"Serius, Pak!" tanya Rivan. Dia kurang percaya nominal yang disebutkan Yoga baru saja.
"Serius. Ngapain aku bohong."
Rivan berpikir sejenak. Tiba-tiba, uang dua juta itu terus menari-nari di benaknya.
'Tidak ada kesempatan datang dua kali. Mau tidak mau, aku harus terima.'
Rivan masih saja berpikir antara uang dua juta dan resiko yang akan dia terima. Godaan uang dua juta lebih kuat daripada akibat yang akan dia terima.
"Ok! Aku terima."
Tidak buang-buang waktu, Rivan mengotak-atik ponsel miliknya. Dia menghubungi kawan shift nya.
"Hallo! Sudah di mana, Yudha?" tanya Rivan setelah sambungan telepon terhubung.
"Masih di kantin. Baru saja usai salat. Ada apa itu?" jawab Yudha setelah sambungan telepon terhubung.
Rivan melirik ke arah Yoga. Tiba-tiba, dia berubah pikiran.
"Ada apa, bro?" tanya Y
Rivan tidak menjawab pertanyaan Ardi. Dia tidak jadi membuka baju dokter yang dia pakai. Hampir saja Rivan ketahuan."Bu-bukannya dokter yang mencek kondisi Om Arya barusan?" tanya Ardi polos.'Sial! Kalau lama-lama di sini, bisa bahaya. Lebih baik aku cepat-cepat keluar dari sini.'Rivan tidak menjawab pertanyaan Ardi. Dia pergi melangkah dengan langkah kaki yang cepat meninggalkan Ardi. Namun, Ardi tidak puas karena Rivan tidak menjawab pertanyaannya."Dokter mau kemana? Pertanyaanku belum dijawab, Dok!"Rivan tidak menoleh sama sekali ke belakang. Dia terus melangkah tanpa henti. Pengunjung yang lain lalu lalang menelusuri lorong rumah sakit.****Suara pintu terbuka, Dokter yang menangani Arya terkejut. Ada seorang pria tanpa basa-basi masuk ke dalam ruangannya."Maaf, Dok. Permisi!" ucap Yoga.Yoga melan
Flash back off****"Maafkan aku, Bu!" jelas Wildan.Santi masih saja tidak terima. Pikirannya masih tidak menerima. Sepertinya ada yang janggal kejadian ini."Coba katakan kenapa Mas Arya bisa divonis kanker otak?" tanya Santi kembali."Sudahlah, Bu. Pekerjaanku masih banyak. Ibu harus ikhlas menerima kenyataan yang ada. Buat apa aku mengarang cerita kalau adanya tidak benar."Wildan berusaha menutupi kesalahannya. Segala macam cara dia lakukan.Santi sudah berusaha mencari tahu, tapi hasilnya nihil. Pikirannya lelah seperti mengerjakan sesuatu yang sia-sia."Terima kasih dokter atas informasinya. Semoga Mas Arya bisa diselamatkan. Kalau begitu aku permisi, Dok!"Santi menangkupkan kedua tangan ya lalu ia sejajar kan sedada."Assalamualaikum," ucap Santi."Waalaikumsalam," j
"Halo Santi sayang ...!" sapa Yoga.Yoga memandang Santi dengan genit. Sesekali matanya dia kedipkan.Santi melangkah menghindar dari sentuhan Yoga. Yoga semakin tidak bisa menahan gejolak asmara rindu. Sehingga dia sangat bringas ingin memeluk Santi."Jangan sentuh aku! Jangan coba-coba kurang ajar kepadaku!" amuk Santi."Kamu telah menyia-nyiakan aku. Maka dari itu, kamu tidak bisa lolos dari genggamanku, paham!"Kebetulan pada saat itu di lorong rumah sakit yang dilintasi Santi sepi. Tidak ada satu orang pun yang lewat. Tidak biasanya lorong itu sepi.'Ya Allah! Aku mohon kepadamu. Lindungilah aku dari manusia biadab ini. Cukup sekali saja dia ingin merampas mahkota kesucian aku ketika berkunjung ke kampung halaman.'Santi terus berusaha menghindar dari terkaman Yoga. Walaupun kakinya gemetar, ia berusaha sekuat tenaga agar lepas dari Yoga.Yoga senyum bringas. Dia sudah dihantui hawa nafsu yang tidak baik. Keringat di
Yoga senyam-senyum melihat Santi yang ketakutan. Ardi masih saja tidur lelap di atas sofa."Maaf kalau aku sudah lancang masuk ke sini. Maksud kedatanganku kemari mau besuk suamimu yang tidak jadi."Yoga berjalan menghampiri Santi. Sementara Arya masih saja tidur terlelap berlayar ke pulau seribu.Santi sudah ketakutan melihat wajah Yoga. Ia kira mimpinya tidak jadi kenyataan. Ternyata Yoga sudah ada di depan mata kepalanya sendiri."Pergi kamu dari sini! Jangan pernah sentuh aku."Santi masih trauma mimpinya. Ia tidak tahu kenapa Yoga bisa masuk ke dalam kamar Arya. Sekilas ia melirik ke arah layar ponselnya melihat jam. Sudah pukul 22.34 Wib, tapi Yoga masih saja bisa datang membesuk."Pergi dari sini! Kalau kamu tidak pergi sekarang juga, aku akan teriak minta tolong."Yoga semakin mendekat, matanya mendelik tajam. Napasnya sudah tidak teratur. Di benaknya, Yoga harus bisa mewujudkan impiannya yang terbengkalai di masa silam.
Yoga mengulas senyum smirk, pertanyaan Santi sangat konyol dia dengar. Yoga sudah membuat Arya dan Ardi tidur dengan lelap agar dia bisa bereaksi dengan leluasa."Mas Aryo cepat bangun!" ucap Santi.Santi terus berusaha membangunkan Arya. Namun, tidak ada sama sekali membuahkan hasil.Yoga menghampiri Santi. Wajahnya dengan wajah Santi hanya berjarak dua centimeter.Santi menahan napas dan memejamkan matanya sekejap. Otaknya berpikir, ia tidak boleh lengah. Ia takut kalau Yoga melakukan hal yang tidak diinginkan kepada dirinya.Seketika ia menampar wajah Yoga dengan keras. Yoga merintis kesakitan. Pukulan yang diberikan Santi kepada Yoga membuat dirinya semakin naik pitam."Kamu kira aku bakalan membiarkan kamu lepas begitu saja. Silahkan kamu teriak minta tolong atau berusaha membangunkan Arya atau Ardi. Mereka berdua tidak bakalan bangun. Aku sudah menaruh obat tidur kepada mereka berdua."Yoga tertawa puas melihat misinya berjalan
Santi pasrah dengan keadaan yang ada. Ia sudah berusaha menghindar, tapi apalah daya.****Flashback on"Kalau jalan pakai mata!" amuk Yoga ketika dia buru-buru masuk ke dalam perpustakaan sekolah."Ma-maafkan aku," jawab Santi terbata.Santi mengambil buku yang jatuh dari tangannya. Namun, Yoga menginjak-injak buku yang jatuh sehingga buku yang dipinjam Santi lecek, bahkan kotor dan robek.Seketika Santi merah padam kepada Yoga."Kamu itu jahat dan tidak ada sama sekali perasaanmu! Kamu tahu nggak, buku ini milik perpustakaan sekolah. Kalau sempat kotor dan sobek, aku bakalan mengganti.""Siapa suruh kamu jalan nggak pakai mata! Dasar cewek buta!"Yoga terkesima pada saat memandang tajam kedua bola mata Santi. Kedua bola mata mereka berdua tidak berkedip.'Cantik juga anak ini! Kamu akan aku
****"Cepat berdiri!" ucap satpam.Satpam menuntun Yoga berdiri. Dia memborgol kedua tangan Yoga dengan sigap."Aa-apa salahku?" tanya Yoga.Ardi baru saja terbangun dari tidur pendeknya. Sementara Arya masih saja tidur."Salah kamu selalu mengganggu ketenangan keluarga pasien di rumah sakit ini!" jawab satpam.Yoga heran! Matanya memandang Santi dengan tajam. Dia tidak terima kalau dirinya diusir secara tidak hormat. Harga dirinya seolah tidak ada di muka umum."Nggak usah main kasar lah. Aku tahu kok jalan pulang!" ucap Yoga kesal. Dia berjalan dengan kedua tangan diborgol ke belakang.Santi mengulas senyum, kini ia sudah tenang tanpa ada gangguan lagi dari orang yang selalu buat onar. Ia menatap wajah Arya penuh makna. Santi sangat berharap agar Arya suatu kelak melamar dirinya. Namun, perasaan minder
Kubuat Kamu Dan Selingkuhanmu MenyesalPart 54: Persiapan Nikah"Tidak apa-apa, Di.""Terus itu suara apa?" tanya Ardi kembali.Ardi bangkit dari atas sofa dan dia berjalan menghampiri tantenya."Maafkan aku Santi," ucap Arya."Nggak apa-apa, Mas."Ardi terkejut melihat gelas yang sudah pecah berkeping-keping di atas lantai."Astagfirullah, Tan."Arya menatap wajah Ardi. Dia merasa bersalah. Tidak tahu kenapa, dia merasa merepotkan Santi dan Ardi.'Ya Allah, aku ini kenapa sakit. Tolong angkat penyakit ini dari tubuhku.'Arya bermunajat memohon kepada sang pencipta alam semesta.****Sebulan kemudian, keadaan Arya sudah pulih. Santi juga sudah sibuk dengan aktivitasnya seperti biasanya.