Tiga hari berlangsung cepat, hari ini saatnya Bintang dibawa ke istana untuk bertemu langsung dengan ratu negeri atas angin, Ratu Alena Pitaloka. Hakim Siva dan Lavenia tampak datang sendiri untuk bersama-sama Leali Dolphin untuk membawa Bintang ke istana. Di dalam tempat kediamannya, terlihat sosok Leali Dolphin berdiri berhadapan dengan sosok Bintang yang sudah mengenakan pakaian lengkap, di kedua tangan Leali Dolphin terlihat Kalung Batu Langit terpegang, tapi kedua mata Leali Dolphin yang menatap kearah mata Bintang tampak mulai menjatuhkan butiran-butiran air mata. Leali Dolphin seakan tidak tega untuk memasangkan Kalung Batu Langit keleher Bintang.
“Tabahkan hatimu Leali, yakinlah kakak bisa mengatasi semuanya” ucap Bintang lagi seraya meraih kedua tangan Leali Dolphin yang memegang Kalung Batu Langit, dengan kedua tangannya, Bintang membantu Leali Dolphin memasangkan Kalung Batu Langit kelehernya. Dan air mata dikedua mata Leali Dol
“Kukira ratu penguasa negeri atas angin sangatlah hebat dan berwawasan luas, tapi rupanya masih belum cukup luas untuk mengetahui kenapa Segel Kutukan Selaput Dara yang bisa mengenai seorang laki-laki” ucap Bintang lagi hingga membuat wajah Ratu Alena Pitaloka berubah. Ucapan yang begitu sangat meremehkannya, kalau saja Ratu Alena Pitaloka tidak penasaran dengan lawan bicaranya saat ini, mungkin sudah dibunuhnya dari tadi. “Lalu apa kau dapat mustika itu dari ayu pitaloka ?!!” tanya Ratu Alena Pitaloka lagi. “Tidak, dia telah menipuku” ucap Bintang berbohong. “Tentu saja dia berbohong... karena Mustika Anting Lanang itu ada di negeri atas angin” ucap Ratu Alena Pitaloka lagi. “Benarkah ?” pancing Bintang. “Benar..” “Mana, coba perlihatkan padaku !!” ucap Bintang lagi hingga membuat wajah Ratu Alena Pitaloka yang termakan jebakan Bintang karena Bintang tau dari Leali Dolphin kalau Mustika Anting Lanang telah h
“Benar nona Thya Sethya, ini suara hamba, lelaki yang ada dihadapan nona” ucap suara Bintang lagi terdengar ditelinganya. Padahal sosok Bintang masih terbujur tak sadarkan diri dihadapannya tapi kenapa dia dapat mendengar suara itu. “Silahkan nona duduk didekat hamba, tempat ini tidak aman untuk berbicara, dinding tempat ini semuanya memiliki telinga, jadi terpaksa hamba menggunakan cara ini untuk berkomunikasi dengan nona... nona kirimkan saja suara hati nona kepada hamba, hamba bisa mendengarnya” ucap Bintang lagi hingga mengejutkan Thya Sethya. Thya Sethya kini terlihat menatap sosok Bintang dengan seksama, dapat dilihatnya pula Kalung Batu Langit yang ada dileher pemuda tersebut. “Bagaimana mungkin dia bisa mengirimkan suara dengan kesaktiannya, padahal dilehernya terbelenggu Kalung Batu Langit” batin Thya Sethya lagi. “Nama hamba Bintang, dan untuk nona Thya Sethya ketahui kalau Kalung Batu Langit ini tidak ada artinya bagi ham
“Apa yang akan kau berikan padaku sebagai timbal baliknya ?” sambung Thya Sethya lagi kepada Bintang. “Seperti yang kukatakan tadi, aku akan membantu perjuangan kalian untuk mendapatkan keadilan” ucap Bintang lagi hingga membuat wajah Thya Sethya. “Aku juga tau kalau nona Thya adalah Hakim Keadilan dulunya” sambung Bintang lagi dengan tersenyum. Wajah Thya Sethya kembali berubah tapi kemudian tersenyum. “Sebaiknya kita cepat tinggalkan tempat ini, aku mendengar serombongan kuda sedang menuju kemari... sepertinya mereka adalah prajurit-prajurit negeri atas angin” ucap Bintang tiba-tiba hingga membuat wajah Thya Sethya berubah. Thya Sethya bukanlah gadis biasa, gelarnya sebagai Hakim Keadilan bukan sembarang gelar, ini tentunya karena kesaktian yang dimilikinya tidaklah rendah. Tapi Thya Sethya tak mendengar ada derap kaki kuda yang tengah menuju kearahnya. “Bagaimana tuan Bintang bisa mengetahuinya kalau itu adalah prajurit-prajurit negeri atas angin ?” tanya
“Saya belum tau banyak tentang negeri ini, kenapa sampai ratu membuat UU yang mengekang hak kebebasan rakyat negeri atas angin, lalu kenapa kedudukan laki-laki disini sangat rendah sekali ?” tanya Bintang lagi hingga membuat Thya Sethya terlihat menarik nafas panjang mendengarnya. Thya Sethya terlihat menatap langit untuk memulai ceritanya. “Pernikahan maharaja dan maharatu tidak berlangsung baik, karena setelah sekian lama menikah, maharaja dan maharatu belum juga mendapatkan keturunan, ini seperti karma yang terjadi pada maharaja terdahulu yang juga mengalami hal yang sama, maharaja akhirnya mengambil maharatu kedua dengan harapan dapat memberikannya keturunan guna menjadi pewaris negeri atas angin dan keinginan maharaja akhirnya terwujud, maharatu kedua mengandung hingga akhirnya melahirkan seorang putri, tapi sayang nasib buruk dialami maharaja yang meninggal karena sakit, kematian maharaja rupanya membuat maharatu pertama, Ratu Alena pitaloka bertindak kejam, tahta keku
