Kuning keemasan memancar diufuk fajar, seakan-akan menandakan kalau sebentar lagi sang mentari akan segera menampakkan dirinya di ufuk timur sebagai pertanda dimulainya kehidupan diatas muka bumi ini. Satu demi satu terdengar suara cicit burung yang saling bersahut-sahutan dari dahan ke dahan semakin menambah indahnya pagi itu.
Di sebuah bukit yang tampak berdiri dengan tegarnya dari kejauhan, sepanjang mata memandang bukit itu tampak begitu dipenuhi oleh pepohonan yang tumbuh menjulang tinggi seakan ingin mencakar langit, hingga kalau pada siang hari, kerimbunan dan ketinggian pohon tersebut mampu memberikan bayangan keteduhan pada bukit itu, hingga tak heran banyak orang-orang awam maupun orang-orang persilatan yang memberikan nama sebagai Bukit Bayangan terhadap bukit itu.
“Hyattthiyattt”. tiba-tiba terdengar suara teriakan keras dari atas puncak Bukit Bayangan, kian lama kian semakin terdengar jelas suara tersebut dan bila kita melihat lebih dekat, ternyata diatas bukit itu, tepatnya disebuah halaman luas sebuah bangunan terlihat sosok seorang pemuda tampan yang masih berusia muda belia yang tengah berlatih ilmu kanuragan, hal ini dapat terlihat dari keringat yang telah membanjiri tubuhnya, pemuda belia ini tampak tidak mengenakan pakaian dibagian atas tubuhnya hingga dadanya yang bidang dan kekar terlihat jelas bersimbah penuh keringat.
Wajahnya terlihat tampan dengan rambut yang cukup panjang yang diikatnya seperti kuncir buntut kuda, menilik dari raut wajah dan penampilannya, pemuda belia yang masih berusia 15 tahunan itu tak lain adalah Bintang adanya.
Sementara itu tak jauh dari Bintang yang tengah melatih jurus Telapak Bayangannya, tampak pula berdiri seorang lelaki berwajah dingin, matanya terlihat menatap awas terhadap setiap gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Bintang.
Sementara itu di pendopo rumah, tampak tiga sosok tubuh yang tengah duduk mengelilingi sebuah meja bundar, ketiganya tampak tengah terlibat satu pembicaraan penting, sesekali diantara mereka tampak memperhatikan kearah Bintang yang tengah berlatih ilmu kanuragan.
Menilik dari wajah ketiganya, mereka tak lain adalah Gusti Patih Setyo Pinangan beserta istrinya serta seorang kakek berlengan tunggal yang lebih dikenal dengan sebutan Dewa Tanpa Bayangan.
“Begitulah ceritanya guru.aku menemukan Bintang saat aku mendapatkan tugas dari gusti prabu untuk menangkap gerombolan perampok di tepi hutan larangan..”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan setelah menyelesaikan ceritanya secara panjang lebar kepada kakek yang sekaligus gurunya yang ada dihadapan yang terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. Sebagaimana kita ketahui pada kisah sebelumnya (Titisan Putra Bintang). Gusti Patih Setyo Pinangan mengatakan kalau Bintang bukan putra kandung mereka, melainkan putra angkat.
“Sebenarnya sehari sebelum kakang Setyo kembali dengan membawa Bintang, aku telah bermimpi kek, dalam mimpiku itu aku mendapati sebuah Bintang yang jatuh kepelukankudan saat aku mendapati tanda rajah yang ada didada Bintang yang begitu sesuai dengan mimpi yang aku alami, maka kamipun memberikan nama Bintang padanya.”. ucap Ratih lagi menyambung ucapan suaminya.
“Apakah Bintang sudah mengetahui tentang masalah ini?”. ucap sikakek lagi, Gusti Patih Setyo Pinangan dan istrinya hanya menggelengkan kepala mereka.
