Share

Bab 5

Author: Ina Qirana
last update Last Updated: 2022-10-14 11:30:33

 

"Aku juga istrinya Mas Ferdi, tapi kenapa keuangan hanya dikuasai Mbak saja sih, aku juga sama butuh uang untuk kebutuhan," ucap Susan sambil duduk di kursi ruangan staf restoran ini.

 

Semua karyawan memandang Susan dengan tatapan menjijikkan, apalagi rok mini yang memperlihatkan paha putihnya, ditambah dengan tonjolan gunung kembar yang menantang, semua orang menyorot bagian itu.

 

Kuakui tubuh Susan memang sempurna, berkulit putih, tinggi dan juga berisi, didukung dengan wajah mulus tanpa sedikitpun jerawat yang mengotori.

 

"Jangan mentang-mentang Mbak istri pertama dan aku hanya istri siri Mbak bisa seenaknya zalimi aku kaya gini ya."

 

"Aku yakin kalau Mas Ferdi ga sakit mungkin sekarang dia udah marah sama kelakuan Mbak ini, dan bisa saja dia juga langsung menceraikan Mbak."

 

Kubiarkan wanita ini mengoceh sepuasnya, dan aku diam bukan berarti kalah melainkan mencari celah untuk menjatuhkannya.

 

"Lalu apa yang kamu mau hem? Uang?" tanyaku sambil bersilang tangan di dada.

 

"Ya tentu saja semua orang membutuhkan itu, percuma aku nikah sama Mas Ferdi kalau masih harus terus banting tulang."

 

Aku membuang pandangan ke arah lain menghirup napas sekuat tenaga dan mengembuskannya, ini baru awal entah kekacauan apa yang akan diciptakan Susan nantinya.

 

Lekas aku merogoh uang dalam tas lalu melemparkannya ke wajah wanita itu.

 

"Ambil uang itu dan habiskan sesuka hatimu!" tegasku.

 

Wajah Susan terlihat merah dengan mata melotot menatap wajahku penuh emosi.

 

 "Kenapa? Bukankah tujuanmu masuk ke dalam rumah tanggaku demi uang? Ambilah! Lalu pergi dari sini dan bersenang-senang di luar sana dengan para perempuan j*l*ng."

 

Sepertinya emosiku mulai tersulut kali ini, bagaimana emosiku tak meledak, pertama wanita itu sudah mengambil Mas Ferdi, lalu ia menggeser posisiku di istana kami, tak cukup di situ ia juga ingin menguasai harta kami.

 

Susan masih terdiam dengan rahang mengeras, tatapannya tajam menyorot ke arah tembok di belakangku berdiri.

 

"Kenapa ga diambil uangnya hem? Kalau kamu ga mau maka aku akan menyuruh Caca untuk menyapu uang-uang itu dan membuangnya ke tempat sampah."

 

Meski dalam hati aku tak rela uang senilai dua juta dibuang ke tong sampah. Sekilas ia mendelik ke arahku lalu berjongkok dan memunguti uang itu satu persatu.

 

"Kalau kamu mau uang maka harus kerja yang baik dan benar, bukan dengan cara marah-marah."

 

"Dan satu lagi, mulai hari ini Mas Ferdi jadi tanggung jawabmu."

 

Aku berbalik badan lalu melangkah keluar dari ruangan yang terasa panas ini.

 

"Puas kamu, Mbak, sudah merendahkan harga diriku!" teriaknya membuatku menghentikan langkah dan menengok ke belakang.

 

"Bukan aku yang merendahkan dirimu, tapi kamu yang merendahkan diri sendiri."

 

*

 

Semenjak kejadian di restoran hari itu Susan hanya berkutat di dalam rumah, memasak dan mengepel sebagian ruangan, tentu saja ia hanya mengepel area kamarnya dan dapur, sementara ruangan yang lain aku yang membersihkan.