Seberkas cahaya kuning keemasan tampak menghampar memecah kegelapan malam dan sinar keemasan itu langsung berputar disekeliling tubuh Bintang yang membuat para siluman menghentikan serangannya dan dengan cepat melompat mundur. Sinar keemasan yang berputar-putar mengelingi tubuh Bintang terlihat seperti tengah berusaha melindungi Bintang dan begitu para siluman melompat mundur, sinar keemasan ini tampak berputar-putar didepan sosok Bintang seakan ingin menjadi pelindung Bintang. Graaauummmm...!!! Tiba-tiba saja dari sinar keemasan itu terdengar auman dahsyat yang membuat tempat itu bergetar dengan hebat, bahkan para siluman terlihat tersurut mundur. Clebbb !!! Sinar keemasan lenyap dan sebagai gantinya Sesosok harimau berwarna kuning keemasan yang besarnya 2x ukuran harimau biasa muncul dihadapan Bintang, yang lebih menakjubkan dikepala harimau ini terlihat sebuah mahkota emas. Warna keemasan harimau ini agak berbeda dari harimau kuning loreng
Keesokan harinya Bintang dan Thya Sethya segera melanjutkan perjalanan mereka, dan Thya Sethya membawa mereka jauh meninggalkan istana negeri atas angin, langkah keduanya akhirnya tiba disebuah lembah air terjun yang sangat luar biasa besar dan megahnya. Kini Bintang tampak berdiri menatap kagum pancaran air terjun besar yang ada dihadapannya, bias-bias pelangi tampak memancar keluar diberbagai tempat. Sungguh mengagumkan pemandangan yang terhampar dihadapan Bintang dan Thya Sethya saat ini. “Tempat apa ini nona Thya ?” tanya Bintang takjub. “Air terjun pelangi tuan” jawab Thya Sethya singkat. “Sungguh indah dipandang...” “Benar tuan...memang menakjubkan” “Bolehkah saya sebentar membersihkan tubuh ditempat ini nona Thya ?” tanya Bintang lagi. Thya Sethya terdiam sejenak seakan ragu memberikan jawaban, tapi akhirnya kepalanya mengangguk. Keduanya lalu mencari tempat yang agak tersembunyi, Bintang dan Thya Sethya sama-sam
Ratusan orang terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing. Kedatangan Thya Sethya tentu saja mengejutkan bagi semua orang yang tinggal ditempat itu, dari wajah mereka jelas terpancar rasa terkejut melihat Thya Sethya yang kembali dalam keadaan sehat-sehat saja, karena mereka tau Thya Sethya telah ditangkap oleh Ratu Alena dan siapa saja yang tertangkap selama ini tak pernah selamat apalagi kembali dengan selamat. Bintang dapat melihat kehidupan dilembah itu, baik wanita, laki-laki dewasa, remaja maupun anak-anak. Bintang dapat mengetahui kalau sebagian penghuni lembah itu bukan berasal dari negeri atas angin, dan perbedaan antara orang-orang dari negeri atas angin dan dunia luar memang terlihat jelas dari kedua telinga mereka. Dimana telinga orang-orang negeri atas angin sedikit kuncup keatas. Beberapa laki-laki berpakaian layaknya seorang prajurit tampak segera menghampiri Thya Sethya. “Hakim Keadilan!” ucap salah seorang prajurit langsung menjura hormat d
“guru tewas oleh dua utusan Ratu Alena... siluman beruang putih dan beruang hitam” ucap Bintang lagi hingga lagi-lagi membuat Bayuasta terkejut. “Dan kedatangan hamba kemari sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Mbah Suro, secara kebetulan hamba sedang mencari sebuah mustika yang diketahui berada dinegeri atas angin ini” sambung Bintang lagi. “Mustika apa itu ?” Bintang terdiam sejenak, dan ; “Mustika Anting Lanang...” kata Bintang singkat, tapi sudah cukup mengejutkan orang-orang yang ada ditempat itu. “Mustika Anting Lanang, setahu saya mustika itu hilang bersama meninggalnya maharaja” ucap Bayuasta lagi. “Ya saya juga mendengarnya demikian paman” “Mungkin ini sudah takdir tuan Bintang bisa sampai kemari” ucap Bayuasta lagi. “Kita harus membalaskan dendam Suropati” sambung Bayuasta lagi diiringi angguk-anggukan yang lain yang terlihat terbakar semangatnya. “Siapkan perjamuan, kita sambut ke