“Kami harus menunggu saat yang tepat untuk mengatakannya guru, kami takut Bintang tidak bisa menerima hal ini.”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan.
“Kalau memang begitu ceritanya, tidak salah lagi”. ucap sikakek lagi hingga mengejutkan dan membingungkan Gusti Patih Setyo Pinangan beserta istrinya yang terlihat saling pandang satu sama lain.
“Maaf guru, saya sungguh tidak mengerti?”
“Bintang bukanlah manusia sembarangan Setyo, ini berhubungan dengan gempa besar yang terjadi 15 tahun yang lalu.”
“Oh ya, aku ingat peristiwa itu guru, saat itu kerajaan Karang Sewu mengalami kerusakan yang cukup berarti karena gempa besar itutapi apa hubungan hal itu dengan Bintang guru?”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan lagi, entah kenapa pertanyaan Gusti Patih Setyo Pinangan terlihat membuat sikakek berlengan tunggal ini menghela nafas panjang.
“Sebenarnya tidak banyak dari orang-orang persilatan yang mengetahui hal ini, karena hal ini memang sengaja dirahasiakan oleh banyak kalangan orang-orang rimba persilatan yang mengerti tentang arti dari peristiwa besar itu”.
“Sebenarnya apa yang menjadi rahasia besar itu kek?”. ucap Ratih terlihat tak sabar.
“Rahasia tentang akan turunnya Titisan Putra Bintang keatas muka bumi ini”.
“T**i...T**isan Putra Bintang”. ulang Gusti Patih Setyo Pinangan dan Ratih istrinya dengan wajah terkejut dan saling berpandangan.
“Benar, Titisan Putra Bintang, gempa besar itu merupakan pertanda akan turunnya anak ajaib yang dikatakan oleh Peramal 5 Benua sebagai Titisan Putra Bintang”
“Peramal 5 Benua”
“Benar, sahabatku itulah yang memberitahu tentang masalah ini, tapi sayang, dia tidak memberitahuku secara keseluruhan tentang anak ajaib itu.. hanya Peramal 5 Benua sendiri yang dapat menjelaskan mengenai hal ini”. ucap kakek berlengan tunggal itu lagi, walau dengan penasaran tapi Gusti Patih Setyo Pinangan dan Ratih istrinya hanya diam seraya mengikuti pandangan sikakek kearah Bintang yang saat itu tengah berlatih beradu ilmu kanuragan dengan pamannya, Randu.
“Setyo, aku akan pergi ke Lembah Obat untuk menjemput sahabatku itu untuk memastikan mengenai hal ini. kau dan Ratih jangan pernah keluar dari Bukit Bayangan ini, aku yakin para pendekar-pendekar bayaran itu akan terus memburu kalian, ditempat ini kalian akan aman, aku akan memberikan aji bayang-bayang pada bukit ini agar tidak bisa dimasuki oleh orang luar.”. ucap kakek berlengan tunggal lagi, Gusti Patih Setyo Pinangan dan Ratih hanya terlihat mengangguk saja walau sebenarnya mereka masih amat penasaran tentang cerita yang tadi disampaikan oleh kakek Dewa Tanpa Bayangan, apalagi sekarang kakek Dewa Tanpa Bayangan ingin bergegas untuk menjemput sahabatnya di Lembah Obat, tentu kalau bukan hal yang sangat penting tidak akan kakek Dewa Tanpa Bayangan harus jauh-jauh pergi kesana, hal ini tentu saja semakin membuat Gusti Patih Setyo Pinangan dan Ratih semakin bertanya-tanya. Tapi mereka kini harus bersabar seraya menunggu kedatangan Peramal 5 Benua untuk memperjelas masalah ini.
Tak lama kemudian perhatian mereka teralih pada sosok Bintang dan paman Randunya yang telah menyelesaikan latihan mereka, dengan tubuh bersimbah penuh keringat, Bintang terlihat menjura hormat pada sosok-sosok yang ada dihadapannya.
