Bab 116
"Aku tidak akan bilang ke siapa-siapa, Pak Arza. Aku maklum Bapak mengkhawatirkan masalah itu. Tapi setidaknya Bapak juga mengerti keadaanku. Aku sekarang benar-benar sedang membutuhkan uang. Tolonglah, Pak! Beri aku pinjaman. Aku tidak meminta banyak, Pak. Lima belas juta saja, itu sudah cukup untuk menutupi kekurangan dari usaha rumahan yang sedang kami rintis." ucap Pak Farid memelas.Arza di buat cukup terenyuh mendengar jumlah rupiah yang di sebutkan oleh Pak Farid.
"Lima belas juta kamu bilang sedikit?" Arza membulatkan mata.
"Bagi orang sepertiku tentu banyak banget, Pak. Tapi kalau menurut pengusaha besar seperti Bapak, tentu saja lima belas juta itu uang kecil. Bahkan satu hari pun Bapak bisa mendapatkannya dengan mudah. Bahkan lebih dari itu. Iya kan?" Pak Farid mengerlingkan mata. Arza menghela nafas panjang. Terbersit sebuahBab 117 "Debbie, bagaimana? Apa semuanya telah selesai?" tanya Zea. Dilihatnya Debbie menghempaskan tubuh ke sofa. Bersender santai sembari menyeruput minuman kaleng. "Mudah-mudahan, Mbak. Jika aku turun tangan secara langsung, sepertinya semua yang telah kita susun ini tidak akan gagal." jawab Debbie dengan kepercayaan diri penuh. "Kuharap demikian. Semua orang tentu tidak ingin rencananya gagal bukan?" Zea menanggap datar. Debbie memperhatikan ekspresi yang ditunjukkan oleh muka Zea. "Kok muka Mbak Zea nampak kayak kurang bersemangat gitu? Apa Mbak Zea kurang yakin dengan rencanaku?" Debby bertanya. Buru-buru Zea sadar akan sikapnya yang mungkin saja kurang berkenan. "Ah bukan begitu maksudku. Aku hanya bertanya-tanya, apakah kamu y
Bab 118"Aku bersyukur sekali, Ma." George yang sedari tadi duduk menghadap komputer di atas meja kerjanya tiba-tiba berucap mengejutkan Nadine."Bersyukur karena apa, Pa?" Nadine menyipit heran. "Bersyukur sebab rumah tangga kita tidak tumbang karean orang-orang yang berusaha menghancurkannya." sahut George."Ya, padahal hampir saja kita terjerumus pada perceraian akibat ulah mereka." tandas Nadine. George mematikan komputer di hadapannya. George melangkah mendekati istrinya. "Ma, sebenarnya ada yang ingin Papa bicarakan." ucap George pelan. Nampak jelas jika tidak ada nada gurauan atau candaan dalam ucapannya. Terlihat serius menunjukkan tanggung jawab sekaligus kelembutan sikap sebagai suami, membuat kewibawaannya semakin istimewa di mata Nadine.&n
Bab 119 "Kak, aku ingin bicara serius!" Alea menghampiri kedua kakaknya. "Ya bicara saja, Alea. Kami tidak melarangmu." Divan menyunggingkan senyum. "Memangnya adik kami yang cantik ini mau bicara apa?" tanya Davin lembut."Aku ingin bicara serius mengenai masalah Mama sama Papa." jawab Alea seperti menahan keraguan.Davin diam. Mencerna ucapan si adik. Dari raut mukanya, jelas Alea sedang tak bersenang hati. "Apa? Masalah mama sama papa? Hal apakah yang kamu ketahui soal mereka, Alea?" Divan memutuskan untuk menyelidiki prasangka sang adik. "Aku mengetahui sesuatu yang menurutku cukup besar, Kak. Makanya sekarang aku memutuskan untuk membicarakannya kepada kakak-kakakku ini." sahut Alea perlahan. Ekspresinya menampakan cara tak biasa, Alea yang terkenal sebagai a
Bab 120 Davin dan Divan merasa jantungnya berdegup lebih cepat ketika mendengar penuturan sang papa bagaimana perbuatan yang dilakukan oleh Arza terhadap mama mereka. Termasuk ancaman yang pernah Arza lontarkan. "Nak, sabarkan hati kalian. Sedikitpun tidak ada niat papa untuk memperkeruh hubungan kalian sebagai seorang anak terhadap ayah kandung. Tapi papa mengatakan semua ini supaya kalian tahu apa sebenarnya yang terjadi. Karena papa sadar, kalian sudah dewasa untuk tahu. Ingat pesan papa! Jangan larut dalam emosi. Kontrol diri dari orang-orang yang jahil akan keluarga kita! Mari kita cari jalan keluar masalah ini secara baik-baik dan bersama-sama." ucap George sembari menatap kedua putra sambungnya yang sudah ia anggap seperti anak sendiri. "Pa, terimakasih telah mengatakan semua ini, dan terimakasih karena tidak merahasiakan hal ini dari kami." tutur Divan.
Bab 121Davin akhirnya menghentikan laju mobil. Jalanan yang sempit sedikit membuatnya kesulitan mencari posisi parkir yang tepat.Arza semakin gemetaran. Tiba-tiba ada rasa ketakutan merasuki pikirannya. Melihat kedua putra kandungnya tersebut telah tumbuh dengan gagah. Dua orang remaja iru semakin mendekat. Semakin langkah mereka mendekat, semakin pula badan Arza gemetar. Arza mencoba mengintip dari balik kaca jendela.Arza tersadar, bahwa ia harus melakukan sesuatu.Dengan hati-hati, Arza meraih gagang pintu dan berniat untuk menutupnya.Namun kiatnya ternyata terlambat. Davin dan Divan telah terlanjur berada di depan pintu. Dengan amat terpaksa Arza harus ada mengurungkan niat."Selamat pagi! benarkan ini adalah tempat tinggal Pak Arza?" tanya Davin. suara Davin yang berwibawa membuat Arza merasa segan. Suara itu terdengar pelan, tanpa nada tinggi, namun entah mengapa suara itu benar-benar me
Bab 122 "Jujur? Jujur seperti apa yang dimaksud oleh kalian?" Arza menyembunyikan keadaan hatinya yang masih saja merasakan ketakutan. "Kami ingin bertanya, sebenarnya apa tujuan Bapak waktu itu datang berkunjung ke rumah kami? karena kami tahu, sejak awal tepatnya saat pertama kali kedatangan bapak, Bapak sudah tidak bisa berucap jujur kepada satpam. Dan kala itu juga Papa sedang tidak ada di rumah. Sedangkan sebelumnya satpam sendiri telah mengatakan bahwa tuan rumah sedang tidak menerima tamu hari itu. Tapi Anda tetap ngotot." tutur Davin membuat Arza semakin tak tenang."Kalian bohong!" sergah Davin. Tentu sajaArza tak bisa bohong, sebab kebenaran informasi itu sudah mereka dapatkan dari Pak Satpam."Oke, jika kali ini Bapak anggap ucapanku bohong, terus apa maksud dari rekaman CCTV ini?" Davin menyodorkan sebuah rekaman yang memperlihatkan dimana Arza sedang celingak-celinguk di luar pagar kediaman Nadine. S
Bab 123 Beberapa detik Arza terpaksa duduk terdiam karena bingung dan merasa sangat sangat tersudutkan oleh perkataan Davin. "Namanya saja orang tua, Nak. Ayah ini juga manusia. Dan kalian tahu bahwa manusia adalah tempatnya lupa. Apalagi ayah sudah tua seperti ini. Tolong maklumi kekeliruan ayah, Nak. Ayah hanya ingin yang terbaik untuk kalian." Arza bertutur panjang lebar berusaha meluluhkan kedua putranya yang bagi Arza terlalu berkeras hati tersebut. "Anda terlalu pandai dalam bersandiwara, Pak. Benar-benar kami mengakui hal itu. Di mulut Anda berkata selalu ingin yang terbaik untuk kami berdua. Tapi kenyataannya bapak melakukan sesuatu yang bisa mencelakakan kami. Bukankah itu sebuah keterbalikan yang nyata?" ucap Davin dengan nada kecewa. "Maafkan ayah, Nak. Ayah tidak pernah ingin mencelakakan kalian sedikitpun. Ayah sungguh tidak mengerti apa yang kali
Bab 124 "Apa? Bapak menuntut kami untuk bicara sopan?" Darah Davin mendadak menggelegak mendengar nada tinggi yang dikeluarkan oleh Arza. "Ya. Sebenarnya saya tidak terlalu menuntut. Tetapi setidaknya sadar diri saja kalian sebagai anak. Meski bagaimanapun, seburuk-buruk apapun, dan sejahat apapun saya, saya ini tetaplah ayah kandung kalian yang harus kalian hormati dan harus kalian hargai! Hal yang tidak bisa kalian pungkiri bahwa dalam tubuh kalian mengalir darahku. Tidak sepatutnya kalian berlaku sombong. Memuji-muji ayah sambung secara berlebihan di hadapanku. Sedangkan aku lah ayah kandung kalian. Aku lebih berhak untuk kalian hormati." sifat asli Arza muncul di hadapan. Davin menatap sinis Arza. Dari sudut bibirnya terlihat sebuah sunggingan senyum yang semakin membuat Arza merasa diremehkan sedemikian rupa. "Seseorang yang tidak