 

Ia pun dengan telaten mengurus Mas Ferdi, menyuapinya makan serta membersihkan kotoran dan mengganti popoknya dua kali sehari, meski awalnya sering kudengar ia mual-mual hendak muntah saat membersihkan kotoran Mas Ferdi.

 

"Hari ini jadwal Mas terapi, semoga cepat sembuh ya, Mas, aku sangat senang jika kamu sembuh," ucap Susan kala aku sedang sarapan di ruang makan.

 

Jarak ruang makan dan kamar mereka memang dekat, dan obrolan apapun pasti terdengar dari ruangan ini.

 

"Apa Mas mau pakai kaos kaki?"

 

"Nah bagus, Mas sudah bisa menganggukkan kepala ya sekarang, berarti tak lama lagi Mas akan sembuh."

 

Perempuan itu berceloteh sendirian. Sebenarnya ada nyeri yang menyelusup ke dalam hati saat mendengar dan melihat mereka bermesraan, meski tubuh Mas Ferdi tak berdaya tapi tetap saja perlakuan mereka seakan menikamku dengan belati.

 

Kukira setelah Mas Ferdi lumpuh Susan akan menyerah lalu pergi, tapi nyatanya perempuan itu tetap saja bertahan, apakah mungkin ia telah mencintai Mas Ferdi? Bukan mencintai uangnya lagi?

 

Dering ponsel membuatku terhenyak dari lamunan, ternyata Caca yang menelpon.

 

"Bu, Pak Andre sudah datang, apa Ibu sudah siap?"

 

Mulutku menganga, kenapa bisa lupa jika hari ini ada janji dengan lelaki bernama Andre, lelaki itu merupakan investor yang akan menanam saham di restoran.

 

"Iya iya saya jalan sekarang, Ca, bilang saya lagi di jalan."

 

"Baik, Bu."

 

Aku meraih tas yang berada di atas meja lalu masuk dengan tergesa ke kamar Mas Ferdi.

 

"San, ini uang buat terapi, kamu pesan grab aja aku mau pakai mobil hari ini." Kuletakan lembaran uang berwarna merah ke atas meja.

 

"Ya."

 

Seperti itulah keseharian kami, Susan sudah terbiasa patuh pada titahku juga terbiasa kujadikan pesuruh ini itu, sementara Dara selalu kubawa ke mana-mana termasuk ke tempat kerja.

 

Beruntung gadis berumur tiga tahun itu selalu patuh dan tak banyak mengganggu pekerjaanku.

 

*

 

"Adek tunggu di ruangan Kak Caca ya, Mama mau kerja di sana," ucapku pada Dara, di ruang kerjanya Caca sudah menyambut anak bungsuku dengan senyum ceria.

 

"Iya, Ma."

 

"Dara, sini main sama Kakak," sahut Caca sambil mengulurkan sebelah tangan.

 

"Maaf telat, Pak Andre, tadi ada urusan sedikit," ucapku gugup, padahal lelaki jangkung yang sedang berdiri di hadapanku ini sudah tak asing lagi bagiku.

 

Ia tersenyum menampilkan deretan gigi putih dan rapinya.

 

"Tak apa, Yul, lagi pula aku sudah terbiasa menunggu," tuturnya, masih dalam keadaan tersenyum.

 

"Ah Bapak bisa aja." Aku menyeret kursi ke belakang lalu kami duduk berhadapan.

 

"Aku ini teman masa kecilmu, kita sering main petak umpet dulu, aku juga sering ngelap ingusmu ketika kecil, jadi tak usahlah panggil aku dengan sebutan pak." Ia terkekeh.

 

Aku mengulum senyum diingatkan tentang masa kecil yang begitu indah.

 

"Alah tapi 'kan kamu sering jahil juga bikin aku nangis, giliran itu ga diinget." Aku mengerlingkan mata, ia malah tertawa makin lebar.

 

"Udah ah, kita mulai meetingnya sekarang, ngomongin masa lalu terus."

