Share

Hampir Menyerah

Author: Maryam Zalina
last update Last Updated: 2023-02-08 17:13:26

Istri mana yang mau menerima nafkah yang tidak halal dari suaminya? Tidak ada yang bisa menggambarkan kesedihan Shamita saat ini. Harusnya ia sadar, suaminya itu memang penjudi, pemabuk bahkan mungkin tak jarang ia bergumul dengan wanita-wanita bukan muhrim di luaran sana.

Shamita, tidur dalam kondisi habis menangis. Ia tak tahan akan kelakuan suaminya. Haruskah ia bertahan dengan pernikahan yang tidak sehat? Pernikahan ini baru seminggu, tapi rasanya begitu lama ia rasakan. Rasanya ingin menyerah, tapi kembali lagi seorang istri hanya mampu tetap berbakti bagaimanapun sikap suami.

Bara memasuki kamar yang kini sudah ada Shamita tertidur. Ia hendak mengganti pakaian. Ditatapnya wanita yang telah sah menjadi istrinya itu. Dalam hati terdalamnya sedikit ada rasa iba, kenapa wanita itu harus menanggung beban untuk menikah dengan dirinya. Seketika ia mengingat perlakuan ayahnya yang selalu saja memaksakan kehendak terhadap anak-anaknya. Termasuk untuk menikah.

***

Shamita terkejut, saat bangun telah mendapati suaminya sedang tidur di sampingnya. Meski tak terjadi sesuatu, tapi ia merasa risih. Namun saat ia hendak turun, sebuah tangan mencekal tangannya.

"Tetap di sini, temani aku." Bara merancau, namun matanya masih terpejam. Entah siapa yang ada di mimpinya itu.

"Bang, aku mau solat. Abang mau ikut?"

Meski terasa bosan, tapi ucapan itu masih saja Shamita ucapkan setiap hari. Baginya, layaknya sebuah batu jika sering terkena air, lambat laun ia akan membentuk lubang kecil. Meski sedikit lama, tapi paling tidak itulah harapan Shamita kepada suaminya itu.

Tak ada jawaban, Bara melepaskan tangannya dan kembali tidur dengan membalikan badannya. Senyum getir itu kembali terlukis di wajah cantik Shamita.

Dalam solatnya, wanita berhidung mancung itu selalu meminta kebaikan untuk suaminya. Ia percaya, jika tidak ada satupun manusia yang tidak memiliki sisi baik, meski orang itu amat kejam sekalipun.

Hari ini cuaca begitu cerah setelah semalam diguyur hujan. Tak ada yang abadi bukan? Semuanya akan datang bergantian.

"Kamu yang memasak semua ini?"

Tumben sekali Bara jam 7 pagi sudah bangun.

"Iya, Bang. Makanlah!" jawab Shamita lembut.

"Kamu sudah makan?" Bara bertanya lagi.

"Aku, sedang puasa sunah, Bang."

"Puasa? Kenapa nggak izin dulu? Makan! Aku nggak mengizinkan kamu puasa sunah," ucap Bara tak suka.

"Aku udah biasa puasa senin kamis, Bang. Tolong izinkan aku!"

Shamita sebenarnya tahu, dalam beribadah pun harus menunggu persetujuan suami jika itu sesuatu yang tidak wajib. Namun, ia kira suaminya tidak akan peduli dengan apa yang Shamita lakukan. Aneh sekali rasanya Bara sampai melarangnya.

"Yaudah Bang, aku nggak jadi puasa." Dengan terpaksa ia membatalkan puasanya. Karena jika tidak mendapat restu suami, semuanya akan sia-sia.

"Bagus, makanlah! Ini terlalu banyak untuk aku makan sendirian," balas Bara.

"Iya, Bang."

Tak ada banyak hal yang bisa Shamita lakukan untuk membantah ucapan Bara. Bukan karena takut, namun ia teringat nasihat pak penghulu saat pernikahan itu terjadi. Bahwasanya, tugas seorang istri adalah mematuhi ucapan suaminya.

