“Mas baru pulang?” sapa Dayana dengan senyum ramah, menyambut kepulangan sang Suami yang kembali dari kantor
“Kamu buta?” sarkas pria dengan kemeja yang tak rapi lagi.
Dayana menarik napas dalam-dalam lantas menghembuskannya perlahan. “Iya mas maaf aku ‘kan hanya –“
“Apa! Gak perlu basa-basi! Cepat siapkan aku air panas!” Tak mau berdebat dengan suaminya, Dayana pun segera berjalan menuju dapur.
Ia menyalakan kran air panas dan air dingin untuk mengisi bath up yang akan digunakan sang Suami, seraya menunggu air masak Dayana menyiapkan secangkir kopi untuk suaminya. Ia juga memanaskan kembali sayur yang ia masak siang tadi.
Selang beberapa menit, tutup panci mulai bergerak lembut, Dayana segera mematikan apinya dan menuangkan ke dalam cangkir berisikan kopi dan gula. Setelah selesai menyiapkan kopi dan memanaskan sayur, Dayana bergegas ke kamar mandi guna memeriksa bath up.
Dayana menyandarkan tubuhnya di dinding bercat sage green, ia pun menatap ke penjuru rumah mencari sosok pria yang menyandang status sebagai suaminya itu.
Kening Dayana berkerut kala mendengar sebuah suara manja yang berasal dari dalam ruang kerja sang Suami. Semakin dekat, ia semakin jelas mendengarnya, suara barithon suaminya berubah menjadi suara serak dengan nada manja sesekali terdengar desahan halus.
“Ahh kamu memang hebat, baru lihat saja aku sudah tinggi!”
“Hahaha makanya mas buruan dong ke sini!”
“Sebentar ya, tunggu mas. Kamu akan habis sama mas!”
Bak tertimpa bangunan runtuh, dunia Dayana seakan menghilang ditelan bumi, di depan matanya ia melihat sang Suami sedang melakukan panggilan video dengan seorang wanita berpakaian seksi. Bukan hanya itu, posisi suaminya yang terlihat sedang tinggi itu membuat hatinya semakin berdenyut nyeri.
Dengan segenap tenaga yang ia punya, Dayana kembali mengumpulkan sisa-sisa hati yang sudah hancur. Ia mendongak, menarik napas dalam-dalam lantas menghembuskannya perlahan. “Mas, air nya sudah siap,” ujar Dayana seraya menyapu lantai.
“Kamu sudah lama di sana?” tanya Suaminya berbalik cepat.
Dayana melempar senyum tipis. “Ah tidak, aku baru saja datang kebetulan lantai kotor jadi aku sapu dulu, memang kenapa mas?”
“Bukan apa-apa! Minggir!” bentak Aidan berjalan keluar kamar, bahkan ia menabrak bahu Dayana yang notabene lebih kecil darinya.
“Astagfirullah,” ujar Dayana mengusap sebelah bahunya. Dayana menatap kepergian sang Suami dengan hati yang tak menentu.
Seperti biasa, jika senja datang Dayana akan membersihkan ruangan kerja sang Suami dan juga seisi rumah, mereka memang orang mampu tetapi Aidan tak pernah memperkerjakan art dengan alasan yang tidak jelas.
Saat menyapu ruangan kerja Aidan, tanpa sengaja ponsel pria itu berdering singkat menandakan sebuah pesan singkat masuk. Awalnya Dayana mengabaikan pesan tersebut tetapi ponsel itu kembali berdering dengan sebuah pop up notification yang mengundang rasa penasaran Dayana, terlebih lagi ia pensaran dengan aktivitas yang baru saja pria itu lakukan.
Dengan rasa penasaran, Dayana pun menyentuh benda pipih milik sang suami. Ia memasukkan password yang biasa suaminya gunakan, setelah melalui dua kali percobaan ponsel tersebut berhasil terbuka. Jemari lentiknya mulai menari di layar berukuran 7inc itu. Ia membaca setiap nama yang ada di layar pesan sang suami, hingga perhatiannya jatuh pada sebuah kontak bertuliskan ‘Ma cherie.’
“Apa-apaan ini‼” Manik mata wanita itu membelalak sempurna kala membaca isi pesan yang mereka bicarakan. Sang Pengirim pesan tanpa malu mengirimkan beberapa foto dengan bentuk tubuh yang terbuka dan yang lebih menyakitkan bagi Dayana adalah respon sang Suami yang tampak senang dan tak terbebani itu.
Wanita itu meletakkan sapunya sembarang dan berjalan menuju kamar tidurnya. “Jadi ini mas yang selama ini kamu lakukan di belakangku?” tanya Dayana berdiri di ambang pintu jemarinya masih menggenggam erat ponsel milik sang Suami.
Aidan berbalik dan memakai kaos oblongnya. “Apa-apaan kamu ini!” bentak Aidan berjalan mendekatinya.
“Kamu masih berani bicara meninggi di depanku mas? Setelah semua yang kamu lakukan padaku? Kamu berselingkuh mas. Apa kurangnya aku?!” Dayana bertanya dengan nada parau.
Aidan pun berdecak malas, ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Kamu tanya kamu kurangnya apa! Jelas kamu itu sangat kurang bagiku! Kamu miskin, tidak menggoda dan tidak menarik! Perlu aku sebutkan yang lain?”
Hati Dayana bak tertusuk belati, ia tak menyangka jika pria yang meminangnya dengan tega mengatakan itu semua. “Selama ini aku berkorban untukmu, Mas. Selama ini aku tunduk pada semua perintahmu, dan ini balasanmu?” tanyanya lirih.
“Aku tak pernah meminta kamu melakukan itu! Kamu sendiri ‘kan yang mau?”
“Mas aku istrimu!” ujar Dayana berharap mampu menyadarkan sang Suami.
“Itu bagimu, tidak bagiku!” Aidan mencengkram rahang Dayana kuat. “Dengarkan aku! Jangan menuntut apapun dariku, jangan berharap lebih dariku. Kamu tidak berhak apapun atas aku dan diriku!” imbuh Aidan lantas melepaskannya dengan hentakan sehingga tubuh Dayana terhuyung ke samping dan membentur meja rias.
Tanpa berucap apapun, Aidan beranjak dan meninggalkan Dayana seorang diri dengan mata berkaca-kaca. Tak lama setelah kepergian Aidan, terdengar deru mesin mobil yang semakin menjauh.
Dayana hanya bisa tertunduk sedih, kini bukan hanya hatinya yang hancur namun juga tubuh dan harapannya. Tak mau berlama-lama dengan air mata, Dayana segera bangkit dari posisinya meski ngilu menghantam sekujur tubuhnya.
Ia berjalan tertatih menuju ruang kerja sang suami, entah mengapa instingnya mengatakan ia harus isi tas Aidan. Setibanya di ruangan kerja Aidan, Dayana segera membuka isi tas sang Suami. Dayana menemukan banyak bill belanjaan mulai dari belanja emas, belanja tas branded hingga belanja kebutuhan rumah. Ia juga menemukan sebuah bill pembelian obat dan juga kotak obat yang masih utuh.
Dayana segera mengeluarkannya dan mengamati pil tersebut. Manik matanya tercekat kala melihat pil tersebut dari jarak yang lebih dekat. Tak mempedulikan ngilu di tubuhnya Dayana segera berlari menuju dapur, ia membongkar perkakas rumahnya setelah menemukan barang yang ia cari, Dayana segera menyamakan bentuk obat tersebut. Merasa ada yang tak wajar dengan obat tersebut, Dayana memasukkan beberapa butir obat tersebut ke dalam kantung plastik yang sudah ia siapkan.
Setelah itu ia kembali menyimpan kotak ke dalam tempatnya dan merapikan tas kerja sang Suami. Dayana lantas mengunci pintu rumah dan membawa obat tersebut ke klinik langganannya. Ia mengendari motor kesayangannya melalui jalanan sore itu.
Tak berselang lama motor yang ia kendarai telah terparkir rapi di jajaran motor lainnya. Ia mendorong pintu kaca dan mendapatkan sambutan dari resepsionis. “Selamat datang di klinik Nusantara, ada yang bisa saya bantu?”
Dayana melemparkan senyum dan mengatakan tujuannya. “Silakan bu diambil nomor urutnya. Mohon menunggu 2 antrian ya.” Dayana mengangguk, ia pun duduk bersama dengan pengunjung klinik lainnya.
