(POV YULI)Dua tahun setelah Susan pergi akhirnya kedamaian menghampiri hidupku lagi, Mas Ferdi pun sudah banyak memiliki kemajuan, wanita itu benar-benar menghilang dari kehidupan kami.Aku membawanya terapi dan pengobatan alternatif agar ia cepat sembuh, dan sekarang pengobatan itu membuahkan hasil, Mas Ferdi sudah lancar berbicara dan sudah bisa berjalan walau masih menggunakan satu tongkat.Begitu pula dengan anak-anak, kini mereka bisa dekat dengan ayahnya, dan yang membuat hatiku terenyuh anak sulung kami berubah ceria tak sedingin dulu.Aku benar-benar bahagia dan mulai lupa atas pengkhianatan Mas Ferdi, terlebih lelaki itu pun terlihat menyayangiku dan tak lagi menunjukkan ambisinya memiliki anak lelaki."Mas, hari sudah mulai panas, masuklah," ujarku."Tolong bantu aku berdiri, Yul," jawabnya sambil tersenyum.Dengan sekuat tenaga aku membantunya berdiri dan menggandengnya masuk ke dalam, setelah itu Mas Ferdi akan membantu Dara bersiap ke sekolah, lalu setelah pulang sekolah
"Setahuku tidak, dan selama dua tahun ini dia benar-benar menghilang dari kehidupan kami, Dre, kamu yakin ga salah lihat?"Aku masih tak percaya jika perempuan itu kembali, atau bisa saja ia menemui temannya yang tinggal d perumahan itu? Perasaanku mendadak tak enak."Dia memakai motor merah dan tak mengenakan helm, aku masih ingat betul seperti apa wajah perempuan itu, Yul." Andre menatapku serius.Oh Tuhan, jangan-jangan dia menemui Mas Ferdi, karena tahu suamiku sudah sembuh saat ini, lalu ia kembali datang menggodanya dan berusaha masuk kembali dalam kehidupan kami?Tidak, aku pasti sedang berpikiran buruk saja, hal itu tak mungkin terjadi, Mas Ferdi tak mungkin berkhianat lagi."Kamu yakin itu dia, Dre?"Lelaki di hadapanku itu mengangguk mantap, lalu aku membuang pandangan ke arah lain, berpikir keras agar tak kecolongan."Sepertinya kamu harus melakukan sesuatu, Yul," ujar Andre lagi."Sesuatu apa?"Otakku tak bisa berpikir jernih kali ini karena disibukkan dengan berbagai pras
Masuk ke dalam rumah aku mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, dan dari arah dapur Mas Ferdi datang dengan wajah tenang."Baru pulang ya? Aku baru aja mesen makanan ini."Aku tersenyum sinis, entah di mana lelaki itu bertemu Susan, yang jelas tak mungkin di rumah ini.Ingin sekali aku mengatakan agar ia menyudahi akting murahannya itu, lalu membuka kedoknya dan menunjukkan pada dunia jika ia adalah seorang pengkhianat ulung."Kamu kenapa, Yul?"Dia keheranan menatapku yang tercenung sejak tadi, aku menghela napas lalu duduk di kursi dengan anggun."Tak apa-apa, Mas.""Mama!""Mama udah pulang!"Dita dan Dara bersorak sambil berlari menghampiriku, melihat mereka berdua rasanya aku ingin mengeluarkan air mata.Andai kalian tahu, Nak, seseorang yang kalian panggil ayah diam-diam telah menghancurkan kebahagiaan kita semua."Hai, Sayang, mana Kakak?""Di kamar lagi nonton," jawab Dita."Oh ya, apa hari ini rumah kita kedatangan tamu?" tanyaku sambil menatap mereka berdua."Tamu? Emm
