Bu Sinta sudah yakin kalau Mila saat ini sedang terpancing emosi. Tetapi siapa sangka? Tiba-tiba saja Mila tersenyum miring, lalu tertawa cukup kencang. Wanita hamil itu bahkan menggeleng-gelengkan kepala dengan sangat pelan, memberikan reaksi bahwa Ibu mertuanya itu benar-benar sangat lucu dan juga memuakkan. Bagaimana tidak? Dia berani memaki orang lain, tetapi tidak sadar diri bahwa dirinya juga begitu menjijikkan. Menjilat menantunya sendiri untuk mendapatkan uang yang begitu banyak. Padahal harusnya dia itu punya batasan, tidak semena-mena kepada Lusi. Seorang Lusi itu adalah ATM berjalan, tetapi untungnya wanita itu sudah terlepas dari Bu Sinta. Sekarang mau tidak mau Mila yang harus mendapatkan getah dari perbuatan Ibu mertuanya sendiri. Namun itu semua Mila akan cegah dengan cara mengendalikan Bu Sinta. "Kenapa kamu malah tertawa? Dasar gila! Harusnya kamu itu sudah malu setelah aku bicara seperti ini, bukan malah tertawa tidak jelas," seloroh Bu Sinta, kesal karena wanita
"Sombong sekali kamu sampai berbicara seperti itu kepadaku! Memang berapa kekayaanmu? Apa sebanding dengan kekayaan Lusi? Pasti tidak, kan? Jangan karena kamu sudah mendapatkan uang banyak, lalu kamu berpikir bisa membeliku dan juga anakku, tidak Mila! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah mau mempunyai menantu sepertimu! Kamu itu bukan wanita baik-baik," timbal Bu Sinta. Dia tidak mau kalah dan tidak mau direndahkan begitu saja oleh wanita yang ada di depannya ini. Mila itu datang pasti untuk kembali kepada Raka. Walaupun Mila kaya, tapi dia yakin kekayaan itu didapatkan dengan cara yang tidak baik. Apalagi kalau sampai melihat anak yang ada dalam kandungan Mila lahir ke dunia, maka kebencian Bu Sinta kepada Mila itu akan semakin bertambah. Walaupun dia jahat wanita paruh baya itu tahu mana saja orang yang baik dan mana saja orang yang tidak baik, menurut pandangannya sebagai orang tua dan seorang wanita dan menurutnya Mila itu bukan wanita yang baik. Meskipun nanti Mila akan ber
"Mas Raka? Sejak kapan ...." "Apa kamu mau bilang? Apa apa yang kamu lakukan kepada ibuku?!" tanya Raka dengan suara menggelegar. Bu Sinta pun langsung berlari dan berdiri di belakang anaknya itu. Sementara Mila tampak gugup. Dia benar-benar takut jika Raka salah paham dan malah berujung dengan pertengkaran. "Lihatlah, Raka! Bagaimana kelakuan istrimu itu. Dia datang-datang memaki Ibu dan menampar Ibu. Kamu lihat sendiri kan kejadiannya tadi?" ujar Bu Sinta mengadukan dengan wajah sedih.Dia bahkan berpura-pura nangis dan mengusap pipinya yang memang terasa perih. Ini kesialan untuk Mila. Kebaikan tidak memihak kepadanya kali ini, karena Raka datang di saat yang tidak tepat. Pria itu menoleh kepada ibunya dan memang ada warna merah di pipi wanita paruh baya itu, menandakan kalau memang Mila sudah melakukan kekerasan kepada ibunya. Setelah itu sang pria pun menoleh kepada Mila dengan wajah marah. Bahkan dia sampai melotot. Mila dengan cepat menggelengkan kepala. "Tidak seperti itu
