"Hari ini biar aku yang ke restoran ya, Yul, kamu di rumah saja temani anak-anak, sudah waktunya kamu istirahat," ujar Mas Ferdi.Setelah beberapa hari lepas dari tongkatnya ia memutuskan untuk mengelola usahanya lagi, padahal jika dipikir untuk apa ia menyembunyikan kesembuhannya dariku?"Ya, tapi ada beberapa hal yang harus kita bicarakan di sana, jadi untuk hari ini aku akan ikut kamu.""Oh ok, bersiaplah." Dari raut wajah ia terlihat tak senang.Kami berangkat ke restoran bersama dan aku yang menyetir mobil, sementara Mas Ferdi duduk di sebelahku."Mas, bagaimana statusmu dengan, Susan?" "Emm ... maksudmu?" Ia terlihat berpikir dan mencoba mengulur waktu memberi jawaban."Ya, apa kamu sudah menceraikannya?" "Emmm ... aku memang belum mengatakan langsung sih karena waktu dia pergi 'kan aku ga bisa ngomong, tapi dalam hati aku sudah menceraikannya kok."Aku tersenyum tipis, lagakmu, Mas, akting terus, kukasih sup kambing lagi baru tahu rasa."Oh begitu ya, memangnya kamu belum per
Ia menoleh sekilas lalu kembali berpaling menghadap jendela dapur yang terbuka, setelah itu kulihat di luar gerimis mulai turun karena memang sejak pukul enam pagi cuaca sangat mendung."Desti! Angkat cucian di belakang, Nak!" "Ya, Ma! Dita, bantuin Kakak!" teriak Desti, ia memang seperti itu jika disuruh selalu meminta bantuan adiknya.Hingga mereka berdua berlarian mengangkat jemuran sambil tertawa lepas. Dan mata kami berdua memandang mereka dengan tatapan kosong."Kamu lihat Desti, Mas, semenjak kamu meninggalkan perempuan itu sikapnya kembali hangat, baik pada kita ataupun pada adik-adiknya."Terdengar ia mengehela napas sambil mengusap wajahnya dengan sebelah tangan."Simpan di keranjang ya, Kak," ujarku saat mereka berdua masuk ke dapur sambil membawa bergunung-gunung pakaian hingga menutupi sebagian tubuhnya."Baiklah, jika kamu merasa tak nyaman dengan perbuatanku tadi maka aku minta maaf."Untuk kesekian kalinya aku memancing tapi tetap saja ia tak mau bicara, apakah aku ha
"Dan kamu ... kita bercerai saja, karena Susan tak mau jadi yang kedua."Terasa ada yang meledak di atas kepala, aku memejamkan mata dengan erat dan mengepalkan jemari hingga urat-urat di tangan terlihat.Untuk beberapa saat tubuhku terasa melayang, rasanya ingin pingsan lalu bangun kembali dalam keadaan baik-baik saja, aku harap ini mimpi, tapi tidak, ini nyata bahkan lenganku terasa sakit saat kucubit.Dua tahun aku menanti dan berjuang keras agar ia kembali, setidaknya bukan untukku tapi demi putri kami, tapi ternyata ambisinya tak pernah mengikis meski sudah dihujani kasih sayang setiap harinya.Hatimu lebih keras dari karang di lautan, Mas.Sebelah tanganku meraih bangku lalu berpegangan erat padanya, dengan sisa tenaga bangku itu ditarik lalu kududuki perlahan.Merenung sambil menopangkan siku ke atas meja, setelah itu memijat kening yang terasa berdenyut."Maaf, Yul. Tapi kamu tak usah khawatir aku pasti akan tanggung jawab pada anak-anak."Aku menengadahkan wajah yang terasa b