Jemariku mencengkeram erat kusen pintu yang terbuat dari besi ini, sementara mataku memanas hingga tak terasa cairan hangat meluncur membasahi pipi.Beberapa langkah lagi tanganku yang panas ini sebenarnya sudah bisa menampar pipi Mas Ferdi, serta menjambak rambut Susan hingga terlepas dari kepalanya.Namun, sekuat tenaga aku mengendalikan emosi dan hasrat ingin menyerang mereka, karena ini tempat Susan bisa saja aku kalah dan wanita itu malah menyerang balik.Minuman di dalam gelas mereka nampaknya sudah habis, setelah itu Mas Ferdi berjalan menjauh dariku masuk ke ruangan lebih dalam.Tak mau ketinggalan aku melangkah membuntuti mereka diam-diam, lalu langkah kaki mereka terhenti tepat di deretan kamar, sepertinya kamar-kamar itu khusus para pel*cur melayani laki-laki hidung belang.Mereka berdua masuk ke salah satu kamar itu, lalu selanjutnya sudah pasti mereka melakukan itu.Mataku terbayang merasakan ribuan pedang menusuk dada, lalu terbayang lagi setiap gerakan dan d*s*h*n merek
"Hari ini biar aku yang ke restoran ya, Yul, kamu di rumah saja temani anak-anak, sudah waktunya kamu istirahat," ujar Mas Ferdi.Setelah beberapa hari lepas dari tongkatnya ia memutuskan untuk mengelola usahanya lagi, padahal jika dipikir untuk apa ia menyembunyikan kesembuhannya dariku?"Ya, tapi ada beberapa hal yang harus kita bicarakan di sana, jadi untuk hari ini aku akan ikut kamu.""Oh ok, bersiaplah." Dari raut wajah ia terlihat tak senang.Kami berangkat ke restoran bersama dan aku yang menyetir mobil, sementara Mas Ferdi duduk di sebelahku."Mas, bagaimana statusmu dengan, Susan?" "Emm ... maksudmu?" Ia terlihat berpikir dan mencoba mengulur waktu memberi jawaban."Ya, apa kamu sudah menceraikannya?" "Emmm ... aku memang belum mengatakan langsung sih karena waktu dia pergi 'kan aku ga bisa ngomong, tapi dalam hati aku sudah menceraikannya kok."Aku tersenyum tipis, lagakmu, Mas, akting terus, kukasih sup kambing lagi baru tahu rasa."Oh begitu ya, memangnya kamu belum per
Ia menoleh sekilas lalu kembali berpaling menghadap jendela dapur yang terbuka, setelah itu kulihat di luar gerimis mulai turun karena memang sejak pukul enam pagi cuaca sangat mendung."Desti! Angkat cucian di belakang, Nak!" "Ya, Ma! Dita, bantuin Kakak!" teriak Desti, ia memang seperti itu jika disuruh selalu meminta bantuan adiknya.Hingga mereka berdua berlarian mengangkat jemuran sambil tertawa lepas. Dan mata kami berdua memandang mereka dengan tatapan kosong."Kamu lihat Desti, Mas, semenjak kamu meninggalkan perempuan itu sikapnya kembali hangat, baik pada kita ataupun pada adik-adiknya."Terdengar ia mengehela napas sambil mengusap wajahnya dengan sebelah tangan."Simpan di keranjang ya, Kak," ujarku saat mereka berdua masuk ke dapur sambil membawa bergunung-gunung pakaian hingga menutupi sebagian tubuhnya."Baiklah, jika kamu merasa tak nyaman dengan perbuatanku tadi maka aku minta maaf."Untuk kesekian kalinya aku memancing tapi tetap saja ia tak mau bicara, apakah aku ha
"Dan kamu ... kita bercerai saja, karena Susan tak mau jadi yang kedua."Terasa ada yang meledak di atas kepala, aku memejamkan mata dengan erat dan mengepalkan jemari hingga urat-urat di tangan terlihat.Untuk beberapa saat tubuhku terasa melayang, rasanya ingin pingsan lalu bangun kembali dalam keadaan baik-baik saja, aku harap ini mimpi, tapi tidak, ini nyata bahkan lenganku terasa sakit saat kucubit.Dua tahun aku menanti dan berjuang keras agar ia kembali, setidaknya bukan untukku tapi demi putri kami, tapi ternyata ambisinya tak pernah mengikis meski sudah dihujani kasih sayang setiap harinya.Hatimu lebih keras dari karang di lautan, Mas.Sebelah tanganku meraih bangku lalu berpegangan erat padanya, dengan sisa tenaga bangku itu ditarik lalu kududuki perlahan.Merenung sambil menopangkan siku ke atas meja, setelah itu memijat kening yang terasa berdenyut."Maaf, Yul. Tapi kamu tak usah khawatir aku pasti akan tanggung jawab pada anak-anak."Aku menengadahkan wajah yang terasa b