Raka terdiam mendengar perkataan dari Mila. Walaupun mungkin terdengar klise. Tetapi entah kenapa sorot mata Mila itu begitu lembut, menandakan kalau dia benar-benar ingin dipercaya oleh Raka. Melihat anaknya yang mulai goyah, Bu Sinta pun kelabakan. Dia harus mencari cara agar anaknya mau mendengarkan apa yang dikatakan Bu Sinta. Jangan sampai terhasut oleh Mila yang memang bersifat licik seperti ini. "Tunggu dulu, Raka! Kamu jangan percaya begitu saja. Dia itu sempat menipu Lusi, tidak menutup kemungkinan kalau dia juga menipumu," ujar Bu Sinta, berhasil membuat Raka terkesiap.Pria itu pun menoleh kepada ibunya. Bu Sinta begitu meyakinkan karena ekspresinya tanpa keraguan. "Kenapa Ibu berkata seperti itu? Ibu dapat info itu dari mana, sih? Tolonglah jangan terus-terusan memojokkanku atau memfitnahku, karena semua itu tidak benar!" seru Mila, tidak terima dengan semua yang dikatakan oleh mertuanya itu. Bu Sinta tersenyum miring kepada Mila, tidak mempedulikan apa yang sedang di
"Coba, lihatlah istrimu itu! Dia berani mengancam mertuanya sendiri.""Iya, itu karena Ibu sudah memakinya." "Ibu juga memaki dia itu dengan alasan, Raka. Coba bandingkan dengan Lusi yang sama sekali belum pernah memaki Ibu selama menjadi istrimu. Coba kamu pikir ulang, apa kamu mau hidup dengan wanita yang seperti itu?" ujar Bu Sinta, membuat Raka terdiam.Namun sudah hatinya, pria itu merasa kalau ibunya ini memang sudah keterlaluan. Hanya saja dia juga tidak mau kembali kepada Mila, mengingat apa yang sudah mereka lakukan dan nama baik mereka berdua juga sudah tercoreng. Jadi, kalau sama-sama melanjutkan hidup bersama, maka itu akan menjadi aib seumur hidup."Iya, Bu. Ibu benar, dia tidak pantas untuk kujadikan seorang istri. Lagi pula Mila itu tidak menyayangi Alia. Jadi, untuk apa aku bertahan dengannya?"Raka benar-benar sudah bulat dengan semua yang dia pertimbangkan, karena baginya Mila tidak ada apa-apanya dibandingkan Lusi. "Mas, kamu beneran tidak takut kalau ibumu dipenj
Mila pun mengikuti arah telunjuk dari karyawan itu. Awalnya dia sangat antusias sampai tiba-tiba mimik mukanya langsung berubah kala melihat kalau orang yang ditunjuk itu adalah laki-laki yang bersama dengan seorang wanita, dia adalah Lusi. Dengan cepat Mila terkesiap, lalu berdiri dan menurunkan tangan karyawan yang menunjuk itu. "Sudah-sudah, tidak perlu ditunjuk seperti itu. Saya tidak jadi berinvestasi. Saya mau makan saja," ucapnya tiba-tiba membuat karyawan itu kebingungan. Sang pria ingin bertanya kenapa tiba-tiba saja berubah, padahal sebelumnya sang wanita begitu antusias. Namun demikian, dia tidak mau membuat masalah atau wanita yang ada di depannya ini akan memperpanjang masalah. Karyawan itu pun permisi, undur diri. Sementara Mila langsung menyantap makanannya. Awalnya dia begitu mood karena memang masakan di sini enak, tapi sialnya malah bertemu dengan seseorang yang paling dia benci. Segala pertanyaan pun bersarang di benak. Ada kemungkinan-kemungkinan yang terus b
"Biarkan Mas Raka bekerja di tempat kamu, Mas," ucap Lusi tiba-tiba saja membuat Devan terkesiap.Bahkan punggungnya sampai menegak karena mendengar perkataan dari wanitanya. "Maksudmu? Dia jadi pelayan di sini?" tanya Devan untuk memastikan kalau pemikirannya seperti itu. Lusi mengedikkan bahu. "Terserah kamu saja maunya dijadikan apa, yang pasti dia harus melunasi utang-utangnya padaku. Jadi biarkan Mas Raka berada di sini. Aku ingin tahu, sejauh mana dia menderita melihat kebersamaan kita, Mas. Itu juga akan menguntungkanmu, bukan? Kamu hanya perlu melihat bagaimana pekerjaannya. Jadi kamu juga tidak perlu khawatir tentang diriku. Bagaimana?" Devan terdiam sejenak. Sebenarnya dia tidak mau berurusan dengan Raka secara langsung, tetapi mengingat dirinya juga terus-terusan khawatir sebab hubungan Raka dan Lusi, membuat Devan akhirnya tidak punya pilihan lain kecuali setuju dengan apa yang diusulkan oleh Lusi. "Baiklah kalau begitu, tapi masalahnya, bagaimana kalau misalkan Raka t
