Tadi malam ….“Mereka mengambil penerbangan kapan? Malam ini atau besok?” Sultan bermonolog memikirkan bagaimana paman dan bibi Lala akan datang ke Banjarmasin.Sultan terus berjalan ke arah lobi yang mulai sepi karena hari beranjak malam, berniat mencari info mengenai Ririn di rumah sakit. Kalau dia balik lagi ke rumah sakit, berarti pengobatannya belum berakhir. Kondisinya pasti belum stabil, itu kenapa dia terus terlihat memakai kursi roda sepanjang mereka bertemu di pemakaman Afif.“Dan nekad berdiri dari kursi roda menemuiku di kamar Lala.” Ini mengejutkan. Seharusnya dari awal dia menyadari itu. “Hemh, kamu pasti sangat mencintaiku kan, Rin?” Satu sudut bibirnya terangkat. Sebuah senyuman miris. Saking cinta, atau saking benci sampai ada kekuatan yang menggearakkannya untuk menghampirinya.Sebelum putusan hakim keluar, Sultan memutuskan tidak berhenti. Mungkin dia bukan pria punya kesetiaan yang diharapkan semua wanita, terutama Ririn. Namun, dia punya kegigihan saat menginginka
“Jadi kalian janjian? Tapi kenapa kamu malah belum bertemu dia sekarang? Ririn sudah tidak ada di kamarnya.” Sultan semakin heran. Kenapa Ririn pergi meninggalkan dokternya. Dan sampai dokter itu tidak tahu ke mana rimba si pasien. Sebenci apa pun dia ke pada David, tetap saja dia adalah dokter Ririn, seseorang yang menjadi perantara kesembuhan istri pertamanya itu.“Apa maksud Mas?” Dea ikut bingung mendengar pertanyaan sang kakak di ujung telepon. Ditanya balik nanya. Posisinya sekarang sedang ada di lobi. Tapi tidak tahu ke mana harus pergi mencari Ririn. Nomornya dihubungi juga tidak diangkat walau pun aktif.Tadinya Dea pikir, karena Ririn sibuk bersiap atau sedang menjalani sesuatu terkait tindakan dokter. Namun, pertanyaan Sultan meninggalkan pikiran lain di kepalanya. Kalau dia sudah tidak ada di kamarnya, ke mana perginya wanita itu?“Jangan –jangan dia pikir aku gak mau mengantarnya ke kanto polisi?” ceplos Dea yang semalam berbalas chat dengan Ririn membahas tentang rencana
Tadi malam di kamar Lala. "Menyebalkan sekali! Apa Mas sengaja memanggil mereka agar bisa meninggalkanku seenaknya!" teriak Lala sekuat tenaga. Karena bahkan tenaganya hanyalah sisa-sisa.Lala terdiam. Pikirannya tengah kacau sekarang. Namun begitu, ia tak menyerah mencari jalan keluar dari masalah besar yang mengancamnya sekarang. Dalam diamnya, perempuan yang telah menikahi diam-diam pria beristri itu menemukan sebuah cara untuk menghentikan Ririn. Seseorang yang kini menjadi musuh besarnya. "Hem, jadi ini akhirnya ...." Lala mengucap dengan senyum jahat di wajah. Kedatangan orang tua angkatnya ke Banjarmasin tak boleh sia-sia dan hanya mendatangkan kesumpekan sepihak bagi perempuan itu. Sambil manggut-manggut, memahami situasi dan apa yang harus dilakukan sekarang, wanita berstatus pasien itu pun kembali merebahkan diri ke ranjang. Beristirahat, menyiapkan sisa -sisa tenaga. Bukan hanya karena dia harus operasi besok, tapi juga menyempatkan diri menjalankan rencana bersama orang
