"Sebaiknya kita pergi sekarang. Saya harus harus menemui seorang dokter!" pinta Ririn setelah selesai mengemas barang. “Transfer dulu uang ke rekening kami, sesuai kata –katamu tadi. Lima kali lipat. Ibu pelakor itu bilang akan memberi kami sepuluh juta, jadi berikan 50 juta,” tegas salah satunya lagi.Ririn mengangguk. Setelah tangannya dilepas, Ririn pun mengambil ponselnya yang berada tak jauh dari mereka. “Sebutkan nomor rekeningnya,” titah Ririn.Dengan cepat penculik lain mengeluarkan ponsel dan menyodorkan nomor rekening yang sudah disalinnya.Begitu ada notif masuk 50 juta, mata keduanya melotot nyaris tak percaya. Baru kali ini, saldo mereka menyentuh angka 50 juta. Jangankan segitu, dua puluh juta saja hanya sekali itu pun karena saldo yang masuk adalah pinjaman online.“Des! Ini beneran uang?!” seru perempuan cantik itu.“Mana?!” Si tomboy yang dipanggil Desta itu merebut ponsel di tangan rekannya.“Ya Tuhan!” Mata wanita itu melotot. Keduanya berbalik pada Ririn dan men
"Sudah lebih setengah jam, ke mana dokter tampan itu?" celetuk Desta. "Aku sudah lapar."Perempuan itu bersama Ririn dan satu rekannya, duduk di bawah pohon menunggu jemputan dari Dokter David yang katanya sudah OTW. Ririn mengangkat bahu. Tak tahu apa pun. Dia juga enggan bertanya dengan menelponnya, sudah sampai mana si David ini. "Panggil saja suamimu, si Sultan itu!!" "Hais." Ririn mendesis. Dia tak akan pernah melakukan itu. "Kenapa kalian tidak menculikku di dekat Kafe saja? Jadi kalau lapar tinggal pesan.""Ckck. Ibu ini pasti mengira kalau kita cuma bercanda.""Hemh.""Ya Tuhan. Matahari makin tinggi. Aku sudah lapar," keluh Desta mengusap keringat di kepala.Apa yang menyebabkan David begitu lama?___________Mobil sport yang dikemudikan David sudah memasuki area rumah sakit, dan terus melewati area parkir yang di sana seharusnya tidak diperbolehkan melewatinya. Para petugas keamanan heran melihat mobil berwarna hitam itu merangsek dan menyerobot peringatan.“Aneh sekali
“Hiss.” Sultan mengepalkan tangan. Rasanya ingin sekali melayangkan tangannya itu ke kepala Jamilah.“Sudahlah, aku sudah habis kesabaran.” Pria itu mengeluarkan ponsel. “Saya akan menghubungi polisi. Tolong jika kasus ini diangkat akui sendiri ini kesalahan Anda, jangan melibatkan Lala!”“Nak Sultan jangan begini! Maafkan Ibuk Nak!” Jamilah ketakutan. Dia sampai memegangi tangan Sultan sambil berjongkok di depan pemuda itu.“Heh.” Sultan tersenyum miring. Dia tak memiliki belas kasihan sedikit pun kepada wanita jahat di depannya. Dan tentu saja semua ucapannya hanya bualan belaka untuk menggertak wanita kampung itu agar mau mengatakan di mana keberadaan Ririn.Sultan menjauhkan ponsel di dari wajahnya, sambil menatap kesal kea rah wanita yang posisinya masih berjongkok di depannya. Jamilah mengangguk. Dia setuju dan akan mengatakan apa yang diminta oleh menantunya.Namun, di saat yang sama … paman Lala datang, saat berdiri di depan pintu, matanya melotot. Pria itu terkejut melihat po
