Aku menaikkan alis. Kembali ke dalam rumah. Tadi anaknya bertamu sekarang emaknya. Lucu sekali dunia ini. Semoga saja tengah malam nanti si Kinanti gak ikut nongol ke sini. Kalau dia nekad datang aku geprek pakai cobek. Tante Yuni dan Om Santoso santai sekali berduaan umbar kemesraan di kampung. Tentu saja, ternyata selama ini Tante Sari biang keladi memisahkan Tante Yuni dan Om Santoso. Bertahun lamanya fitnah itu menyebar. Sampai Om Santoso akhirnya memilih move on belajar mencintai Tante Sari. Bang Rio hadir sebagai pemancing anak karena sekurun waktu tak ada tanda tanda Tante Sari akan hamil, karena disinyalir dari beberapa berita update kalo Tante Sari tak kunjung hamil sebab Om Santoso akan menceraikannya. Pantas saja jarak umur Dini lumayan jauh dari Bang Rio. Tidak sabar aku mau bertamu dengan keluarga Om Budiman, aku juga akan bertemu Mister Martin. Pengacara kawakan dari kecamatan. Mengapa belum datang juga? Kembali aku teringat dengan Tante Sari. Sampai Bang Rio had
Jadi Din ... sebelum duitku buat kalian aku cuma mau nanya sama kamu Dini dan Gilang. Ini punya siapa?" Tunjukku pada jarum suntik serum penetral "bisa" yang aku temukan dalam mobil Kinanti. Bukankah waktu itu sopirnya Gilang. Mata Gilang terbelalak kaget. Ia tampak Shock aku mengeluarkan serum dari dalam tas."A-aku tau itu, Kak. " ucap Dini terbata."Katakan apa yang kamu tahu, Din?" tanyaku menatap matanya serius. Aku tidak ingin meninggalkan momen ini, momen di mana aku melihat dua anak manusia tukang zina ada di depan mataku, dan aku yakin mereka berdua pasti ada di balik kejadian peristiwa naas yang dilalui oleh suamiku dan ketika aku tahu siapa biang keladinya, aku tidak akan tinggal diam.Mereka semua akan ku habisi satu persatu tekadku bulat.satu yang harus aku list dari analisa prioritas untuk mengetahui kejadian. Ada apa tiba-tiba malam ini Dini dan Gilang begitu kompak mendatangiku? dengan dalih hanya untuk meminjam duit, rasanya mustahil mereka tidak punya duit termasuk
Di sana juga sudah ada tante Yuni dan Om Santoso keduanya mengangkat alisnya melihat ke arahku dan mereka mengacung jempol karena aku membawa polisi dan pengacara.Adegan ini akan berlanjut ke episode selanjutnya, siapakah yang menang? apakah kalian yang tega ingin membunuh suamiku? hingga dengan begitu warisan kalian dapatkan?Apa karena harta warisan itu Sudah digadaikan oleh Budiman ke bank kemudian kalian tidak akan ada bagi-bagi harta di sini?Aku tertawa terbahak-bahak di dalam hati."Assalamualaikum," sapaku pelan. Semua mata kini menghadap ke arahku.Kinanti seolah tak terima melihat kedatanganku, ia melotot. Tante Sari memindai tubuhku seakan aku barang langka yang baru saja ia temukan."Mau apa kamu kemari? katanya mau cerai dari anakku! ngapain masih nongol," semburnya tajam."Hei, nenek lampir. Tanya noh sama orangnya, dia mau gak cerai dari aku," cibirku sombong.Tante Sari berdiri. mensejajarkan tinggi tubuh kami. tersenyum mengejek."Bego, kau itu cuma orang luar yang ga