Suster yang semalam membantu Ririn, tak sengaja menangkap obrolan dan ketegangan yang terjadi antara Dokter David dan suami pasien itu, di lorong di mana dia ditempatkan. Merasa bersalah sekaligus bertanggung jawab, wanita itu pun mengejar David kala dokter tampan itu sudah memisahkan diri dari Sultan dan perempuan yang disinyalir sebagai pelakor di antara hubungan mereka.Perawat itu tak peduli, dan mengejar David begitu saja. Sementara David sendiri sedang sibuk menghubungi nomor Ririn yang aktif tapi juga tidak diangkat.“Dok, Dokter David tunggu!” teriak suster itu. Mendengar ada yang memanggil, David pun seketika menahan langkah dan menoleh selagi ponsel masih menempel di telinga. Ia masih penasaran. Siapa tahu, Ririn sedang sibuk di toilet dan sejenisnya jadi belum sempat mengangkat panggilan –panggilan sebelumnya.“Sus, ada apa?” tanya David heran.“Dokter, apa Ibu Ririn tidak bisa dihubungi?” tanya Suster itu dengan helaan napas naik turun, karena lelah mengejar dokter itu t
“Sus, tolong tinggalkan kami sebentar.” Lala meminta suster Wati yang menemaninya tadi dan berdiri di belakang kursi roda agar menjauh.Itu perlu ia lakukan karena tak ingin orang lain mendengar obrolannya dengan Sultan yang serius dan berbahaya jika didengar oleh orang lain.“Baik.” Wati pun pergi tanpa banyak protes.Wanita itu pun berjalan menjauh dengan ragu. Sesekali ia melihat ke arah belakang, karena takut terjadi sesuatu. Tampaknya dua orang itu tidak sedang dalam suasana hati mau pun pikiran yang baik -baik saja. Begitulah. Selingkuh hanya indah di awal. Sekarang mereka justru tampak saling memusuhi. Sejak semalam Wati bisa melihat mereka seperti itu. 'Selingkuh alasannya cinta. Huh. Makan tuh cinta!' makinya dalam hati seiring langkahnya yang semakin menjauh. Meski begitu, Wati tak benar -benar meninggalkan Lala. Dia duduk di tempat masih bisa melihat dan menjangkau pasien yang jadi tanggung jawabnya itu. “Kenapa Mas menatapku begitu?” Lala tak terima, saat Sultan melihatn
"Sebaiknya kita pergi sekarang. Saya harus harus menemui seorang dokter!" pinta Ririn setelah selesai mengemas barang. “Transfer dulu uang ke rekening kami, sesuai kata –katamu tadi. Lima kali lipat. Ibu pelakor itu bilang akan memberi kami sepuluh juta, jadi berikan 50 juta,” tegas salah satunya lagi.Ririn mengangguk. Setelah tangannya dilepas, Ririn pun mengambil ponselnya yang berada tak jauh dari mereka. “Sebutkan nomor rekeningnya,” titah Ririn.Dengan cepat penculik lain mengeluarkan ponsel dan menyodorkan nomor rekening yang sudah disalinnya.Begitu ada notif masuk 50 juta, mata keduanya melotot nyaris tak percaya. Baru kali ini, saldo mereka menyentuh angka 50 juta. Jangankan segitu, dua puluh juta saja hanya sekali itu pun karena saldo yang masuk adalah pinjaman online.“Des! Ini beneran uang?!” seru perempuan cantik itu.“Mana?!” Si tomboy yang dipanggil Desta itu merebut ponsel di tangan rekannya.“Ya Tuhan!” Mata wanita itu melotot. Keduanya berbalik pada Ririn dan men
"Sudah lebih setengah jam, ke mana dokter tampan itu?" celetuk Desta. "Aku sudah lapar."Perempuan itu bersama Ririn dan satu rekannya, duduk di bawah pohon menunggu jemputan dari Dokter David yang katanya sudah OTW. Ririn mengangkat bahu. Tak tahu apa pun. Dia juga enggan bertanya dengan menelponnya, sudah sampai mana si David ini. "Panggil saja suamimu, si Sultan itu!!" "Hais." Ririn mendesis. Dia tak akan pernah melakukan itu. "Kenapa kalian tidak menculikku di dekat Kafe saja? Jadi kalau lapar tinggal pesan.""Ckck. Ibu ini pasti mengira kalau kita cuma bercanda.""Hemh.""Ya Tuhan. Matahari makin tinggi. Aku sudah lapar," keluh Desta mengusap keringat di kepala.Apa yang menyebabkan David begitu lama?___________Mobil sport yang dikemudikan David sudah memasuki area rumah sakit, dan terus melewati area parkir yang di sana seharusnya tidak diperbolehkan melewatinya. Para petugas keamanan heran melihat mobil berwarna hitam itu merangsek dan menyerobot peringatan.“Aneh sekali