“Bagaimana perasaanmu sekarang? Apa kamu merasa baik –baik saja?” tanya David yang berjalan pelan mensejajari Ririn.Kini langkah mereka sudah berada di depan pintu mobil, dan Dokter tampan itu membukakan pintunya untuk Ririn. Ia lega akhirnya laporan yang mereka buat sudah bisa diproses. Padahal kebiasaan karena birokrasi yang dibuat rumit oleh oknum akan mempersulit administrasi. Entah, apa alasan oknum itu? Malas bekerja atau ada hal lain yang tak menguntungkan.Karena baru –baru ini ada kasus viral, polisi tak bergerak merespon laporan korban KDRT dari suami, sampai akhirnya pelapor mati di tangan pelaku KDRT itu. Miris. Dan untungnya, David punya kenalan orang dalam yang membantu. Juniornya saat kuliah dulu.‘Ck, apa harus punya orang dalam dulu, baru bisa direspon dan tak dibuat ribet.’ Pria itu membatin situasi yang dihadapinya.Setelah masuk dan duduk dengan nyaman di tempatnya, Ririn pun mulai membuka suara. Meski awalnya ia enggan bicara. Dan ingin diam saja meredam gemuruh
“Bagaimana? Belum diangkat juga?” tanya Sultan yang mulai kesal dan tak sabar melihat bagaimana wanita tua di depannya berusaha menghubungi seseorang.Mereka adalah orang yang mendapat bayaran dari Jamilah untuk meyingkirkan Ririn. Ah, kalau sampai gagal sia –sia. Uang depe yang sudah dikeluarkan melayang tanpa guna.“E, sebentar!” sahut Jamilah sembari melihat kea rah ponsel dan Sultan secara bergantian.Tampak jelas bagaimana raut wajah cemas wanita tua itu.“Ehm, ini pasti ada kesalah pahaman.” Pria tua yang berada di samping Sultan berusaha menenangkan menantunya yang tengah berada dalam suasana hati yang buruk.Paman Lala tak tahu seperti apa duduk perkara sebenarnya. Namun, yang dia pahami secara garis besar, Lala telah berbuat jahat dengan mengirim orang untuk mencelakai istri pertama dari suaminya.Napas Sultan menghentak. Tatapannya melengos dari pria tua tersebut. Rasa hormatnya sudah lenyap, sejak ia berpikir Lala tidak mendapatkan pengajaran yang baik dari paman dan bibi.
“Apa?! Operasi?” Mata Dea melotot karena terkejut. “Ehm, kalau bisa tolong bicara dengan dokter dulu. Saya akan menghubungi dokter yang bertanggung jawab.” Wati mengangkat ponselnya.Para petugas itu pun saling pandang. “Bagaimana ini?” “Ya sudah biarkan dia telepon, biar saya yang menjelaskan prosedurnya,” sahut rekan polisinya yang lain. Lala, Dea dan Wati mengerutkan kening. Tampaknya Lala tidak diberi izin tinggal meski pun sudah diberi tahu tentang penyakitnya. Meski begitu, Wati patuh dan melakukan apa yang dikatakan polisi itu. “E, baik. Pak.” Suster tersebut lalu menggerakkan tangan di atas layar ponsel dan menggulirnya. Lala menghela napas panjang. Malas sekali rasanya dikasihani seperti ini. Namun, hanya alasan tersebut yang menjadi satu –satunya jalan dia bisa terlepas dari kasus nikah siri. Dari pada harus berunding dan minta maaf pada Ririn. Lala tidak akan pernah mau melakukannya. Dia merasa masih punya harga diri yang harus dipertahankan. Panggilan itu pun tersamb
"Sudah ada kabar pasien yang daftar online tadi pagi?" tanya Aditya kepada asistennya. "E, kami sudah menghubunginya, Dok. Ini data sementara data online yang kami dapat, beliau belum membalas pesan atau pun mengangkat panggilan." Dahi pria pria itu mengerut melihat nama dan wajah yang tak asing baginya. "Dia?" tanya Aditya menatap ke arah sang asisten sambil mengarahkan telunjuk ke notebook di tangan. "Ah, ya." Asisten wanita itu nyengir. “Dia memang istri yang viral belakangan, Dok. Pasti dokter sedikit terkejut,” jelas sang asisten yang tidak ketinggalan berita di media online.“Viral?” Aditya makin tak mengerti dengan dahi berkerut –kerut. Dia bahkan tak sempat mantengin ponselnya. Paling kalau pun ada berita yang diklik hanya seputar politik, bisnis dan kesehatan.“Ya, kan suaminya nikah diam –diam Dok.”“Ah, ya.” Aditya mengangguk. Dia sudah mendengarnya dari Dea. Tapi gadis itu tak pernah becerita kalau keluarga Kakak mereka viral. Aditya bisa mengerti, itu terjadi karena p
“Ini.” Disodorkan ponsel di tangan untuk memberi tahu bahwa sekarang sedang heboh, istri pertama dicelakai istri kedua, dan istri kedua ditangkap, sedang suaminya dalam pengejaran.“Astagfirullah.”Ririn terlihat syok melihat layar ponsel dengan menutup mulut menggunakan tangan kiri selagi tangan kanannya memegang ponsel. ART ibunya melihat, dan gagal fokus pada tas yang terlihat berat menggantung di lengan. Tanpa diberi peritah, perempuan muda itu lekas meraihnya untuk membantu meringankan beban putri majikan.Sementara Ririn sendiri tak sadar dan membiarkannya, dia masih fokus melihat banyaknya komentar jahat yang ditujukan ke pada suaminya dan Lala. Seketika ia merasa bersalah, mengubah status dua orang itu menjadi seorang nara pidana.“Ya Rabb, apa aku salah mengambil keputusan? Apa ini akan berdampak kepada anak –anakku?”Sementara David masih bergeming di tempatnya. Duduk di kursi kemudi mobil tanpa menyalakan mesin dan segera pergi. Rasa penasaran menahannya untuk memperhatikan
Sultan seperti orang linglung sejak setahun terakhir. Kabar mengejutkan yang dia dapatkan benar-benar membuatnya syok dan frustasi. "Saya ingin mengabarkan bahwa ... Em, Ibu Lala sudah meninggal dunia," ucap sipir hati-hati membawa kabar buruk itu. "Ap -apa?" "Operasi yang dilakukan tak berjalan lancar, bahkan menemui kegagalan. Ibu Lala dinyatakan meninggal bersama janin yang masih berada di dalam perutnya."Tubuh pria itu luruh. Sultan menyesal karena tidak mengetahui penyakit Lala, padahal Lala juga adalah istrinya. Dia bahkan memaksa wanita itu menjalani kehidupan berat di penjara. Laki-laki itu terus nenyalahkan diri sendiri di dalam penjara.Sultan yang saat itu hanya diizinkan melihat mayat Lala pun menangis histeris. Ketika tubuh Lala dikebumikan, Sultan benar-benar kehilangan harapan. Tidak ada lagi sosok Lala yang dicintainya. Pun Lala membawa pergi calon buah hati mereka yang selalu dinantikan oleh Sultan. Dia bahkan berpikir kalau kehadiran anak itu akan menggantikan so
Sultan merenung di dalam selnya. Pikiran pria itu masih terus bercabang hingga membuat kepalanya pusing setiap waktu. Bola matanya yang tampak cekung karena kurang tidur. Wajahnya seketika berubah kurus dan terlihat tua karena tak terurus. Memikirkan nasib ibu dan adiknya yang harus hidup tanpa dirinya, memikirkan nasib anak-anaknya yang kini tinggal bersama Ririn, dan juga Lala yang juga sedang dipenjara.Dulu Sultan menjadi orang pertama yang pasang badan untuk ibu dan adiknya. Pun untuk istri dan anak-anaknya. Akan tetapi, sekarang dia tampak tak berdaya dan hanya bisa berdiam di pojokan sel penjara.Meski Ririn sudah mencabut laporan atas tuduhan penculikan yang dilakukan oleh Lala dan ibu angkatnya, tapi Sultan dan Lala harus menjalani masa tahanan lima tahun sesuai dengan aturan yang tertulis di pasal 279 KUHP tentang pernikahan diam-diam tanpa izin dari pihak istri sah. Tak ada yang bisa dilakukan. Sultan pasrah dan tidak mau menyewa pengacara untuk meringankan hukumannya. Ka
Selepas kepergian David, Lala uring-uringan. Imbasnya dia jadi mengamuk kepada aparat yang sudah menahannya dan membuat aparat menyeretnya dengan paksa ke dalam sel. "Lepaskan saya! Lepaskan! Tempat saya bukan disini!" teriak Lala yang dipaksa masuk ke dalam sel oleh polisi. "Kalau Bu Lala tidak bisa tenang, kami akan memanggil dokter dan meminta dokter menyuntikkan obat penenang!" bentak aparat kepolisian wanita yang bertugas menjaganya."Nggak! Kalian mana ngerti gimana hidup gue hancur? Dia malah terus mengejek. Dia mantan yang ga tau diri. Udah miskin, gak bisa kasih ini itu ke pacarnya kaya pacar orang, eh belagu, hidup lagi! Apa salah kalau gue milih putus! Eh sekarang dia datang seolah- olah gue dulu penjahat!" Lala berteriak seperti orang gila tak peduli pada ancaman petugas. Malah bagus obat penenang itu, dia memang ingin tenang sekarang. Kesadaran hanya membuat perempuan itu tersiksa lahir dan batinnya. Terlebih sudah lebih seminggu tak ada kabar dari Sultan. Permintaan b
Sultan terperangah mendengar ucapan Dea. Gadis itu segera melanjutkan ucapannya sebelum Sultan semakin syok."Tapi, tenang aja, kata dokter Aditya Mama baik-baik aja. Cuma syok karena waktu itu aku bilang kakak dipenjara," lanjut Dea."Jadi Aditya yang menolong Mama?" lirih Sultan. Tak menyangka jika pemuda yang mereka benci justru adalah orang yang akan merawat salah satu dari keluarganya. Dea mengangguk. Ia tak bisa menangkap penyesalan di wajah sang kakak. Yang jelas, Sultan begitu karena sang mama ambruk di rumah sakit. Lelaki itu lalu meneteskan air mata. Merasa bersalah atas ibunya yang kini harus terbaring di rumah sakit karena memikirkannya. Aditya yang semula berdiri di ambang pintu bersama aparat pun masuk dan duduk di samping Dea."Bagaimana kabarnya Mas?" tanya Aditya. Pria itu harus mengumpulkan banyak keberanian jika ingin bersanding dengan wanita yang dicintainya yang tak lain adalah saudara perempuan narapidana di hadapan. Sultan bergeming. Kemudian menatap Aditya.
"Kita juga perlu restu dari Mbak Ririn agar berani melangkah lebih serius lagi," lanjut Aditya.Ririn tersenyum melihat wajah Dea dan mengatakan, "De, apa pun yang menjadi pilihan kamu, Mbak pasti setuju. Tapi, bukannya yang harusnya kamu dapatkan itu restu dari Mas Sultan?" tanya Ririn menegaskan. Apalagi sebentar lagi, Ririn hanya akan menjadi seorang ExWife bagi Sultan, kakak Dea. Yang artinya tak ada lagi ikatan antara dirinya dengan Dea seperti dulu. Dea mengangguk. "Iya, Mbak. Nanti aku dan Aditya juga bakal cari cara biar ibu dan Mas Sultan memberi restu untuk kami berdua."Gadis itu menoleh sekilas pada Aditya. Kabar ingin bersatunya mereka dalam mahligai pernikahan tentu adalah kabar membahagiakan untuk Ririn. Apalagi selama ini, mereka sudah terlalu dekat. Perempuan yang telah melahirkan tiga anak lelaki dari pria bernama Sultan itu selama ini yang getol nasehati Dea agar menjaga jarak dengan yang bukan mahram. Sementara David hanya diam saja. Lalu sesekali menimpali denga
Sultan meminta waktu kepada polisi untuk istirahat sebentar sebelum diinterogasi. Pikirannya blank dan tidak bisa berpikir jernih untuk sekarang. Itu sebabnya dia tidak bisa melakukan sesi interogasi dan meminta waktu untuk menjernihkan pikirannya.Kepalanya seperti bercabang. Bukan hanya memikirkan cara mendapat pengampunan dari Ririn, tapi dia juga memikirkan nasib Lala yang sedang hamil. Andai bisa, Sultan rela mendekam di penjara selamanya asal Lala dibebaskan. Namun, hukum harus tetap berjalan. Lala adalah tersangka utama dan juga dalang dari penculikan itu. Artinya dia tidak bisa bebas meskipun sedang hamil.Ketika Dea sudah pulang, Sultan pun dipanggil lagi dan siap melakukan interogasi. Wajahnya sangat kusut dan pikirannya berantakan. Tatapan matanya kosong dan lurus kedepan. Siap atau tidak siap dia harus ikut bertanggung jawab atas kesalahan Lala yang melakukan penculikan terhadap Ririn. Dia sebenarnya bisa mengelak, tapi rasa bersalahnya terhadap Ririn lebih besar dan memb