Aku melihat senyum Kinanti begitu cerah mendengar kata perceraian. Aku memang sengaja menghadirkan pengacara agar lebih mudah menyelesaikan masalah, Karena aku tahu kalau Rio tidak akan pernah menandatangani suray perceraian, karena ia pernah berjanji sebelum menikah padaku.Apapun yang terjadi padaku. Bang Rio tidak akan pernah pergi. Bahkan ia pernah berjanji begini,"Dik, suatu hari jika terjadi di hati kamu berpaling rasa, cintamu tak hanya untuk abang semata, satu hal yang harus kamu tau, Rum! abang tetap mencintai kamu selamanya."Kalimat seperti itu tidak hanya sekali diucapkan Bang Rio melainkan berkali-kali. Ia tidak mau kehilangan diriku. Pengacara kondang Said Hutapea yang sengaja kuundang menyodorkan kertas pada Bang Rio. Ia menerima kertas tersebut di depan semua orang.Aku dan Bang Rio sepakat akan bertemu di rumah peninggalan nenek bagian ibuku, yang kadang ditempati Tante Yuni kadang kosong. Di sana ia akan menyerahkan surat cerai. krek ...Semua menatap kami. Bang R
"Aku juga bisa memasukkanmu ke dinginnya dinding penjara, Bang. Jika kamu tidak mendengar apa yang kukatakan, bahwa Alya dan Rivo lebih berhak dari mereka dalam hal apapun, mengenai warisan kakek neneknya. Aku tidak akan pernah tinggal diam demi anak-anakku."Mata Bang Rio seakan hendak keluar. Seumur usia pernikahan kami. Ini kali pertama dia melihatku murka. Aku sama sekali tak mengerti mengapa Bang Rio begitu husnuzon menanggapi Tante Sari yang niat mencelakainya."Ingat, Menelantarkan anak dengan tidak memberi nafkah juga bisa kena pasal, oh iya, kaki kamu udah sehat kan? Kenapa tidak berkunjung melihat Rivo dan Alya? apa kamu keenakan dikelonin sama janda gak jelas, maksud aku istri orang tidak janda juga tidak. Entah apa statusnya. Bisa jadi antara istri dan janda. Atau janda rasa istri. Eh kebalik istri rasa janda." Aku masih sengaja menyindir keberadaan Kinanti di rumah itu. Aku tau, dia tidak akan membalas omonganku. Kinanti pasti berpura-pura baik agar Bang Rio meliriknya se
"Kok bisa! aku sudah minta izin pengunduran dan top up lanjutan agar tidak blacklist dan berakhir lelang, darimana Rumi tau mengenai harta ini?" Om Budiman tampak panik. "Dik, sudahlah! Abang berapa kali bilang, kita selesaikan ini dengan kepala dingin. Kamu gak perlu marah-marah sama Kinanti. Gak perlu cemburu sama dia, dia itu tulus, soal rasa cintanya, kamu dengar sendiri dari dia? Dia bahkan rela bertepuk sebelah tangan. Kinanti ini banyak berkorban untuk keluarga abang, Dik! belum ada wanita setulus Kinanti. kamu juga gak perlu cemburu dengan apa yang Abang bilang ini. Cobalah berpikir lebih positif! Kinanti ini membawa vibes yang baik untuk semua orang." Aku terperangah mendengar kalimat Bang Rio. "Dia rela melepas Gilang demi Dini. Dia juga rela cintanya gak kesampaian, dia pernah merasakan dihina satu kampung, Dik! karena anaknya gak tahu ayahnya siapa, dia diolok-olok. Apa kamu gak melihat dengan perasaan kamu sebagai perempuan. Lihat sama kamu, Dik! ia masih tetap menolong
"Bawa Sari sekarang. Kalau anaknya mau memberi keterangan silakan ke kantor juga. Ini bukan hanya tentang percobaan pembunuhan atas nama Rio. Tapi ... liat saja sendiri laporannya. Kalau dia mau ikut, silakan juga bawa suami saya itu ke kantor polisi, dengan status telah menelantarkan anak dan istrinya tidak menafkahi kemudian bersenang-senang dengan wanita yang tidak jelas statusnya, itu isi laporan saya berikutnya," ucapku pada polisi tersebut membuat mata Bang Rio terbelalak kaget.Polisi paham maksudku. Ia hanya menyeret Dari sendiri. Meninggalkan Bang Rio dan kebingungan Kinanti. Hmm. Jangan macam-macam dengan Rumi! aku tersenyum dalam hati. Polisi memborgol tangan Tante Sari. Kinanti melotot tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Apa dia kira aku gadis lugu yang bisa seenaknya ditindas mertua kayak di film ikan terbang, oh no! apalagi Sari bukan ibu kandung suamiku."Apa yang tidak disadari Sari, bahwa aku memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa. Heh.Aku bukanla
