BINTANG sampai di depan bangunan putih di puncak bukit. Pintu kayu kokoh yang tertutup terbuka sendirinya begitu dia sampai di depannya. Hawa aneh menebar bau wangi keluar dari dalam bangunan.
"Tamu yang sudah lama ditunggu silakan masuk!" Satu suara menggema di sebelah dalam. Karena merasa dirinya memang tidak bersalah, tanpa ragu Bintang ini melangkah masuk. Namun baru saja dia melewati pintu kayu tiba-tiba dua orang Dewi berpakaian merah muda menyambutnya. Bukan dengan keramahan tapi dengan todongan dua batang tombak. Tombak kedua siap menghunjam di dadanya, tepat di arah jantung.
Dua orang Dewi lagi muncul di hadapan Bintang. Yang sebelah depan berkata. "Sebelum masuk kami harus menggeledehmu lebih dulu. Jika kau membawa senjata, harus diserahkan pada kami. Selain itu dua tanganmu harus kami amankan!"
Begitu selesai berucap Dewi ini angkat tangan kanannya. Ternyata dia sudah menyiapkan segulung tali berwarna kuning. Tali ini kelihatannya buruk dan lapuk. Tap
"Jin Obat, kau boleh tidak percaya. Tapi aku bersumpah tidak pernah berbuat yang tidak-tidak padanya”"Aku tahu kau memang tidak berbuat yang tidak- tidak. Berarti kau berbuat yang iya-iya!" Jin Obat Seribu tekap mulutnya agar tawanya tidak meledak."Bunda Dewi, pemuda bernama Bintang itu ada di sini. Dia akan bicara padamu," Dewi Awan Putih memberi tahu.Mendengar ucapan Dewi Awan Putih itu Bunda Dewi keluarkan suara terisak. Lalu seperti tadi dia kembali memanggil-manggil Bintang. Dua matanya tetap saja terpejam. Dewi Awan Putih memberi isyarat pada Bintang agar dia segera bicara dengan Bunda Dewi.Dengan kuduk masih dingin Bintang bergerak mendekati kasur ketiduran. "Bunda Dewi, aku Bintang. Aku datang untuk meluruskan yang tidak benar. Antara kita sebelumnya tidak pernah melakukan hubungan apapun. Mengapa kau berucap berkepanjangan bahwa kita pernah melakukan hubungan badan. Bahwa akulah yang menghamili dirimu”"Bintang,
Dewi Awan Putih melompat jauhkan diri. Beberapa Dewi pengawal terpekik. Sebelum lintah-lintah itu lari berkeliaran Jin Obat Seribu arahkan sinar yang keluar dari telapak tangannya."Cesss! Cesss! Cesss!"Satu persatu ketiga belas lintah hitam itu menggeliat hangus lalu berubah menjadi bubuk-bubuk hitam! Dewi Bunda sendiri saat itu tegak tertegun dengan muka pucat Matanya mendelik. Mulutnya masih ternganga walau tak ada lagi darah atau lintah yang menyembur keluar. Dalam keadaan seperti itu kembali Bunda Dewi keluarkan jeritan mengerikan. Lalu tubuhnya huyung. Sebelum roboh ke lantai ruangan. Bintang cepat merangkul pinggang Dewi ini lalu membaringkannya di atas kasur. Saat itu kelihatan jelas bagaimana perut sang Dewi telah kempis hampir sama rata dengan pinggul dan dadanya!"Dewi Awan Putih, kau dan semua yang ada disini!" Jin Obat Seribu membuka mulut. "Kalian semua menyaksikan sendiri! Yang keluar dari perut Dewi Buda bukan jabang bayi. Tapi tiga belas
"Aneh," pikir Jin Tangan Seribu sambil terus mengikuti. "Kalau dia lari, seharusnya dia kembali ke tempat kediamanku. Memberi tahu bahwa dia gagal. Tapi mengapa Pamanyala malah lari ke jurusan lain? Aku harus menguntit terus. Aku harus tahu menuju kemana mahluk satu ini! Sebenarnya aku sudah lama bercuriga. Jangan-jangan dia sengaja memperhambakan diri padaku untuk satu maksud jahat!"Ketika sang surya condong ke barat dan di depannya kelihatan gugusan batu-batu warna kelabu, Jin Tangan Seribu mulai menyadari kemana tujuan mahluk yang diikutinya. Dia kenal betul kawasan itu karena pernah mendatanginya sebelumnya."Di depan kawasan berbatu-batu sana ada sebuah bukit. Di bukit itu terletak Istana Surga Dunia, sarang Jin Muka Seribu. Agaknya kesanalah tujuan Pamanyala! Aneh, mengapa mahluk ini menuju Istana Surga Dunia? Apa hubungannya dengan Jin Muka Seribu? Ah! Bukan mustahil..."Di depan sana Pamanyala menyelinap di antara batu-batu besar warna kelabu. Tak lama
KITA kembali pada Jin Terjungkir Langit alias Pasedayu dan Jin Selaksa Angin alias Ruhpingitan. Seperti dikisahkan dalam Episode sebelumnya ("Cincin Maharaja Jin") sepasang suami istri yang saling terpisah selama puluhan tahun itu akhirnya bertemu. Keduanya berpeluk bertangisan penuh gembira tapi juga penuh haru di dalam sebuah danau kecil."Peluk tubuhku erat-erat Ruhpingitan. Kalau tidak aku akan meluncur terbalik, kepala masuk ke dalam air, kaki mencuat di atas danau. Kau akan bingung memegangi tubuhku! Ha... ha... ha. ""Pasedayu suamiku, derita sengsaramu akan berakhir hari ini!" kata Ruhpingitan sambil memeluk erat Pasedayu dan membelai rambut putihnya yang basah kuyup. "Kau tahu, sendok sakti terbuat dari emas itu ada padaku.""Astaga! Apa katamu?!" Pasedayu terkejut seolah tak percaya akan pendengarannya."Sendok Pemasung Nasib ada padaku." Bisik Ruhpingitan."Keterangan pemuda asing bernama Bintang itu ternyata benar. Dia pernah mengatakan