"Bang, boleh aku nanya sesuatu?" Melihat situasi yang dirasa sedang tenang, Shamita akhirnya memberanikan diri bertanya.

"Nanya apa? Cepat, aku buru-buru."

"Apa sebelum menikah, Abang punya kekasih?" Pertanyaan Shamita berhasil membuat Bara berhenti mengunyah makanan yang ia makan.

"Maksudku, aku tiba-tiba merasa bersalah jika harus memisahkan Abang dengan kekasihmu itu, Bang," sambung Shamita.

Sebenarnya bukan itu tujuan Shamita bertanya, namun melihat ekspresi Bara yang begitu sulit diartikan membuatnya harus mencari alasan lain.

"Tidak ada, bagiku semua wanita sama saja. Mereka hanya datang saat mereka butuh uang!" Jawaban Bara sungguh di luar pemikiran Shamita.

"Tidak semua, Bang. Mungkin karena pergaulan Abang yang harus bertemu dengan wanita-wanita macam itu. Tapi, semalam Abang diantar pulang oleh seorang wanita dengan keadaan mabuk. Itu siapa, Bang?"

Bara terkekeh, senyuman manis yang tak biasa ia berikan itu tersimpul indah di bibirnya.

"Kamu cemburu?" tanya Bara sembari mengulum senyum.

"Bukan, Bang. Hanya saja aku risih dan takut terjadi fitnah jika setiap malam seorang wanita asing harus mengantarkan kamu pulang dalam keadaan mabuk. Apalagi pakaian wanita itu sangat tidak layak untuk dipandang."

Mendengar ucapan Shamita yang selalu saja terkesan menggurui, membuat Bara memutar bola matanya dengan malas. Senyuman yang semula hadir terpaksa ia benamkan kembali.

"Ayolah, tidak semua orang harus berpakaian sama denganmu. Jangan menilai orang dari penampilan," kilah Bara.

"Jadi, siapa wanita itu?" Kali ini Shamita bertanya dengan tatapan serius.

"Sudahlah, kamu tidak perlu tau siapapun yang dekat denganku. Sama sekali tidak penting!" Suasana yang tenang kembali kacau saat Bara mulai meninggikan suaranya. Shamita tak menyangka pertanyaannya akan kembali membuat masalah. Padahal niatnya hanya ingin tau saja, siapa wanita itu.

"Bang, tolong kerjasamanya, kita udah nikah Bang. Dan jika ada wanita lain yang masuk ke rumah ini, bukan tidak mungkin orang lain akan lebih menilai buruk Abang. Dan pasti aku dan orang tua Abang akan terbawa ke dalam masalah."

Mendengar ucapan Shamita yang panjang lebar membuat Bara sedikit berpikir. Ucapannya ada benarnya. Karena memang selama ini orang tuanya hanya tau jika Bara seorang pemabuk dan penjudi. Mengenai seringnya ia bergumul dengan wanita lain, hampir tak pernah diketahui orang tuanya.

"Kamu itu berisik! Sudah kubilang jangan pernah mengaturku!" balas Bara kesal.

Shamita hanya bisa menghela napasnya, selalu saja berakhir seperti ini saat ia berusaha menasihati suaminya.

***

Bara memutuskan keluar rumah dengan amarah yang di hatinya. Rasanya ia bosan setiap hari harus selalu mendapat ceramah dari istrinya itu. Sepanjang perjalanan ia menggerutu kenapa harus menikah dengan gadis berhijab itu. Selain sama sekali tak menarik, karena tubuhnya selaku tertutup rapat oleh baju gamis panjangnya. Ia pun tak betah dengan suara istrinya yang selalu menyuruhnya melakukan ibadah.