Selamat sejahtera untuk semua pembaca Novel KKBS (Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu) 🤚🤚🤚 Author mau kasih info terbaru nih buat teman-teman pembaca semua. Author kasih tahu kalau sekarang udah update sekuel novel KKBS ya. Dengan judul : Ketika Istriku Mulai Membangkang Pembaca boleh kepoin novelnya sekarang ya, hehee. Othor usahain akan update rutin setiap hari. Jadi para pembaca semua tidak usah khawatir kalo nanti Author jarang update, jarang nongol, apalagi sampai novelnya nggak tamat. Oh iya, Author boleh minta dukungannya ya, dukung Author dengan rate bintang lima, terus tambahkan novelnya ke pustaka. Hehee ... Makaciih semua pembacaku... Semoga novel "Ketika Istriku Mulai Membangkang" ini bisa menghibur para pembaca semua. Amiiin Suksesnya seorang Author tak lepas dari dukungan para pembaca setianya. peluk jauh dari Author....😘😘😘😘😘
Bab 162 "Aduuuh!" Zea menengadahkan kepala. Menahan sakit. Sekarang sakit itu kian naik ke ubun-ubun. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Di tengah malam sepi ini ia sendiri berbaring di ranjang rumah sakit. "Ya Tuhan tolong aku!" dalam kegelisahannya, Zea mengadu dan memohon kepada Tuhan. Karena kesakitan yang ia rasakan, sejenak ia melupakan derita masalah ekonomi yang tengah ia hadapi. Ya, malam ini adalah malam terakhir Zea dirawat di rumah sakit ini. Sebenarnya masih panjang riwayat perawatan yang harus ia kalani, namun karena semua biaya yang mengalir benar-benar telah menguras kering semua isi tabungan. sekaligus kendaraan dan apapun yang dimiliki telah hangus terjual tanpa tersisa. Tidak ada lagi yang bisa ia gunakan untuk menjalani prosedur kesehatan. Untuk selan
Bab 161 "Ibu!" Arza tergagap. Arza kembali mencoba menyentuh telapak tangan sang Bunda. Lagi lagi hanya dingin terasa. Mendadak Arza jatuh lunglai. "Ibu ...!" gumamnya lirih. Air matanya menetes. Namun sebanyak apapun tetesan air mata yang meleleh di pipinya, semua itu tidak akan pernah mengembalikan nyawa ke raga sang ibu yang kini telah terbaring dingin dan kaku. Arza menangis sendiri. Memperhatikan keadaan orang tuanya yang terbaring sendirian sejak malam menjelang. Arza menyesal. Setelah menemui ibunya yang telah terbujur dengan kaku. Sepertinya nyawa telah lama melayang meninggalkan raga si ibu. Sedangkan Arza baru saja menyadari bahwa ibunya telah tiada sejak semalam.***  
Bab 160 "Silakan kamu bayar dulu uang tunggakan kontrakan selama 2 bulan belakangan ini Arza!" suara Bu Dian terdengar kasar. Muka Arza memerah menahan rasa malu sebab suara Bu Dian menggema dan didengar oleh orang-orang yang menguping pertengkaran mereka. "Tuh orang kaya, bayar dulu kontrakanmu! Katanya kaya, tapi kontrakan nunggak, mana selama dua bulan lagi. Aduh, kaya dari mana? Aku saja yang merasa orang miskin tidak pernah Tunggak menunggak. Nggak malu tuh ngaku-ngaku sebagai orang kaya?" suara laki-laki yang tadi bertengkar dengannya membuat kuping Arza memanas. Dengan bergegas ArzaMelangkah mendekati Bu Dian. "Iya Bu, saya pasti bayar kok tapi tolong bicaranya jangan terlalu keras. Bisa malu saya kalau didengar sama tetangga." Arza berusaha untuk merayu. "Kalau mau
Bab 159"Kau pasti sudah dengar kalau aku bilang apa?" pria tua tersebut memandang tajam. "Jangan pernah kau merendahkan aku seperti tadi, Pria tua busuk!" sergah Arza. "Nah jika kau tidak ingin dibilangi tak baik, seharusnya kau juga jangan keterlaluan bicara kotor dan menyinggung perasaan lawan bicaramu. Bagaimana kau sakit hati mendengar ucapan buruk orang terhadapmu, maka begitu juga perasaan orang lain ketika menerima ucapanmu!" Arza menghela nafas panjang. Kekesalan nampak jelas pada raut wajahnya. Arza sungguh tidak terima akan ucapan laki-laki tersebut. "Tapi kau tidak bisa balik mengatakan aku seperti itu" Arza menunjuk muka lelaki itu."Mengapa tidak? Nukankah aku juga bisa bicara, Arza?" "Tapi aku tidak bisa terima kau bilang aku miskin." sergah Arza. "Lhoo, kenapa nggak bi
Bab 158Arza duduk dan menikmati secangkir kopi di teras kontrakan. menyeruput kopi hangat sambil memperhatikan gadis-gadis remaja berlalu lalang di depan kontrakan. Mereka sedang berjalan menuju ke sekolah terdekat. Sesekali nampak bibir Aeza tersenyum nakal.Deretan kontrakan tersebut memang terlihat kumuh. Di tambah dengan ketersediaan air bersih yang kurang memadai. keadaan itu membuat sebagian besar penduduk pergi kesungai yang tidak bisa di bilang bersih untuk mencuci pakaian dan sebagainya. Untuk minum, mereka menggantungkan kebutuhan air minum pada saluran pdam yang kecil dan hanya tersedia di siang hari saja. Itupun terkadang tidak menentu. Oleh sebab itulah mereka terpaksa menggantungkan kebutuhan selain untuk minun pada air sungai yang jauh dari standar kesehatan. Karena nampak jelas jika aliran sungai tersebut menghitam dan bau. namun karena keterpaksaan, mereka terpaksa melakukan itu. Apalagi pada cuaca panas kala ini.
Bab 157 "Pak Arza, saya punya kabar besar buat Bapak." Farid datang tergopoh-gopoh menghampiri Arza yang tengah duduk beristirahat. "Kabar apa?" Arza tak terlalu mempedulikan pria yang baru saja datang padanya. Sebenarnya ia tak terlalu suka terhadap sosok Farid yang beberapa waktu lalu Arza anggap taelah merendahkan harga diri Arza. "Pak, ini kabar sangaat penting. Apa Bapak ingin dengar?" Farid memainkam sebelah mata "Jangan bertele-tele. Katakan saja terus terang." sergah Arza. "Pak Arza ... tidak bisa asal memberitahu doang, dong. Kita perlu ini .." Farid terkekeh seraya mengisyaratkan jarinya. Bermaksud mengatakan jika Arza harus membayar. "Kau ingin meminta bayaran hanya untuk sebuah berita yang kau bawa?" "Tentu saja!" Pak Farid tersenyum. &n
Bab 156 "Ada apa ini, Pak? Apa-apaan ini?" Zea bertanya kaget.Tentu saja ua kaget melihat orang-orang itu datang secara tiba-tiba. "Kami membawa surat perintah penangkapan terhadap Ibu Zea Marlinda. Atas dugaan tersangka kasus percobaan pembunuhan." Seorang lelaki menyodorkan selembar kertas surat perintah. Zea menyipitkan mata. Merasa aneh dan bingung.Dalam kebingungannya, Zea memperhatikan durat perintah itu dengan seksama. Mata Zea menelisik huruf demi huruf, poin demi poin yang tertera di sana. Tak terasa air mata Zea meleleh. "Apaaa?" Zea terkesiap melihat data dirinya memang tertera dengan jelas di sana. "Ini tidak mungkin." Zea menggelengkan kepala. "Ini semua sudah berdasarkan fakta se
Bab 155 Zea duduk di sisi sofa menghadap televisi yang tengah menyala. Namun perhatian perempuan itu bukanlah tertuju pada layar televisi. Melainkan kembali teringat pada ucapan-ucapan dokter spesialis yang ia datangi tadi siang. "Aku akan ikuti semua saran dokter. Tak peduli jika aku harus mengeringkan isi rekening." Zea bertekad dalam hati. Untuk melakukan semua prosedur pengobatan, Zea sadar jika ia harus menguras banyak uang.Sekarang, yang menjadi masalahnya adalah, ia mempertanyakan apakah seluruh isi rekeningnya cukup untuk melakukan seluruh biaya pengobatan tersebut Atau tidak?Zea sadar, ia harus segera mencari bantuan. sebab uang di rekening yang telah jauh menipis akibat hidup foya-foyayang ia lakukan sebelumnya.Untuk mencoba mencari jalan keluar buat menghadapi kemungkinan tersebut, Zea menghubungi beberapa teman seperjuangan yang ia mili