Netranya tanpa sengaja menatap pemandangan sepasang suami istri yang tampak mesra, saling mengenggam dengan tatapan penuh cinta. Hati Dayana tentu teriris menyaksikan pandangan yang sangat berbeda dengan kisah rumah tangganya. Karena terlalu asyik mengamati pasangan muda itu, ia tak sadar jika namanya sudah dipanggil.
“Atas nama Ibu Dayana?” pekik seorang perawat yang berdiri di ambang pintu.
“Ah iya sus.”
Dayana bergegas merapikan tasnya dan berjalan mendekati perawat itu. “Silakan bu, bisa disampaikan keluhannya,” sapa seorang dokter yang berusia paruh baya.
“Begini dok, saya mau tanya ini kira-kira obat apa ya dok?” tanya Dayana seraya mengeluarkan sample obat yang ia bawa.
Air muka sang Dokter berubah menjadi tegang dan tak bisa ia gambarkan. “Dari mana ibu dapat obat ini?” tanyanya mengundang kebingungan Dayana.
“Memangnya ini obat apa dok?”
Jangan lupa berikan koment agar author makin semangat ya guys. Hope you like it!! follow akun sosmed thorthor biar gak ketinggalan info menarik laginnya @meilyyanaM
“Obat ini bukan penyubur rahim … .” Dayana mendelik mendengar ucapan wanita berjas putih di depannya. “Melainkan obat tidur dengan dosis tinggi. Kalau boleh tahu sudah berapa lama ibu mengkonsumsinya?” “Saya kurang ingat pastinya dok, cuman belakangan ini memang suami saya menyarankan untuk meminum dua kapsul setiap malam.” “Ibu saya sarankan untuk general check up ke rumah sakit bu, karena saya kahawtir penggunaan obat ini dalam dosis yang tinggi akan menimbulkan dampak yang berbahaya.” Dayana pun mengangguk tak lama setelahnya dokter tersebut menuliskan sebuah catatan kecil yang diberikan kepada perawat di sampingnya. “Mulai malam ini, obat tersebut jangan diminum lagi ya bu. Pola hidup yang sehat bu, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.” Dayana lagi-lagi hanya merespon dengan anggukan kepala. Ia masih tak percaya dengan apa yang Aidan lakukan padanya. Setelah selesai, Dayana pun diminta untuk menunggu di ruang resepsionis. Ia menunggu salinan surat rujuk untuk pengantar ke r
Pria itu membaca huruf yang tertera di kontak ponsel Dayana. “Suamiku? Tetapi dari nada dan bahasa yang ia gunakan sepertinya ada yang tidak beres.” Saat ia sibuk dengan pikirannya, seorang perawat membuka pintu ugd “Dengan keluarga pasien?” pekik seorang perawat di ambang pintu ugd. Pria itu bangkit dari duduknya. “Bagaimana keadaannya sus?” “Pasien hanya mengalami kelelahan dan cidera pada bagian tangan serta bahu sebelah kanan. Apa bisa kita ambil tindakan?” Kening pria tegap itu berkerut. “Tindakan?” “Kita perlu mengambil rontgen juga general check up untuk pemeriksaan lebih detail, karena pada saat kami mengganti pakaian pasien tanpa sengaja kami melihat luka memar di beberapa bagian tubuh juga rahangnya. Mungkin sebelumnya pasien pernah terjatuh.” “Lakukan saja dok, saya akan mengurus administrasinya.” Setelah mendengar pernyataan pria itu, perawat pun mengarahkan untuk segera menuju ke bagian administrasi dan menyelesaikan semuanya. Dengan penuh tanda tanya, pria itu berj
“Kapan aku bisa pulang?” tanya Dayana mengalihkan pertanyaan Sagara. “Mungkin menunggu hasil pemeriksaan terakhir, memangnya ada apa?” sahut Sagara, ia mengerti jika wanita di depannya enggan membahas tentang sosok sang Suami. Dayana mengangguk, wanita itu kembalu diam dan menatap kosong ke arah langit-langit kamar rawat. “Ada masalah?” Dayana menoleh sejenak, lantas kembali memandang plafon rumah sakit. “Jika iya pun sepertinya aku tak pantas berbagi denganmu.” Sagara mengangguk ia mengerti, jika Dayana masih canggung terhadapnya. “Jika sesuatu yang buruk terjadi padamu, katakan saja. Ini kartu namaku, aku seorang lawyer jika hal buruk menimpamu, kamu bisa segera menghubungiku.” Dayana kembali melempar netranya menatap pria berkemeja di sampingnya. “Sagara Andaru Biantara,” lirih Dayana membaca kartu nama yang digenggamnya. Setelah memberikan kartu namanya, pria itu memilih duduk di sofa dan menikmati secangkir kopi hangat yang ia pesan dari aplikasi online. Dayana larut dalam
