KEESOKAN MALAM.
Putri Jodhaa Rai terlihat sangat gelisah dikamarnya, berulang kali Putri Jodhaa Rai berjalan hilir mudik dikamarnya seperti orang yang sedang bingung.
“Malam ini, tuan Bobou dan Nona Anvesh akan menyelamatkan Pangeran Harihara Akbar. Ini tak boleh dibiarkan” ucap Putri Jodhaa Rai pelan, seakan berkata pada dirinya sendiri.
“Penjaga penjara adalah tuan Dhalsim. Tuan Bobou tidak akan bisa mengalahkannya. Bagaimana bila tuan Bobou kalah dan tertangkap, ayahanda pasti akan menghukum mati tuan Bobou seperti ayahanda menghukum mati semua mata-mata yang tertangkap” ucap Putri Jodhaa Rai lagi terlihat semakin gelisah.
“Aku tak bisa membiarkan hal ini terjadi. Aku tak bisa” ucap Putri Jodhaa Rai terlihat semakin gelisah dan bingung. Berulang kali berjalan mondar mandir, akhirnya Putri Jodhaa Rai terlihat menghentikan langkahnya.
“Aku harus bisa mengurungkan niat tuan Bobou untuk pergi malam ini. Aku
Jodhaapun memberikan buah yang ada ditangannya, entah sengaja atau tidak, Bintang melahap buah itu sampai ke jarinya, sehingga bibir Bintang menyentuh jarinya. Putri Jodhaa Rai tarik jarinya dari mulut Bintang pelan sekali, sembil tersenyum.“Mau lagi?” tawarnya, Bintangpun mengangguk.Suapan kedua ini jarinya lebih lama berada di dalam mulut Bintang. Sengaja tidak Bintang lepaskan dan si empunya jari lentik itu tidak keberatan, Putri Jodhaa Rai hanya diam menunggu. Tangan kiri Bintang bergerak menyentuh tangan kanannya dengan lembut, Putri Jodhaa Rai tidak menolak. Bintang tempatkan telapak tangannya yang lembut di pipinya, sambil menatap wajah jelitanya. Wajahnya bersemu merah. Mata keduanya saling menatap, wajah keduanya semakin mendekat… dekat dan dekat… sehingga Bintang rasakan nafasnya menyentuh wajah Bintang. Tangan kanan Bintang meraih dagunya yang lembut seolah tidak ada tulang di dagunya itu. Sedikit Bintang tarik dagunya sehingga bi
MALAM berjalan semakin larut, sebentar lagi sepertiga malam akan datang. Sebuah bukit batu tampak menjulang tinggi disebelah selatan kotaraja Ahmadnagar, dari kejauhan terlihat puncak bukit batu itu cukup terang. Diatas bukit batu tersebut ternyata terhampar hamparan bebatuan yang disekelilingnya tampak dipenuhi oleh pepohonan yang rimbun dedaunan, sementara itu tak jauh dari hamparan bebatuan tersebut terbentang sebuah aliran sungai berair jernih yang tidak terlalu lebar ukurannya.Cahaya terang yang ada diatas bukit yang terlihat dari kejauhan rupanya berasal dari belasan obor api yang dinyalakan secara berjejer berkeliling ditempat itu, belasan obor itu bermuara pada sebuah goa batu yang cukup besar mulut goanya, dari dalam goa juga terlihat semburat cahaya obor yang meneranginya, didepan pintu goa, terlihat sebuah api unggun menyala terang, didekatnya terlihat dua sosok tubuh tengah menunggui api unggun tersebut, diatasnya terlihat seekor kambing guling yang tela
Pakaian yang bergulung-gulung terbang keatas itu, tiba-tiba saja berhenti ditengah jalan, sementara Bintang yang sedang bersalto tinggi terus berkelebat cepat kedepan.Wuuuttt!Sebuah cambuk terlihat langsung melesat kearah Bintang, cambuk yang mengeluarkan kobaran api itu terlihat memanjang kearah Bintang.Zgggrrrgggkkk....!Tiba-tiba saja cambut yang memecut panjang itu berhenti diudara, terlihat dari ujung cambuk membeku, kebekuan itu menjalar hingga kebawah memadamkan api yang berkobar disepanjang cambuk tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi?Pakaian terbang melayang yang berhenti diudara terlihat dibagian bawah pakaian tersebut telah membeku diudara hingga gerakan pakaian terbang melayang itu terhenti, kebekuan itu semakin menjalar keatas hingga sosok wanita Bayang Bayang kembali melompat turun dari pakaian terbang yang membeku, meninggalkan pakaian terbang melayangnya yang membeku diudara, sementara itu cambuk Pendekar Cambuk Apipun terlihat