"Mungkin pergi, Dek.""Oh, sepagi ini?""Hem," jawabku.Seperti hari biasanya aku mengantar mereka ke sekolahnya masing-masing, beruntung sekarang Dara jarang memintaku untuk menungguinya di sekolah.Ia selalu patuh jika aku berpamitan pulang karena tak bisa menunggunya seperti biasa."Mama akan jemput setengah sepuluh nanti ya, Sayang.""Iya, Ma."Aku memutuskan kembali ke rumah, untuk saat ini rasanya aku tak ingin bepergian ke mana-mana apalagi bertemu banyak orang.Aku butuh menyendiri dan mengumpulkan tenaga untuk menghadapi kenyataan-kenyataan yang akan terjadi selanjutnya."Assalamualaikum, Mba."Dari arah pintu terdengar suara perempuan masuk, buru-buru aku menghapus jejak air mata dan melangkah ke luar."Lira, Ibu."Mereka yang sudah duduk di sofa kembali berdiri ketika melihatku."Apa kamu baik-baik aja, Yul?" tanya ibu sementara Lira--adikku--menatap sendu."Ya tentu baik-baik aja, Bu, memangnya kenapa?" Aku menatap mereka berdua bergantian."Semalam Desti telpon aku, dia n
Setelah ditelusuri lebih dalam aku menemukan sebuah situs web khusus para pria hidung belang, di sana mereka bisa membahas para organ intim wanita yang pernah mereka cicipi berikut dengan Poto b*gilnya.Yang membuat otakku panas ialah poto Desti juga ada di sana, beberapa pria berkomentar tentang bentuk tubuh anakku, bahkan diantara mereka dengan terang-terangan mengincar tubuh putriku itu."Bagaimana ini, Lira?"Gadis itu langsung meluncur ke restoran begitu mengetahui Poto sy*r Desti tersebar."Apa Poto itu diambil ketika Desti diculik kemarin ya?" tanya Lira."Aku tak mau tahu Poto itu diambil kapan, yang kumau poto-poto anakku terhapus, apa kamu bisa membantuku?"Digulung emosi aku sampai membentak adik sendiri, beruntung Lira tak membalas gertakanku, ia hanya melirikku sekilas lalu kembali fokus pada laptopnya.Sebagai seorang ibu tentu hatiku sakit melihat poto-poto Desti tersebar luas apalagi dengan busana tidak pantas, selama ini aku selalu menjaganya, memastikan jika ia baik-
Aku pun meninggalkannya di luar rumah karena masih banyak yang harus kupersiapkan di dalam.Benar saja rambut Dara belum disisir, sedangkan Dita teriak-teriak mencari seragamnya, dan Desti gadis itu sedang makan sambil melamun, insiden penculikan itu benar-benar telah merenggut keceriaannya."Dara, cepat sisir rambutmu ya, Kak Haikal sudah datang itu.""Ya, Ma, bentar ini balesin chat Amina dulu." Aku geleng-geleng kepala, seperti biasa ponsel telah menyibukkan anak-anakku."Dita! Coba cari seragam olahraganya di keranjang, siapa tahu belum di setrika sama Mbak Ani!" teriakku dengan suara memekik."Duuh Mbak Ani gimana sih, kok seragam aku belum disetrika, mau dipake sekarang, Ma, gimana dong?!" teriak Dita yang menyalahkan asisten rumah tangga kami.Aku terpaksa naik ke lantai atas padahal ingin sekali bicara dengan Desti."Sini Mama setrikain, kamu cepetan keringin dulu itu rambutnya." "Gitu dong dari tadi."Aku berdecak kesal, setiap pagi pasti ada saja yang diributkan, kukira se