"Mungkin pergi, Dek.""Oh, sepagi ini?""Hem," jawabku.Seperti hari biasanya aku mengantar mereka ke sekolahnya masing-masing, beruntung sekarang Dara jarang memintaku untuk menungguinya di sekolah.Ia selalu patuh jika aku berpamitan pulang karena tak bisa menunggunya seperti biasa."Mama akan jemput setengah sepuluh nanti ya, Sayang.""Iya, Ma."Aku memutuskan kembali ke rumah, untuk saat ini rasanya aku tak ingin bepergian ke mana-mana apalagi bertemu banyak orang.Aku butuh menyendiri dan mengumpulkan tenaga untuk menghadapi kenyataan-kenyataan yang akan terjadi selanjutnya."Assalamualaikum, Mba."Dari arah pintu terdengar suara perempuan masuk, buru-buru aku menghapus jejak air mata dan melangkah ke luar."Lira, Ibu."Mereka yang sudah duduk di sofa kembali berdiri ketika melihatku."Apa kamu baik-baik aja, Yul?" tanya ibu sementara Lira--adikku--menatap sendu."Ya tentu baik-baik aja, Bu, memangnya kenapa?" Aku menatap mereka berdua bergantian."Semalam Desti telpon aku, dia n
"Apa Susan akan tinggal di sini menggantikanku?"Mas Ferdi tersenyum tipis mendengar pertanyaanku itu seolah hal yang lucu."Tentu saja, karena Susan akan melahirkan anak laki-laki untukku maka ia pantas tinggal di sini," jawabnya dengan tatapan remeh.Aku tersenyum, memperlihatkan jika diri dan hatiku sama sekali tak terluka oleh perbuatannya, serta memperlihatkan jika aku wanita kuat."Oh ya? Apa dia sudah mengandung anakmu, Mas?" tanyaku dengan tatapan menantang."Iya, Yul, dia sedang hamil anakku, dan aku yakin dia berjenis kelamin laki-laki," jawabnya dengan sangat percaya diri.Sebenarnya hatiku luluh lantak saat ini, rasa sakit yang kurasa bukan lagi berdarah melainkan bernanah."Tapi, apa kamu yakin dia itu benar-benar anakmu Hem? Mengingat dia tinggal di club malam itu, aku takut dia open bo dan tidur dengan sembarang lelaki."Aku tersenyum lebar sementara senyuman yang terlukis di bibirnya mendadak padam."Hati-hati ya, Mas, jangan sampai kamu tertipu." Senyumku makin lebar
Raut ketakutan terpancar dari wajah Dita sementara Dara hanya tercenung kebingungan."Aku ikut Mama sama Kakak aja deh. Dek, kamu juga ikut Kakak sama Mama ya, jangan tinggal di sini," ujar Dita, sementara Dara hanya menganggukkan kepala."Ayo, kemasi barang-barang kalian sama Kakak, besok pagi kita pergi dari sini ya." Aku menatap mereka dengan tenang."Emang kita akan pergi ke mana, Ma?" tanya Dita.Aku hanya tersenyum kecil, tentu saja Mama akan bawa kalian ke tempat yang jauh lebih baik dari rumah ini."Kita lihat aja besok ya, sana kemasi dulu barang-barang kalian.""Iya deh." Mereka berdua pergi menyusul kakaknya ke kamar, sekarang hanya kami berdua yang masih berdiri berhadapan."Siap-siap saja kamu akan kehilangan anak kita, Mas." Aku tersenyum kecil sambil menatap wajahnya dari jarak dekat"Mungkin bukan hanya kehilangan anak, tapi juga segalanya." Aku menyeringai lebar, lalu pergi meninggalkannya yang masih berdiri.Ia pasti heran kenapa aku terlihat kuat tanpa ada satu air
(POV FERDI)"Coba kamu pikir, Mas. Tiba-tiba aja tensi darahmu naik lalu terkena stroke, padahal sebelumnya kamu baik-baik aja 'kan?""Lalu sekarang, Mba Yuli ga bawa kamu terapi. Aku curiga jangan-jangan dia ga menginginkan kamu sembuh, karena dia juga yang buat kamu sakit."Celoteh Susan membuatku berpikir jika Yuli memang meracuniku dengan daging kambing, saat malam pertama aku membawa Susan ke rumah ini.Dua kali tak dibawa terapi olehnya membuat prasangka buruk ini menguat, terlebih ia sering memperhatikanku sambil menyeringai puas.Aku sudah kenal lama dengan Yuli, yang kutahu perempuan itu memang bermuka dua, selalu memperhatikan expresi lain dari isi hatinya.Masih kuingat saat lima tahun usia pernikahan kami, saat itu kucing tetangga kerap masuk dan mencuri ikan ataupun ayam di rumah kami.Yuli merasa jengkel dan terganggu dengan kucing itu, terlebih saat ia menemukan kucing tersebut makan ikan goreng jatah untuk Desti di kolong meja makan.Dengan lemah lembut ia membawa kuci
Di depan Yuli yang tersenyum puas Susan marah-marah, tak bisakah ia meredam amarahnya itu sebentar sebelum Yuli benar-benar pergi? Aku benar-benar malu."Hadeuuh! Ini belum dua puluh empat jam, jadi kemungkinan hapenya ga aktif karena alasan lain, misal hapenya kehabisan baterai, kamu terlalu berlebihan menanggapi sesuatu," ujarku sambil terus memandangi Yuli yang kini masuk ke dalam mobil hitam itu.Hatiku sedikit panas saat mendengar jika mobil hitam mengkilap itu miliknya, ia tak boleh selangkah di depanku, lagi pula dari mana ia memiliki uang sebanyak itu, apa jangan-jangan?"Tapi, Mas, setelah aku cari di mesin pencarian nomor identitas orang itu tidak ada, aku yakin dia pasti mau nipu kita, ini gara-gara kamu tahu ga." Pusing dengan omelan Susan aku beranjak masuk meninggalkannya tanpa banyak berkata.*Sudah lebih dari dua puluh empat jam tapi orang yang menyewa mobilku belum juga kembali, berkali-kali menghubunginya tapi tetap tak bisa."Nomornya masih tidak aktif, Mas, aku y
Setelah ditelusuri lebih dalam aku menemukan sebuah situs web khusus para pria hidung belang, di sana mereka bisa membahas para organ intim wanita yang pernah mereka cicipi berikut dengan Poto b*gilnya.Yang membuat otakku panas ialah poto Desti juga ada di sana, beberapa pria berkomentar tentang bentuk tubuh anakku, bahkan diantara mereka dengan terang-terangan mengincar tubuh putriku itu."Bagaimana ini, Lira?"Gadis itu langsung meluncur ke restoran begitu mengetahui Poto sy*r Desti tersebar."Apa Poto itu diambil ketika Desti diculik kemarin ya?" tanya Lira."Aku tak mau tahu Poto itu diambil kapan, yang kumau poto-poto anakku terhapus, apa kamu bisa membantuku?"Digulung emosi aku sampai membentak adik sendiri, beruntung Lira tak membalas gertakanku, ia hanya melirikku sekilas lalu kembali fokus pada laptopnya.Sebagai seorang ibu tentu hatiku sakit melihat poto-poto Desti tersebar luas apalagi dengan busana tidak pantas, selama ini aku selalu menjaganya, memastikan jika ia baik-
Aku pun meninggalkannya di luar rumah karena masih banyak yang harus kupersiapkan di dalam.Benar saja rambut Dara belum disisir, sedangkan Dita teriak-teriak mencari seragamnya, dan Desti gadis itu sedang makan sambil melamun, insiden penculikan itu benar-benar telah merenggut keceriaannya."Dara, cepat sisir rambutmu ya, Kak Haikal sudah datang itu.""Ya, Ma, bentar ini balesin chat Amina dulu." Aku geleng-geleng kepala, seperti biasa ponsel telah menyibukkan anak-anakku."Dita! Coba cari seragam olahraganya di keranjang, siapa tahu belum di setrika sama Mbak Ani!" teriakku dengan suara memekik."Duuh Mbak Ani gimana sih, kok seragam aku belum disetrika, mau dipake sekarang, Ma, gimana dong?!" teriak Dita yang menyalahkan asisten rumah tangga kami.Aku terpaksa naik ke lantai atas padahal ingin sekali bicara dengan Desti."Sini Mama setrikain, kamu cepetan keringin dulu itu rambutnya." "Gitu dong dari tadi."Aku berdecak kesal, setiap pagi pasti ada saja yang diributkan, kukira se
"Aku sudah bicara dengan Haikal, dia bersedia jadi supir anak-anakmu, Yul," ujar AndreSedikit tak percaya dengan apa yang diucapkannya, karena kulihat Haikal adalah lelaki gagah dan masih muda, bahkan terakhir kudengar ia memiliki pekerjaan."Masa sih dia mau, Dre, bukankah dia memiliki pekerjaan?" tanyaku."Ya dia mau, karena dia tak hanya mendapatkan gaji darimu tapi dariku juga, lalu dia bisa melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda sambil bekerja," jawab Andre."Memangnya anak itu putus kuliah?""Ya, semenjak keadaan ekonomi kakakku melemah, Haikal memilih berhenti kuliah dan membantu orang tuanya mencari nafkah.""Oh begitu, tapi kamu tak perlu ikut-ikutan menggajinya, Dre, aku sanggup kok memberikan gaji yang besar untuknya."Aku merasa tak enak saja pada Andre, sudah mobil ia yang carikan bahkan ia ikut andil dalam pembelian mobil ini, Andre terlalu banyak membantu kehidupanku, sementara aku tidak bisa melakukan apa-apa untuknya."Ga apa-apa, Yul, itung-itung aku bantu dia s
(POV Susan)"Ya makanya dicoba dulu, dan ingat jika dia ke sini kamu harus memelas dan memohon, juga jangan coba-coba memancing amarahnya."Ia berdecak sambil memalingkan wajah, aku tahu ia paling anti kalah dengan mantan istrinya itu, tapi bagaimana lagi saat ini posisi kami memang lemah, tak memiliki jabatan dan juga uang, sementara Mbak Yuli memiliki segalanya, dengan uangnya itu ia bisa membeli nyawa dan hidup seseorang."Aku pulang dulu, Mas, semoga saja Mbak Yuli mau membebaskanmu."Tak ada kata yang terucap darinya sebelum kepergianku.Di depan rumah bercat abu tua ini aku berdiri, rumah minimalis dua lantai itu sudah banyak mengalami perubahan, Mbak Yuli sudah banyak merenovasi bagian-bagian tertentu hingga terlihat nyaman.Mengesampingkan rasa malu aku mengetuk pintu, semoga saja wanita itu masih ada di rumahnya pagi ini.Pintu rumah terbuka nampaklah Mbak Yuli dengan setelan kerjanya, mata kami sempat bersitatap dalam diam beberapa detik."Susan?"Aku mengukir senyum tipis d
(POV SUSAN)"Apa, Dokter? Perempuan lagi?" Dokter Lia itu tersenyum sambil menganggukkan kepala."Iya, Bu, semuanya normal ya, Ibu harus banyak gerak biar persalinannya lancar nanti."Aku tak percaya setelah beberapa kali melakukan USG ternyata benar bayi yang kukandung berjenis kelamin perempuan lagi.Entah bagaimana reaksi Mas Ferdi nanti jika tahu anak yang ia harapkan laki-laki ternyata lahir perempuan lagi."Mau laki-laki atau perempuan yang penting sehat dan selamat, Bu," ujar Dokter Lia.Ia tak mengerti saja bagaimana keadaan rumah tanggaku, aku sangat takut Mas Ferdi tak tahan lalu pergi meninggalkan kami seperti dulu ia meninggalkan Mbak Yuli.Dulu saat si kembar masih kecil aku tak terlalu risau ditinggalkannya, karena aku merasa bisa mandiri, tetapi sekarang aku bergantung seratus persen padanya setelah mengandung anak ini dan tak lagi bekerja di club malam."Apa kamu bilang?! Perempuan lagi, bener ga itu hasilnya jangan-jangan salah lagi kayak yang udah-udah."Benar saja
(PoV Ferdi) Yuli sudah melapor maka lambat laun aku akan dipanggil polisi, sekarang keadaannya sudah berbeda, aku tak bisa menggunakan uang untuk membebaskan diri dari tuduhan seperti beberapa tahun silam.Aku mengacak rambut, kenapa hidup dengan Susan banyak sekali masalah, bahkan di usia pernikahan yang ketujuh masih juga belum mendapatkan kedamaian.*"Yang datang semalam siapa?" tanya Susan saat merapikan baju di kamar."Anak buah Vincen, mereka menghajarku semalam, mereka juga bilang kalau Vincen mecat aku."Susan menghentikan aktivitasnya, dengan mulut menganga ia menatapku."Kok menghajar kamu bukannya hutangmu sudah lunas? Terus sekarang kita gimana kalau kamu dipecat?"Susan memang mengetahui semua rencanaku pada Desti, dan dia mendukungnya, katanya yang penting hutang kami lunas dan beban kami hilang.Tak mudah untuk melakukan hal itu, aku harus melakukan penyelidikan terlebih dahulu agar mudah menyerahkan Desti pada Vincen."Yuli berhasil membawa kabur Desti sebelum anak i
(POV FERDI)Tengah malam pintu rumahku ada yang mengetuk beberapa kali, Susan terus saja menepuk pundakku menyuruh membuka pintu."Apaan sih ah, kamu aja sana yang buka!" Aku menepis kasar tangannya."Ya ampun, Mas! Aku tuh lagi hamil besar mau istirahat, aku capek ngurusin kedua anak kamu dari pagi, bisa ga sih ngertiin aku!" bentaknya.Sudah tujuh tahun kami membina rumah tangga ini, bukan semakin harmonis malah semakin sering cekcok setiap hari Setiap hari selalu saja ada hal yang membuat kami ribut, entah itu anak-anak, masalah keuangan dan yang lainnya.Sampai saat ini aku masih berharap anak yang ada di rahim Susan itu perempuan, aku melarang Susan bertanya soal jenis kelamin anak itu ketika di USG, aku takut saja jika bayi dalam perutnya itu perempuan lagi."Ya udah iya aku yang buka!" tegasku sambil menyibak selimut.Aku berjalan menghidupkan lampu menuju pintu, saat pintu terbuka nampaklah lima orang lelaki bertubuh tinggi besar, aku tahu dia anak buah Vincen.Vincen adalah
Pemuda bernama Haikal itu bersalaman denganku dan ibu, lalu kami masuk ke dalam.Setelah ganti baju aku menceritakan kejadian sebenarnya pada ibu, termasuk keterlibatan Mas Ferdi dengan penculikan Desti.Jelas saja ibu dan Lira murka mendengar lelaki itu dalang dari masalah ini."Dasar laki berotak batu," ujar Lira."Ini ga bisa dibiarkan, Yul, si Ferdi itu harus dipenjara," ujar ibu."Iya sebaiknya kamu segera melapor ke polisi, Yul," ujar Andre "Baiklah, aku ambil hape dulu ya."Menelpon seorang penyidik yang menangani kasus penculikan Desti, mereka menyuruhku datang ke kantor siang ini dengan Desti untuk memberi keterangan."Gimana? Udah di telpon?" tanya Andre."Sudah, aku sama Desti disuruh ke kantor nantisiang.""Baiklah, aku pulang dulu ya, nanti siang aku kemari lagi nemenin kalian.""Terima kasih ya." Lagi-lagi hanya sebuah senyuman yang kuberikan untuk membalas jasanya.Jika Andre bukan orang kaya sudah pasti aku memberikan sejumlah uang besar padanya, tetapi tentu saja And
"Bagaimana ini?" tanyaku dengan napas terengah-engah menatap Andre "Mana pistolmu, Yul?"Aku langsung memberikan benda itu padanya dan entah apa yang ingin ia lakukan, lalu kaca mobil di sampingnya terbuka setengah, seorang lelaki langsung menodongkan pedang ke leher Andre."Serahkan harta berharga kalian!" tegas laki-laki yang mengenakan penutup kepala tersebut.Perlahan Andre mulai menodongkan pistol ke orang tersebut, dapat kulihat mata lelaki itu membeliak."Jangan halangi jalanku kalau tidak kepalamu akan pecah saat ini juga," ancam Andre.Lalu di belakang mobilku terdengar seorang berteriak lantang."Mundur! Mereka membawa pistol!"Hingga akhirnya segerombolan orang itu kembali mundur dan masuk kembali ke semak-semak, aku bernapas lega ternyata tidak ada pertumpahan darah lagi.Orang-orang itu ketakutan melihat senjata api di tangan Andre dan sepupunya di mobil belakang, jika pun melawan mereka sudah pasti kalah.Mobil kembali melaju membelah jalanan malam tanpa arah tujuan."M