Beranda / Pernikahan / Kubalas Hinaanmu, Mas! / BAB 167 PERMINTAAN IBU MERTUA

Share

BAB 167 PERMINTAAN IBU MERTUA

Penulis: Yuli Zaynomi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

PERMINTAAN IBU MERTUA

Perbincangan mereka di pagi itu menemui titik buntu. Arini tak junjung menjawab pertanyaan dari Yovan yang amat penasaran dengan lanjutan kalimat wanita itu. Tetapi laki-laki itu akhirnya mampu menebak arah pembicaraan Arini. Laki-laki itu tercekat hingga tak mampu menanyai Arini macam-macam lagi.

“Bilang pada Mama, tak usah menungguku untuk makan malam. Aku ada pertemuan dengan banyak petani lokal. Kurasa ada sedikit masalah dia lapangan,” ucap Yovan saat memakai dasinya. Arini hanya mengangguk. Hubungan mereka yang menghangat tiba-tiba berubah agak dingin karena pembicaraan selepas subuh tadi. Yovan tak suka meminta izin pada ibunya saat di meja makan, karena hal itu akan membuat mood Bu Ningrum memburuk seketika. Dia lebih suka menitip pesan pada Arini seperti ini.

“Kuharap kau menepati janjimu untuk istirahat total di rumah hari ini. Wajahmu sudah seperti mayat hidup. Bercerminlah.”

Yovan berlalu untuk menuju ke ruang makan. Menyisakan Arini yang terdiam
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 168 KONDISI BURUK IBU MERTUA

    KONDISI BURUK IBU MERTUA Arini menggigit bibir kencang. Hampir satu jam dia di rumah sakit. Itu artinya sudah dua jam lebih Bu Ningrum tidak sadarkan diri. Entah apa yang dilakukan dokter dan perawat di dalam sana. Jujur saja, Arini tidak berani menunggui di samping Bu Ningrum.Melihat mertuanya terpejam dan mengeluarkan suara seperti sedang ngorok membuat Arini merinding. Dia tidak tega melihat Bu Ningrum seperti itu. Sekilas, Bu NIngrum seperti sedang tidur nyenyak dan ngorok. Arini bahkan tidak berhenti menangis saat di perjalanan tadi.“Kamu dimana, Mas?” Arini mendesah pelan. Dia langsung menelepon Yovan tadi. Namun, karena Yovan sudah setengah perjalanan dia tidak bisa bergerak cepat. Rumah sakit ini berlawanan arah dengan kantor hingga harus memutar jauh.Arini menjambak jilbabnya. Setelah mengurus semua administrasi tadi, Arini duduk mendeprok di lantai rumah sakit. Sesekali, dia melirik ke arah lobby, berharap Yovan segera datang. Nihil. Lelaki itu belum juga kelihatan batan

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 169 KEPERGIAN

    KEPERGIAN “Bapak sama Ibu menginap dulu. Mari Yuda antar ke kamar kalau sudah capek.” Suara Yuda bergema di kepala Arini. Wanita itu ingat sekali, itu hari terakhir dia menatap wajah kedua orangtuanya sebelum mereka pergi untuk selamanya.“Kami langsung pulang saja.” Arini menggigit bibir melihat bapaknya yang berkeras ingin langsung pulang setelah pesta resepsi selesai. “Ini pilihanmu, Arini. Bapak hanya bisa berdoa semoga kau bahagia dan selalu rukun dengan suamimu.”Arini hanya mengangguk pelan saat itu. Dia mengerti sekali kenapa kedua orangtuanya seperti ini. Mereka tersinggung dengan perlakuan keluarga Yuda. Apalagi ibu mertuanya sepanjang acara tidak keluar sama sekali dari kamar dengan alasan kurang enak badan.“Kenapa kamu pilih jalan ini, Nak?” Arini terengah mengingat wajah basah ibunya. “Kamu pintar, rezeki pendidikan ada dari beasiswa. Kenapa kamu lepaskan? Apa yang lelaki itu janjikan hingga engkau menjadi bodoh begini??”“Sudah, Bu. Biarlah.” Arini seperti melihat deng

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 170 PEDIHNYA PERPISAHAN

    PEDIHNYA PERPISAHAN Tanah merah di hadapan Arini terasa begitu liat. Aroma dingin menyelimuti suasana pemakaman yang terletak di tepian kota itu. Mentari pagi enggan bersinar, seolah tertutup oleh duka cita yang mendalam dari para pelayat. Arini mengusap perlahan pundak suaminya yang menatap nanar sembari memeluk nisan bertuliskan nama ibunya. Laki-laki itu tak menangis. Air matanya kering saat meratapi kepergian ibunya yang tiba-tiba saat di rumah sakit. Dia meraung, tak merelakan pemilik jiwanya pergi untuk selamanya ke pangkuan sang Pencipta. Arini justru tak bisa membendung air matanya melihat sang suami yang hampir tak berdaya dihajar duka yang amat mendalam. Laki-laki itu tak banyak bercakap, bahkan lebih banyak membisu menemani sang ibu sebelum dimasukkan ke tempat peristirahatan abadinya. "Mas," ucap Arini begitu lirih hampir tak terdengar. Laki-laki itu bergeming. Tak ada hal yang bisa membuatnya semangat setelah ini. Entah bagaimana dia menapaki hari esoknya setelah kepe

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 171 LAKI-LAKI YANG TAK DIHARAPKAN

    LAKI-LAKI YANG TAK DIHARAPKAN “Rin, pada siapa aku harus bersandar setelah ini?” Kalimat Yovan menyadarkan wanita yang sedang larut dalam laranya seorang diri. Arini mengusap air matanya dengan tisu yang dia genggam. “Aku harus seperti apa sementara penunjuk arahku sudah pergi secepat ini?”Arini menangkupkan telapak tangan di wajahnya. Dia dan Yovan sama-sama kehilangan saat ini. Tak tahu harus seperti apa menatap hari esok tanpa wanita yang tiap hari selalu membuat hangat rumah besar itu. “Mas, kita pulang. Mas istirahat. Dari semalam Mas belum tidur sama sekali. Aku khawatir dengan kesehatanmu.” Arini tak segan-segan menunjukkan kekhawatirannya. Sekilas Arini melihat kristal bening itu mengalir di hidung Yovan yang bangir. Laki-laki itu secepatnya menghapus jejak kesedihan itu. “Bayangkan bagaimana sedihnya Mama melihat putra satu-satunya sehancur ini di hadapan dirinya. Mama akan sedih, Mas. Tak ada yang bisa kita lakukan selain berpasrah pada Allah. Kita serahkan padaNYA san

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 172 PENGHIANATAN AYAH YOVAN

    Yovan menarik napas panjang. Lelaki itu berusaha mengendalikan emosi melihat mata bening Arini yang berembun. Andai tidak ada istrinya di sini, bisa dipastikan dia sudah menghajar habis-habisan lelaki tidak tahu diri yang mendadak hadir di pemakaman mamanya.“Kita pulang.”Yovan mengangguk saat untuk kesekian kali suara Arini kembali mengajaknya pulang. Dia menunduk dan membiarkan Arini menggenggam tangannya. Mereka berlalu begitu saja dari hadapan lelaki yang tak diharapkan kehadirannya di sana.Tetes hujan pertama akhirnya turun tepat saat mereka keluar dari area pemakaman. Arini mengeratkan genggaman saat menyadari Yovan menoleh ke belakang. Disana, mereka melihat sosok lelaki yang sedang bersimpuh di makam Bu Ningrum."Kita pulang."Yovan menarik napas dalam-dalam. Dia kembali mengangguk. Andai menurutkan hati, ingin rasanya dia menyeret lelaki itu menjauh dari makam mamanya. Namun, suara lirih dan wajah sendu Arini membuatnya tak berkutik. Arini benar, Tuhan adalah hakim yang sea