 

"Ok ok, kita serius ya." Ia terlihat berusaha meredam tawanya.

 

"Hem."

 

 

Perjanjian kerja sama telah disepakati, ia mengulurkan tangan mengajak salaman ketika aku selesai menandatangani sejumlah dokumen perjanjian.

 

"Kalau gitu aku pamit ya, Yul, sudah siang." Ia melirik jam tangannya.

 

"Ya hati-hati."

 

Entah kenapa mataku tak ingin berpaling menatap punggungnya yang mulai menjauh, entah kenapa juga menyelusup rasa sesal saat mengingatnya beberapa tahun silam.

 

Aku memejamkan mata sambil menghirup napas, mengusir debaran aneh dalam dada lalu melirik jam tangan, sudah waktunya menjemput Dita.

 

"Aku sudah hapal surat 'Abasa, Ma, keren 'kan?" celoteh putriku sambil membuka pintu rumah.

 

"Waah, pintarnya anak Mama. Kamu masuk ke kamar ya, Mama mau lihat Ayah dulu, ajak Adek juga."

 

 Di depan pintu kamarnya langkahku tiba-tiba terhenti saat mendengar tawa Susan begitu keras.

 

"Ayo, Mas, ayo katakan lagi," ucap Susan begitu gembira.

 

Aku mendekatkan daun telinga ke pintu.

 

"A-aku ... cin ta ka mu."

 

Seketika hatiku nyeri bagai ditikam belati saat mendengar Mas Ferdi tertatih mengatakan hal itu pada Susan.

 

 

 

 

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
katanya pengusaha restoran tapi menye2. mampuslah kau dg drama mu yulia
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 6

    "Hei, Mbak sudah pulang?"Aku terkesiap tiba-tiba saja Susan keluar dari kamar dan memergokiku yang sedang melamun."Hem, kelihatannya?"Wanita itu mengukir senyum setenang mungkin, ah sepertinya ia sudah membaca isi hatiku saat ini."Gimana ngurus restoran? Mbak hepy?" tanyanya sambil mengangkat sebelah alis."Tentu saja, aku tidak selemah apa yang kamu kira, Susan, lalu bagaimana dengan Mas Ferdi? Perubahan apa yang sudah terjadi selama sebulan ini hem?" tanyaku."Begitulah, sekarang dia sudah bisa bicara walau masih terbata, dan aku yakin barusan Mbak mendengarnya 'kan?" Wanita itu menyeringai lebar hingga deretan giginya terlihat jelas.Jelas ia sangat bangga mendengar kata cinta yang terlontar dari mulut Mas Ferdi, dan karena hali itu ia merasa bisa mengalahkan aku.Menghirup napas perlahan, mengusir debar cemburu yang merasuki hatiku, sebesar apapun rasa benci terhadap Mas Ferdi tetap saja aku belum bisa menerima kemesraan mereka di hadapan mata, aku lebih suka melihat mereka se

    Last Updated : 2022-10-14
  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 7

    Aku langsung mendorong kursi roda Mas Ferdi menuju sumber keributan, sampai di dapur kulihat Dita dan Dara saling berpelukan sambil menatap Susan ketakutan."Ada apa sih?""Tolong ajari anakmu ini sopan santun ya, Mbak, aku selalu diam dan sabar ketika mereka memainkan lipstikku untuk mencoret-coret kaca.""Aku juga sabar saat bedak mahalku pecah berserakan di lantai akibat dijatuhkan mereka, aku juga sabar ketika mereka menyemprotkan parfum kesayanganku ke seluruh ruangan hingga habis.""Tapi sekarang, aku tak bisa sabar lagi ketika sedang makan dan mereka berdua menaruh kecoa di atas piringku, untung saja kecoa itu tak tertelan."Anak-anak baik, malang sekali nasibmu, Nak. Tapi mama acungi jempol atas perbuatan yang kalian lakukan, kalian memang anak pintar."Ya ampun, sini, Sayang." Aku merentangkan sebelah tangan lalu memeluk mereka berdua dan mencium ubun-ubunnya, setelah itu menatap wajah Susan yang penuh kobaran api dengan lembut."Mereka 'kan masih kecil, San, bisa loh dikasih

    Last Updated : 2022-11-01
  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 8

    "Jadi kamu dendam sama aku? Hei kumohon berkacalah, Susan." Aku memiringkan bibir "Kamu." Aku menekan dada Susan dengan jari telunjuk."Sudah menikah diam-diam dengan suamiku, dan hal itu sangat menyakitkan bagi setiap wanita, tetapi lihatlah bahkan aku masih baik padamu dengan memberikan tempat tinggal dan makan gratis, tapi tetap saja ya kamu bersikap tak tahu malu." "Sampai kapanpun kamu tak akan bisa mempermalukanku, karena apa? Karena aku tidak pernah mempermalukan diri sendiri sepertimu."Aku tersenyum sinis.*"Hari ini aku yang akan antar Mas Ferdi terapi, kamu di rumah saja ya, San. Oh ya aku sudah deposit uang di salon Mutiara atas namamu, pergilah siapa tahu kamu butuh merawat diri," ujarku sambil bersiap.Mata Susan berbinar, mungkin untuk pertama kali aku memanjakannya serasa di surga, ia tak tahu saja kejutan apa yang akan didapat di tempat itu."Ok, sekalian aku ajak Ibu ya, Mbak.""Hem, terserah."Wajahnya mendadak ceria, setelah siap kami berempat berangkat mengguna

    Last Updated : 2022-11-01
  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 9.A

    Aku mendorong kursi roda Mas Ferdi ke dalam rumah, di ruang keluarga Susan terlihat sedang duduk merenung dengan tatapan kosong dan memeluk bantal sofa.Menyadari kami datang ia menoleh ke arahku dengan tatapan tajam. Aku melewatinya begitu saja tanpa menyapa sama sekali.Namun, saat meneguk air di dapur ia menghampiriku sambil cemberut."Kenapa sih ga habis-habisnya Mbak bikin aku malu?""Bikin malu apa, Sih?" tanyaku dengan nada dibuat malas."Mbak sengaja 'kan nyuruh aku perawatan di salon itu cuma buat aku malu, mereka yang ada di salon itu nyinyirin aku dengan kata-kata pedas, padahal aku ini istri kedua, bukan pelakor!""Aku dinikahi dan sah secara agama sama Mas Ferdi bukan dijadikan simpanan, Mbak, kamu terima dong kenyataan ini," lanjutnya dengan mata membeliak.Kuremas gelas yang sedang digenggam lalu menaruhnya dengan kasar di meja."Kamu fikir aku ga tahu apa yang kalian lakukan di belakangku jauh-jauh hari Hem?""Kamu fikir aku ga tahu kalau Mas Ferdi sering nyawer kamu,

    Last Updated : 2022-11-01
  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 9.B

    "Ya sudah aku akan memesan bubur lewat aplikasi, sekarang kita mandi dulu ya, Mas."Lelaki yang dahulu sering menyakitiku dengan kata-kata pedasnya itu hanya diam dan menatap pasrah, aku mulai melucuti baju, celana dan juga popoknya yang terlihat sudah penuh oleh kotoran.Bau menyengat menusuk hidung. Namun, aku sudah terbiasa menghirup aroma ini sehingga bisa biasa saja, setelah area pantat bersih aku mulai memakaikan popok yang baru, lalu mengelap tubuh Mas Ferdi dengan handuk basah, setelah itu memakaikan baju ganti untuknya.Benar-benar melelahkan rasanya aku seperti memiliki bayi, tetapi hatiku mendadak sedih saat teringat jika Mas Ferdi bisa mengalami hal ini pun memang karena ulahku sendiri.Rasa sesal, kecewa sakit hati dan lelah menyatu dalam hatiku, terkadang aku ketakutan karena telah menyakiti suami sendiri."Sudah selesai, aku mau mandi dulu ya, Mas, baru pulang soalnya."Sebagai respon ia hanya mengedipkan mata."Kak." Aku membuka pintu kamar Desti, anak itu sedang memb

    Last Updated : 2022-11-01
  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 10.A

    (POV SUSAN)"Pantas saja akhir-akhir ini sering lemas dan pusing ternyata aku hamil, Fer," ucapku.Ferdi menatapku sambil menghisap rokoknya setelah itu mengbuskannya dengan kasar."Masa sih? Kok bisa hamil padahal 'kan udah pakai pengaman?""Kamu gimana sih masa ga percaya, ini buktinya dan aku juga udah telat tiga bulan ga haid."Aku menyerahkan alat tes kehamilan pada Ferdi, ia menatap benda kecil itu dengan serius lalu menatapku lagi "Kira-kira sudah berapa bulan?""Tiga bulan lebih," jawabku sambil menatapnya putus asa.Umurku baru enam belas tahun dan sedang hamil tanpa ikatan pernikahan, tak terbayang di kampung sana jika ibu dan ayahku tahu.Aku memejamkan mata merasa pening luar biasa, terlebih Ferdi hanya seorang supir truk panggilan, akan jadi apa masa depanku jika menikah dengannya, tak hanya itu aku pun tahu seperti apa pergaulan Ferdi, liar dan tak terkendali."Apa yang mau kamu lakukan? Menikah denganku atau ...."Aku mengalihkan pandangan ke arah lain, saat ini aku ma

    Last Updated : 2022-11-01
  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 10.B

    (POV SUSAN)Jujur saja hatiku terenyuh melihat bayi mungil ini menggeliat dan menciumi dadaku, tetapi tidak dengan Ferdi, ia malah menyuruhku untuk berpikir di mana akan membuang bayi itu.Akhirnya tepat di hadapan sebuah panti asuhan kami membuang bayi yang masih merah ini, tepat di tengah malam saat orang-orang sedang terlelap.Aku menatap bayiku yang terbaring di teras dengan air mata menitik dan hati teriris perih, bagaimana lagi masa depanku masih panjang, aku tak ingin kehilangan masa muda karena mengurusnya."Sudah, tak usah ditangisi, hal ini lebih baik dari pada masa mudamu dihabiskan untuk mengurus bayi," ucap Ferdi, beda denganku ia seperti tak merasakan sesuatu.Seiring berjalannya waktu hubunganku dan Ferdi semakin menjauh, begitu pula denganku yang semakin sibuk dengan dunia sendiri, hingga tanpa disadari kami bisa saling melepas tanpa rasa sakit dan penyesalan.Aku terbiasa hidup sendiri dengan dunia baru, begitu pula dengan Ferdi yang tak pernah memberi kabar atau pun

    Last Updated : 2022-11-01
  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 11.A

    (POV YULI)Dua tahun setelah Susan pergi akhirnya kedamaian menghampiri hidupku lagi, Mas Ferdi pun sudah banyak memiliki kemajuan, wanita itu benar-benar menghilang dari kehidupan kami.Aku membawanya terapi dan pengobatan alternatif agar ia cepat sembuh, dan sekarang pengobatan itu membuahkan hasil, Mas Ferdi sudah lancar berbicara dan sudah bisa berjalan walau masih menggunakan satu tongkat.Begitu pula dengan anak-anak, kini mereka bisa dekat dengan ayahnya, dan yang membuat hatiku terenyuh anak sulung kami berubah ceria tak sedingin dulu.Aku benar-benar bahagia dan mulai lupa atas pengkhianatan Mas Ferdi, terlebih lelaki itu pun terlihat menyayangiku dan tak lagi menunjukkan ambisinya memiliki anak lelaki."Mas, hari sudah mulai panas, masuklah," ujarku."Tolong bantu aku berdiri, Yul," jawabnya sambil tersenyum.Dengan sekuat tenaga aku membantunya berdiri dan menggandengnya masuk ke dalam, setelah itu Mas Ferdi akan membantu Dara bersiap ke sekolah, lalu setelah pulang sekolah