Motor yang ia bawa, ia lajukan dengan kencang. Tak butuh waktu lama, motor itu berhenti di sebuah rumah kosong yang sudah dirubah menjadi markas untuk ia bermain judi dengan teman-temanya.

Bara datang memasuki ruangan pengap itu dengan gontai, entah kenapa ia tiba-tiba merasakan kegelisahan di hatinya.

"Bro! Kenapa lu, suntuk gitu? Kemaren kan menang taruhan?" tanya Agus, teman Bara yang paling akrab dengannya.

"Pusing gue, Gus!"

"Tumben, ada masalah?" Bara mengangguk lemah.

"Gue bingung, kadang kasian kadang benci sama istri gue."

Uhuk! Agus yang mendengar jawaban Bara tiba-tiba tersedak minuman keras yang ia teguk.

"Lu kapan nikah?" tanya Agus tak percaya.

"Nggak usah berisik! Semua ini gue lakuin demi gue nggak dikirim ke pesantren terpencil," ujar Bara lemah. Namun yang didapati malah Agus tertawa terbahak.

"Gue nggak salah denger? Seorang Bara Atmaja semudah itu menerima takdir?"Agus lagi-lagi menatap Bara dengan rasa tak percaya.

Related chapters

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Dilema

    Bara hanya menatap datar temannya yang bernama Agus itu. Menceritakan masalah keluarga bukanlah kebiasaanya. Meski Agus teman yang bisa dipercaya, namun saat ini ia tidak bisa bercerita mengenai istrinya."Sepetinya memang takdir itu tidak bisa dicegah, Gus." Bara akhirnya menjawab."Kenapa sih? Emang kenapa sama istri lu?" Agus semakin penasaran."Istri gue terlalu Solehah untuk gue yang bajingan," ucap Bara dengan lirih. Lagi, Agus tertawa terbahak."Bentar, bentar. Jadi, lu nikah sama ustadzah?" Agus terus saja meledek Bara."Nggak ustadzah juga, pokonya gitu deh, istri gue tuh apa-apa bawa dalil.""Pantes, lu kusut banget. Eh tapi, harusnya lu bersyukur dong, bisa dapet mutiara gitu. Cewek-cewek begitu kan inceran para akhi," ucap Agus."Gue bukan akhi, gue Bara nggak pake batu!" jawab Bara kesal.Berbicara dengan Agus, membuat Bara semakin pusing karena terus saja mendapat ledekan darinya. Minuman yang masih tersegel yang berada di sampingnya tak sempat ia buka. Dengan cepat ia k

    Last Updated : 2023-02-08
  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Salah Lagi

    "Apa?"Bara berteriak menanggapi jawaban Shamita. Tenggorokannya terasa panas karena ia sangat alergi udang. Sedikit saja terlambat minum, entah apa yang akan terjadi."Kenapa Bang? Kenapa Abang marah?" Shamita nampak ketakutan. Untuk kali ini ia tidak tau letak salahnya apa."Kamu hampir saja membunuhku!"Ucapan Bara membuat Shamita tekejut, ia bahkan tidak tau letak salahnya di mana, tapi suaminya dengan mudah mengatakan jika ia hendak membunuhnya. Sungguh tuduhan paling keji yang pernah Shamita terima dalam hidupnya."Maksud Abang apa? Bagaimana mungkin aku berniat membunuh suamiku sendiri?" Shamita tak kuasa menahan tangisnya."Aku alergi udang! Kenapa hal seperti itu saja kamu tidak tau!" Jawaban Bara semakin membuat Shamita shock, jelas ini sebuah kesalahan. Seharusnya memang ia bertanya dulu hal apa saja yang tidak disukai suaminya. Namun ia telah teledor, untung saja Bara masih bisa terselamatkan."Maafkan aku, Bang. Sungguh aku tidak tau jika Abang alergi udang." Ucapan maaf

    Last Updated : 2023-02-08
  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 6. Bara Sakit

