SURAT DARI PENGADILAN“Belanja banyak, Mbak Arini?” Mbok Darmi, pemilik warung sayur di depan gang perumahan menyapa Arini yang sejak tadi sibuk memilih belanjaan. Ayam lima kilogram, tempe beberapa potong, bihun, cabai, bawang dan masih banyak lagi.“Iya, Mbok, buat acara seratus hari Naya nanti malam.” Arini tersenyum tipis. Tiga bulan lebih setelah kematian Naya, Arini sudah mulai bisa menerima meski langkahnya masih tertatih dengan hati yang terus merintih.Yatim untuk anak yang ditinggalkan Ayah. Piatu untuk anak yang ditinggalkan Ibu. Yatim piatu adalah untuk anak yang ditinggalkan kedua orangtuanya. Lalu, apa namanya jika orangtua ditinggalkan anak? Adakah sebutannya?Tidak ada! Tidak ada sebutannya. Perasaan orangtua yang ditinggalkan anaknya tidak bisa digambarkan dengan apapun. Bahkan seniman terbaik pun tidak bisa melukiskan sakitnya kehilangan keturunan walau menggunakan tinta darah sekalipun.“Oh iya, tidak terasa sudah seratus hari Naya pergi ya, Rin." Mbok Darmi mulai m
Omong Kosong! Jangankan merawat Rafa, bahkan selama bercerai, hanya waktu itu Yuda memberikan dia uang. Hanya sekali itu. Lalu, apa pertimbangan pengadilan hingga mengabulkan pengambilan hak asuh atas Rafa darinya?“Mbak?” Widya mengguncangkan tangan Arini yang melamun. Dia langsung mengambil surat yang Arini serahkan. Widya terhenyak setelah membaca isi di dalamnya. Dia menatap mata Arini yang berkabut. Amarah, sedih, tertekan, kebingungan berkumpul menjadi satu. Terlihat jelas dari wajah Arini yang mendung.“Mbak mau ke rumah Mas Yuda?” Widya memegang tangan Arini. Dia tidak habis pikir dengan tindakan mantan suami Arini. Bisa-bisanya dia melakukan tindakan ini saat Arini masih belum bisa sepenuh hati melepas Naya.“Aku harus ke rumah lelaki yang tidak ada otak itu, Wid! Apa alasannya ingin mengambil Rafa dariku? Apa dia pikir bisa mengurus anakku dengan lebih baik? Apa dia tidak tahu ibunya tidak pernah menganggap anakku sebagai cucu? Lalu, bagaimana dia akan membesarkan anak kami
BERTEMU YUDA "Keluar kau, Mas!" teriak Arini sekali lagi, sebelum laki-laki yang dicarinya itu keluar. Yuda menatapnya kaget dan tak menyangka dengan kehadiran Arini di depan matanya. "Bagus. Kukira selamanya si pengecut ini akan bersembunyi di balik rumahnya. Nyatanya kau masih punya nyali menemuiku, Mas!" Arini murka. Dia yang sudah dikuasai amarah lantas menghantamkan kertas yang sedari tadi disiapkannya ke tubuh Yuda dengan kasar. Laki-laki itu refleks meraih kertas tersebut. "Apa ini, Mas? Kau sedang merencanakan hal gila apa lagi, Mas? Jawab pertanyaanku!" tanya Arini dengan kasar. Matanya merah, menatap nyalang mantan suami yang berjeda jarak kurang dari satu meter di depannya. "Oh, kau sudah menerimanya, Arini? Bagus. Aku tak perlu repot-repot menjelaskannya padamu." Yuda mendekat, mengabaikan tatapan Arini yang seolah ingin menelannya hidup-hidup. "Kau bisa membacanya Arini, aku akan mengambil hak asuh atas Rafa. Kematian Naya membuatku sadar satu hal. Kau tak layak mer
KEBOHONGAN MULAI TERKUAK "Apakah kau sedang mengigau, Mas?" Arini memelankan nada suaranya. Dia berusaha mencerna kalimat Yuda yang dirasanya amat tak masuk akal. "Rin, apakah kau akan terus-menerus memposisikanku seolah-olah aku ayah yang amat tidak bertanggung jawab? Tanpa rasa malu kau menerima segala luluran tangan dariku. Tetapi apa yang terjadi sesudahnya? Kau mengingkari semuanya, mengatakan pada semua orang aku benar-benar tak pernah memberikan apapun untuk kalian. Siapa di sini yang munafik di antara kita berdua? Bahkan jika kau ingin tahu, Rin. Ibuku pun berperan serta dalam hal ini. Dia dan Diandra tak segan membantuku mengirimkan jatah bulananku untuk kalian. Bahkan mereka menyempatkan waktu* untuk mencari tempat tinggal yang layak untuk kalian.Mengapa kau menolaknya? Kau hanya ingin memperlihatkan pada semua orang berapa jahatnya aku pada kalian, bukan? Bahkan kau tega sekali membuat Naya pergi dengan cara yang amat menyedihkan. Kau gunakan yang pengobatan dariku un