Maura pun diam sejenak. Dia punya satu cara agar Alia benar-benar tidak membenci Raka, yaitu menjelekkan kakaknya sendiri. Walaupun sebenarnya hatinya tidak menginginkan itu, untuk sekarang dia tidak punya pilihan selain menjadikan Mila sebagai kambing hitam atas permasalahan ini. "Begini, Alia. Alia tahu tidak? Kalau sebenarnya yang bersalah di sini itu Tante Mila."Gadis kecil itu kembali menoleh, kali ini kedua alisnya saling bertautan. Menandakan kalau dia penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Maura. "Iya, memang salah. Tapi Ayah juga salah. Kenapa Ayah mau sama Tante Mila? Kan dia temannya Ibu," ucap Alia berusaha untuk mempertahankan pendapatnya sendiri.Maura tersenyum kaku, sepertinya Alia ini sama seperti Lusi yang punya pendirian kuat. Jadi, kalau misalkan untuk meruntuhkan apa yang diyakini oleh Alia, Maura harus bekerja keras ekstra untuk mencuci otak anak ini. "Iya benar, ayahnya Alia itu salah. Tante Mila salah, tapi tahu tidak? Yang mengawali masalah ini, itu Tant
Kali ini Raka cukup lama sekali diam dibandingkan dengan pertanyaan sebelumnya. Winda sudah mulai takut kalau apa yang ditanyakan itu membuat Raka murka. Dia tidak mau ada pertengkaran di hari bulan madunya, berharap kalau Raka bisa mengabulkan semua permintaannya. Termasuk pertanyaan yang diucapkan oleh Winda barusan. Sebab selama berhari-hari bulan madu dengan Raka, pria itu lebih banyak diam dan melamun. Ini membuat sang wanita merasa kalau bulan madunya ini hanya berjalan apa adanya. Tidak ada yang lebih baik kecuali mereka menghabiskan waktu bersama. Itupun Raka berkali-kali terus saja memikirkan Alia. Tetapi Winda hanya bisa mengerti dan bersabar, berharap kalau Raka punya inisiatif sendiri untuk memberikan kejutan di hari bulan madu.Namun, sampai detik ini pun tak ada yang lebih spesial kecuali pertanyaan ini dan berharap pria itu mau menjawab semuanya."Kamu diam artinya kamu tidak mau punya anak dariku," ucap Winda dengan nada kecewa. Raka tahu pasti, Winda menginginkan ha
Raka kembali menatap Winda dalam diam. Apakah wanita itu benar-benar ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh dirinya? Lalu, untuk apa? Begitu pikir Raka. Tetapi kalau tidak dijawab juga Winda pasti akan terus bertanya dan itu akan diulang-ulang sampai wanita ini mendapatkan jawabannya entah kapan. Tetapi rasanya Raka akan kelas kalau terus ditanya hal yang serupa. "Apakah kamu sangat penasaran dengan jawabanku?" tanya Raka, tiba-tiba saja membuat Winda terkesiap. "Bukan begitu, Mas. Maksudku, kita kan sudah jadi suami istri. Memang aku sudah berjanji untuk tidak saling ikut campur antara aku dan urusan Mila. Tetapi apakah aku salah hanya bertanya? Aku tidak akan menyalahi semua keputusanmu. Aku hanya ingin bertanya. Anggaplah ini rasa penasaranku, karena kalau tidak dilakukan mungkin aku akan terus-terusan kepikiran dan hanya ingin tahu jawaban apa yang akan kamu berikan jika pertanyaan serupa kembali diucapkan," ungkap Winda, sesuai dengan pemikiran Raka sebelumnya. Pria itu me