    "Abang mau apa? Apapun akan aku lakukan, asal Abang tulus memaafkan aku." Shamita berbalik, di tatapnya wajah suaminya itu dengan dalam.Bara hanya diam mendengar ucapan istrinya. Tak berniat menjawab apalagi marah. Padahal ia ingin sekali melihat perlakuan lebih dari Shamita. Namun mulutnya seperti kelu meski hanya mengucap satu kalimat. Tatapan dalam yang diberikan Shamita membuat ia ragu untuk meminta lebih."Pergilah, aku mau istirahat."Hanya itu yang akhirnya terucap dari mulut Bara. Tatapan itu membuat jantung Bara berdetak lebih keras.***Istri mana yang tak sakit saat keberadaanya sama sekali tak dibutuhkan? Meski sudah berusaha agar tak lagi menangis. Shamita tetaplah gadis rapuh yang hatinya mudah sekali terluka.Dilihatnya sekali lagi wajah suami yang kini sudah memejamkan mata itu sebelum ia benar-benar keluar dari kamar. Rasa bersalah itu terus saja datang kala ia mengingat kejadian tadi pagi."Maafkan aku, Bang," ucapnya lirih hampir tak terdengar.Dengan langkah yang

    Last Updated : 2023-03-03
  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 7. Sedikit Perubahan

    Shamita menyeka air matanya dengan tangan, melihat Bara yang sudah kembali bersikap dingin, baginya adalah kabar baik. Karena artinya rasa sakitnya sudah sedikit berkurang."Abang mau apa mencari aku?" tanya Shamita ragu. Rasanya sedikit aneh saat Bara lebih memilih memanggilnya dibanding kedua orang tuanya."Kamu lupa statusmu itu apa?""Istri, tapi sayang belum pernah di sentuh," celetuk Shamita. Tangannya segera menutup mulutnya karena baru sadar jika ia salah bicara.Bara terkekeh pelan, "Jadi, mau disentuh?"Wajah Shamita bersemu merah, nampak sekali jika ia merasa malu atas godaan yang diberi oleh Bara. Sementara senyum Bara mengembang saat istrinya terlihat malu.Hati Shamita sedikit menghangat saat Bara mengajaknya bercanda. Suatu hal yang sangat mustahil dilakukan Bara, jika Bara dalam kondisi sehat.Sementara Bu Sindi dan Pak Indra nampak tersenyum di balik jendela, merasa bersyukur jika Bara saat ini sudah sedikit menunjukkan perubahan sikap yang lebih baik."Bu Shamita, bi

    Last Updated : 2023-03-04
  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 8. Kabar Irham

    Semua mata menatap kepada Bara yang tiba-tiba saja menyelesaikan kegiatan sarapanya dengan cepat. Apalagi Shamita yang begitu heran, padahal Bara hanya diajak makan bersama keluarganya. Apa yang salah akan hal itu?"Bu, Pak, aku lihat Bang Bara dulu ya." Sebagai istri, Shamita merasakan perasaan yang tidak baik dalam diri Bara. Ia memang tak pernah tau masalah apa yang telah terjadi antara suaminya dan keluarganya. Bu Sindi mengangguk tanda mengerti. Ia lupa jika Bara sedikit ada masalah dengan kakak-kakaknya.Shamita mencoba mendatangi Bara ke dalam kamar. Ternyata suaminya itu sedang berdiri menatap jendela dengan tatapan yang entah kemana."Bang," panggil Shamita lembut. Bara menengok tapi ia kembali menatap ke arah jendela lagi."Kalau ada masalah, Abang boleh kok cerita," sambung Shamita."Kamu tidak perlu tau masalahku, tolong jangan ikut campur." Suara Bara datar, tapi begitu menohok di hati Shamita yang rapuh.Bahkan cara ia peduli saja, tak direspon baik oleh pria berstatus

    Last Updated : 2023-03-05
  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 9. Pesan Irham