    Last Updated : 2022-11-02

Latest chapter

  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Tamat

    Setelah ditelusuri lebih dalam aku menemukan sebuah situs web khusus para pria hidung belang, di sana mereka bisa membahas para organ intim wanita yang pernah mereka cicipi berikut dengan Poto b*gilnya.Yang membuat otakku panas ialah poto Desti juga ada di sana, beberapa pria berkomentar tentang bentuk tubuh anakku, bahkan diantara mereka dengan terang-terangan mengincar tubuh putriku itu."Bagaimana ini, Lira?"Gadis itu langsung meluncur ke restoran begitu mengetahui Poto sy*r Desti tersebar."Apa Poto itu diambil ketika Desti diculik kemarin ya?" tanya Lira."Aku tak mau tahu Poto itu diambil kapan, yang kumau poto-poto anakku terhapus, apa kamu bisa membantuku?"Digulung emosi aku sampai membentak adik sendiri, beruntung Lira tak membalas gertakanku, ia hanya melirikku sekilas lalu kembali fokus pada laptopnya.Sebagai seorang ibu tentu hatiku sakit melihat poto-poto Desti tersebar luas apalagi dengan busana tidak pantas, selama ini aku selalu menjaganya, memastikan jika ia baik-

  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 42.B

    Aku pun meninggalkannya di luar rumah karena masih banyak yang harus kupersiapkan di dalam.Benar saja rambut Dara belum disisir, sedangkan Dita teriak-teriak mencari seragamnya, dan Desti gadis itu sedang makan sambil melamun, insiden penculikan itu benar-benar telah merenggut keceriaannya."Dara, cepat sisir rambutmu ya, Kak Haikal sudah datang itu.""Ya, Ma, bentar ini balesin chat Amina dulu." Aku geleng-geleng kepala, seperti biasa ponsel telah menyibukkan anak-anakku."Dita! Coba cari seragam olahraganya di keranjang, siapa tahu belum di setrika sama Mbak Ani!" teriakku dengan suara memekik."Duuh Mbak Ani gimana sih, kok seragam aku belum disetrika, mau dipake sekarang, Ma, gimana dong?!" teriak Dita yang menyalahkan asisten rumah tangga kami.Aku terpaksa naik ke lantai atas padahal ingin sekali bicara dengan Desti."Sini Mama setrikain, kamu cepetan keringin dulu itu rambutnya." "Gitu dong dari tadi."Aku berdecak kesal, setiap pagi pasti ada saja yang diributkan, kukira se

  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 42.A

    "Aku sudah bicara dengan Haikal, dia bersedia jadi supir anak-anakmu, Yul," ujar AndreSedikit tak percaya dengan apa yang diucapkannya, karena kulihat Haikal adalah lelaki gagah dan masih muda, bahkan terakhir kudengar ia memiliki pekerjaan."Masa sih dia mau, Dre, bukankah dia memiliki pekerjaan?" tanyaku."Ya dia mau, karena dia tak hanya mendapatkan gaji darimu tapi dariku juga, lalu dia bisa melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda sambil bekerja," jawab Andre."Memangnya anak itu putus kuliah?""Ya, semenjak keadaan ekonomi kakakku melemah, Haikal memilih berhenti kuliah dan membantu orang tuanya mencari nafkah.""Oh begitu, tapi kamu tak perlu ikut-ikutan menggajinya, Dre, aku sanggup kok memberikan gaji yang besar untuknya."Aku merasa tak enak saja pada Andre, sudah mobil ia yang carikan bahkan ia ikut andil dalam pembelian mobil ini, Andre terlalu banyak membantu kehidupanku, sementara aku tidak bisa melakukan apa-apa untuknya."Ga apa-apa, Yul, itung-itung aku bantu dia s