“Bagaimana latihanmu Bintang?”. ucap sikakek lagi dengan lembut.
“Sudah cukup baik kek, tapi tak satupun seranganku bisa menyentuh tubuh paman Randu kek, gerakan paman Randu begitu cepat sampai-sampai mataku ini tidak bisa menangkap bayangannya”. ucap Bintang lagi hingga membuat tersenyum semua orang yang ada ditempat itu.
“Itu adalah aji gerak Mambang Bayu Bintang”. ucap romonya lagi menimpali. “Aji Mambang Bayu hem.... mambang berarti mengawang, sedangkan bayu berarti angin, berarti aji Mambang Bayu adalah mengawang diatas angin, apa benar begitu romo?”. gusti patih Setyo Pinangan hanya mengangguk tersenyum mendengar ocehan Bintang.
“Wah...hebat sekali”. ucap Bintang tanpa sadar.
“Yah, memang hebat sekali anakku, itulah kenapa kakekmu diberikan gelar Dewa Tanpa Bayangan oleh orang-orang rimba persilatan”. ucap Ratih bundanya lagi ikut angkat bicara, kini perhatian Bintang kembali mengarah kearah sosok kakeknya yang sejak tadi hanya tersenyum-senyum sendiri.
“Kalau begitu kakek pasti hebat sekali”
“Ah, tidak sehebat yang kau pikirkan Bintang cucuku, aji Mambang Bayu memang sebuah ajian gerak tubuh yang sangat luar biasa cepatnya, bahkan kalau sudah dikuasai dengan amat sempurna, ajian ini bukan saja mampu membuat tubuh kita bergerak cepat hingga bayangan kita sendiripun seakan tidak bisa mengikuti kemana tubuh kita bergerak”. ucap sikakek lagi hingga semakin membuat Bintang berdecak kagum mendengarnya.
“Bahkan dengan ajian ini kau mampu membuat tubuhmu lebih ringan dari seonggok kapas yang terbang ditiup angin, tapi untuk mencapai taraf kesempurnaan seperti itu, kau harus terus melatihnya dengan giat”. ucap paman Randu lagi ikut angkat bicara sehingga semakin membuat kekaguman Bintang semakin bertambah.
“Aa....apakah aku boleh mempelajarinya kek?”
“Ya, tentu saja, kenapa tidak, tapi untuk sementara biarlah pamanmu yang mengajarkanmu dasar-dasar aji Mambang Bayu karena kakek dalam beberapa hari ini akan pergi mengunjungi seorang teman, mungkin lima hari lagi baru kakek akan kembalidan selama itu kau jangan pernah keluar dari bukit ini Bintang, karena diluar sana pasti masih banyak orang yang akan memburumukau harus berhati-hati”.
“Baik kek, pesan kakek akan Bintang ingat”
“Randu, selama aku pergi, kau yang bertanggung jawab ditempat ini”. ucap sikakek lagi terhadap paman Randu yang terlihat hanya menganggukkan kepalanya.
***
Keesokan harinya, seperti yang telah direncanakan, Dewa Tanpa Bayanganpun segera berangkat menuju ke Lembah Obat, tempat kediaman sahabatnya Peramal 5 Benua. Dengan mengandalkan aji Mambang Bayunya, Dewa Tanpa Bayangan mampu mencapai Lembah Obat hanya dalam dua hari saja, padahal bila menunggangi seekor kudapun paling tidak baru 4 hari baru bisa sampai ke Lembah Obat. Sosok kakek Dewa Tanpa Bayangan melesat dengan kecepatan tinggi menaiki Lembah Obat, dari wajahnya jelas terlihat kalau kakek itu sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan sahabatnya itu. Tak seberapa lama kemudian, diapun tiba dipuncak Lembah Obat. Dipuncak Lembah Obat, berdiri sebuah gubuk tua yang terlihat begitu amat sederhana, seorang kakek tampak tengah asyik menjemur dedaunan kering yang sepertinya akan diramunya menjadi obat, tapi pendengarannya yang tajam membuat sikakek tiba-tiba saja menghentikan pekerjaannya, tubuhnya segera berpaling kearah jalan setapak yang menuju langsu
Dua sosok bayangan terlihat berkelebat dengan cepat menaiki sebuah bukit, keduanya tampak berkelebat beriringan satu sama lain, bila menilik sosok penampilan keduanya, mereka berdua tak lain adalah Benua alias Peramal 5 Benua dan Baruna alias Dewa Tanpa Bayangan. “Kenapa tempatmu ini kau beri pagar bayang-bayang Baruna”. ucap Benua diantara kelebatan mereka. “Untuk jaga-jaga saja Benua, saat ini muridku yang menjadi patih kerajaan Karang Sewu itu telah menjadi incaran orang-orang yang ingin membunuhnya”. ucap Baruna lagi. “Yah, begitu kehidupan disebuah kerajaan Baruna, siapa yang lebih suka menjilat, dialah yang akan memangku jabatan tinggi”. ucap Peramal 5 Benua lagi, keduanya terus berkelebat menaiki bukit yang ada dihadapan mereka. Tak lama kemudian, keduanya segera tiba dipuncak Bukit Bayangan, dimana terdapat sebuah bangunan tua yang cukup besar. “Bintang... Bintang”. ucap kakek yang berlengan tunggal terlihat memanggil-manggil nama tersebut ser
“Berhasil!!”. ucap kakek Benua dan kakek Baruna hampir saja berteriak girang melihat keberhasilan Bintang menyeberangi sungai tersebut. Dan tanpa menunggu lagi kedua-duanya segera keluar dari persembunyian mereka, diseberang sungai Bintang tentu saja terkejut melihat kehadiran kedua kakek tersebut. “Kakek”. ucap Bintang dengan wajah gembira. “Ayo Bintang menyeberanglah gunakan aji Mambang Bayumu itu”. ucap kakek Baruna lagi dan Bintang terlihat menganggukkan wajahnya dan ; “Serrrrr...”. kini dengan mulus Bintang berhasil berkelebat diatas air sungai tersebut dan berhasil tiba ditepian sungai tersebut dengan sempurna. “Kakek”. Bintang langsung menjura hormat pada sosok kakek Baruna yang kini sudah berada dihadapannya. “Bangunlah cucuku”. ucap kakek Baruna lagi mengangkat tubuh Bintang, lalu kemudian pandangan Bintang beralih kearah sesosok kakek yang berada disebelah kakeknya. “Oh ya Bintang, perkenalkan ini adalah sahabat kake
“Apa maksud kakek, aku adalah Titisan Putra Bintang itu ?”. ucap Bintang lagi mencoba menyimpulkan apa yang telah didengarnya. Kakek Benua tidak menjawabnya, tapi kepalanya terlihat mengangguk. Bintang semakin terkejut dan tak percaya melihat hal itu, ditatapnya kakeknya kakek Baruna, lalu pamannya paman Randu, lalu kemudian romonya, Setyo Pinangan dan terakhir ibundanya yang terlihat hanya tertunduk. “Inilah rahasia besar yang ingin romo sampaikan padamu Bintang kau memang bukan putra kandung kami, aku menemukanmu saat aku menemani gusti prabu Karang Sewu berburu dihutan cadas putih dan sejak saat itulah aku dan istriku mengangkatmu sebagai anak kami.”. ucap Setyo Pinangan lagi akhirnya mengeluarkan ucapan itu, dan Bintang sendiri bagaikan mendengar suara petir yang amat keras dihadapannya. Dan Bintang semakin terkejut saat melihat tiba-tiba saja ibundanya berdiri dan berlari, dari kejauhan terdengar isak tangisnya. “Kau harus bisa menerima kenyataan ini Bin
“Aa...apa.....apa yang kau rasakan Bintang?”. ucap paman Randu ikut cemas. “Paman...aku merasakan tubuhku panas, panas sekali”. ucap Bintang lagi terlihat mencoba bertahan walau dengan tubuh menggigil dan wajah Bintang terlihat berubah pucat sepucat mayat. Tapi walaupun begitu Bintang mencoba tetap bertahan agar kesadarannya tetap utuh, dan terlihat Bintang memejamkan kedua matanya untuk menghilangkan rasa pusing dikepalanya, tapi untunglah siksaan itu tidak terjadi begitu lama, perlahan tapi pasti Bintang dapat merasakan ada satu hawa dingin dan menyejukkan yang mengaliri sekujur tubuhnya dan rasa panas yang tadi begitu mendera sekujur tubuhnya kini secara perlahan mulai sirna tertindih hawa dingin tersebut. “Bagaimana sekarang Bintang.?”. ucap kakek Benua lagi. “Rasa panas itu mulai hilang kek”. Ucap Bintang lagi setelah membuka kembali kedua matanya. “Tidak salah lagi, kau memang Titisan Putra Bintang itu Bintang, tidak salah lagi”. ucap kakek Benu
Semilir angin berhembus dengan lembut dipuncak Lembah Obat, dari puncak lembah dapat terlihat satu pemandangan hijau yang ada dikaki lembah, dimana terlihat jejeran pohon-pohon yang tumbuh dengan subur ditempat itu, berbagai macam ragam tumbuh-tumbuhan hidup dengan subur di Lembah itu. Sore itu didepan sebuah gubuk tua di puncak Lembah Obat terlihat Bintang tengah duduk berhadapan dengan kakek Benua, sosok seorang kakek bertubuh kurus renta dengan pakaian yang begitu sederhana sebuah tongkat usang terlihat dipangkuannya, dikepalanya tampak sebuah batok kelapa kering yang entah sudah seberapa lama berada diatas kepalanya, wajahnya tampak begitu lusuh, rambutnyapun sudah terlihat memutih semua. “Bintang, sebagaimana kau ketahui keberadaanku dikenal dirimba persilatan bukan karena tingginya kesaktian yang kumiliki, tapi orang-orang lebih mengenalku sebagai seorang peramal jitu dan seorang tabib pengobatan oleh karena itulah aku mungkin hanya akan menurunkan sedikit ilmu
Beberapa bulan sudah Bintang berada di Lembah Obat, berbagai pengetahuan tentang ilmu pengobatan dan sedikit ilmu kanuragan telah diberikan oleh kakek Benua pada Bintang. Pagi itu di Lembah Obat. Matahari baru saja menampakkan dirinya di ufuk timur, sinarnya terasa begitu hangat dikulit, rona-rona kuning keemasan terlihat memancar keluar menerangi hampir seluruh mayapada yang maha luas ini. “Hyattt! hiyyatttt...”. tapi kesunyian pagi itu terpecahkan oleh sebuah teriakan-teriakan nyaring yang berasal dari puncak Lembah Obat, dan bila kita melihat lebih dekat, ternyata suara-suara riuh itu berasal dari mulut seorang pemuda berparas tampan, tubuhnya yang tidak mengenakan pakaian tampak terlihat jelas begitu bidang dan kekar karena sudah terlatih sejak kecil, tubuh kekar itu terlihat sudah bersimbah keringat yang membanjiri sekujur tubuhnya, sepertinya pemuda ini telah berlatih cukup lama. Rambutnya yang cukup panjang terlihat dibiarkannya diterpa angin, sepasang m