    Setelah kepulangan kedua mertuanya, Shamita kembali ke rutinitas biasa. Cucian kotor sudah menunggunya untuk segera dicuci, begitupun lantai yang berdebu sudah menunggu agar segera dibersihkan.Begitulah kehidupan ia saat ini, jika dibilang mebosankan mungkin iya. Tapi sejatinya seorang istri memang tak lepas dari pekerjaan rumah. Semua itu akan bernilai pahala jika kita ikhlas melakukanya.Tubuh kurus itu entah kenapa akhir-akhir ini terasa mudah lelah. Shamita mendudukkan tubuhnya di atas ayunan kayu yang berada di belakang rumah. Sembari meluruskan otot-otot yang terkuras karena pekerjaan yang begitu banyak, sesekali ia bermain ponselnya. Betapa terkejutnya ia saat ada pesan masuk dari seseorang yang sangat ia kenal. Tapi saat ini hampir saja ia lupakan.Ya, pesan itu dari Irham—mantan kekasih Shamita. Hampir saja Shamita lupa jika ia pernah menjalin hubungan dengannya. Selepas menikah dengan Bara, dirinya memang sengaja tak pernah lagi menghubungi Irham. Selain agar Irham tak lagi

    Last Updated : 2023-03-06
  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 10. Akhirnya

    Shamita duduk termenung, ditatapnya ponsel yang berada di tangannya. Pikirannya masih bergulat antara membalas atau tidak pesan dari Irham. Hatinya mengajak, tapi otaknya menolak.Andai saja saat ini Shamita bukan istri dari Bara, sudah pasti pesan itu langsung dibalasnya. Bagaimanapun ia juga merindukan sosok Irham yang selalu ada disaat kondisi terburuknya."Sedang apa kamu?" Suara Bara tiba-tiba membuyarkan lamunan Shamita."Abang? Sejak kapan di situ?" tanya Shamita gugup."Kalau ada orang nanya itu dijawab.""Maaf Bang. Aku hanya sedang menikmati udara segar aja di sini. Abang butuh sesuatu?" Shamita bangkit dari duduknya."Bikinin aku kopi! Inget gulanya nggak usah banyak-banyak. Kopi satu sendok, gula satu sendok.""B-baik Bang."Shamita bergegas membuatkan kopi pesanan Bara. Hatinya menghangat karena baru kali ini Bara berucap sedikit lembut saat menyuruhnya.***Setelah mendengar pernikahan Shamita, Irham seolah malas untuk melakukan sesuatu. Hatinya hancur menyisakan kepinga

    Last Updated : 2023-03-07
  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 11. Rasa Cemas

    "Bang, apa artinya kamu sudah suka sama aku?" Ucapan Shamita membuat Bara sedikit terkekeh, menampakkan gigi putihnya yang tersusun rapih."Maaf, aku salah ngomong, Bang." Shamita merasa malu, nyatanya pikirannya tak selaras dengan perbuatan Bara."Semua butuh waktu, tapi akan aku pastikan jika aku akan berusaha untuk itu.""Jangan memaksa Bang, aku tau itu tidaklah mudah."Shamita terpaksa harus menelan pil pahit, mungkin memang terlalu terburu-buru untuk dia menyimpulkan perasaan Bara hanya karena tindakan lembutnya."Malam ini, aku mau kamu ya." Bara semakin intens menatap wajah Shamita yang mungkin saat ini sudah terlihat seperti udang rebus."Mau apa, Bang?" tanya Shamita dengan polosnya. Tanpa jawaban lagi, pria bermata coklat gelap itu meraup wajah Shamita. Menjalankan kewajiban yang selama ini tak pernah dilaksanakan antara kedua sejoli itu. Cinta yang belum tumbuh bisa saja akan datang setelah kejadian malam ini.Tak pernah terbayangkan oleh Shamita jika dirinya akan menjad

    Last Updated : 2023-03-08

Latest chapter

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 24. Diterima!