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 173 KECEWA ARINI

    KECEWA ARINI Yovan menautkan alis melihat Arini yang sibuk di dapur. Seminggu setelah kepergian Bu Ningrum, baru ini Yovan melihat dapur hidup kembali. Kemarin-kemarin mereka makan sisa katering untuk acara tahlilan mamanya, jadi tidak pernah masak.“Masak apa? Bisa?” Yovan duduk di meja. Dia memperhatikan masakan Arini. Capcay seafood dan fuyunghai dengan saos kental sudah tersedia di meja makan. Yovan menahan napas saat mengingat itu adalah makanan kesukaan Raline yang pada akhirnya juga menjadi menu favorite-nya.“Mas harus terbiasa dengan masakan ini, aku suka sekali.” Suara Raline yang riang bergema di kepala Yovan. Dia seakan tertarik ke masa itu dan bisa mencium aroma masakan mendiang istrinya. Yovan bahkan bisa merasakan hangat tubuh Raline saat dia memeluk istrinya yang sibuk menyiapkan makan dari belakang.“Mas suka apapun yang kamu masak, Yang. Jangankan makanan enak ini, rumput kaki gajah kamu goreng pun Mas akan habiskan.” Yovan menarik napas panjang saat teringat tawa r

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 174 GANGGUAN HENDRAWAN

    GANGGUAN HENDRAWAN Arini melirik Yovan yang sedang duduk di ruang tengah. Lelaki itu tampak menautkan alis sambil menatap ponselnya. Sesekali, Yovan terlihat mengetikkan sesuatu disana. Arini akhirnya memilih menuju kamar Rafa setelah menyelesaikan pekerjaan di dapur.Wanita itu tersenyum melihat Rafa yang masih pulas. Waktu les masih satu jam lagi. Setelah menaikkan suhu pendingin ruangan karena terlalu dingin, Arini mencium kening Rafa dan meninggalkan kamar.Saat melewati ruang tengah, dia melihat Yovan masih dalam posisi semula. Arini yang hendak menyapa akhirnya mengurungkan niat saat ponsel Yovan berdering. Dia meneruskan langkah menuju kamar mereka.Disini, Yovan memijat keningnya pelan. Dia memang masih belum masuk kantor pasca tujuh hari kepergian mamanya. Rencananya, lusa Yovan mulai beraktivitas seperti biasa. Namun, pesan dari Danu tadi membuatnya pusing seketika. Lelaki itu langsung menarik napas lega saat Danu mengangkat telepon darinya.“Bagaimana?” Yovan langsung bert

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 175 PERTANYAAN RAFA

    Arini tertegun saat memasuki kamar. Wanita itu duduk di kasur yang hampir dua tahun ini dia tiduri setiap malam. Saat matanya tertuju pada lemari pakaian Raline, hatinya terasa nyeri. Lemari kayu dengan ukiran mewah yang tidak pernah dia sentuh sedikitpun."Arini … ada apa?" Arini menekan dada. Dia benar-benar bingung dengan perasaannya sendiri. Jujur saja, kematian Bu Ningrum membuatnya sangat terpukul. Ketakutan demi ketakutan mulai muncul dalam pikiran.Wanita itu akhirnya merebahkan badan. Arini menatap langit-langit kamar. Inilah yang dia lakukan selama ini kalau sedang tidak bisa tidur malam hari. Menatap langit-langit kamar sampai matanya terasa perih hingga akhirnya tertidur karena kelelahan."Yovan …." Arini mendesah pelan. Hampir dua tahun terikat dalam pernikahan walau tidak seperti seharusnya membuat Arini merasa nyaman. Perlahan, dia menjadi terbiasa dengan kehadiran lelaki itu disekitarnya. Terlebih, Yovan sangat pandai mengambil hati Rafa.Kini, saat mertuanya sudah tia

Bab terbaru

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 195 BAHAGIA—ENDING

    “Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 194 TENTANG BAHAGIA

    Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 193 PERMINTAAN MAAF MANTAN MERTUA

    “Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 192 PENYESALAN MANTAN MERTUA

    “Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 191 IRI

    IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 190 KECEMASAN ARINI

    KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 189 TEST PACK

    TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 188 SIKAP ANEH ARINI

    SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 187 MELIHAT ARINI BAHAGIA

    “Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua

DMCA.com Protection Status