“Dan yang kedua bernama Raja Iblis Rembulan selain memiliki kesaktian yang amat tinggi, kedua-duanya juga merupakan sahabat karib satu sama lain, bersama mereka melanglang buana menebar keangkara murkaan ditanah jawa ini, tidak ada yang sanggup untuk menandingi kesaktian keduanya, bahkan semua tokoh-tokoh aliran putih yang dulunya mempersatukan kekuatan dibawah pimpinan 5 datuk bersepakat untuk mengakhiri kekejaman dan kekejian yang dilakukan oleh Raja Iblis Gunung Merapi dan Raja Iblis Rembulan, tapi sayang dalam pertarungan terbesar yang pernah terjadi ditanah jawa itu, tokoh-tokoh aliran putih berhasil dikalahkan oleh tokoh-tokoh aliran hitam yang berada dibawah kendali kedua tokoh tersebut, bahkan dalam pertempuran besar itu, 2 dari pimpinan 5 datuk tewas, Datuk Bumi dan Datuk Air sehingga kini nama 5 datuk telah berubah menjadi 3 datuk, di saat-saat yang genting itu pulalah Sesepuh Raja Penidur muncul, dan itu merupakan kemunculannya pertama kali kedunia persilatan hingga banya
Bintang yang melihat kekuatan puncak yang telah dikerahkan oleh Datuk Malenggang Dilangit, segera ikut menghimpun tenaganya. Uap tipis putih terlhat keluar dari tubuh Bintang, uap putih yang mengeluarkan hawa dingin yang sangat menyengat.Dari uap tipis itu, terlihat membentuk sebuah bayangan diatas kepala Bintang, bayangan seekor naga berwarna putih tercipta.“Ledakan besar, khhaaaa!”Tiba-tiba saja sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah diselimuti magma lahar panas langsung berlari kearah Bintang.Buumm! Buumm! Buumm! Buumm!Di setiap langkah Datuk Malenggang Dilangit terdengar suara ledakan-ledakan akibat tapak magma panas Datuk Malenggang Dilangit yang menjejak tanah, bagaikan seekor banteng ganas, sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah berubah menjadi monster magma lahar terus berlari kearah Bintang. Beberapa tombak dihadapan Bintang, monster magma Datuk Malenggang Dilangit melompat dan ;Wuussshhh!M
Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Ledakan-ledakan dahsyat dan beruntun terjadi diudara hingga terasa menggetarkan alam. Tinju-tinju magma bertemu dengan taburan Bintang-bintang putih kecil yang terang milik Bintang.Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Baik Bintang maupun Datuk Malenggang Dilangit terus melepaskan serangan dahsyatnya, hingga ledakan demi ledakan terus terjadi membahana ditempat itu, dalam sekejap saja, pohon-pohon yang ada dipulau itu langsung berterbangan dan bertumbangan entah kemana, tempat itu langsung luluh lantah dibuat oleh ledakan dahsyat oleh serangan Bintang dan Datuk Malenggang Dilangit.Saat Bintang berhasil turun kebawah, pulau itu sudah terbakar setengahnya akibat ledakan yang tadi terjadi, wajah Bintang kembali berubah saat melihat Datuk Malenggang Dilangit terlihat menghimpun tenaganya, magma lahar panas terlihat berkumpul ditelapak tangan Datuk Malenggang Dilangit.Bintang yang melihat hal itu segera ikut mengumpulkan haw
SEBUAH pulau kosong tak berpenghuni dipilih oleh Bintang untuk menjadi tempat pertarungannya dengan Datuk Malenggang Dilangit. Kini kedua-duanya sudah saling berdiri berhadapan, Bintang kini sudah kembali ke sosoknya semula, demikian pula Datuk Malenggang Dilangit yang kini sudah berdiri diatas tanah tempatnya berpijak. Kedua-duanya saling berhadapan dengan tatapan tajam.Wweerrrr..!Tanpa banyak bicara, sosok Datuk Malenggang Dilangit tiba-tiba saja mengeluarkan magma lahar panas dari sekujur tubuhnya, terutama dibagian kedua tangan, kedua kaki dan kepala. Sedangkan sebagian besar tubuhnya belum berubah menjadi magma lahar panas.Bintang yang melihat hal itupun tak tinggal diam, dan ;Blesshhhh...!Tiba-tiba saja tubuh Bintang telah diliputi energi putih keperakan, rambut Bintangpun telah berubah menjadi berwarna putih keperakan dengan balur-balur keemasan yang mengeluarkan hawa dingin. Rupanya Bintang langsung menggunakan wujud Pangeran Bulan
