Keesokan harinya. Semua murid Padepokan Cakra Buana sudah berkumpul dikamar Begawan Cakra Buana. Begawan Cakra Buana tampak sudah mulai tersadar dari keadaannya. Hal ini tentu saja disambut senyum bahagia oleh seluruh murid Padepokan Cakra Buana.
“Buana, cepat panggil raden Bintang kemari?”
“Baik kak Rajata”. Ucap Buana dengan cepat menuju kekamar Bintang. Tak lama Buana telah kembali bersama Bintang dan Yuki.
“Begawan”. Ucap Bintang dengan cepat berada disisi Kakek berpakaian pertapa tersebut tak lain adalah Begawan Cakra Buana.
“Bintang...”. Ucap Begawan Cakra Buana tersenyum, begawan tampak mencoba bangkit, Bintang dengan cepat membantunya, Begawan Cakra Buana langsung memeluk Bintang dengan erat, seperti seorang ayah yang merindukan anaknya. Hal ini tentu saja sangat mengharukan bagi semua orang yang ada ditempat itu, termasuk Yuki yang saat itu tanpa sadar meneteskan air matanya. Kalau saja Buana
BEBERAPA hari berikutnya, berkat pengobatan dan perawatan Bintang, Begawan Cakra Buana telah benar-benar sembuh dari keadaannya, sekarang Bintang secara khusus diminta menghadap Begawan Cakra Buana di goa di tepi air terjun gelagah yang berada tak jauh dari Padepokan Cakra Buana. Dulu ditempat ini pula Bintang mendapatkan tuah petir dan menerima gemblengan langsung dari Begawan Cakra Buana. Kini Bintang sudah berdiri menatap kearah air terjun besar yang ada dihadapannya. Kenangan lama sempat terlintas dipikiran Bintang, mengingat masa-masa yang telah lalu.“Wwuusshhh...weeerrr...”. tiba-tiba saja air terjun besar yang ada dihadapan berdesir keras dan secara perlahan air terjun itu membelah seperti tirai yang terbuka, seakan memberikan Bintang jalan dan hal ini membuat Bintang tersadar akan lamunannya.“Silahkan masuk Bintang...”. seiring dengan terbukanya air terjun tersebut, sebuah suara terdengar dari dalam air terjun tersebut. Dan Bintang yak
“Setelah menikah, eyang Mandalaksana memutuskan untuk menetap di Gunung Bromo dan merubah namanya menjadi Pertapa Gunung Bromo, eyang Mandalaksana memiliki 2 orang anak, dua-duanya perempuan. Yang pertama dipersunting oleh seorang raja, tapi aku lupa dari kerajaan yang mana, dan yang kedua adalah istriku, eyang Mandalaksana juga memiliki beberapa orang murid, tak perduli orang itu dari golongan putih ataupun golongan hitam, asalkan bisa memberikannya sebuah pusaka, maka eyang Mandalaksana itu akan menerimanya sebagai murid, tak terhitung kesaktian yang dimiliki oleh eyang Mandalaksana, tapi yang menjadi andalan eyang Mandalaksana adalah kesaktian Gunung Bromolah yang membuat namanya besar di jagat dunia persilatan dan yang paling mengerikan dari eyang Mandalaksana, beliau memiliki ajian Titah Dewa atau Kutukan Dewa, apapun yang diucapkannya dengan sungguh-sungguh akan jadi suatu kutukan...”. Begawan Cakra Buana menghentikan sebentar ceritanya, sem
GUNUNG BROMO adalah sebuah gunung merapi aktif yang berdiri kokoh, dari kejauhan sudah terlihat betapa perkasa dan kokohnya Gunung Bromo dipandangan mata, keperkasaan Gunung Bromo sudah menjadi gunjingan banyak orang, hal ini dikarenakan sepasang suami istri sakti yang tinggal diGunung Bromo. Eyang Mandalaksana atau yang lebih dikenal sebagai PERTAPA GUNUNG BROMO & Eyang Putri yang juga dikenal sebagai DEWI SELENDANG NAGA, demikianlah nama kedua tokoh sakti itu, tapi baru-baru ini Gunung Bromo kembali menjadi perhatian karena Pertapa Gunung Bromo tengah mengadakan sayembara untuk mencari suami untuk cucunya, RORO PUTRI SRIKANDI.Banyak pangeran, putra mahkota dan raja-raja muda dari berbagai daerah yang mengikuti sayembara tersebut, tapi tak satupun yang bisa memenuhi syarat sayembara tersebut, dan hal ini sudah berlangsung selama enam bulan. Ada 3 syarat utama untuk memenangkan sayembara tersebut :Calon suami harus bisa mengalahkan Roro Put
“Oh...mari nek...”. Kata Bintang dengan cepat mengambil ayam dan membaginya untuk nenek dan gadis yang bersamanya yang sejak tadi hanya diam.Eyang putri terlihat dengan senang mengambilnya dan membagikannya dengan Roro. “Loh, untuk kisanak?”. ucap eyang putri terkejut saat menerima semua ayamnya.“Tadi hamba sudah nek, silahkan nenek dan cucu nenek saja yang menikmatinya”. Ucap Bintang tersenyum, eyang putri sedikit terkejut mendengarnya.“Bagaimana kisanak bisa menebak kalau gadis ini adalah cucu nenek?”“Hamba hanya menebak dan membandingkan umurnya saja nek”. Ucap Bintang tersenyum, eyang putri balas tersenyum mengagumi kecerdasan pemuda dihadapannya.“Silahkan dimakan nek. Nanti kalau dingin, kelezatannya akan berkurang” ucap Bintang menyadarkan eyang putri.“Oh iya, terima kasih”. Ucap eyang putri lagi“Apa eyang putri tidak takut kalau aya
“Nek...nek...”. ucapan Bintang menyadarkan eyang putri dan Roro Putri.“Luar biasa uraian yang kisanak utarakan, sungguh ingin sekali aku belajar lebih banyak darimu tentang agama Islam”.“Hamba dengan senang hati mengajari nenek”. Ucap Bintang tersenyum.“Oh ya, bolehkah aku mengenal nama kisanak?”“Nama hamba Bintang nek”“Jangan panggil aku nek, sebut saja namaku eyang putri”“Baik eyang putri”“Bintang...Bintang... sepertinya aku pernah mendengar namamu kisanak”. Ucap eyang putri lagi “Apakah kisanak memiliki julukan didunia persilatan?”“Hamba hanyalah seorang pengembara biasa eyang putri, mengikuti langkah kaki hamba kemanapun melangkah”. Ucap Bintang tersenyum.“Yah... Baiklah. Hari sudah malam, kami harus melanjutkan perjalanan, besok naiklah ke puncak Gunung Bromo, aku dan suamiku akan me
SEBUAH bangunan besar tampak berdiri megah di sebelah barat Gunung Bromo, bisa dikatakan bangunan tersebut bukanlah sebuah rumah tapi sebuah istana. Hal ini dapat dilihat dari taman-taman yang menghiasi halaman depan rumah besar tersebut, berbagai ukitan patung batu juga tampak menghiasi disana sini dibeberapa bagian rumah tersebut. 2 rombongan besar tampak tengah menuju pintu gerbang rumah tersebut. Bila menilik dari pakaian yang dikenakan oleh kedua rombongan besar tersebut, mereka berasal dari kalangan kerajaan.Rombongan pertama tampak tiba lebih dulu didepan pintu gerbang tersebut. Didepan pintu gerbang tampak 4 pengawal tengah berjaga, melihat pakaian keempat pengawal tersebutpun berasal dari kerajaan. Seorang orang lelaki yang sepertinya seorang tumenggung tampak turun dari kudanya berjalan kedepan.Pintu gerbang tampak terbuka, lima orang lelaki berperawakan gagah tampak datang menyambut.“Katakan rombongan darimana?”. ucap lelaki yang memili
“Silahkan perkenalkan diri kalian masing-masing?”. ucap lelaki itu lagi, tapi sebelum semuanya angkat bicara, seorang pemuda tampak memasuki ruangan tersebut bersama Guriwa.Pemuda yang tak lain adalah Bintang tampak langsung menjura hormat kepada semua yang ada ditempat itu, terakhir Bintang tampak menjura hormat pada Eyang Mandalaksana, eyang putri dan Roro Putri Srikandi. Melihat kedatangan Bintang, eyang putri tampak tersenyum, dan berbisik kearah suaminya, Eyang Mandalaksana. Eyang Mandalaksana terlihat mengangguk, sementara itu Guriwa sendiri tampak berdiri disebelah Eyang Mandalaksana dan juga membisikkan sesuatu.“Jadi kau yang bernama Bintang”. Terdengar suara Eyang Mandalaksana, hebatnya kedua bibir Eyang Mandalaksana sedikitkan pun bergerak tapi suaranya sudah terdengar.“Benar. Hamba Bintang, Eyang” ucap Bintang lembut, tapi ucapan Bintang membuat perubahan wajah disemua tempat itu, karena hanya Bintang yang menyeb
“Cakra Baskara...”. ucap orang-orang yang ada didekat Eyang Mandalaksana saat mengenali pusaka tersebut. Sebuah senjata berbentuk panah keemasan, tapi memiliki bentuk bulat diujungnya, dengan delapan runcingan di sekeliling sisinya yang menyerupai mata tombak.“Siapa orang yang menitipkan ini padamu?”. kali ini Eyang Mandalaksana yang langsung angkat bicara kepada Bintang.“Maaf eyang, saat ini hamba belum bisa memberitahukannya kepada eyang” ucap Bintang. Hingga semua wajah ditempat itu berubah. Baru kali ini ada orang yang mengatakan penolakan seperti itu, hal ini tentu bisa memancing amarah Eyang Mandalaksana dan bisa mengeluarkan titah dewa atau kutukan dewa seperti yang terjadi pada emas dan permata milik Pangeran Blambang Sewu.“Lalu tujuan apa lagi yang kau bawa kemari?” ucap Eyang Mandalaksana.“Sebenarnya hamba ingin mengikuti sayembara ini, tapi hamba tahu hamba tak
Bintang yang melihat kekuatan puncak yang telah dikerahkan oleh Datuk Malenggang Dilangit, segera ikut menghimpun tenaganya. Uap tipis putih terlhat keluar dari tubuh Bintang, uap putih yang mengeluarkan hawa dingin yang sangat menyengat.Dari uap tipis itu, terlihat membentuk sebuah bayangan diatas kepala Bintang, bayangan seekor naga berwarna putih tercipta.“Ledakan besar, khhaaaa!”Tiba-tiba saja sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah diselimuti magma lahar panas langsung berlari kearah Bintang.Buumm! Buumm! Buumm! Buumm!Di setiap langkah Datuk Malenggang Dilangit terdengar suara ledakan-ledakan akibat tapak magma panas Datuk Malenggang Dilangit yang menjejak tanah, bagaikan seekor banteng ganas, sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah berubah menjadi monster magma lahar terus berlari kearah Bintang. Beberapa tombak dihadapan Bintang, monster magma Datuk Malenggang Dilangit melompat dan ;Wuussshhh!M
Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Ledakan-ledakan dahsyat dan beruntun terjadi diudara hingga terasa menggetarkan alam. Tinju-tinju magma bertemu dengan taburan Bintang-bintang putih kecil yang terang milik Bintang.Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Baik Bintang maupun Datuk Malenggang Dilangit terus melepaskan serangan dahsyatnya, hingga ledakan demi ledakan terus terjadi membahana ditempat itu, dalam sekejap saja, pohon-pohon yang ada dipulau itu langsung berterbangan dan bertumbangan entah kemana, tempat itu langsung luluh lantah dibuat oleh ledakan dahsyat oleh serangan Bintang dan Datuk Malenggang Dilangit.Saat Bintang berhasil turun kebawah, pulau itu sudah terbakar setengahnya akibat ledakan yang tadi terjadi, wajah Bintang kembali berubah saat melihat Datuk Malenggang Dilangit terlihat menghimpun tenaganya, magma lahar panas terlihat berkumpul ditelapak tangan Datuk Malenggang Dilangit.Bintang yang melihat hal itu segera ikut mengumpulkan haw
SEBUAH pulau kosong tak berpenghuni dipilih oleh Bintang untuk menjadi tempat pertarungannya dengan Datuk Malenggang Dilangit. Kini kedua-duanya sudah saling berdiri berhadapan, Bintang kini sudah kembali ke sosoknya semula, demikian pula Datuk Malenggang Dilangit yang kini sudah berdiri diatas tanah tempatnya berpijak. Kedua-duanya saling berhadapan dengan tatapan tajam.Wweerrrr..!Tanpa banyak bicara, sosok Datuk Malenggang Dilangit tiba-tiba saja mengeluarkan magma lahar panas dari sekujur tubuhnya, terutama dibagian kedua tangan, kedua kaki dan kepala. Sedangkan sebagian besar tubuhnya belum berubah menjadi magma lahar panas.Bintang yang melihat hal itupun tak tinggal diam, dan ;Blesshhhh...!Tiba-tiba saja tubuh Bintang telah diliputi energi putih keperakan, rambut Bintangpun telah berubah menjadi berwarna putih keperakan dengan balur-balur keemasan yang mengeluarkan hawa dingin. Rupanya Bintang langsung menggunakan wujud Pangeran Bulan
Wuusshhh!Tombak melesat dengan sangat cepat dan kuat kearah Datuk Malenggang Dilangit.Blepp!Kembali tombak yang dilemparkan oleh Sutan Rajo Alam hangus terbakar begitu menyentuh sosok Datuk Malenggang Dilangit.“Cepat ungsikan paduka rajo” teriak Datuk Rajo Dilangit memperingatkan para pejabat istana yang berdiri bersama Paduka Ananggawarman.“Tidak, aku takkan lari!” ucap Paduka Ananggawarman dengan keras hati hingga membuat Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam hanya menarik nafas panjang melihat kekerasan hati Paduka Ananggawarman.Sementara itu magma lahar panas terus semakin banyak menjalar menutupi halaman istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam terlihat tengah memikirkan rencana untuk mengatasi hal itu, waktu yang sempat dan mendesak membuat keduanya sedikit khawatir dengan keadaan yang terjadi, hingga ;“Datuak Malenggang Di
Istana Nagari Batuah terlihat begitu sibuk dengan segala macam aktivitasnya, karena hari ini adalah janji yang ditetapkan oleh Datuak Malenggang Dilangit terhadap wilayah Nagari Batuah, dengan dipimpin oleh Datuk Rajo Dilangit, Paduka Ananggawarman berniat untuk melawan Datuk Malenggang Dilangit dengan segenap kekuatan istana Nagari Batuah, para hulubalang, panglima dan pejabat istana Nagari Batuahpun memberikan tanda kesiapan mereka berjuang hidup atau mati demi mempertahankan kedaulatan istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dipercaya oleh Paduka Ananggawarman untuk memimpin seluruh pasukan yang ada di istana Nagari Batuah dan Datuk Rajo Dilangit menerimanya untuk menjalankan taktik yang akan digunakan untuk melawan amukan Datuk Malenggang Dilangit. Seluruh masyarakat kotaraja Nagari Batuah sudah diungsikan demi keselamatan mereka. Paduka Ananggawarman menolak untuk ikut me