“Hiss.” Sultan mengepalkan tangan. Rasanya ingin sekali melayangkan tangannya itu ke kepala Jamilah.“Sudahlah, aku sudah habis kesabaran.” Pria itu mengeluarkan ponsel. “Saya akan menghubungi polisi. Tolong jika kasus ini diangkat akui sendiri ini kesalahan Anda, jangan melibatkan Lala!”“Nak Sultan jangan begini! Maafkan Ibuk Nak!” Jamilah ketakutan. Dia sampai memegangi tangan Sultan sambil berjongkok di depan pemuda itu.“Heh.” Sultan tersenyum miring. Dia tak memiliki belas kasihan sedikit pun kepada wanita jahat di depannya. Dan tentu saja semua ucapannya hanya bualan belaka untuk menggertak wanita kampung itu agar mau mengatakan di mana keberadaan Ririn.Sultan menjauhkan ponsel di dari wajahnya, sambil menatap kesal kea rah wanita yang posisinya masih berjongkok di depannya. Jamilah mengangguk. Dia setuju dan akan mengatakan apa yang diminta oleh menantunya.Namun, di saat yang sama … paman Lala datang, saat berdiri di depan pintu, matanya melotot. Pria itu terkejut melihat po
Sultan seperti orang linglung sejak setahun terakhir. Kabar mengejutkan yang dia dapatkan benar-benar membuatnya syok dan frustasi. "Saya ingin mengabarkan bahwa ... Em, Ibu Lala sudah meninggal dunia," ucap sipir hati-hati membawa kabar buruk itu. "Ap -apa?" "Operasi yang dilakukan tak berjalan lancar, bahkan menemui kegagalan. Ibu Lala dinyatakan meninggal bersama janin yang masih berada di dalam perutnya."Tubuh pria itu luruh. Sultan menyesal karena tidak mengetahui penyakit Lala, padahal Lala juga adalah istrinya. Dia bahkan memaksa wanita itu menjalani kehidupan berat di penjara. Laki-laki itu terus nenyalahkan diri sendiri di dalam penjara.Sultan yang saat itu hanya diizinkan melihat mayat Lala pun menangis histeris. Ketika tubuh Lala dikebumikan, Sultan benar-benar kehilangan harapan. Tidak ada lagi sosok Lala yang dicintainya. Pun Lala membawa pergi calon buah hati mereka yang selalu dinantikan oleh Sultan. Dia bahkan berpikir kalau kehadiran anak itu akan menggantikan so
Sultan merenung di dalam selnya. Pikiran pria itu masih terus bercabang hingga membuat kepalanya pusing setiap waktu. Bola matanya yang tampak cekung karena kurang tidur. Wajahnya seketika berubah kurus dan terlihat tua karena tak terurus. Memikirkan nasib ibu dan adiknya yang harus hidup tanpa dirinya, memikirkan nasib anak-anaknya yang kini tinggal bersama Ririn, dan juga Lala yang juga sedang dipenjara.Dulu Sultan menjadi orang pertama yang pasang badan untuk ibu dan adiknya. Pun untuk istri dan anak-anaknya. Akan tetapi, sekarang dia tampak tak berdaya dan hanya bisa berdiam di pojokan sel penjara.Meski Ririn sudah mencabut laporan atas tuduhan penculikan yang dilakukan oleh Lala dan ibu angkatnya, tapi Sultan dan Lala harus menjalani masa tahanan lima tahun sesuai dengan aturan yang tertulis di pasal 279 KUHP tentang pernikahan diam-diam tanpa izin dari pihak istri sah. Tak ada yang bisa dilakukan. Sultan pasrah dan tidak mau menyewa pengacara untuk meringankan hukumannya. Ka