Sari tidak bisa membantah, sehingga harus merelakan dua tangannya diborgol kemudian polisi menggiringnya ke dalam mobil yang sudah disediakan. "Maafkan aku Tante, ini balasan setimpal untuk Tante psikopat yang hanya tau uang tanpa tau capeknya mencari uang itu." Aku bermonolog dalam hati. "Beres Kinanti, sekarang siapa lagi yang mau di eksekusi berikutnya?" tanyaku tersenyum pada mereka semua.Telpon Hen kumatikan sengaja. Aku yakin ada sesuatu yang harus diselidiki lagi. Mengapa Hen tiba-tiba muncul di kampung ini. Bang Rio mendekat. Aku mundur menjauh! "Sabar, Sayang! ada kejutan manis lagi buat keluarga ini, nanti saja kita lepas kangen. Lagian istrimu ini masih ingin menguji kedalaman cintamu, bagaimana saat dihadapkan dua pilihan keluarga, satu sok baik, mengaku mengasuhmu sedari kecil atau istrimu yang telah melahirkan dua anak untukmu!" Aku berucap dalam hati sambil memasang muka innocent pada Bang Rio. Langkah berikutnya, merealisasikan rencana kedua. "Rena Arumi! mar
"Ma, Rivo ke mesjid dulu, ya. Ntar abis isya maen ke rumah Rehan lagi," pamit Lajangku membuyarkan lamunan. "Ri ... !" Teriakku. Kehilangan kata, putra satu-satunya telah menghilang di balik pintu. Semoga ini bukan ujian awal untukku. Gulai dan sekarang? Kinanti! "Kenapa,? Kok kamu teriak-teriak manggil si Rivo." Sudah seperti hantu, ibu mertua tiba-tiba nongol di depan pintu. Astaghfirullah. "Gak da, Tante. Si Rivo maen melulu, Rumi pengen dia istirahat. Baru juga sampai, malah keluyuran," jelasku sedikit malas. Air muka Tante Sari kelihatan tidak nyaman, ia menarik bibirnya ke kanan sedikit. Apa yang tengah ia pikirkan? "Heleh, kan dah dibilang si Rivo, ke rumahnya Rehan," timpalnya lagi. "Iya, tapi segan Rumi, Tante. Rivo makan di sana, malam ini kalo maen ke sana lagi, ntar makan lagi, Rumi cuma takut aja, Bang Rio lagi nganggur, jangan sampai anak-anak Rumi nyusahin orang lain," jelasku lagi. "Hadeehh, kamu ini ya Masih syukur ada yang kasih makan! Pake acara se
Setelah mereka pergi, suasana nampak semakin sepi. Bang Rio mengajak kami untuk masuk kembali kedalam rumah. Aku menuturi Bang Rio dari belakang. Hingga sampai di ruang tengah rumah itu, kami duduk bersama. Semua terasa hening. Bang Rio melipat tangannya di atas dada sambil terus diam. Sama seperti yang Aku lakukan. Mili pun tak bisa berbuat lebih selain melihat tingkah mereka yang jadi pendiam. "Kenapa jadi pada diam seperti ini? Bukanya seharusnya kita senang karena mkita menang?" Tanya Mili melirik liar ke dua belah arah. Aku menarik nafas dalam sekali lalu membuangnya hingga dadaku terasa lega. "Aku hanya kasihan melihat Kinanti dan Om Budiman di seret polisi seperti itu," ucapku lirih. Aku memang kesal dan dongkol dengan sikap dan kelakuan dari keduanya. Hingga taut wajah muram tak bisa aku sembunyikan. Tapi, rasa kemanusiaanku tiba-tiba saja muncul. Aku tak bisa bayangkan bagaimana mereka akan menderita di balik jeruji besi. Bang Rio duduk mendekat ke arahku. Dia adalah pria
4.Akhirnya aku berada di posisi ini. Dimana diriku sangat sebal melihat orang yang selalu bertingkah munafik. Merasa diri paling benar, tersenyum baik di hadapan kita namun di belakang aslinya sangat busuk.Aku mengeratkan genggaman tanganku hanya untuk menahan sebuah amarah. Benci dan muak menatap wajah wanita itu, sampai-sampai aku ingin sekali melemparkan sebuah pukulan di pelupuk matanya. Untung saja, aku tipe orang yang tak suka kekerasan.Menyelesaikan masalah ini dengan otak dingin lebih baik dibandingkan harus adanya pertumpahan darah. Bisa diingat oleh semuanya jika masalah besar kita bersangkutan dengan uang, maka jati diri seseorang bisa terlihat jelas. Hal yang sama nampak dari wajah Bang Romi. Matanya memerah setiap kali berhadapan dengan sosok Kinanti. Seperti sudah dijodohkan oleh tuhan, Kinanti bersikap acuh tak acuh percis dengan Budiman yang belum datang. "Jangan berbelit-belit lagi. Sebaiknya, kamu jujur saja. Semua ini a
Aku dan Bang Rio, sedang duduk di ruang tamu rumah. Kami merasa putus asa dalam upaya kami untuk membuktikan bahwa Om Om Budiman dan Kinanti telah melakukan tindakan yang hendak mencelakakan Bang Rio.Tiba-tiba, pintu rumah terbuka dan Milli, adik iparku, tiba-tiba masuk dengan wajah yang pucat dan serius."Aku punya sesuatu untuk kalian berdua," katanya sambil menyerahkan sejumlah bukti kasus itu kepada kami.Bang Rio dan aku saling pandang, takjub dengan apa yang Milli berikan kepada kami.“Kamu dapatkan semua ini dari mana, Milli?” tanya Bang Rio. Milli menggelengkan kepalanya perlahan, “Abang dan Mbak Rum ga perlu tau, yang jelas semua bukti ini bisa membawa mereka ke terali besi,” katanya. Aku menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Akhirnya aku bisa menemukan keadilan untuk suamiku. “Di dalam sini juga ada bukti-bukti jika Om Budiman memang sudah menyabotase harta yang seharus
Bang Rio duduk di depan pengacara dengan sorot mata yang tajam. Ia merasa gerah dan marah karena sudah terlalu lama ia berdiam tentang masalah keluarganya."Pak, saya butuh bantuan Anda. Saya yakin ada masalah dalam keluarga Budiman," ujarnya sambil mengeluarkan sebuah folder dari tasnya.Pengacara itu memperhatikan Bang Rio dan menerima folder yang dia tawarkan. Dia membuat catatan dan menanyakan sedikit lebih banyak tentang situasi keluarga Budiman."Saya memiliki banyak bukti yang menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun, mereka telah mengambil aset dan harta keluarga saya, termasuk rumah warisan ibu saya. Semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan saya dan bahkan tanpa itikad baik," lanjut Bang Rio sambil menatap tajam pengacara tersebut.Pengacara tersebut merasa kagum akan keseriusan Bang Rio dalam menyelesaikan permasalahan ini. Ia lalu bertanya tentang bukti yang dimiliki Bang Rio.Bang Rio kemudian
Sore itu, entah mengapa Mili mengumpulkan semua orang di kampung halaman Bang Rio, termasuk aku dan Bang Rio menyusul Mili ke rumah yang ada di kampung. Ia berkata ada sesuatu yang penting untuk kami ketahui. Ternyata, Milli merasa sakit hati dan marah ketika dia mengetahui betapa banyak kesalahan ibunya telah dilakukan terhadap Bang Rio. Dia tidak bisa membiarkan hal itu terus terjadi dan harus mengambil tindakan segera. Saat semua sudah berkumpul, Milli memutuskan untuk membuka kedok ibunya di hadapan semua orang . Dia tahu itu akan menjadi momen yang sulit bagi keluarga mereka, tetapi dia merasa bahwa kebenaran harus diketahui. Ketika Tante Sari datang ke acara itu, dia melihat putrinya berdiri dengan tegas dan tak gentar. Milli pun mulai berbicara dengan suara yang lantang, “Saya ingin berbicara tentang ibu saya, Sari. Dia telah melakukan sejumlah besar kesalahan terhadap Rio, kakak saya. Dia telah membohongi kita semua, termasuk saya.Ibu sudah bekerja sama dengan Kinanti untuk