“Oh kamu sudah dengar semuanya? Bagus deh! Mulai sekarang aku gak perlu lagi berpura-pura di depanmu!” sahut Aidan masih mendekap tubuh Shana di dalam gendongannya. Mereka masih dalam keadaan menyatu satu sama lain. “Oh iya mau di sini? Mau ngapain? Mau lihat permainan panas kami? Silakan saja!” Aidan berjalan menuju ranjang ia meletakkan Shana dengan begitu lembut seakan wanita itu akan hancur jika terjatuh di atas kasur. “Kamu keterlaluan mas!” Dayana berjalan keluar kamar ia tak ingin melihat kegiatan ranjang suaminya yang dengan santainya bermain di atas ranjang mereka bahkan di bawah figura pernikahan mereka. Dayana berjalan tertatih, ia terduduk di lantai depan pintu kamarnya. Nyeri di tangan dan sekujur tubuhnya seakan tak sebanding dengan nyeri di hati wanita berambut sepunggung itu. Ia terus meremas ujung pakaiannya dengan tubuh bergetar, dadanya naik turun menahan amarah yang membuncah. Dari posisinya saat ini, Dayana dapat mendengar jelas desahan nikmat yang Aidan dan Sh
“Iya Day, kamu gak papa ‘kan?” tanya wanita itu dengan senyum ramah. “Aku gak papa, Lin. Terima kasih ya, atas bantuan kamu,” ucap Dayana setelah ia berhasil bangkit dari posisinya. “Kamu kenapa di pinggir jalan begini, terus ini kenapa kamu bawa koper? Tangan kamu kenapa?” Dayana menghela napas panjang, sesekali ia melirik ke arah Aidan berlari. “Penjelasannya panjang Lin, intinya sekarang ini aku sedang dikejar-kejar orang gila.” Linda mengerutkan keningnya, ia pun menatap Dayana bingung. “Ya sudah nanti kamu jelaskan di mobilku saja ya?” Dayana mengangguk cepat, yang ada dalam pikirannya saat ini adalah kabur dari Aidan dan menuntut pria itu atas segala tindakan yang pria itu lakukan. Di dalam mobil, Dayana hanya diam saja sedangkan Linda wanita itu sedang membelikan air mineral untuk Dayana. “Ini Day, kamu minum dulu supaya lebih tenang.” Dayana pun mengangguk dan menegguk habis air itu. “Terima kasih, Lin.” “With my pleasure, Day. So, whats happen?” Dayana pun menceritaka
“Shana? Jadi kamu ceweknya?” ujar Sagara terkejut. “Sagara … em aku bisa jelasin semuanya. Ini hanya salah paham saja. Sebentar gini –“ “Stop, gue gak butuh penjelasan apapun tentang ini semua. Apa yang gue lihat sudah cukup menjelaskan semuanya. Terima kasih!” Sagara pun berjalan cepat menjauhi ruang tamu rumah Aidan, pria itu bahkan merubah sapaannya menjadi lo-gue. Hatinya tak hanya terkoyak dengan ucapan Aidan tetapi hatinya pun hancur melihat sosok wanita yang akan menjadi tunangannya ternyata berselingkuh. “Sagara dengarkan aku‼ Sagara aku mohon‼” pinta Shana seraya berlari mengejar Sagara. “Aku mohon!” ujarnya setelah berhasil meraih pergelangan tangan Sagara. Sagara memalingkan wajahnya ia enggan menatap wanita yang sudah menghancurkan kepercayaannya. “Dengarkan aku, aku tidak berselingkuh –“ ucapan wanita itu terpotong kala Sagara menatapnya tajam. “Iya aku berselingkuh. Maafkan aku, tetapi aku mencintai kamu, Gar. Hanya kamu yang aku inginkan.” “Simpan semua ucapan mani
Di sebrang jalan sana, Aidan baru saja keluar dari florist, sebelah tangan pria itu membawa sebuket bunga mawar putih yang tampak begitu indah. Dari kejauhan Dayana melihat sosok yang duduk di samping kemudi. Beruntung kaca mobilnya terbuka, sehingga ia bisa leluasa mengambil gambar dan menyaksikannya secara langsung. Dari layar ponselnya, Dayana melihat Aidan menyerahkan bunga tersebut pada Shana. Wanita yang tengah memakai dress tanpa lengan dan kerah itu tampak tersenyum bahagia. Ia pun tak sungkan memberikan kecupan hangat yang dibalas dengan senang hati oleh Aidan. Saat Dayana sibuk merekamnya, tiba-tiba layar ponselnya menggelap. Dayana pun mendongak perlahan. Ia melihat tubuh tegap berdiri di depannya. “Sagara?” lirih Dayana saat bertukar pandang dengan Sagara. “Jangan menyakiti hatimu semakin dalam.” Dayana pun segera menyimpan ponselnya. “Apa semua pria sama saja?” tanya Dayana setelah menyimpan ponselnya. Ia bersandar pada kursi halte, bahunya tampak turun. Tanpa banyak
Keadaan Dayana semakin terhimpit, ia tak bisa mengelak lagi. Petugas keamanan menemukan dompet ibu-ibu itu. Dayana mendesah kasar, wajahnya dipenuhi kebingungan. Bisik-bisik pun mulai terdengar menghiasi sekeliling Dayana, ada yang menyerangnya ada pula yang merasa iba pada Dayana. “Cantik-cantik kok pencuri‼” “Justru karena cantik makanya jadi pencuri. Jangan-jangan dia juga pelakor ibu-ibu.” “Ih dipegangin bu suaminya nanti dicuri juga.” Dayana hanya diam mendengarkan bisik-bisik yang tertuju untuknya. “Pak sungguh saya tidak melakukan hal itu, saya juga tidak tahu kenapa –“ “Halah mana ada sih maling yang mau ngaku‼ Kalau maling ngaku semua penjara pasti penuh!” “Iya pak, tangkap saja Pak. Laporkan ke kantor polisi, ini bisa mencoreng nama baik mall ini loh Pak! Masak mall sebesar ini ada copetnya!” “Bu, ikut saya ke kantor. Daripada ibu kena amuk masa.” Dengan pasrah Dayana pun mengikuti langkah kaki petugas keamanan itu. Awalnya Dayana mengira jika dirinya akan dibawa ke
2 tahun kemudian“Lama banget sih Gar! Bini lo sudah jerit-jerit buk –““Berisik!” sahut Sagara berlari menuju pintu berkaca yang terdapat seorang wanita paruh baya tengah berdiri di sana. “Bu,” sapa Sagara mengecup punggung tangan ibu mertuanya.“Langsung masuk saja, Nak. Dayana sudah menunggumu.” Sagara mengangguk dan bergegas masuk bersama seorang perawat.Ia melihat seorang wanita tengah berbaring di atas ranjang dengan wajah penuh peluh. Pria itu segera melepas jasnya dan menggantikan dengan pakaian serba hijau. Ia mendekati wanita yang berbaring menatapnya dengan senyum dan mata yang sayu.“Sayang, maaf aku terlambat,” ujar Sagara penuh sesal. Pria itu bergerak mengusap kening Dayana yang banjir bulir keringat.Dayana hanya tersenyum lemah dan menggerakkan tangan
Hari terus berjalan, Aidan mulai mendengar kabar jika perusahaannya tengah didemo oleh karyawan yang tak kunjung mendapatkan gaji. Wajahnya terpampang di seluruh media massa, jika dulu ia diberitakan sebagai pengusaha termuda dan sukses, kini ia harus menerima kenyataan pahit jika pemberitaannya tentang kemunduran perusahaan serta kasus yang sedang dihadapinya.“Sepertinya aku tak punya pilihan lain,” ujar pria itu seraya menatap tisu yang tengah digenggamnya.Aidan segera bangkit dan memanggil petugas lapas. “Pak saya mau menghubungi pengacara saya.”Petugas lapas itu mengangguk dan membukakan pintu sel, ia lantas memerintah Aidan menggunakan telepon kantor dan tak boleh lebih dari sepuluh menit.Setelah menekan tuts angka pria itu segera meletakkan gagang telepon di telinganya. “Hallo, bisa kau datang ke mari?”“….”