Selepas kepergian David, Lala uring-uringan. Imbasnya dia jadi mengamuk kepada aparat yang sudah menahannya dan membuat aparat menyeretnya dengan paksa ke dalam sel. "Lepaskan saya! Lepaskan! Tempat saya bukan disini!" teriak Lala yang dipaksa masuk ke dalam sel oleh polisi. "Kalau Bu Lala tidak bisa tenang, kami akan memanggil dokter dan meminta dokter menyuntikkan obat penenang!" bentak aparat kepolisian wanita yang bertugas menjaganya."Nggak! Kalian mana ngerti gimana hidup gue hancur? Dia malah terus mengejek. Dia mantan yang ga tau diri. Udah miskin, gak bisa kasih ini itu ke pacarnya kaya pacar orang, eh belagu, hidup lagi! Apa salah kalau gue milih putus! Eh sekarang dia datang seolah- olah gue dulu penjahat!" Lala berteriak seperti orang gila tak peduli pada ancaman petugas. Malah bagus obat penenang itu, dia memang ingin tenang sekarang. Kesadaran hanya membuat perempuan itu tersiksa lahir dan batinnya. Terlebih sudah lebih seminggu tak ada kabar dari Sultan. Permintaan b
Sultan terperangah mendengar ucapan Dea. Gadis itu segera melanjutkan ucapannya sebelum Sultan semakin syok."Tapi, tenang aja, kata dokter Aditya Mama baik-baik aja. Cuma syok karena waktu itu aku bilang kakak dipenjara," lanjut Dea."Jadi Aditya yang menolong Mama?" lirih Sultan. Tak menyangka jika pemuda yang mereka benci justru adalah orang yang akan merawat salah satu dari keluarganya. Dea mengangguk. Ia tak bisa menangkap penyesalan di wajah sang kakak. Yang jelas, Sultan begitu karena sang mama ambruk di rumah sakit. Lelaki itu lalu meneteskan air mata. Merasa bersalah atas ibunya yang kini harus terbaring di rumah sakit karena memikirkannya. Aditya yang semula berdiri di ambang pintu bersama aparat pun masuk dan duduk di samping Dea."Bagaimana kabarnya Mas?" tanya Aditya. Pria itu harus mengumpulkan banyak keberanian jika ingin bersanding dengan wanita yang dicintainya yang tak lain adalah saudara perempuan narapidana di hadapan. Sultan bergeming. Kemudian menatap Aditya.
"Kita juga perlu restu dari Mbak Ririn agar berani melangkah lebih serius lagi," lanjut Aditya.Ririn tersenyum melihat wajah Dea dan mengatakan, "De, apa pun yang menjadi pilihan kamu, Mbak pasti setuju. Tapi, bukannya yang harusnya kamu dapatkan itu restu dari Mas Sultan?" tanya Ririn menegaskan. Apalagi sebentar lagi, Ririn hanya akan menjadi seorang ExWife bagi Sultan, kakak Dea. Yang artinya tak ada lagi ikatan antara dirinya dengan Dea seperti dulu. Dea mengangguk. "Iya, Mbak. Nanti aku dan Aditya juga bakal cari cara biar ibu dan Mas Sultan memberi restu untuk kami berdua."Gadis itu menoleh sekilas pada Aditya. Kabar ingin bersatunya mereka dalam mahligai pernikahan tentu adalah kabar membahagiakan untuk Ririn. Apalagi selama ini, mereka sudah terlalu dekat. Perempuan yang telah melahirkan tiga anak lelaki dari pria bernama Sultan itu selama ini yang getol nasehati Dea agar menjaga jarak dengan yang bukan mahram. Sementara David hanya diam saja. Lalu sesekali menimpali denga
Sultan meminta waktu kepada polisi untuk istirahat sebentar sebelum diinterogasi. Pikirannya blank dan tidak bisa berpikir jernih untuk sekarang. Itu sebabnya dia tidak bisa melakukan sesi interogasi dan meminta waktu untuk menjernihkan pikirannya.Kepalanya seperti bercabang. Bukan hanya memikirkan cara mendapat pengampunan dari Ririn, tapi dia juga memikirkan nasib Lala yang sedang hamil. Andai bisa, Sultan rela mendekam di penjara selamanya asal Lala dibebaskan. Namun, hukum harus tetap berjalan. Lala adalah tersangka utama dan juga dalang dari penculikan itu. Artinya dia tidak bisa bebas meskipun sedang hamil.Ketika Dea sudah pulang, Sultan pun dipanggil lagi dan siap melakukan interogasi. Wajahnya sangat kusut dan pikirannya berantakan. Tatapan matanya kosong dan lurus kedepan. Siap atau tidak siap dia harus ikut bertanggung jawab atas kesalahan Lala yang melakukan penculikan terhadap Ririn. Dia sebenarnya bisa mengelak, tapi rasa bersalahnya terhadap Ririn lebih besar dan memb
Sultan menyerah. Ia pun akhirnya tidak menolak saat di gelandang. Pria itu merasa tidak tega jika Lala menebus kesalahan mereka sendirian. Untuk itu dia pun memilih untuk ikut polisi dan menjadi tahanan. Juga sudah tidak memikirkan karier. Toh tahu bahwa dia sendiri-lah yang sudah menghancurkan kariernya di dunia maya.Sultan menunduk ketika diiring polisi dan dimasukkan ke dalam mobil. Laki-laki itu teringat akan masa-masa sulitnya bersama Ririn dahulu. Ririn adalah wanita yang lembut hatinya. Sultan tidak menyangka jika akhirnya Ririn tega melakukan ini kepadanya.Laki-laki itu telah dibutakan oleh cinta dan juga nikmat dunia hingga dia melakukan hal bodoh itu. Melepaskan berlian yang dia genggam demi satu gram emas di jalanan. Menyesal pun sudah tidak berguna. Ririn sudah tertutup pintu maafnya.Bukan hanya Ririn, tapi Sultan juga sudah melukai hati anak-anaknya. Entah bagaimana dia akan menebus kesalahan itu kepada anak-anaknya. Dia hanya berharap anak-anaknya tidak membenci Sulta
“Pantas saja dia tak menjawab teleponku terus!” omel Sultan. Ternyata Ririn sedang disekap.“Hem, tapi selain itu, kalau pun tak disekap mana mau Mbak Ririn angkat telepon dari kamu, Mas,” seloroh Dea. Tampaknya kakaknya itu belum sadar diri dan tidak merasa bersalah. Dia pikir Ririn malaikat yang akhirnya akan tetap baik meski sudah disakiti.Hem, masih untung Ririn cuma lapor polisi. Mungkin kalau Dea yang ada di posisinya sudah meracuni Sultan dan Lala, sekalian saja mereka pindah alam.Sultan membuang tatapan sinis ke arah sang adik sebagai benarKeduanya terus berjalan, baru sampai di halaman parkir, Sultan berhenti memperhatikan ponselnya yang tampak aneh.“Apa ini? Kenapa titik kordinatnya ada di dekat sini?” gumam Sultan.Penasaran, Dea pun mendekat dan ikut melihat ponsel mirip sang kakak. Di mana titik berwarna merah terus berkedip di lokasi yang tak wajar untuk orang yang sedang diculik.“Ini bukannya warung tegal seberang rumah sakit, Mas?” celetuk Dea.Gadis itu bisa meng
“Ini.” Disodorkan ponsel di tangan untuk memberi tahu bahwa sekarang sedang heboh, istri pertama dicelakai istri kedua, dan istri kedua ditangkap, sedang suaminya dalam pengejaran.“Astagfirullah.”Ririn terlihat syok melihat layar ponsel dengan menutup mulut menggunakan tangan kiri selagi tangan kanannya memegang ponsel. ART ibunya melihat, dan gagal fokus pada tas yang terlihat berat menggantung di lengan. Tanpa diberi peritah, perempuan muda itu lekas meraihnya untuk membantu meringankan beban putri majikan.Sementara Ririn sendiri tak sadar dan membiarkannya, dia masih fokus melihat banyaknya komentar jahat yang ditujukan ke pada suaminya dan Lala. Seketika ia merasa bersalah, mengubah status dua orang itu menjadi seorang nara pidana.“Ya Rabb, apa aku salah mengambil keputusan? Apa ini akan berdampak kepada anak –anakku?”Sementara David masih bergeming di tempatnya. Duduk di kursi kemudi mobil tanpa menyalakan mesin dan segera pergi. Rasa penasaran menahannya untuk memperhatikan