"Sebuah kesetiaan adalah hal yang mahal, hal itu berarti, sulit menemukan seseorang yang memiliki sifat kesetiaan yang kuat. Hanya orang-orang yang berkelas yang memilikinya, seperti diriku ha ha ha."
Ucapan itu masih kuingat, saat aku menasehati seorang teman yang menceritakan tentang perselingkuhannya.
Hal yang tak kusadari kemudian, bahwa manusia memiliki kecenderungan sifat yang sering berubah dan jarang merasa puas dengan apa yang dimilikinya.
Dan itu terjadi padaku, aku berubah!
Seperti perkataan yang pernah kudengar, jangan coba-coba selingkuh, kau akan ketagihan.
Aku mulai gila.
"Apa yang kau lakukan, Nisa?! Nisa!""Memanggil polisi! Apalagi?!" Nisa berteriak kencang. Jari-jarinya terlihat gemetar menekan tombol di layar ponsel."Jangan, Nisa! Jangan!""Kenapa jangan? Singkirkan koper itu! Singkirkan! Sudah cukup semuanya. Mas kira saya nggak tau siapa Amanda? Haa … kalian bersama sejak lama. Akui saja, Mas. Nisa sudah muak."Nisa melempar barang-barang yang ada di dekatnya."Dalam keadaan seperti ini, mas masih nggak mau jujur!""Nisa, Mas tidak ingin menyakiti kamu.""Bukankah selama ini mas s
"Amanda ...! Andini …!"Teriakan histeris Sandy menggema, setelah berita penemuan mayat Amanda tersebar hampir di setiap media cetak maupun elektronik.Matanya nanar menatap tak percaya pada layar televisi 32 inch di depannya. Satu persatu berita diamatinya. Tidak salah, wanita itu adiknya. Polisi sudah mengkonfirmasi kebenaran identitasnya, begitu juga penyebab pematiannya."Tidak mungkin! Manda … tidak mungkin!"Dengan napas memburu, Sandy membanting barang-barang yang ada di dekatnya hingga bertebaran di lantai. Rumah yang di kontrak dirinya sejak setahun terakhir untuk menyimpan barang-barang pribadi tidak jauh dari kediaman Amanda, menjadi saksi kemurkaan dan kesedihan yang berbaur jadi satu.Pertama kali Sandy menangis,
"Kau terlibat, Carol?"Setelah mayat Amanda dimakamkan, aku menghubungi Carol via panggilan telepon. Caroline, masih berada di Singapore, menghabiskan waktu hingga akhir tahun. Wanita itu memang lebih senang tinggal di negara Singa itu ketimbang di Jakarta. Menurutnya, di Indonesia terlalu banyak kenangan bersama Jefry. Dan itu, membuatnya semakin terluka.Berita kematian Amanda yang kemudian oleh para pemburu berita dengan cepat dikaitkan dengan sosok pengusaha ternama, Tedja Sukma Karim, menghebohkan tanah air. Apalagi kemudian, beberapa foto bukti kedekatan Tedja dan Amanda tersebar luas."Apa yang kau bicarakan, Nisa?""Gadis itu. Aku yakin beritanya sudah sampai ke telingamu.""Hmmmm … bukankah dia sudah pergi. Apalagi yang har
Barry menangkupkan kedua tangan di wajahnya. Polisi masih terus-menerus bertanya dan dirinya sudah memberikan jawaban sejujur-jujurnya tentang hubungannya dengan Amanda. Termasuk keterlibatannya dalam jaringan penyelundupan lintas negara. Barry sadar, tidak ada guna menutupinya, alasan apapun akan lebih baik asal lepas dari tuduhan pembunuhan."Mereka berkali-kali mengancam akan menyakiti Amanda bila saya tidak segera bayar."Rangkaian peristiwa demi peristiwa berusaha diingat Barry, dari masih di Bangkok hingga detik-detik kedatangan di bandara Soekarno Hatta, Cengkareng."Waktu masih di Bangkok, seorang pria tinggal di hotel yang sama, terus mengawasi saya. Maksudnya, saya dan Amanda. Mungkin suruhan Mister Kong. Tapi saya abaikan, karena tidak in
NisaAda yang berbeda, sejak kejadian kematian Amanda. Rumah terasa lengang. Barry lebih banyak berdiam diri di kamar, sementara aku lebih senang menghabiskan waktu dengan tanaman.Kami saling mendiamkan, sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya sapa basa basi seadanya, itu pun enggan diucapkan."Makan, Nisa.""Ya."Aku berlalu dan meneruskan pekerjaan. Setelah beberapa lama energi terkuras, baru kusadari rumah tak terurus. Tanaman liar mulai tumbuh tinggi, menghilangkan keindahan tanaman bunga kesukaanku yang berjejer rapi di pekarangan depan.Anak-anak bermain di ruang tengah bersama Bi Marni, riuh suara merek
"Kami membawa surat perintah penangkapan atas Tuan Barry.""Maksudnya, suami saya … suami saya tersangka? Bukankah sudah ditangkap pelakunya, Pak?" Nisa tidak dapat menutupi kepanikannya. Ia gugup. Baru saja ingin menenangkan diri, harus menghadapi masalah baru lagi. Nisa mengenali polisi yang berada di depannya, sebagai Inspektur Satu Herlambang. Seseorang di sebelahnya, Dicky, Brigadir Dicky Darmawan. Mereka petugas sama yang datang beberapa kali sebelumnya.Sejak garis polisi membentang di rumahnya beberapa waktu lalu, Nisa selalu gugup bila melihat atau mendengar segala sesuatu yang berhubungan dengan polisi. Apalagi ketika setelah penemuan mayat itu, baik rumahnya maupun ponselnya tak pernah sepi.Tetangga berdatangan, mengambil gambar d
Keterlaluan kau, Mas. Rupanya diam-diam kau membeli rumah. Pasti untuk perempuan itu! Bila bukan untuk perempuan itu, tak mungkin disembunyikan dari dieinya. Rasa sedih Nisa melihat penangkapan Barry berubah menjadi amarah.Nisa mengambil telepon menghubungi nomor yang dicatat Bi Marni saat pihak bank menghubunginya. Nisa mencoba menggali informasi dari pihak bank, terkait rumah yang disebutkan."Iya, mba, saya istrinya. Pak Barry sangat sibuk beberapa bulan ini, hingga lupa bayar tagihan. Sebenarnya sudah dititipkan ke saya tapi saya juga lupa. Lagi sibuk banget. Maaf ya, Mba. Ohya ini rumah yang alamat mana ya, karena saya ada ambil dua rumah di daerah Cibubur."Petugas bank menyebutkan alamat rumah itu. Setelah mendapatkan data-data r
Malam itu, kesekian kalinya Amanda membahas kehamilannya. Hal yang sangat meresahkan Barry. Hubungannya dengan Nisa semakin dingin. Sepertinya sang istri mulai mencurigai dirinya berhubungan dengan wanita lain, namun Nisa masih diam. Hal itu dimanfaatkan Barry untuk terus menjalin hubungan dengan Amanda. Selama Nisa tidak mendesaknya atau menangkap basah dirinya, maka Barry memutuskan untuk diam.Desakan Amanda agar dirinya menceraikan Nisa dan menikahinya, membuat Barry resah. Entah mengapa, Amanda semakin terobsesi dengannya. Bila dulunya wanita itu sangat menyenangkan, tidak terlihat dirinya terbeban dengan hubungan segitiga yang dijalaninya, belakangan Amanda semakin posesif. Tidak pernah terlintas untuk meninggalkan Nisa dan anak-anak, Barry hanya ingin bersenang-senang.