DI DALAM danau, Bayu yang memang memiliki kepandaian luar biasa dalam hai berenang, bergerak cepat mengejar Jin Lintah Hitam yang merampas Sendok Pemasung Nasib. Bayu melihat jelas Jin Lintah Hitam memegang sendok emas sakti di tangan kanannya. Bayu sampai beberapa kali berusaha merampas kembali benda itu. Namun gerakan Jin Lintah Hitam selain gesit sekaligus licin. Padahal Bayu juga telah mengeluarkan ilmu melicinkan tubuh yang disebut Ilmu IKan Paus Putih. Tetap saja Bayu tidak mampu mengambil Sendok Pemasung Nasib itu.Setelah berenang meliuk-liuk aneh beberapa kali, Jin Lintah Hitam melesat ke arah kiri berusaha melarikan diri. Sebelum dia berhasil mencapai tepian danau sebelah tenggara, Bayu cepat mengejar dan sempat mencekal salah satu kakinya. Tak terduga mahluk yang sosoknya licin ini menarik kakinya sambil berbalik dan lancarkan tendangan dengan kakinya yang lain.Membuat gerakan menendang di dalam air bukan satu hal yang mudah. Bukan saja karena dua kaki tida
Bayu sendiri saat itu terduduk di tanah. Sambil mengusap-usap dadanya yang terasa sakit bekas tendangan Jin Lintah Hitam, Bayu memandang berkeliling. "Kalau saja Bintang ada di sini, mungkin kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Dimana Bintang berada sekarang? Jangan-jangan keselamatannya juga terancam. Dewi Awan Putih, apa tujuanmu melarikan sahabatku itu?" Selagi merenung-renung seperti itu, selintas pikiran muncul di benak Bayu. Dia bangkit berdiri, memandang pada Jin Terjungkir Langit, lalu pada Ruhpingitan."Bayu, kau agaknya hendak mengatakan sesuatu!" ujar Ruhpingitan."Benar, Nek," jawab Bayu. "Aku ingat ucapan kalian. Jika betul Jin Lintah Hitam anak buah Jin Muka Seribu, maka menurutku besar kemungkinan yang melarikan mayatnya adalah Jin Muka Seribu sendiri atau orang-orang suruhannya. Sebabnya lain tidak karena Jin Muka Seribu ingin mendapatkan Sendok Pemasung Nasib yang telah ditelan mahluk itu!""Kalau dibelakang semua ini memang Jin Muka Seribu
"Siapa yang barusan bicara?! Mengapa tidak unjukkan diri?!" Orang bernama Pajohor membentak. Dia lalu saling membagi pandang dengan tiga temannya.Kembali menggema suara tawa mengekeh. Lalu dari kegelapan muncul sesuatu, mengapung di udara, bergerak ke arah ke empat orang itu. Begitu melihat siapa yang muncul terkejutlah orang-orang dari Istana Surga Dunia ini."Jin Terjungkir Langit!" Dua di antara mereka berseru. Yang dua lagi segera bersiap sedia, menggerakkan tangan ke pinggang masing-masing dimana terselip sebilah parang. Walau dalam kegelapan namun masih bisa terlihat bagaimana wajah ke empat orang ini jadi berubah begitu mengenali siapa adanya orang yang muncul."Suamiku tidak datang sendiri! aku menemaninya!" Tiba-tiba satu suara lain terdengar. Suara perempuan, disusul tawa cekikikan dan ditutup suara butt prett! Satu bayangan kuning berkelebat. Di samping Jin Terjungkir Langit kini tegak berdiri si nenek tukang kentut Jin Selaksa Angin."J
Betina Bercula melangkah mendekati Bayu dan sementara sambil senyum-senyum dan gosok-gosok telapak tangannya."Aku sudah menggeledah! Tapi Sendok Pematung Nasib itu tak ada pada mereka!" Betina Bercula memberi tahu."Lalu apa saja yang kau temukan?" tanya Bayu."Apa saja yang kau lakukan?" menyambung Arya."Yang kutemukan hanya dua pisang batu buruk rupa! Yang kulakukan cuma meremas. Masih untung tak kukupas kulitnya! Hik... hik... hik!" Betina Bercula tertawa cekikikan. Ketiga orang-orang itu lalu menemui Pasedayu dan Ruhpingitan. Mereka semua merasa heran. Keempat orang dari Istana Surga Dunia itu, dari pembicaraan mereka yang sempat didengar, sudah dapat dipastikan sebagai orang-orang Jin Muka Seribu yang disebar untuk mencari Sendok Pemasung Nasib. Tapi anehnya sendok emas sakti itu tidak ditemukan. Kalau masih berada di dalam perut Jin Lintah Hitam, lalu dimana mayat mahluk itu mereka sembunyikan?"Seharusnya kau menanyai dulu pada