Saat kami tiba di rumah, terlihat sebuah mobil baru saja berhenti di depan rumah kami. Dan seseorang turun dari mobil itu berjalan masuk ke halaman rumah. Kemudian mobil itu pun segera berlalu. Sepertinya mobil itu hanya taksi online. Aku dan Bang Rio saling berpandangan. “Sepertinya ada tamu, Bang. Apa kamu memberitahukan alamat kita kepada orang lain Rum? Maksud Abang kepada saudara kita?” Aku menggelengkan kepala, “Hmm, tidak ada orang yang tahu alamat rumah ini. Entah kalau misalkan orang itu memang sengaja mencari alamat rumah kita dan ingin bertemu dengan kita. Ya sudahlah, Bang ... Kita temui saja. Kita kan nggak tahu siapa tamunya,” kataku Kami pun bergegas memasuki halaman dan membuka pintu rumah. Saat pintu dibuka seseorang yang sudah familiar tampak sedang duduk bersama ibuku di ruang tamu dan saat melihat kami orang itu langsung berdiri dan tersenyum. “Bang Rio, Kak Rumi.” “Mili, kok kamu di sini?” tanyaku. Ya, yang datang adalah Mili adiknya Bang Rio. Selama ini seta
“Aku merasa sangat kecolongan. Ternyata selama ini ada banyak sekali hak yang harus aku perjuangkan. Hak yang seharusnya aku nikmati bersama anak dan istriku, dinikmati oleh orang lain yang tidak berhak sebetulnya,” kata Bang Rio ketika kami dalam perjalanan pulang ke rumah. Aku hanya menganggukan kepalaku.“Ya, selama ini kamu terlalu sabar dan selalu saja menjadi orang baik, Bang. Baik itu boleh tetapi jika orangnya seperti kamu itu bukan baik lagi... tetapi terlalu baik. Bahkan kamu membiarkan orang-orang yang benci kamu mendzalimi kamu begitu saja. Termasuk juga Tante Sari. Kamu ingat betapa kamu kemarin begitu ngotot untuk mengeluarkan dia dari penjara, padahal aku sudah mengatakan jika aku memiliki alasan kenapa aku menuntutnya. Kamu baru diam setelah aku berikan bukti-bukti nyata kan, Bang,” ujarku kepada Bang Rio.“Maafkan Abang Rumi, selama ini Abang dibutakan. Abang tahu jika Abang bersalah dan abang minta maaf,” kata Bang Rio kepadaku. Aku menghela napas panjang dan mengang
Aku sangat terkejut ketika mendengar dari anak buahku jika ada yang mencariku dan Bang Rio. Maka kami pun segera mencuci tangan kemudian bergegas menuju ke depan. Kami tidak mau jika tamu yang dikenal itu menunggu terlalu lama. Saat kami ke depan ternyata ada seorang lelaki separuh baya sedang menunggu, wajahnya tampak tak asing, dan saat menoleh ke arah aku dan Bang Rio datang, Ia pun tersenyum dengan ramah. Dimana aku melihat lelaki ini? Memoriku tak sedikitpun menangkap. “Selamat siang Pak, Anda mencari siapa?” tanyaku dengan sopan. Aku berpikir jika kemungkinan dia adalah pelanggan baru di bengkel kami, maka kami pun harus bersikap ramah kepada pelanggan? Meski ini sedikit aneh,karena jarang sekali langganan kami meminta untuk bertemu langsung dengan pemiliknya. “Maaf, tadi saya mendengar ibu dan bapak mencari Pak Rustandi. Apakah betul demikian?” tanya lelaki itu. Aku dan Bang Rio mengerutkan dahi, kami saling berpandangan tetapi kemudian aku mengganggukan kepala dengan cepa