  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 41.B

    (POV Susan)"Ya makanya dicoba dulu, dan ingat jika dia ke sini kamu harus memelas dan memohon, juga jangan coba-coba memancing amarahnya."Ia berdecak sambil memalingkan wajah, aku tahu ia paling anti kalah dengan mantan istrinya itu, tapi bagaimana lagi saat ini posisi kami memang lemah, tak memiliki jabatan dan juga uang, sementara Mbak Yuli memiliki segalanya, dengan uangnya itu ia bisa membeli nyawa dan hidup seseorang."Aku pulang dulu, Mas, semoga saja Mbak Yuli mau membebaskanmu."Tak ada kata yang terucap darinya sebelum kepergianku.Di depan rumah bercat abu tua ini aku berdiri, rumah minimalis dua lantai itu sudah banyak mengalami perubahan, Mbak Yuli sudah banyak merenovasi bagian-bagian tertentu hingga terlihat nyaman.Mengesampingkan rasa malu aku mengetuk pintu, semoga saja wanita itu masih ada di rumahnya pagi ini.Pintu rumah terbuka nampaklah Mbak Yuli dengan setelan kerjanya, mata kami sempat bersitatap dalam diam beberapa detik."Susan?"Aku mengukir senyum tipis d

  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 41.A

    (POV SUSAN)"Apa, Dokter? Perempuan lagi?" Dokter Lia itu tersenyum sambil menganggukkan kepala."Iya, Bu, semuanya normal ya, Ibu harus banyak gerak biar persalinannya lancar nanti."Aku tak percaya setelah beberapa kali melakukan USG ternyata benar bayi yang kukandung berjenis kelamin perempuan lagi.Entah bagaimana reaksi Mas Ferdi nanti jika tahu anak yang ia harapkan laki-laki ternyata lahir perempuan lagi."Mau laki-laki atau perempuan yang penting sehat dan selamat, Bu," ujar Dokter Lia.Ia tak mengerti saja bagaimana keadaan rumah tanggaku, aku sangat takut Mas Ferdi tak tahan lalu pergi meninggalkan kami seperti dulu ia meninggalkan Mbak Yuli.Dulu saat si kembar masih kecil aku tak terlalu risau ditinggalkannya, karena aku merasa bisa mandiri, tetapi sekarang aku bergantung seratus persen padanya setelah mengandung anak ini dan tak lagi bekerja di club malam."Apa kamu bilang?! Perempuan lagi, bener ga itu hasilnya jangan-jangan salah lagi kayak yang udah-udah."Benar saja

  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 40.B

    (PoV Ferdi) Yuli sudah melapor maka lambat laun aku akan dipanggil polisi, sekarang keadaannya sudah berbeda, aku tak bisa menggunakan uang untuk membebaskan diri dari tuduhan seperti beberapa tahun silam.Aku mengacak rambut, kenapa hidup dengan Susan banyak sekali masalah, bahkan di usia pernikahan yang ketujuh masih juga belum mendapatkan kedamaian.*"Yang datang semalam siapa?" tanya Susan saat merapikan baju di kamar."Anak buah Vincen, mereka menghajarku semalam, mereka juga bilang kalau Vincen mecat aku."Susan menghentikan aktivitasnya, dengan mulut menganga ia menatapku."Kok menghajar kamu bukannya hutangmu sudah lunas? Terus sekarang kita gimana kalau kamu dipecat?"Susan memang mengetahui semua rencanaku pada Desti, dan dia mendukungnya, katanya yang penting hutang kami lunas dan beban kami hilang.Tak mudah untuk melakukan hal itu, aku harus melakukan penyelidikan terlebih dahulu agar mudah menyerahkan Desti pada Vincen."Yuli berhasil membawa kabur Desti sebelum anak i