MUSUH TAK BERKUTIK "Ayo, Buktikan!" teriak Arini sebelum Yuda menatap ibunya dan Diandra yang berdiri mematung kehilangan langkah. Kedua wanita itu sibuk menetralkan debaran jantung yang menggila, tinggal menunggu waktu kedoknya terbongkar. "Bu?" "Tidak, Yuda. Dia berbohong. Bukankah kau sudah tahu setiap bulan aku dan Diandra rutin memberikan uang untuk mereka? Apakah kau lebih percaya wanita ini yang jelas-jelas sudah sering kali mengecewakanmu, daripada ibumu yang telah membersamaimu selama ini?" Ratna membela dirinya. Tak mungkin mengakui kesalahan fatalnya itu di depan sang anak. Sama sekali dia tak mengira bahwa kebohongannya akan terkuak secepat ini. Bahkan sebelum pernikahan Yudha dan Diandra digelar. "Rin! Berhenti memfitnah kami. Kelakuanmu membuat kami muak. Kau benar-benar menunjukkan kualitasmu yang sebenarnya. Wanita tidak tahu diri yang sudah jelas-jelas menerima uang tetapi tidak mau mengakuinya. Kau benar-benar licik, Arini!" Diandra pun sama. Dia tak ingin ke
MEREKA MERAGUKAN ANAK ARINI Hening. Baik Yuda maupun dua wanita yang dibelanya tak lagi berkutik di hadapan Arini. Kemarahan wanita itu membuat kebohongan keduanya terbongkar. Diamnya Ratna dan Diandra membuat Yuda lunglai. Lututnya melemah seketika. Tak dia sangka uang yang selama ini dia yakin telah sampai pada darah dagingnya tak pernah terwujud. Dia sudah menjadi makhluk paling bodoh yang percaya dengan kebohongan manis ibunya dan Diandra. Tangan Yuda mengepal. Ditatapnya kedua wanita itu bergantian. Pantas saja Arini marah padanya. Pantas saja wanita itu berkeras hati tak pernah menerima segala bentuk bantuan laki-laki itu. Memang begitulah kenyataannya. Dan Naya. Yuda memukuli kepalanya. Setelahnya dia berteriak lantang hingga suaranya menggema di ruangan besar rumahnya. Ratna dan Diandra menghimpitkan tubuh mereka satu sama lain. Kedok mereka terbongkar. Kemarahan Yuda pada mereka tinggal menunggu waktu untuk meledak. "ARGHHH!!!" Yuda hendak meraih guci besar di ruanga
“Lagi pula, kapan aku sempat berbuat zina? Dulu, sepanjang pernikahan aku menjadi pembantu gratisan di rumah ini. Setiap detik ada saja yang Ibu teriakkan agar segera kukerjakan. Bahkan, Naya harus lahir prematur karena aku kelelahan. Jadi, kapan aku bisa keluar dan berselingkuh?” Arini menentang mata Ratna. Dia lelah dan ingin marah. Inilah saatnya meluapkan semua pada manusia-manusia tak berperasaan yang terus berkelindan dalam hidupnya.“Apakah Ibu tidak punya hati? Sedikit saja, Bu, sedikiiiiit saja. Sama seperti Ibu menyayangi Mas Yuda. Aku, wanita yang entah kenapa sangat Ibu benci ini, juga menyayangi kedua anakku dengan sepenuh hati.” Arini menarik napas panjang sambil menatap Ratna. “Aku tidak ada urusan dengan Ibu dan calon istri Mas Yuda. Aku hanya ingin menyelesaikan masalahku dengan Ayah dari anak-anakku.”Ratna bungkam. Dia kehabisan peluru. Arini mengulitinya hingga dia kehabisan kata. Mulai dari kebohongan tentang uang nafkah sampai dengan mengungkit semua perbuatan bu
ARINI KECELAKAAN Yuda membisu. Semua ucapan Arini tak dapat dia bantah. Lelaki itu menyugar rambutnya. Dia menengadah untuk menenangkan diri saat menyadari kebodohannya selama ini. Bukan sekali-dua kali ibunya menunjukkan sikap tak menyukai Arini dan anak mereka. Namun, dengan mudahnya Yuda tetap percaya pada Ratna.“Biarkan Rafa tetap bersama aku, Mas. Urusan kita selesai sampai disini. Mungkin aku tidak bisa memberi kehidupan yang berlebihan pada Rafa, tapi aku yakin bisa membesarkannya dengan baik. Biarkan kami hidup tenang. Setiap kali Mas datang, masalah seperti tak ada habisnya. Aku lelah.”Yuda menatap Arini lamat-lamat. Penampilan wanita di hadapannya sudah sangat berbeda jauh dengan Arini saat kuliah dulu. Namun, dari cara bicara, sikap, keberanian dan ketegasannya, Arini tak berubah sedikitpun. Itulah yang membuat perasaan Yuda tak pernah padam. Arini adalah wanita yang punya harga diri.“Boleh aku datang ke acara seratus hari Naya?” Suara Yuda bergetar. Lelaki itu mengepal
“Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa
Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural
“Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan
“Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb
IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke
KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga
TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.
SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant
“Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua