Dua sosok penunggang kuda paling depan tampak langsung turun dari punggung kuda mereka, salah satunya memang adalah Pangeran Harihara Akbar, sedangkan disebelahnya tak lain adalah Bintang adanya.
Bila Maharaja Harihara Raya dan Tuan Perdana Menteri Bukka Raya tampak langsung ikut turun dari punggung kuda mereka untuk melangkah kedepan, berbeda dengan Putri Ahisma Raya yang tampak menatap kearah Bintang dengan tatapan berbeda. Sosok Bintang memang sedikit berbeda sekarang, terutama dibagian rambut, rambut Bintang kini tidak lagi panjang dikuncir kuda, melainkan pendek dengan ikat kepala melingkar dikepala. Sementara Bintang hanya tampak melemparkan senyum kearah istri tercintanya, Putri Ahisma Raya.
“Ayahanda!” ucap Pangeran Harihara Akbar terlihat langsung bersimpuh berlutut dihadapan Maharaja Harihara Raya. Tapi Maharaja Harihara Raya dengan cepat menangkap kedua pundaknya, lalu mengangkatnya, dengan penuh haru, keduanya saling memeluk melepas rindu antara
Semua sudah berkumpul di aula pertemuan istana Wijayanagara yang megah, Pangeran Harihara Akbar tampak sedang menceritakan apa yang dialaminya hingga akhirnya Bintang datang menyelamatkannya. Hingga saatnya tiba untuk Bintang menceritakan tentang perjalanannya untuk membebaskan Pangeran Harihara Akbar.Dari perjalanannya di Kesultanan Bidar, Kesultanan Berar, Kesultanan Golkonda, Kesultanan Bijapur dan terakhir di Kesultanan Ahmadnagar, hingga akhirnya Bintang bisa menyelamatkan Pangeran Harihara Akbar, tapi tentu saja Bintang hanya bisa menceritakan yang perlu diceritakannya saja, tanpa menceritakan secara keseluruhan.“Bintang.. Aku benar-benar tak tau bagaimana harus mengucapkan terima kasih padamu karena telah menyelamatkan Akbar” ucap Maharaja Harihara Raya lagi. Akbar adalah panggilan Maharaja Harihara Raya kepada Pangeran Harihara Akbar.“Ayahanda tak perlu berterima kasih. Kakanda Akbar juga kakak ipar hamba. Jadi suda
“Bukannya berat kanda, tapi memang kanda yang tak bisa menahan nafsu yang kanda miliki” ucap Ahisma setelah mendengar pertualangan Bintang diberbagai kesultanan, termasuk pertualangan birahinya. Hanya saja memang ada beberapa yang memang tak Bintang ceritakan. Yaitu percumbuannya dengan Dewi Awatara, Putri Jodhaa Rai dan Putri Angkat Tuan Bukka Raya, Adriana, Bintang masih ingin menjaga perasaan Ahisma yang mendengarnya.Dengan lembut Bintang membelai wajah jelita Ahisma. “Maafkan kanda ya dinda.”“Maaf untuk apa kanda?”“Kanda tak bisa menjaga hati kanda untuk dinda” ucap Bintang tapi lagi-lagi Ahisma tersenyum seraya menarik nafas panjang.“Entah bagaimana dinda nanti harus menjelaskan hal ini pada dinda-dinda yang lain.” ucap Ahisma terlihat menarik nafas panjang.“Maafin kanda ya dinda” ucap Bintang lagi“Minta maafnya nanti sama dinda-dinda yang lain
“Dia juga memiliki nadi dewa sama seperti kanda, dinda” jelas Bintang hingga semakin berubahlah wajah Ahisma mendengar hal itu.“Di zaman seperti ini, masih ada seorang dewi yang masih hidup kanda. Berapa umurnya kanda?” tanya Ahisma lagi.“Entahlah dinda, mungkin ratusan tahun, atau bahkan sudah ribuan tahun” ucap Bintang menjelaskan.“Dengan umur begitu, berarti dia sudah sangat tua kanda”“Umurnya memang tua dinda, tapi wajahnya seperti wanita yang masih berumur 40 tahunan, karena katanya saat dia mempelajari Ilmu Dewa, pertumbuhan usianya berhenti di usia 40 tahun” jelas Bintang lagi.“Ilmu dewa apa yang dipelajarinya kanda?”“Ilmu Purana Awatara.” ucap Bintang.“Ilmu seribu wujud.” ulang Ahisma lagi dengan wajah terkejut. Rupanya Ahisma mengetahui tentang ilmu Purana Awatara.“Bena
Beberapa hari berlalu, Wijayanagara terlihat mulai sibuk mempersiapkan berbagai macam persiapan. Tuan Bukka Raya, Bintang, Pangeran Harihara Akbar dan Putri Ahisma Raya bergerak cepat mempersiapkan segala persiapan untuk peperangan yang akan terjadi dalam waktu dekat.Hari itu, Maharaja Harihara Raya kembali mengumpulkan para petinggi, pejabat, jago-jago istana dan jenderal-jenderal Wijayanagara di aula strategi. Turut hadir, Pangeran Harihara Akbar, Putri Ahisma Raya dan Bintang. Suasana tampak begitu sangat riuh di aula strategi, semua tampak tengah membahas peperangan yang sebentar lagi mungkin akan terjadi.Diantara semua yang hadir ditempat itu, ada sepasang mata yang sejak tadi terus menatap kearah Bintang. Bintangpun terkadang ikut menatap kearahnya dan keduanya saling melempar senyum. Sosok ini tampak duduk disebelah Perdana Menteri Bukka Raya. Dia adalah sosok gadis berparas cantik jelita yang tak asing lagi bagi Bintang, karena dia ada
“Wilayah Wijayanagara dikelilingi oleh lautan, baik dari kiri dan kanan maupun belakang, mereka pasti akan memanfaatkan hal ini dengan menyerang dari ketiga sisi dengan kekuatan 25.000 infanteri laut mereka. Sedangkan dari depan, mereka juga akan mengerahkan 100.000 infanteri darat mereka. Apakah ada saran mengenai hal ini?” tanya Perdana Menteri Bukka Raya lagi. Semua terdiam mendengar hal itu. Terlihat satu sama sama lain terlihat saling pandang.“Perdana menteri” salah seorang jago istana tampak bangkit berdiri dengan menjura hormat. “Untuk menambah kekuatan Wijayanagara, bagaimana kalau kita membuka pendaftaran para pendekar. Seperti yang diceritakan oleh Tuan Bintang, kalau kesultanan-kesultanan musuh telah banyak membuka pendaftaran para pendekar untuk menambah kekuatan mereka” ucap jago istana itu lagi seraya kembali menjura hormat dan kembali duduk ditempatnya.Putri Ahisma Raya tampak bangkit berdiri, seper
Semua terlihat menarik nafas mendengar ucapan Putri Ahisma Raya, ada rasa kecewa karena tidak mendengar langsung strategi peperangan Putri Ahisma Raya, tapi mereka juga membenarkan ucapan Putri Ahisma Raya tentang kebocoran strategi peperangan, karena bisa saja ada mata-mata diantara mereka. Hal ini tentu saja sangat berbahaya bagi Wijayanagara.“Baik Tuan putri!” ucap semua orang yang ada ditempat itu hampir bersamaan menjawab perintah Putri Ahisma Raya. Putri Ahisma Raya tampak mengangguk mantap melihat hal itu.Sementara itu Maharaja Harihara Raya, Perdana Menteri Bukka Raya dan Bintang hanya tampak tersenyum melihat semangat dan kekompakan semua orang yang ada ditempat itu untuk mendukung taktik peperangan yang akan digunakan oleh Putri Ahisma Raya.Di akhir pertemuan.“Tuan Bintang.” sebuah suara terdengar menyapa Bintang sebelum Bintang pergi beranjak meninggalkan tempat itu. Bintang yang saat itu bersama Putri Ahism
“Apa yang kau katakan Adriana!” ucap Prajurit Arkhan dengan sedikit keras dengan wajah sedikit memerah.“Kau sudah dengar. Aku tak bisa menikah denganmu, karena aku sudah tak mencintaimu lagi Arkhan!” ucap Putri Ahisma Raya tak kalah keras seraya ingin melangkah pergi. Tapi tangannya digenggam dengan keras oleh Prajurit Arkhan hingga langkah Adriana tertahan.“Kenapa? apa salahku? apa yang salah dengan hubungan kita?” ucap Prajurit Arkhan lagi keras.“Tidak ada salah dengan hubungan kita! hanya saja.. Aku telah mencintai laki-laki lain, Arkhan!” ucap Adriana lagi seraya menghempaskan tangannya dari genggaman tangan Prajurit Arkhan. Prajurit Arkhan terkejut merasakan tenaga yang sangat kuat menghempas tangannya hingga genggamannya terlepas.“Siapa laki-laki itu, Adriana?!” bentak Prajurit Arkhan.“Kau tak perlu tau Arkhan. Mulai sekarang, hubungan kita sudah berakhir.” ucap Adri
“Ikut denganku, kak.”Kembali terdengar suara kecil Adriana seraya terbang menjauh dari Bintang. Bintang sendiri tetap diam seolah ragu untuk melakukan permintaan Adriana, sejenak Bintang memperhatikan Ahisma yang tengah tertidur pulas dipelukannya.“Ayo kak.”Kembali terdengar suara kecil Adriana yang rupanya kembali terbang kedekat Bintang. Bintang terlihat menarik nafas panjang, karena kalau hal ini dibiarkan bisa-bisa Ahisma terbangun.Dengan kode tangannya, Bintang menyuruh nyamuk Adriana keluar terlebih dulu dari kamarnya, maka nyamuk jelmaan Adrianapun segera terbang meninggalkan kamar Bintang. Bintang sendiri kini dengan sangat hati-hati melepaskan dirinya dari pelukan Ahisma, turun dari peraduan dan segera mengenakan pakaiannya kembali.Kembali dengan sangat hati-hati Bintang keluar dari kamar, sebelum keluar, Bintang kembali menolehkan pandangannya kearah peraduannya dimana terlihat sosok Ahisma masih tertidur lela