    "Hey, will you marry me?" Tiba-tiba saja Irham membungkukkan badannya.Tangan Jihan sontak menutup mulutnya. Ya, ia terkejut."Jihan, jadilah istriku dan menikahlah denganku." Ucapan Irham selanjutnya membuat riuh sorak pengunjung taman memberikan tepukan penyangga. Terdengar suara riuh itu meneriakkam agar Jihan mau menerima lamaran Irham."Mas," ucap Jihan lirih. Antara bahagia dan tidak percaya jika Irham bisa melakukan hal seromantis ini."Terima ! Terima !" Suara itu berasal dari orang-orsng yang menyaksikan momen indah dua sejoli itu. Sementara Irham masih dengan posisinya berjongkok menunggu jawaban dari Jihan sembari mengulurkan sebuah kotak cincin berisikan cincin sederhana.Wanita cantik itu tersenyum, lalu mengangguk yakin. Ia menerima lamaran Irham dengan keyakinan yang besar.Grep!"Terima kasih," ucap Irham sembari memeluk Jihan. Lagi-lagi Jihan terkejut. Irham yang dingin, bisa-bisanya tanpa malu memeluk Jihan dalam keramaian."Mas, banyak orang loh," ucap Jihan sedikit

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 23. Tiba-tiba Melamar

    "Apa yang harus aku katakan jika aku serius dengan niatku?" Ucapan Irham membuat Jihan menghentikan akitifitasnya sementara. Jujur dalam hatinya ia senang mendapati Irham berbicara seserius itu. Tapi, tetap saja rasa percaya itu belum ada. Terlebih salama ini sikap Irham tak pernah menunjukkan gelagat jika ia mencintai Jihan."Mas, ada baiknya bicara hal seperti ini jangan di waktu jam kerja," sungut Jihan kesal."Oh baiklah, selepas kerja kita bicarakan ini lagi," ucap Irham tanpa beban.Entah kenapa sikap Irham jauh sekali berbeda dengan sikapnya dulu terhadap Shamita. Dia lebih cuek bahkan cara bicaranya lebih kasar dibanding dengan Shamita dulu yang lembut dan penuh kasih sayang. Ternyata patah hati bisa merubah hal apapun termasuk sikap seseorang.***Bara merasa tak tenang saat dirinya bekerja, meski ia sudah menitipkan istrinya kepada ibunya, tetap saja rasa khawatir itu ada. Meninggalkan istri yang tengah sakit keras membuat ia tak nyaman dalam bekerja. Pikirannya tentu saja

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 22. Niat Baik Irham

    Bu Sindi terlihat shock mendengar jawaban dari Shamita. Tak pernah terbayangkan jika menantunya itu menderita penyakit yang berat."Kamu bercanda kan, sayang?" Bu Sindi masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar."Bu, tenang ya. Semua masih bisa diobati, Mas Bara hanya khawatir jika meninggalkan aku seorang diri di rumah," jawab Shamita."Bagaimana bisa tenang, itu penyakit berbahaya, Mita. Kenapa Ibu baru tahu? Katakan! Sejak kapan kamu sakit?"Bibir pucat Shamita tersenyum, betapa dirinya beruntung mendapati mertua yang begitu baik dan perhatian. Jauh sekali dengan bayangan mertua jahat yang sering ia baca di novel."Bu, aku tidak tahu tepatnya berapa lama. Hanya saja baru terdeteksi sebulan ini.""Astagfirullah Mita, terus gimana kata dokter?"Shamita diam. Hatinya bergejolak saat pertanyaan itu terucap dari mertuanya. Bukan tak mampu menjawab, hanya saja perkataan dokter mengenai dirinya akan sulit mendapatkan anak, menjadikan momok yang menyakitkan untuk ia ingat."Dokter bil