  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 40.A

    (POV FERDI)Tengah malam pintu rumahku ada yang mengetuk beberapa kali, Susan terus saja menepuk pundakku menyuruh membuka pintu."Apaan sih ah, kamu aja sana yang buka!" Aku menepis kasar tangannya."Ya ampun, Mas! Aku tuh lagi hamil besar mau istirahat, aku capek ngurusin kedua anak kamu dari pagi, bisa ga sih ngertiin aku!" bentaknya.Sudah tujuh tahun kami membina rumah tangga ini, bukan semakin harmonis malah semakin sering cekcok setiap hari Setiap hari selalu saja ada hal yang membuat kami ribut, entah itu anak-anak, masalah keuangan dan yang lainnya.Sampai saat ini aku masih berharap anak yang ada di rahim Susan itu perempuan, aku melarang Susan bertanya soal jenis kelamin anak itu ketika di USG, aku takut saja jika bayi dalam perutnya itu perempuan lagi."Ya udah iya aku yang buka!" tegasku sambil menyibak selimut.Aku berjalan menghidupkan lampu menuju pintu, saat pintu terbuka nampaklah lima orang lelaki bertubuh tinggi besar, aku tahu dia anak buah Vincen.Vincen adalah

  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 39.B

    Pemuda bernama Haikal itu bersalaman denganku dan ibu, lalu kami masuk ke dalam.Setelah ganti baju aku menceritakan kejadian sebenarnya pada ibu, termasuk keterlibatan Mas Ferdi dengan penculikan Desti.Jelas saja ibu dan Lira murka mendengar lelaki itu dalang dari masalah ini."Dasar laki berotak batu," ujar Lira."Ini ga bisa dibiarkan, Yul, si Ferdi itu harus dipenjara," ujar ibu."Iya sebaiknya kamu segera melapor ke polisi, Yul," ujar Andre "Baiklah, aku ambil hape dulu ya."Menelpon seorang penyidik yang menangani kasus penculikan Desti, mereka menyuruhku datang ke kantor siang ini dengan Desti untuk memberi keterangan."Gimana? Udah di telpon?" tanya Andre."Sudah, aku sama Desti disuruh ke kantor nantisiang.""Baiklah, aku pulang dulu ya, nanti siang aku kemari lagi nemenin kalian.""Terima kasih ya." Lagi-lagi hanya sebuah senyuman yang kuberikan untuk membalas jasanya.Jika Andre bukan orang kaya sudah pasti aku memberikan sejumlah uang besar padanya, tetapi tentu saja And

  • Kubuat Suamiku Lumpuh   Bab 39.A

    "Bagaimana ini?" tanyaku dengan napas terengah-engah menatap Andre "Mana pistolmu, Yul?"Aku langsung memberikan benda itu padanya dan entah apa yang ingin ia lakukan, lalu kaca mobil di sampingnya terbuka setengah, seorang lelaki langsung menodongkan pedang ke leher Andre."Serahkan harta berharga kalian!" tegas laki-laki yang mengenakan penutup kepala tersebut.Perlahan Andre mulai menodongkan pistol ke orang tersebut, dapat kulihat mata lelaki itu membeliak."Jangan halangi jalanku kalau tidak kepalamu akan pecah saat ini juga," ancam Andre.Lalu di belakang mobilku terdengar seorang berteriak lantang."Mundur! Mereka membawa pistol!"Hingga akhirnya segerombolan orang itu kembali mundur dan masuk kembali ke semak-semak, aku bernapas lega ternyata tidak ada pertumpahan darah lagi.Orang-orang itu ketakutan melihat senjata api di tangan Andre dan sepupunya di mobil belakang, jika pun melawan mereka sudah pasti kalah.Mobil kembali melaju membelah jalanan malam tanpa arah tujuan."M

DMCA.com Protection Status