Pagi itu di Istana Bunian, panglima Kitty yang tiba-tiba saja datang menghadap, disaat Bintang dan Ratu Bunian tengah bercengkrama mesra berdua. “Sembah hormat hamba paduka, ratu” ucap panglima Kitty berlutut dihadapan keduanya. Ratu Bunian terlihat mengangkat tangannya sebagai tanda menerima hormat panglima Kitty. “Ada apa Kitty?” “Ampun ratu, Datuak Malenggang Dilangit sudah muncul kembali” ucap Kitty lagi hingga membuat wajah Ratu Bunian berubah pucat. Bintang yang ada didekatnya mulai tertarik mendengarnya. “Untung saja kita cepat memindahkan Negeri Bunian jauh dari gunung marapi. Kalau tidak, Datuak Malenggang Dilangit pasti sudah datang kemari” ucap Ratu Bunian lagi. Panglima Kitty terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. “Dimana Datuak Malenggang Dilangit muncul Kitty?” tanya Bintang cepat hingga membuat Ratu Bunian dan panglima Kitty memandang kearah Bintang. “Ampun paduka, Datuak Malenggang Dilangit mengacau di istana Nagari Batuah” “Istana Nagari Batuah?!” ulang Bintan
“Maafkan kelancangan ambo datuak” ucap Datuk Rajo Dilangit lagi. Entah apa maksud Datuk Rajo Dilangit yang tiba-tiba saja berjongkok. Perlahan sosok Datuk Rajo Dilangit mulai berubah menjadi seekor harimau loreng yang sangat besar, 2x ukuran harimau dewasa, sama besarnya dengan harimau putih jelmaan Datuk Malenggang Dilangit.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Dua harimau besar ini saling mengaum dengan dahsyat, begitu dahsyatnya banyak para prajurit yang ada ditempat itu jatuh terduduk karena lemas lututnya.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Kembali kedua harimau besar ini saling mengaum, tapi kali ini disertai dengan sama-sama saling menerkam kedepan.Kembali terjadi dua pertarungan raja rimba yang sama-sama berwujud besar. Saling terkam, saling cakar dan saling gigit, dilakukan oleh kedua harimau berbeda warna ini. Kali ini harimau belang jelmaan Datuk Rajo Dilangit mampu memberikan perlawanan sen
Sekarang Datuk Malenggang Dilangit telah dikeroyok oleh dua pengguna harimau dan macan kumbang, tapi bukannya terdesak, Datuk Malenggang Dilangit justru tertawa-tawa senang melayani serangan keduanya.“Hahaha.. sudah lama aku tidak bertarung sesenang ini” ucap Datuk Malenggang Dilangit lagi.Sebenarnya jurus-jurus harimau putih milik Datuk Malenggang Dilangit tidaklah jauh berada diatas jurus harimau singgalang milik Wijaya dan jurus macan kumbang milik Panglima Kumbang, hanya saja perbedaan kekuatan dan pengalaman yang membuat Datuk Malenggang Dilangit lebih unggul.Memasuki jurus ke 88, Wijaya dan Panglima Kumbang terlihat sama-sama melompat mundur kebelakang.Graaauumm!Ggrraaamm!Tiba-tiba saja Wijaya dan Panglima Kumbang terdengar mengaum. Sosok Wijaya sendiri yang sudah berjongkok merangkak tiba-tiba saja berubah wujud menjadi seekor harimau belang kuning dewasa, sedangkan sosok Panglima Kumbang y
Wusshhh!Seperti melempar karung saja, Datuk Malenggang Dilangit dengan ringannya melemparkan sosok Rajo mudo Basa kehadapan Paduka Ananggawarman.Tapp!Sesosok tubuh tampak langsung bergerak didepan Paduka Ananggawarman dan langsung menangkap tubuh Rajo mudo Basa yang dilemparkan oleh Datuk Malenggang Dilangit. Rupanya dia adalah Panglima Kumbang.“Rajo mudo, anakku” ucap Panglima Kumbang dengan wajah berubah yang melihat keadaan Rajo mudo Basa yang babak belur. Panglima Kumbang dengan cepat memeriksa keadaan putranya tersebut. Walaupun babak belur, Panglima Kumbang masih dapat merasakan tanda-tanda kehidupan ditubuh Rajo mudo Basa walaupun sangat lemah sekali. Panglima Kumbang segera memerintahkan beberapa prajurit untuk membawa sosok Rajo mudo Basa.“Apa yang datuak lakukan pada putra hamba?” tanya Panglima Kumbang lagi. Nada suara Panglima Kumbang sedikit meninggi.“Putramu, siapa kau?&rdqu