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 21. Jujur Kepada Ibu

    Sementara di sudut kota Kuala Lumpur. Seorang pria tetunduk lesu meratapi nasibnya yang kini sudah jauh dari kata beruntung. Sudah jatuh tertimpa tangga. Mungkin itu ungkapan yang pantas disematkan untuk Irham.Niat hati ingin melupakan Shamita ternyata tak semudah pergi dari negara asalnya Indonesia. Meski saat ini ia masih bisa bekerja dengan kondisi kaki yang sudah tidak lagi normal. Pikirannya tetap saja masih tertuju kepada sang mantan kekasih."Mas, makanan sudah aku taro di meja ya," ucap Jihan. Ia adalah teman baru Irham di tempatnya bekerja. Pertemuan yang tidak sengaja tempo hari membuat mereka akhirnya berteman."Hem," jawab Irham. Pikiran yang selalu saja tertuju kepada Shamita membuat dia selalu acuh dengan perhatian orang-orang yang di sekelilingnya."Mas Irham kenapa? Sakit?" tanya Jihan, tangannya refleks menyentuh dahi Irham."Aku nggak apa-apa," jawab Irham lemah."Mas, kamu cerita dong. Kenapa?" Jihan yang diam-diam menyimpan rasa terhadap Irham merasa begitu khawat

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 20. Bara Marah

    Shamita terdiam, melihat Bara yang sibuk sendiri mengurusnya, membuat dia memiliki ide yang mungkin akan membuat suaminya itu murka."Mas," panggil Shamita lagi."Iya, apa?""Bagaimana kalau kamu menikah lagi?"Deg!Dahi Bara mengerenyit kembali, rasanya istrinya ini sudah terlalu banyak bicara hal aneh semenjak ia sakit. Ingin marah, tapi istrinya tidaklah bersalah. Tapi ucapanya sudah sangat di luar batas."Apa yang kamu bicarakan? Apa menurutmu itu hal yang lucu?" tanya Bara dingin.Shamita terkesiap mendapati Bara menjawabnya dengan nada yang begitu dingin. Jelas sekali jika suaminya itu tengah marah."Bukan begitu, Mas. Aku merasa … aku sudah tidak mampu membahagiakan kamu, Mas. Tolong, jangan berpikir buruk. Ini, demi kebaikan kamu." Suara Shamita bergetar. Dirinya juga tidak menyangka jika ucapan itu bisa keluar begitu saja dari mulutnya."Mita, kenapa dengan kamu? Apa aku selama ini meminta sesuatu yang memberatkan kamu? Apa selama ini aku kurang memperhatikan kamu? Sungguh ak

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 19. Permintaan Shamita

    "Mas, aku bukan sakit lambung. Aku … terkena kanker rahim stadium 1."Bagai dihantam deburan ombak yang besar, mata Bara membelakak penuh mendengar ucapan wanita yang kini menjadi istrinya itu. Tak percaya, Bara dengan cepat menggelengkan kepalanya."Jangan bercanda, Sayang. Ini sama sekali tidak lucu." Bara mencoba menangkis pikiran buruknya."Aku serius Mas," ucap Shamita datar."Tidak, tidak mungkin. Kamu itu cuma sakit perut, tidak mungkin ada hal-hal semacam itu. Jangan bercanda!" Bara masih menyangkal. Bukan tak percaya, tepatnya Bara terlalu takut jika hal itu benar terjadi"Mas! Aku memang sakit, jangan seperti ini tolong." Suara Shamita meninggi, dia sudah menduga jika Bara pasti tidak akan percaya. Apalagi saat ini cinta Bara begitu besar.Bara tertunduk lesu, jiwanya terguncang. Tidak pernah terbayangkan jika istrinya saat ini tengah sakit keras."T-tapi, bagaimana bisa?" Suara Bara terbata."Mas, ini takdir aku. Aku pun tidak tahu kenapa bisa penyakit ini menghampiri aku."