Sultan menyerah. Ia pun akhirnya tidak menolak saat di gelandang. Pria itu merasa tidak tega jika Lala menebus kesalahan mereka sendirian. Untuk itu dia pun memilih untuk ikut polisi dan menjadi tahanan. Juga sudah tidak memikirkan karier. Toh tahu bahwa dia sendiri-lah yang sudah menghancurkan kariernya di dunia maya.Sultan menunduk ketika diiring polisi dan dimasukkan ke dalam mobil. Laki-laki itu teringat akan masa-masa sulitnya bersama Ririn dahulu. Ririn adalah wanita yang lembut hatinya. Sultan tidak menyangka jika akhirnya Ririn tega melakukan ini kepadanya.Laki-laki itu telah dibutakan oleh cinta dan juga nikmat dunia hingga dia melakukan hal bodoh itu. Melepaskan berlian yang dia genggam demi satu gram emas di jalanan. Menyesal pun sudah tidak berguna. Ririn sudah tertutup pintu maafnya.Bukan hanya Ririn, tapi Sultan juga sudah melukai hati anak-anaknya. Entah bagaimana dia akan menebus kesalahan itu kepada anak-anaknya. Dia hanya berharap anak-anaknya tidak membenci Sulta
“Pantas saja dia tak menjawab teleponku terus!” omel Sultan. Ternyata Ririn sedang disekap.“Hem, tapi selain itu, kalau pun tak disekap mana mau Mbak Ririn angkat telepon dari kamu, Mas,” seloroh Dea. Tampaknya kakaknya itu belum sadar diri dan tidak merasa bersalah. Dia pikir Ririn malaikat yang akhirnya akan tetap baik meski sudah disakiti.Hem, masih untung Ririn cuma lapor polisi. Mungkin kalau Dea yang ada di posisinya sudah meracuni Sultan dan Lala, sekalian saja mereka pindah alam.Sultan membuang tatapan sinis ke arah sang adik sebagai benarKeduanya terus berjalan, baru sampai di halaman parkir, Sultan berhenti memperhatikan ponselnya yang tampak aneh.“Apa ini? Kenapa titik kordinatnya ada di dekat sini?” gumam Sultan.Penasaran, Dea pun mendekat dan ikut melihat ponsel mirip sang kakak. Di mana titik berwarna merah terus berkedip di lokasi yang tak wajar untuk orang yang sedang diculik.“Ini bukannya warung tegal seberang rumah sakit, Mas?” celetuk Dea.Gadis itu bisa meng
“Ini.” Disodorkan ponsel di tangan untuk memberi tahu bahwa sekarang sedang heboh, istri pertama dicelakai istri kedua, dan istri kedua ditangkap, sedang suaminya dalam pengejaran.“Astagfirullah.”Ririn terlihat syok melihat layar ponsel dengan menutup mulut menggunakan tangan kiri selagi tangan kanannya memegang ponsel. ART ibunya melihat, dan gagal fokus pada tas yang terlihat berat menggantung di lengan. Tanpa diberi peritah, perempuan muda itu lekas meraihnya untuk membantu meringankan beban putri majikan.Sementara Ririn sendiri tak sadar dan membiarkannya, dia masih fokus melihat banyaknya komentar jahat yang ditujukan ke pada suaminya dan Lala. Seketika ia merasa bersalah, mengubah status dua orang itu menjadi seorang nara pidana.“Ya Rabb, apa aku salah mengambil keputusan? Apa ini akan berdampak kepada anak –anakku?”Sementara David masih bergeming di tempatnya. Duduk di kursi kemudi mobil tanpa menyalakan mesin dan segera pergi. Rasa penasaran menahannya untuk memperhatikan