“Rupanya dia juga bisa membelah suara empat penjuru angin” batin Bintang dengan bersikap waspada. Bintang sudah dapat menebak kalau suara tanpa wujud itu adalah suara yang berasal dari seseorangyang disebut Putri Jodhaa Rai sebagai tuan Dhalsim.“Berani sekali kau masuk tempat ini, mau cari mati!” kembali terdengar suara Dhalsim menggema ditempat itu.Merasa digertak, Bintangpun tak mau kalah, maka ;“Jangan bertindak pengecut Dhalsim, tunjukkan dirimu kalau bukan pengecut!” ucap Bintang dengan suara yang juga menggema dari berbagai penjuru. Rupanya Bintangpun ikut menggunakan ajian Membelah Suara 4 Penjuru Angin. Suasana berubah sunyi, tak ada tanggapan dari suara tanpa wujud itu yang Bintang yakini adalah tuan Dhalsim.Satu sosok tubuh muncul dari arah atas. Terbang secara perlahan turun kebawah. Dan saat berada dibawah. HEBAT, sosok itu tampak berdiri diudara menjejak angin.Sosok seorang kak
KEPALAN tangan berwarna merah hitam metalik raksasa terlihat dilangit diwaktu menjelang pagi itu. Bila dilihat lebih teliti, kepalan tangan raksasa itu bersumber dari sosok seorang laki-laki bertubuh besar yang tak lain adalah Dhalsim yang tengah memantul angker diudara. Dibawahnya terlihat sosok pendekar muda kita, ksatria pengembara yang tengah berdiri memandang kearah kepalan tangan merah hitam raksasa itu. Dibelakang Bintang berdiri pula sosok jelita Ratu Neraka Es yang memandang terkesima kearah kepalan tangan raksasa yang ada dilangit. Ratu Neraka Es kembali mengalihkan pandangannya kearah Bintang, menantikan apa yang akan dilakukan Bintang menghadapi jurus dahsyat Dhalsim.“Tuan..” ucap Ratu Neraka Es“Mundurlah lebih jauh Nona Anvesh” ucap Bintang tanpa menoleh. Tanpa banyak membantah, Ratu Neraka Espun segera menjauh dari Bintang.Sementara itu ;Tappp !!!Bintang tampak menyatukan kedua tangannya didepan dada dan m
Kini terlihatlah sosok Dhalsim yang masih berdiri terpaku diudara dengan tangan kanan yang telah buntung akibat terkena serangan Reinkarnasi Raja Bintang, wajahnya pucat, seputih kain kafan.Wuuugghhh !!! Wuuugghhh !!! Wuuugghhh !!!Tiba-tiba saja disekeliling sosok Dhalsim bermunculan balok-balok es yang telah mengepung rapat sosok Dhalsim.Debbbhh ! Debbbhh ! Debbbhh ! Debbbhh !Belum lagi Dhalsim menyadari keadaan dirinya, balok-balok es itu sudah merapat kearah dirinya dan langsung membentuk sebuah kurungan penjara yang menutup sosok Dhalsim didalamnya. Dalam sekejap saja terlihat sosok Dhalsim sudah terdiam beku didalamnya. Perlahan kurungan balok-balok es itu turun kembali kebawah hingga akhirnya menempel kembali ketanah. Terlihat sosok Dhalsim yang membeku didalam penjara balok-balok es tersebut.Serrrr !!!Sosok Ratu Neraka Es kini sudah berdiri dihadapan sosok Dhalsim yang terkurung didalam balok-balok es miliknya.W
“Ada apa Letnan?” tanya Bukka Raya cepat.“Prajurit kita yang menjaga perbatasan memberikan pesan, Tuan perdana menteri” ucap Letnan itu lagi.“Pesan apa Letnan?” tanya Maharaja Harihara Raya cepat.“Tuan Bintang sudah kembali” ucap Letnan itu lagi sehingga membuat wajah-wajah yang ada ditempat itu berubah. “Bersama Pangeran Harihara Akbar” sambung Letnan hingga kembali membuat wajah Maharaja Harihara Raya, Tuan Perdana Menteri Bukka Raya dan juga Putri Ahisma Raya kembali berubah cepat.“Apakah pesan itu sudah dikonfirmasi kebenarannya Letnan?” tanya Tuan Perdana Menteri Bukka Raya cepat.“Sudah Tuan Perdana Menteri, sudah dapat dipastikan kalau pesan itu benar” sambung Letnan Wijayanagara itu lagi.Mendengar hal itu, seketika saja Maharaja Harihara Raya bangkit berdiri dari kursinya.“Ayo kita sambut mereka Bukka Raya.. Ahisma..”
Dua sosok penunggang kuda paling depan tampak langsung turun dari punggung kuda mereka, salah satunya memang adalah Pangeran Harihara Akbar, sedangkan disebelahnya tak lain adalah Bintang adanya.Bila Maharaja Harihara Raya dan Tuan Perdana Menteri Bukka Raya tampak langsung ikut turun dari punggung kuda mereka untuk melangkah kedepan, berbeda dengan Putri Ahisma Raya yang tampak menatap kearah Bintang dengan tatapan berbeda. Sosok Bintang memang sedikit berbeda sekarang, terutama dibagian rambut, rambut Bintang kini tidak lagi panjang dikuncir kuda, melainkan pendek dengan ikat kepala melingkar dikepala. Sementara Bintang hanya tampak melemparkan senyum kearah istri tercintanya, Putri Ahisma Raya.“Ayahanda!” ucap Pangeran Harihara Akbar terlihat langsung bersimpuh berlutut dihadapan Maharaja Harihara Raya. Tapi Maharaja Harihara Raya dengan cepat menangkap kedua pundaknya, lalu mengangkatnya, dengan penuh haru, keduanya saling memeluk melepas rindu antara