“Ehh iya? Kenapa sayang?” tanya Sagara menyimpan ponselnya cepat.Dayana mengulas senyum dan mengusap bahu pria yang kemarin meminangnya. “Mas kenapa? Ada masalah?”Sagara membalas senyuman Dayana, ia merengkuh bahu istrinya lantas mengajak wanita itu masuk ke dalam rumah. Menapaki lantai granit menuju ke lantai dua, ia lantas menuntun sang Istri masuk ke dalam kamar utama yang sudah berganti nuansa berwarna peach.“Mas mau ngomong serius sama kamu.” Ucapan pria itu membuat detak jantung Dayana berhenti berdetak, ia bahkan kesulitan menelan salivanya sendiri. “Ini bukan tentang kita kok, bernapaslah sayang.”Dayana menghela napas hingga bahunya bergerak turun. Sagara tertawa kecil melihat sikap istrinya yang terlihat menggemaskan. Ia melepas dekapannya dan berlutut di depan sang Istri yang duduk di tepi ranjang.“Sayang, maaf
“Mas aku yakin!” ujar Dayana dengan penuh keyakinan. Ia memberanikan diri untuk menyerahkan segenap dirinya pada pria yang meminangnya hari kemarin. Sagara hanya tersenyum, ia kembali mengecup bibir Dayana dengan lembut dan penuh kasih sayang. Satu persatu pakaian wanita itu mulai terlucuti begitu juga dengan sarung yang dipakai Sagara. Di pagi yang indah nan cerah itu, sepasang suami istri menunaikan nafkah batin. Suara desahan dan lenguhan tertahan menggema ke seluruh penjuru kamar, tanpa paksaan namun penuh dengan cinta dan kasih sayang. “Aaahh‼” lenguh panjang keduanya menandakan jika mereka sudah mencapai puncak kenikmatan. Tepat pukul 7 pagi, sepasang pengantin yang baru saja menunaikan nafkah batin itu selesai membasuh diri di dalam kamar mandi. Seperti pasangan pengantin sewajarnya, merkea masih asik menikmati hari-hari setelah melepas status lajangnya. Dayana dan Sagara menapaki anak tangga turun menuju ke ruang keluarga. Di sana ternyata masih ramai berkumpul keluarga Day
“Insya allah mas, aku pengin dia bertanggung jawab dan tahu konsekuensinya. Kalau dia terus menerus bebas dan ditolong mungkin ke depannya dia akan melakukan hal yang sama lagi, bahkan mungkin lebih parah.”Sagara mengangguk, ia lantas merengkuh tubuh istrinya. “Sudah sah, ‘kan?”Dayana tersenyum dan membalas pelukan hangat sang Suami. “Mandi mas, sudah mau malam. Gak bagus buat kesehatan loh.” Dayana menguraikan dekapannya dan bergerak mendekati almari pakaian.Sagara tertawa dan berjalan menuju kamar mandi dengan membawa sebuah handuk. Tak lama, Dayana mulai mendengar suara gemercik air yang berpadu dengan aroma sabun khas dirinya.Dayana bergegas mengganti pakaian tidurnya, ia terlihat gelisah di atas kasur. Duh kenapa jadi kepikiran malam pertama sih, lirih Dayana dalam hati seraya memikirkan cara untuk menghindar dari kegiatan malam pertama.Dayana pun bergegas membaringkan tubuhnya di atas kasur dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal. Dayana mencoba memejamkan mata ra