Raka kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Winda. Bahkan pria itu sampai tidak berkedip, seolah apa yang dikatakan oleh Winda barusan itu sebuah bom yang hampir meledak. "Maksudnya hamil?""Ya, Mas. Aku mau tanya, kalau misalkan aku hamil kamu akan gimana?""Gimana apanya, Winda? Aku tidak paham dengan maksudmu." "Aku tahu kamu menikahi Mila karena dia sedang mengandung anakmu, kan? Tetapi kalau misalkan aku juga mengandung anakmu, bagaimana, Mas? Atau Seandainya Mila tidak mengandung anakmu, apakah kamu juga akan tetap bersamanya?" tanya Winda. Sebenarnya dia butuh validasi dari Raka. Apakah benar yang dikatakan Bu Sinta dan Maura tentang hubungan Mila dan Raka yang diikat hanya karena ada anak di antara mereka. Raka menatap Winda dalam, tapi wanita itu tidak bisa mengartikan semuanya. Lalu sang pria menoleh lurus ke depan. Ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran. Apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Winda atau memilih untuk diam? Rasanya sudah se
Tempat pukul 12.00 siang akhirnya Maura istirahat. Ternyata di sana tidak disediakan makan siang dan membeli sendiri. Kalau tahu begini, harusnya wanita itu membawa saja makanan di rumah Mila. Tetapi sayangnya semua sudah terlambat. Dia pun akhirnya memilih untuk makan apa saja yang tersedia di sekitar supermarket, yang penting bisa mengenyangkan.Namun, lagi-lagi ada suasana yang tidak mengenakan sang wanita. Di mana para pegawai yang begitu antipati dan menjauh kepada Maura. Awalnya dia merasa kesal, tetapi lama-lama tidak mempermasalahkan. Lagipula dia sudah kenal dengan Winda. Kalau memang ada yang macam-macam, tinggal lapor saja kepada wanita itu.Maura memilih untuk membeli siomay saja, lebih murah tapi mengenyangkan. Dia pun duduk agak jauh dari teman-temannya, karena memang di sini yang baru hanya Maura saja, jadi dia tidak punya teman yang satu angkatan dan memilih untuk diam. Tidak ada inisiatif sama sekali untuk berbaur atau memperkenalkan diri.Lagi pula di sini niatnya u
Mila menyantap makanan yang dibeli lewat online. Imel pun sama, tetapi gadis itu tampak sekali berbeda dari biasanya. Seperti ada yang dipikirkan dan semua gerak-gerik dari Imel membuat Mila merasa tidak nyaman. Wanita hamil itu pun menghentikan makannya dan berusaha berbicara baik-baik kepada Imel. "Kamu kenapa sih, Mel? Kok diam saja?" tanya Mila tiba-tiba, membuat Imel terkesiap. Dia sedikit bingung, tapi ada juga rasa takut. Namun demikian sang gadis tetap menjawab pertanyaan dari majikannya, takut malah salah paham. "Enggak kok, Bu. Saya cuma berpikir aja, bisa nggak ya melaksanakan tugas dari Ibu? Mengatur semuanya," ungkap gadis itu sebab sebelumnya setelah Imel selesai membereskan isi kamar dia dan Mila sama-sama menyusun jobdesk apa saja yang akan Imel laksanakan di rumah ini, termasuk menyiapkan makanan untuk Mila. Itulah yang paling berat dilakukan oleh sang gadis. Bagaimana kalau Ibu hamil ini rewel dan dia harus mencari makanan susah? Bukankah itu adalah tugasnya seo
Di tempat lain, saat ini Raka dan Winda sedang bersiap-siap untuk pulang. Tetapi hanya packing saja, karena kepulangannya nanti malam Raka akan langsung pulang ke rumah Mila. Sementara Winda ke rumahnya sendiri. "Mas, hari ini kita mau ke mana dulu?" tanya Winda, memastikan karena dia ingin menghabiskan waktu yang sebentar ini. Sebab setelah 7 hari baru dia bisa bertemu dengan Raka lagi."Apa kamu sudah menemukan jejak Alia?" tanya Raka tiba-tiba saja membuat harapan Winda langsung putus. Dia lagi-lagi harus bisa sadar kalau dirinya hanya dimanfaatkan untuk mencari Alia. Tetapi wanita itu akan tetap bersabar dan menjalani semua ini dengan ikhlas. Sesuatu yang dijalani dengan tulus pasti akan berbuah manis. "Belum, Mas. Aku sudah coba tanya sama temen-temen di berbagai kota yang memang ada penyetok barang-barang di supermarket aku, katanya sih belum pernah lihat. Tapi kita coba aja lihat ya, Mas. Moga-moga saja minggu depan atau mungkin besok lusa ada kabar baik," ungkap Winda. Dia