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 18. Jujur

    "Mas, bagaimana jika aku tak mampu memberikan kamu anak?"Shamita menggigit bibir bawahnya, takut sekali jawaban Bara akan menyakitinya.Namun Bara malah terkekeh pelan."Kamu ngomong apa? Kenapa tiba-tiba berucap seperti itu?" Bara masih tidak mengerti dengan pertanyaan yang diucap istrinya."Mas. Aku serius. Kamu tinggal jawab, bagaimana jika hal itu terjadi. Semisal, aku punya penyakit atau karena memang takdir tak mengizinkan aku untuk hamil. Itu misal loh Mas, aku cuma pengen tahu jawaban kamu."Bara terkesiap melihat Shamita memandang dirinya setajam itu."Hemm, gimana ya?" Bara menekan-nekan dagunya seolah benar-benar sedang berpikir."Mas, jangan bercanda bisa kan."Melihat istrinya yang menggemaskan, Bara langsung meraih tangan Shamita."Shamita Nur Maulida, tidak dipungkiri aku rindu riuh suara anak-anak di rumah ini. Lima tahun sudah kita berumah tangga, tapi nyatanya Allah belum mengizinkan kita untuk mengemban amanah besar itu. Lantas jika memang belum waktunya, apa aku h

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 17. Fakta Pahit

    "Kenapa Dok? Aku sakit apa?"Melihat dokter tak kunjung menjawab membuat Shamita kembali bertanya."Maaf sebelumnya, mungkin ini akan mengejutkan anda. Tapi … di bagian rahim anda terdapat kanker," jelas dokter.Bak dihujami batu besar, jantung Shamita seolah dipaksa berhenti saat itu juga. Tak pernah terbayangkan jika rasa sakit yang diderita saat ini bukanlah penyakit sakit perut biasa. Dada sesak seolah sulit untuk bernapas."Dokter pasti bercanda?" ucap Shamita tak percaya. Padahal seorang dokter mana mungkin bercanda mengenai penyakit pasien."Saya mengerti perasaan anda, tapi semua belum berakhir. Kita masih bisa berikhtiar dan berdoa. Kanker masih stadium satu, dan kita bisa melakukan pengobatan dengan radioterapi atau kemoterapi. Tapi, sayangnya efek dari pengobatan itu akan menyebabkan anda sulit untuk hamil."Baru saja hati Shamita sedikit lega dengan ucapan dokter dengan sebuah pengobatan, tapi dirinya harus kembali tertampar dengan kenyataan pahit oleh kalimat dokter yang

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 16. Setelah Lima Tahun

    "Bohong?"Ucapan Shamita membuat Bara bingung. Pasalnya, selama ini Shamita selalu jujur dengan apapun itu."Iya, Mas. Pria yang kita temui di toko, dia adalah—" Shamita menjeda ucapanya. Mencoba mengatur napasnya agar tenang."Siapa? Kamu kenal dia?" tanya Bara penasaran."Tapi, Mas janji jangan marah.""Iyaa, aku nggak akan marah.""Dia … mantan aku Mas," ucap Shamita sembari menggigit bibir dalamnya."Oh." Suara Bara melemah. "Pantas saja dia melihat kamu nggak ngedip gitu." Bara terkekeh.Shamita terkejut melihat ekspresi suaminya itu, ternyata jauh dari pemikirannya. Dia kira, Bara akan marah. Tapi ternyata Bara menanggapinya dengan santai."Kamu nggak marah, Mas?" tanya Shamita ragu.Bara meraih wajah Shamita. "Untuk apa aku marah, dia itu masa lalu kamu. Sedangkan aku masa depan kamu. Dia hanya memiliki kamu di masa lalu, sedangkan aku bisa memiliki kamu selamanya."Pipi Shamita bersemu merah, baru kali ini dia mendapat kata-kata seromantis itu dari Bara. Padahal dia sudah ser

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status