“Datang‼! Pak Sagara datang‼” pekik Diyas yang mengintip dari jendela kamar Dayana.“Alhamdullillah,” ujar mereka menghela napas lega. Dayana memejamkan mata seraya mengucap syukur dan berterima kasih karena pria itu benar-benar membuktikan ucapannya.Dayana berdiri, ia merapikan pakaian dan melihat sekali lagi wajahnya. Terdengar bunyi ketukan di pintu kamar wanita itu. “Mba, mari turun,” ujar seorang wanita paruh baya yang biasa disebut sebagai dukun manten alias orang yang memang mengerti tata cara pernikahan adat jawa.Dayana turun dibantu Lala dan Bella di samping kanan kiri, sedangkan di depannya berjalan ibu Dayana didampingi Diyas dan Nabila, di barisan paling depan Rai dan Rara berjalan membawa buket bunga. Seluruh pandangan tamu undangan menatap Dayana dengan sorot kagum.Riasan dan tata rambutnya membuat dirinya terlihat berbeda, dibalut dengan kebaya hitam berbahan beludru menambah kecantikan dan pesona wanita itu. Langkahnya berhenti di depan meja akad, ia lantas berdiri
Aidan semakin tak berkutik, ia memikirkan jawaban apa yang sekiranya tak memberatkan posisinya. “Ganeswari Rahayu, putri dari Brahma Setyawijaya. Apa anda mengenalnya?”“Iya saya mengenalnya.”“Apa hubungan anda dengan korban?” tanya petugas itu lagi.Aidan berpikir sejenak lantas mengatakan, “Kami pernah menjalin hubungan saat Sma dulu, setelah itu kami berpisah.”“Kapan terakhir kali anda bertemy dengan Korban?”“Pagi tadi.” Petugas yang sedang mengetik di laptop pun menganggukkan kepala. “Maaf kalau boleh tahu apa kaitannya ya?”“Ganeswari Rahayu hilang sejak pagi tadi, pihak keluarga sudah mencoba menghubunginya tetapi ponsel korban tidak aktif. Beberapa jam yang lalu, petugas menemukan mobil korban di tepi jurang.”“Jurang?”
“Aku itu gak kenal sama Mba Dayana, cuman salah satu teman kosku satu kerjaan dengan Mba Dayana, ya aku tahu cerita itu dari dia. Sudah malah bahas Mba Dayana, ayo mas makan,” bujuk Tasha dengan nada manja dan menarik lengan Aidan menggeretnya ke arah meja makan.Aidan pun duduk di kursi makan, wanita berusia 20an tahun itu bergerak menyendokkan nasi dan lauk pauk ke dalam sebuah piring. Aroma makanan yang lezat menggoda Aidan. Mirip masakan Dayana, batin pria itu. Dari aroma yang ia hirup Aidan tentu sudah tahu jika masakan wanita itu memang mirip dengan masakan Dayana yang tak pernah ia sentuh. “Mas kok melamun?” tanya Tasha duduk di kursi depannya.“Ah tidak.” Pria itu bergegas menyuapkan sendok demi sendok ke dalam mulutnya. Mereka berdua menikmati makan siangnya dengan hening hanya suara denting sendok dan garpu yang beradu mengisi rumah berukuran besar itu.Tingg nongg … tingg nonggg!Tak lama Mang Ujang masuk ke dalam rumah dan menghampiri Aidan dari arah belakang. “Siapa Pak?
“Meminta maaf mungkin, meminta maaf bukan berarti kita kalah kok Mas, hal itu justru menunjukkan jika kita jauh lebih baik dari ia.” Aidan terdiam mendengar usulannya. “Mas gengsi gak selamanya baik kok.”“Tidurlah, hari sudah malam,” ujar Aidan tak menanggapi usulan Tasha, ia merapatkan tubuhnya pada wanita itu dan mendekapnya erat-erat.Kicau burung dan sinar matahari menghiasi pagi di sebuah komplek, Dayana sudah bangun sejak subuh tadi. Ia sibuk membantu persiapan pengajian 100 hari mendiang ayahnya dan juga pengajian menyambut hari h pernikahannya yang akan diadakan besuk siang.“Mba gak usah capek-capek, biar ibu saja. Ini ‘kan sudah banyak bantuan. Kamu istirahat saja nggih.” Dayana mengangguk dan berjalan menuju ruang keluarga, ia melihat beberapa souvernir belum selesai dikemas. Wanita itu bergerak mengemasi souvernir untuk pengajian esok.Saat sedang asyik mengemasi souvernir terdengar bunyi klakson di depan rumahnya, Dayana pun bangkit dari posisinya berjalan ke arah teras