KEHIDUPAN MANTAN “Mas! ini keterlaluan. Aku cuma makan sebentar!” Tepat di sudut kafe yang terletak di pusat berbelanjaan itu terlihat Yuda yang tengah mencekal pergelangan tangan istrinya dengan wajah merah padam. Sementara di sebelah Diandra tampak seorang laki-laki berwajah oriental memandang Yuda dengan raut masa bodoh. Bahkan dengan wajah santainya dia menyeruput segelas orange float tanpa terusik keributan yang dilakukan oleh Yuda. “Kamu bilang ada pekerjaan di akhir pekan waktu kuminta menunggu Ibu yang sakit. Kenapa tiba-tiba ada di sini? Bahkan kau duduk berhimpitan seperti ini seolah kau bukan seorang wanita berstatus istri. Kau kelewatan sekali, Di!” Yuda menarik paksa istrinya hingga membuat wanita itu mengaduh. Laki-laki itu tak peduli kesakitan yang dirasakan istrinya. Dia pun tak peduli dengan tatapan penuh penghakiman dari orang-orang yang melintas. Apalagi akhir pekan seperti ini membuat suasana tempat ini cukup ramai dengan orang-orang yang berniat melepas penat
HADIAH ADIK Arini mengayunkan langkahnya lebar-lebar. Jadwalnya masuk kuliah bentrok dengan jadwal penerimaan raport anaknya. Dia sudah tak bisa berkonsentrasi sama sekali. Jika saja dia tak ingat mata kuliah ini sangat penting terlebih dengan desas-desus dosen yang pelit sekali memberi nilai, dia pasti memilih bersama sang putra di sekolahnya. Sialnya, sudah dia berusaha untuk hadir tepat waktu, tiba-tiba ada informasi yang mengabarkan bahwa dosen tersebut berhalangan hadir karena mendadak diminta menjadi narasumber sebuah seminar karena narasumber sebelumnya jatuh sakit. Arini benar-benar kesal. Dia segera memesan taksi online guna mengantarkan dirinya ke sekolahh Rafa. Tak mungkin meminta suaminya untuk menjemput. Laki-laki itu sudah berbaik hati meluangkan waktunya yang padat untuk menggantikan Arini. Beruntung Yovan bersedia mengambil laporan hasil belajar Rafa kali ini. Laki-laki itu meminta Arini untuk fokus dengan urusan kuliahnya terlebih dahulu. Yovan pun meyakinkan Arini
TAWARAN BAGUS “Nanti kita ke mall ya, pilih saja adik seperti apa yang Rafa mau.” Yovan tersenyum lebar. Dia melirik Rafa dari kaca mobil. Lelaki itu akhirnya tertawa kencang melihat wajah anak sambungnya yang menggelembung.Sementara Arini menarik napas lega. Dia sempat menahan napas saat mendengar ucapan Rafa tadi. Namun, ternyata Yovan menanggapinya sesantai itu. Yovan ternyata sangat hangat dan menyenangkan setelah hubungan mereka membaik. Tidak seperti saat awal-awal pernikahan dulu, lelaki itu biasa Arini ibaratkan lebih beku dari es batu.“Eh tapi, kita tidak bisa beli adik sekarang. Mama ‘kan harus segera masuk kuliah. Jadi, besok-besok saja ya, Rafa? Nggak apa-apa ‘kan?” Yovan kembali menggoda Rafa. Lelaki itu semakin tertawa terbahak-bahak saat Rafa memukul bahunya pelan. Dia yakin sekali, Rafa seperti ini karena dipengaruhi oleh mamanya.Yovan menggeleng pelan. Mamanya itu kalau sudah ada keinginan, pasti akan melakukan segala cara termasuk memengaruhi cucunya.Setengah jam
MANTAN MATI KUTU “Hai!” Diandra tersenyum lebar pada beberapa teman yang menyapa. Dia menggandeng tangan Yuda dengan bangga. Itu juga salah satu alasan Diandra bertahan dengan lelaki itu, Yuda berguna kalau sedang reuni begini. Dia bisa berbangga diri karena berhasil mendapatkan lelaki yang semasa kuliah dulu menjadi idola setiap wanita.Reuni ini menjadi ajang pembuktian diri bagi sebagian banyak alumni. Mereka dengan bangga menunjukkan sudah sesukses apa karir, sebahagia apa keluarga mereka sekarang, dan sudah sebanyak apa harta yang mereka punya. Diandra merasa di atas angin, memiliki karir yang bagus dan suami yang menjadi idola membuat dia sangat bersemangat mengikuti setiap acara reuni.“Arini Dafina.” Diandra menautkan alis melihat nama narasumber yang tertulis di layar di depan mereka. Dia memang sudah mengetahui kalau narasumber kali ini adalah alumni-alumni sukses dari perwakilan masing-masing fakultas. Namun, dia tidak menyangka sedikitpun kalau Arini adalah salah satunya.
MENYIAPKAN PERPISAHAN “Hari ini kemungkinan pulang malam. Ada banyak urusan hari ini,” ucap Yovan sesaat setelah melipat sajadahnya. Baru saja dia dan istrinya salat subuh berjamaah. Laki-laki itu sudah tak ragu saat menyodorkan tangannya pada Arini. Begitu pun Arini. Dia pun sudah tak canggung meraih tangan sang suami dan mendaratkan bukti takzimnya dia punggung tangan lelaki itu. Arini mengangguk pelan. Hari ini dia meliburkan segala aktivitasnya. Kegiatan kuliah yang menyita waktu beberapa waktu belakangan membuat kondisi tubuhnya mulai drop. Belum lagi mengurusi kolam yang makin hari membuat jadwal istirahatnya kacau. Undangan dari beberapa lembaga pun datang menghampirinya. Arini sudah harus memilih acara yang berlokasi dekat dengan tempat tinggalnya. Yovan sudah mulai terang-terangan melarang wanita itu untuk terlalu keras memforsir dirinya. “Rin?” “Ya,” jawab Arini saat melepas mukenanya. Yovan sedikit salah tingkah melihat Arini yang tengah menggelung rambut panjangnya. En
PERMINTAAN IBU MERTUA Perbincangan mereka di pagi itu menemui titik buntu. Arini tak junjung menjawab pertanyaan dari Yovan yang amat penasaran dengan lanjutan kalimat wanita itu. Tetapi laki-laki itu akhirnya mampu menebak arah pembicaraan Arini. Laki-laki itu tercekat hingga tak mampu menanyai Arini macam-macam lagi. “Bilang pada Mama, tak usah menungguku untuk makan malam. Aku ada pertemuan dengan banyak petani lokal. Kurasa ada sedikit masalah dia lapangan,” ucap Yovan saat memakai dasinya. Arini hanya mengangguk. Hubungan mereka yang menghangat tiba-tiba berubah agak dingin karena pembicaraan selepas subuh tadi. Yovan tak suka meminta izin pada ibunya saat di meja makan, karena hal itu akan membuat mood Bu Ningrum memburuk seketika. Dia lebih suka menitip pesan pada Arini seperti ini. “Kuharap kau menepati janjimu untuk istirahat total di rumah hari ini. Wajahmu sudah seperti mayat hidup. Bercerminlah.” Yovan berlalu untuk menuju ke ruang makan. Menyisakan Arini yang terdiam
KONDISI BURUK IBU MERTUA Arini menggigit bibir kencang. Hampir satu jam dia di rumah sakit. Itu artinya sudah dua jam lebih Bu Ningrum tidak sadarkan diri. Entah apa yang dilakukan dokter dan perawat di dalam sana. Jujur saja, Arini tidak berani menunggui di samping Bu Ningrum.Melihat mertuanya terpejam dan mengeluarkan suara seperti sedang ngorok membuat Arini merinding. Dia tidak tega melihat Bu Ningrum seperti itu. Sekilas, Bu NIngrum seperti sedang tidur nyenyak dan ngorok. Arini bahkan tidak berhenti menangis saat di perjalanan tadi.“Kamu dimana, Mas?” Arini mendesah pelan. Dia langsung menelepon Yovan tadi. Namun, karena Yovan sudah setengah perjalanan dia tidak bisa bergerak cepat. Rumah sakit ini berlawanan arah dengan kantor hingga harus memutar jauh.Arini menjambak jilbabnya. Setelah mengurus semua administrasi tadi, Arini duduk mendeprok di lantai rumah sakit. Sesekali, dia melirik ke arah lobby, berharap Yovan segera datang. Nihil. Lelaki itu belum juga kelihatan batan
KEPERGIAN “Bapak sama Ibu menginap dulu. Mari Yuda antar ke kamar kalau sudah capek.” Suara Yuda bergema di kepala Arini. Wanita itu ingat sekali, itu hari terakhir dia menatap wajah kedua orangtuanya sebelum mereka pergi untuk selamanya.“Kami langsung pulang saja.” Arini menggigit bibir melihat bapaknya yang berkeras ingin langsung pulang setelah pesta resepsi selesai. “Ini pilihanmu, Arini. Bapak hanya bisa berdoa semoga kau bahagia dan selalu rukun dengan suamimu.”Arini hanya mengangguk pelan saat itu. Dia mengerti sekali kenapa kedua orangtuanya seperti ini. Mereka tersinggung dengan perlakuan keluarga Yuda. Apalagi ibu mertuanya sepanjang acara tidak keluar sama sekali dari kamar dengan alasan kurang enak badan.“Kenapa kamu pilih jalan ini, Nak?” Arini terengah mengingat wajah basah ibunya. “Kamu pintar, rezeki pendidikan ada dari beasiswa. Kenapa kamu lepaskan? Apa yang lelaki itu janjikan hingga engkau menjadi bodoh begini??”“Sudah, Bu. Biarlah.” Arini seperti melihat deng
“Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa
Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural
“Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan
“Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb
IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke
KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga
TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.
SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant
“Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua