira kalau aku menyakitimu. Coba katakan dengan tenang, apa yang sudah terjadi?" tanya Raka. Dia jadi bingung sebab Maura malah menangis dengan sesenggukan, terlihat sekali kalau dia menahan kesakitan. Karena Maura yang tidak kunjung berhenti menangis, akhirnya pria itu mengajak Maura untuk pergi menjauh dari pelataran masjid.Dia takut malah menjadi viral lagi karena hal yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Sang pria baru saja pulang dari kantor. Sebenarnya dia sudah pulang dari jam 5 sore, tapi ada beberapa berkas yang harus dipelajari oleh Raka. Jadi, dia kembali ke kantor Mila dan mengambilnya, tetapi di jalan pria itu ingin ke toilet. Tetapi, tidak menemukan pom bensin dan akhirnya harus ke masjid ini. Saat keluar mendapati ada Maura yang terduduk sendiri sembari kebingungan. Tentu saja Raka yang mengenal wanita itu tidak tega kalau misalkan melewatinya saja tanpa bertanya, tapi siapa sangka? Malah seperti ini. Wanita i
"Apakah aku tidak akan merepotkan, Mas?" "Ya, nggaklah. Asalkan kamu nggak macem-macem, pasti semuanya akan aman. Nanti aku akan jelaskan semuanya," ucap Raka. Dia tidak mengatakan kalau yang dimaksud adalah Mila. Sementara Maura berpikir kalau Raka sedang membicarakan ibunya.Wanita itu tersenyum penuh arti. Dia benar-benar bersyukur. Akhirnya bisa mendapatkan tempat tinggal meskipun mungkin dia harus lebih sabar menghadapi orang seperti Bu Sinta. "Ya sudah, ayo kita berangkat! Nanti keburu malam, aku takut diomeli," ajak Raka yang langsung diangguki oleh Maura. Wanita itu pun akhirnya pergi bersama Raka menggunakan mobil. Maura tampak kebingungan, karena setahunya Raka itu tidak punya apa-apa setelah bercerai dengan Lusi. "Mas, ini mobil kamu?" tanya Maura membuat Raka diam. Kalau dia mengatakan jika itu adalah mobil istrinya, tentu saja ini sangat melukai harga diri sebagai laki-laki. Tetapi dia juga tidak mungkin mengatakan kalau ini miliknya. "Bukan, aku hanya memakainya s
Kali ini Raka cukup lama sekali diam dibandingkan dengan pertanyaan sebelumnya. Winda sudah mulai takut kalau apa yang ditanyakan itu membuat Raka murka. Dia tidak mau ada pertengkaran di hari bulan madunya, berharap kalau Raka bisa mengabulkan semua permintaannya. Termasuk pertanyaan yang diucapkan oleh Winda barusan. Sebab selama berhari-hari bulan madu dengan Raka, pria itu lebih banyak diam dan melamun. Ini membuat sang wanita merasa kalau bulan madunya ini hanya berjalan apa adanya. Tidak ada yang lebih baik kecuali mereka menghabiskan waktu bersama. Itupun Raka berkali-kali terus saja memikirkan Alia. Tetapi Winda hanya bisa mengerti dan bersabar, berharap kalau Raka punya inisiatif sendiri untuk memberikan kejutan di hari bulan madu.Namun, sampai detik ini pun tak ada yang lebih spesial kecuali pertanyaan ini dan berharap pria itu mau menjawab semuanya."Kamu diam artinya kamu tidak mau punya anak dariku," ucap Winda dengan nada kecewa. Raka tahu pasti, Winda menginginkan ha
Raka kembali menatap Winda dalam diam. Apakah wanita itu benar-benar ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh dirinya? Lalu, untuk apa? Begitu pikir Raka. Tetapi kalau tidak dijawab juga Winda pasti akan terus bertanya dan itu akan diulang-ulang sampai wanita ini mendapatkan jawabannya entah kapan. Tetapi rasanya Raka akan kelas kalau terus ditanya hal yang serupa. "Apakah kamu sangat penasaran dengan jawabanku?" tanya Raka, tiba-tiba saja membuat Winda terkesiap. "Bukan begitu, Mas. Maksudku, kita kan sudah jadi suami istri. Memang aku sudah berjanji untuk tidak saling ikut campur antara aku dan urusan Mila. Tetapi apakah aku salah hanya bertanya? Aku tidak akan menyalahi semua keputusanmu. Aku hanya ingin bertanya. Anggaplah ini rasa penasaranku, karena kalau tidak dilakukan mungkin aku akan terus-terusan kepikiran dan hanya ingin tahu jawaban apa yang akan kamu berikan jika pertanyaan serupa kembali diucapkan," ungkap Winda, sesuai dengan pemikiran Raka sebelumnya. Pria itu me
Raka kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Winda. Bahkan pria itu sampai tidak berkedip, seolah apa yang dikatakan oleh Winda barusan itu sebuah bom yang hampir meledak. "Maksudnya hamil?""Ya, Mas. Aku mau tanya, kalau misalkan aku hamil kamu akan gimana?""Gimana apanya, Winda? Aku tidak paham dengan maksudmu." "Aku tahu kamu menikahi Mila karena dia sedang mengandung anakmu, kan? Tetapi kalau misalkan aku juga mengandung anakmu, bagaimana, Mas? Atau Seandainya Mila tidak mengandung anakmu, apakah kamu juga akan tetap bersamanya?" tanya Winda. Sebenarnya dia butuh validasi dari Raka. Apakah benar yang dikatakan Bu Sinta dan Maura tentang hubungan Mila dan Raka yang diikat hanya karena ada anak di antara mereka. Raka menatap Winda dalam, tapi wanita itu tidak bisa mengartikan semuanya. Lalu sang pria menoleh lurus ke depan. Ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran. Apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Winda atau memilih untuk diam? Rasanya sudah se
Tempat pukul 12.00 siang akhirnya Maura istirahat. Ternyata di sana tidak disediakan makan siang dan membeli sendiri. Kalau tahu begini, harusnya wanita itu membawa saja makanan di rumah Mila. Tetapi sayangnya semua sudah terlambat. Dia pun akhirnya memilih untuk makan apa saja yang tersedia di sekitar supermarket, yang penting bisa mengenyangkan.Namun, lagi-lagi ada suasana yang tidak mengenakan sang wanita. Di mana para pegawai yang begitu antipati dan menjauh kepada Maura. Awalnya dia merasa kesal, tetapi lama-lama tidak mempermasalahkan. Lagipula dia sudah kenal dengan Winda. Kalau memang ada yang macam-macam, tinggal lapor saja kepada wanita itu.Maura memilih untuk membeli siomay saja, lebih murah tapi mengenyangkan. Dia pun duduk agak jauh dari teman-temannya, karena memang di sini yang baru hanya Maura saja, jadi dia tidak punya teman yang satu angkatan dan memilih untuk diam. Tidak ada inisiatif sama sekali untuk berbaur atau memperkenalkan diri.Lagi pula di sini niatnya u
Mila menyantap makanan yang dibeli lewat online. Imel pun sama, tetapi gadis itu tampak sekali berbeda dari biasanya. Seperti ada yang dipikirkan dan semua gerak-gerik dari Imel membuat Mila merasa tidak nyaman. Wanita hamil itu pun menghentikan makannya dan berusaha berbicara baik-baik kepada Imel. "Kamu kenapa sih, Mel? Kok diam saja?" tanya Mila tiba-tiba, membuat Imel terkesiap. Dia sedikit bingung, tapi ada juga rasa takut. Namun demikian sang gadis tetap menjawab pertanyaan dari majikannya, takut malah salah paham. "Enggak kok, Bu. Saya cuma berpikir aja, bisa nggak ya melaksanakan tugas dari Ibu? Mengatur semuanya," ungkap gadis itu sebab sebelumnya setelah Imel selesai membereskan isi kamar dia dan Mila sama-sama menyusun jobdesk apa saja yang akan Imel laksanakan di rumah ini, termasuk menyiapkan makanan untuk Mila. Itulah yang paling berat dilakukan oleh sang gadis. Bagaimana kalau Ibu hamil ini rewel dan dia harus mencari makanan susah? Bukankah itu adalah tugasnya seo