"Aku sudah bicara dengan Haikal, dia bersedia jadi supir anak-anakmu, Yul," ujar AndreSedikit tak percaya dengan apa yang diucapkannya, karena kulihat Haikal adalah lelaki gagah dan masih muda, bahkan terakhir kudengar ia memiliki pekerjaan."Masa sih dia mau, Dre, bukankah dia memiliki pekerjaan?" tanyaku."Ya dia mau, karena dia tak hanya mendapatkan gaji darimu tapi dariku juga, lalu dia bisa melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda sambil bekerja," jawab Andre."Memangnya anak itu putus kuliah?""Ya, semenjak keadaan ekonomi kakakku melemah, Haikal memilih berhenti kuliah dan membantu orang tuanya mencari nafkah.""Oh begitu, tapi kamu tak perlu ikut-ikutan menggajinya, Dre, aku sanggup kok memberikan gaji yang besar untuknya."Aku merasa tak enak saja pada Andre, sudah mobil ia yang carikan bahkan ia ikut andil dalam pembelian mobil ini, Andre terlalu banyak membantu kehidupanku, sementara aku tidak bisa melakukan apa-apa untuknya."Ga apa-apa, Yul, itung-itung aku bantu dia s
(POV Susan)"Ya makanya dicoba dulu, dan ingat jika dia ke sini kamu harus memelas dan memohon, juga jangan coba-coba memancing amarahnya."Ia berdecak sambil memalingkan wajah, aku tahu ia paling anti kalah dengan mantan istrinya itu, tapi bagaimana lagi saat ini posisi kami memang lemah, tak memiliki jabatan dan juga uang, sementara Mbak Yuli memiliki segalanya, dengan uangnya itu ia bisa membeli nyawa dan hidup seseorang."Aku pulang dulu, Mas, semoga saja Mbak Yuli mau membebaskanmu."Tak ada kata yang terucap darinya sebelum kepergianku.Di depan rumah bercat abu tua ini aku berdiri, rumah minimalis dua lantai itu sudah banyak mengalami perubahan, Mbak Yuli sudah banyak merenovasi bagian-bagian tertentu hingga terlihat nyaman.Mengesampingkan rasa malu aku mengetuk pintu, semoga saja wanita itu masih ada di rumahnya pagi ini.Pintu rumah terbuka nampaklah Mbak Yuli dengan setelan kerjanya, mata kami sempat bersitatap dalam diam beberapa detik."Susan?"Aku mengukir senyum tipis d
(POV SUSAN)"Apa, Dokter? Perempuan lagi?" Dokter Lia itu tersenyum sambil menganggukkan kepala."Iya, Bu, semuanya normal ya, Ibu harus banyak gerak biar persalinannya lancar nanti."Aku tak percaya setelah beberapa kali melakukan USG ternyata benar bayi yang kukandung berjenis kelamin perempuan lagi.Entah bagaimana reaksi Mas Ferdi nanti jika tahu anak yang ia harapkan laki-laki ternyata lahir perempuan lagi."Mau laki-laki atau perempuan yang penting sehat dan selamat, Bu," ujar Dokter Lia.Ia tak mengerti saja bagaimana keadaan rumah tanggaku, aku sangat takut Mas Ferdi tak tahan lalu pergi meninggalkan kami seperti dulu ia meninggalkan Mbak Yuli.Dulu saat si kembar masih kecil aku tak terlalu risau ditinggalkannya, karena aku merasa bisa mandiri, tetapi sekarang aku bergantung seratus persen padanya setelah mengandung anak ini dan tak lagi bekerja di club malam."Apa kamu bilang?! Perempuan lagi, bener ga itu hasilnya jangan-jangan salah lagi kayak yang udah-udah."Benar saja
(PoV Ferdi) Yuli sudah melapor maka lambat laun aku akan dipanggil polisi, sekarang keadaannya sudah berbeda, aku tak bisa menggunakan uang untuk membebaskan diri dari tuduhan seperti beberapa tahun silam.Aku mengacak rambut, kenapa hidup dengan Susan banyak sekali masalah, bahkan di usia pernikahan yang ketujuh masih juga belum mendapatkan kedamaian.*"Yang datang semalam siapa?" tanya Susan saat merapikan baju di kamar."Anak buah Vincen, mereka menghajarku semalam, mereka juga bilang kalau Vincen mecat aku."Susan menghentikan aktivitasnya, dengan mulut menganga ia menatapku."Kok menghajar kamu bukannya hutangmu sudah lunas? Terus sekarang kita gimana kalau kamu dipecat?"Susan memang mengetahui semua rencanaku pada Desti, dan dia mendukungnya, katanya yang penting hutang kami lunas dan beban kami hilang.Tak mudah untuk melakukan hal itu, aku harus melakukan penyelidikan terlebih dahulu agar mudah menyerahkan Desti pada Vincen."Yuli berhasil membawa kabur Desti sebelum anak i