Sesudah zuhur berkumandang, Lusi pun segera bersiap. David memang dari tadi sedang menunggu wanita itu, mencoba untuk mengikutinya. Dia akan mengajak Lusi untuk sama-sama berangkat kerja. Sementara itu Adiba saat ini bekerja di rumah. Dia bisa mengerjakan projectnya dan tidak perlu ke kantor. Jadi, gadis itu bisa menjaga Alia. Lusi sudah semangat untuk pergi bekerja. Ini hari pertama dan harus menjadi momen yang paling berharga. David yang melihat wanita itu keluar pun berusaha untuk mengejarnya. "Hai, mau berangkat kerja, ya?" tanya David, tiba-tiba saja membuat Lusi terkesiap. Dia langsung menoleh kepada pria itu."Oh, hai. Kamu juga mau berangkat kerja?""Iya." "Shif siang?" tanya Lusi, memastikan."Iya," jawab David sembari tersenyum. Lusi hanya tersenyum kikuk, merasa perkataan Adiba tempo hari ada benarnya. Mungkin saja pria ini punya maksud buruk, karena semuanya itu serba mendadak. Tetapi melihat bagaimana pria ini tidak melakukan hal yang di luar batas membuat Lusi mas
Di kamar yang sudah disediakan oleh Mila, Imel hanya termenung menatap lurus. Dia sama sekali tidak merasa antusias untuk melihat kamar yang akan ditempatinya. Meskipun ukurannya sama seperti kontrakan yang sebelumnya dia tinggali, tetapi kali ini pikirannya benar-benar kacau. Apa yang harus dia lakukan mendengar berita-berita itu? Apakah Imel harus menelepon orang yang memasang iklan memberitahukan alamat Mila yang sebenarnya? Gadis itu akan mendapatkan uang yang banyak, bisa membuka usaha atau membeli kios untuknya. Terlepas dari status sebagai buruh. Tetapi, bagaimana kalau Mila tahu dan malah balas dendam kepadanya? Gadis itu tidak tahu bagaimana sifat Mila yang sebenarnya, jadi harus hati-hati dengan segala perlakuan Mila. Ini benar-benar membingungkan juga syok. Dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang.Tiba-tiba saja suara Mila terdengar menyerukan nama Imel. Gadis itu langsung terkesiap dan memilih untuk menghampiri bosnya."Iya, Bu. Bagaimana?""Kamu sudah beres-beresnya
Setelah membereskan barang-barang di kontrakan yang dahulu, Imel berpamitan dan langsung pergi menggunakan angkot. Sebelumnya dia memang ingin menggunakan taksi, tetapi tarifnya pasti mahal. Tidak masalah kalau menggunakan angkot. Lagi pula barang bawaannya hanya sedikit.Saat di dalam angkutan umum, dia mendengar pembicaraan kalau ada iklan yang memberikan hadiah besar bagi yang bisa menemukan dan memberi informasi tentang Mila. "Oh, aku tahu! Ini yang dulu sempat viral kan gara-gara dia selingkuh dan digrebek sama istrinya? Benar-benar enggak tahu diri, ya!" "Kayaknya ini orang juga membuat masalah sampai dicari sama yang pasang iklan," timpal seseorang membuat Imel langsung menoleh. Dia kaget sebab yang disebutkan oleh penumpang angkot lainnya itu Mila. Imel terperanjat sebab dikatakan kalau Mila ini adalah orang yang dulu sempat digerebek karena perselingkuhan, ini sama persis yang seperti yang dikatakan oleh Maura tempo hari, saat mereka masih ada di rumah sakit.Kalau benar b