Di tempat lain, saat ini Raka dan Winda sedang bersiap-siap untuk pulang. Tetapi hanya packing saja, karena kepulangannya nanti malam Raka akan langsung pulang ke rumah Mila. Sementara Winda ke rumahnya sendiri. "Mas, hari ini kita mau ke mana dulu?" tanya Winda, memastikan karena dia ingin menghabiskan waktu yang sebentar ini. Sebab setelah 7 hari baru dia bisa bertemu dengan Raka lagi."Apa kamu sudah menemukan jejak Alia?" tanya Raka tiba-tiba saja membuat harapan Winda langsung putus. Dia lagi-lagi harus bisa sadar kalau dirinya hanya dimanfaatkan untuk mencari Alia. Tetapi wanita itu akan tetap bersabar dan menjalani semua ini dengan ikhlas. Sesuatu yang dijalani dengan tulus pasti akan berbuah manis. "Belum, Mas. Aku sudah coba tanya sama temen-temen di berbagai kota yang memang ada penyetok barang-barang di supermarket aku, katanya sih belum pernah lihat. Tapi kita coba aja lihat ya, Mas. Moga-moga saja minggu depan atau mungkin besok lusa ada kabar baik," ungkap Winda. Dia
Sesudah zuhur berkumandang, Lusi pun segera bersiap. David memang dari tadi sedang menunggu wanita itu, mencoba untuk mengikutinya. Dia akan mengajak Lusi untuk sama-sama berangkat kerja. Sementara itu Adiba saat ini bekerja di rumah. Dia bisa mengerjakan projectnya dan tidak perlu ke kantor. Jadi, gadis itu bisa menjaga Alia. Lusi sudah semangat untuk pergi bekerja. Ini hari pertama dan harus menjadi momen yang paling berharga. David yang melihat wanita itu keluar pun berusaha untuk mengejarnya. "Hai, mau berangkat kerja, ya?" tanya David, tiba-tiba saja membuat Lusi terkesiap. Dia langsung menoleh kepada pria itu."Oh, hai. Kamu juga mau berangkat kerja?""Iya." "Shif siang?" tanya Lusi, memastikan."Iya," jawab David sembari tersenyum. Lusi hanya tersenyum kikuk, merasa perkataan Adiba tempo hari ada benarnya. Mungkin saja pria ini punya maksud buruk, karena semuanya itu serba mendadak. Tetapi melihat bagaimana pria ini tidak melakukan hal yang di luar batas membuat Lusi mas
Di kamar yang sudah disediakan oleh Mila, Imel hanya termenung menatap lurus. Dia sama sekali tidak merasa antusias untuk melihat kamar yang akan ditempatinya. Meskipun ukurannya sama seperti kontrakan yang sebelumnya dia tinggali, tetapi kali ini pikirannya benar-benar kacau. Apa yang harus dia lakukan mendengar berita-berita itu? Apakah Imel harus menelepon orang yang memasang iklan memberitahukan alamat Mila yang sebenarnya? Gadis itu akan mendapatkan uang yang banyak, bisa membuka usaha atau membeli kios untuknya. Terlepas dari status sebagai buruh. Tetapi, bagaimana kalau Mila tahu dan malah balas dendam kepadanya? Gadis itu tidak tahu bagaimana sifat Mila yang sebenarnya, jadi harus hati-hati dengan segala perlakuan Mila. Ini benar-benar membingungkan juga syok. Dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang.Tiba-tiba saja suara Mila terdengar menyerukan nama Imel. Gadis itu langsung terkesiap dan memilih untuk menghampiri bosnya."Iya, Bu. Bagaimana?""Kamu sudah beres-beresnya
Setelah membereskan barang-barang di kontrakan yang dahulu, Imel berpamitan dan langsung pergi menggunakan angkot. Sebelumnya dia memang ingin menggunakan taksi, tetapi tarifnya pasti mahal. Tidak masalah kalau menggunakan angkot. Lagi pula barang bawaannya hanya sedikit.Saat di dalam angkutan umum, dia mendengar pembicaraan kalau ada iklan yang memberikan hadiah besar bagi yang bisa menemukan dan memberi informasi tentang Mila. "Oh, aku tahu! Ini yang dulu sempat viral kan gara-gara dia selingkuh dan digrebek sama istrinya? Benar-benar enggak tahu diri, ya!" "Kayaknya ini orang juga membuat masalah sampai dicari sama yang pasang iklan," timpal seseorang membuat Imel langsung menoleh. Dia kaget sebab yang disebutkan oleh penumpang angkot lainnya itu Mila. Imel terperanjat sebab dikatakan kalau Mila ini adalah orang yang dulu sempat digerebek karena perselingkuhan, ini sama persis yang seperti yang dikatakan oleh Maura tempo hari, saat mereka masih ada di rumah sakit.Kalau benar b