(POV FERDI)Tengah malam pintu rumahku ada yang mengetuk beberapa kali, Susan terus saja menepuk pundakku menyuruh membuka pintu."Apaan sih ah, kamu aja sana yang buka!" Aku menepis kasar tangannya."Ya ampun, Mas! Aku tuh lagi hamil besar mau istirahat, aku capek ngurusin kedua anak kamu dari pagi, bisa ga sih ngertiin aku!" bentaknya.Sudah tujuh tahun kami membina rumah tangga ini, bukan semakin harmonis malah semakin sering cekcok setiap hari Setiap hari selalu saja ada hal yang membuat kami ribut, entah itu anak-anak, masalah keuangan dan yang lainnya.Sampai saat ini aku masih berharap anak yang ada di rahim Susan itu perempuan, aku melarang Susan bertanya soal jenis kelamin anak itu ketika di USG, aku takut saja jika bayi dalam perutnya itu perempuan lagi."Ya udah iya aku yang buka!" tegasku sambil menyibak selimut.Aku berjalan menghidupkan lampu menuju pintu, saat pintu terbuka nampaklah lima orang lelaki bertubuh tinggi besar, aku tahu dia anak buah Vincen.Vincen adalah
Pemuda bernama Haikal itu bersalaman denganku dan ibu, lalu kami masuk ke dalam.Setelah ganti baju aku menceritakan kejadian sebenarnya pada ibu, termasuk keterlibatan Mas Ferdi dengan penculikan Desti.Jelas saja ibu dan Lira murka mendengar lelaki itu dalang dari masalah ini."Dasar laki berotak batu," ujar Lira."Ini ga bisa dibiarkan, Yul, si Ferdi itu harus dipenjara," ujar ibu."Iya sebaiknya kamu segera melapor ke polisi, Yul," ujar Andre "Baiklah, aku ambil hape dulu ya."Menelpon seorang penyidik yang menangani kasus penculikan Desti, mereka menyuruhku datang ke kantor siang ini dengan Desti untuk memberi keterangan."Gimana? Udah di telpon?" tanya Andre."Sudah, aku sama Desti disuruh ke kantor nantisiang.""Baiklah, aku pulang dulu ya, nanti siang aku kemari lagi nemenin kalian.""Terima kasih ya." Lagi-lagi hanya sebuah senyuman yang kuberikan untuk membalas jasanya.Jika Andre bukan orang kaya sudah pasti aku memberikan sejumlah uang besar padanya, tetapi tentu saja And
"Bagaimana ini?" tanyaku dengan napas terengah-engah menatap Andre "Mana pistolmu, Yul?"Aku langsung memberikan benda itu padanya dan entah apa yang ingin ia lakukan, lalu kaca mobil di sampingnya terbuka setengah, seorang lelaki langsung menodongkan pedang ke leher Andre."Serahkan harta berharga kalian!" tegas laki-laki yang mengenakan penutup kepala tersebut.Perlahan Andre mulai menodongkan pistol ke orang tersebut, dapat kulihat mata lelaki itu membeliak."Jangan halangi jalanku kalau tidak kepalamu akan pecah saat ini juga," ancam Andre.Lalu di belakang mobilku terdengar seorang berteriak lantang."Mundur! Mereka membawa pistol!"Hingga akhirnya segerombolan orang itu kembali mundur dan masuk kembali ke semak-semak, aku bernapas lega ternyata tidak ada pertumpahan darah lagi.Orang-orang itu ketakutan melihat senjata api di tangan Andre dan sepupunya di mobil belakang, jika pun melawan mereka sudah pasti kalah.Mobil kembali melaju membelah jalanan malam tanpa arah tujuan."M