Wuusshhh!Tombak melesat dengan sangat cepat dan kuat kearah Datuk Malenggang Dilangit.Blepp!Kembali tombak yang dilemparkan oleh Sutan Rajo Alam hangus terbakar begitu menyentuh sosok Datuk Malenggang Dilangit.“Cepat ungsikan paduka rajo” teriak Datuk Rajo Dilangit memperingatkan para pejabat istana yang berdiri bersama Paduka Ananggawarman.“Tidak, aku takkan lari!” ucap Paduka Ananggawarman dengan keras hati hingga membuat Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam hanya menarik nafas panjang melihat kekerasan hati Paduka Ananggawarman.Sementara itu magma lahar panas terus semakin banyak menjalar menutupi halaman istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam terlihat tengah memikirkan rencana untuk mengatasi hal itu, waktu yang sempat dan mendesak membuat keduanya sedikit khawatir dengan keadaan yang terjadi, hingga ;“Datuak Malenggang Di
Istana Nagari Batuah terlihat begitu sibuk dengan segala macam aktivitasnya, karena hari ini adalah janji yang ditetapkan oleh Datuak Malenggang Dilangit terhadap wilayah Nagari Batuah, dengan dipimpin oleh Datuk Rajo Dilangit, Paduka Ananggawarman berniat untuk melawan Datuk Malenggang Dilangit dengan segenap kekuatan istana Nagari Batuah, para hulubalang, panglima dan pejabat istana Nagari Batuahpun memberikan tanda kesiapan mereka berjuang hidup atau mati demi mempertahankan kedaulatan istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dipercaya oleh Paduka Ananggawarman untuk memimpin seluruh pasukan yang ada di istana Nagari Batuah dan Datuk Rajo Dilangit menerimanya untuk menjalankan taktik yang akan digunakan untuk melawan amukan Datuk Malenggang Dilangit. Seluruh masyarakat kotaraja Nagari Batuah sudah diungsikan demi keselamatan mereka. Paduka Ananggawarman menolak untuk ikut me
Pagi itu di Istana Bunian, panglima Kitty yang tiba-tiba saja datang menghadap, disaat Bintang dan Ratu Bunian tengah bercengkrama mesra berdua. “Sembah hormat hamba paduka, ratu” ucap panglima Kitty berlutut dihadapan keduanya. Ratu Bunian terlihat mengangkat tangannya sebagai tanda menerima hormat panglima Kitty. “Ada apa Kitty?” “Ampun ratu, Datuak Malenggang Dilangit sudah muncul kembali” ucap Kitty lagi hingga membuat wajah Ratu Bunian berubah pucat. Bintang yang ada didekatnya mulai tertarik mendengarnya. “Untung saja kita cepat memindahkan Negeri Bunian jauh dari gunung marapi. Kalau tidak, Datuak Malenggang Dilangit pasti sudah datang kemari” ucap Ratu Bunian lagi. Panglima Kitty terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. “Dimana Datuak Malenggang Dilangit muncul Kitty?” tanya Bintang cepat hingga membuat Ratu Bunian dan panglima Kitty memandang kearah Bintang. “Ampun paduka, Datuak Malenggang Dilangit mengacau di istana Nagari Batuah” “Istana Nagari Batuah?!” ulang Bintan
“Maafkan kelancangan ambo datuak” ucap Datuk Rajo Dilangit lagi. Entah apa maksud Datuk Rajo Dilangit yang tiba-tiba saja berjongkok. Perlahan sosok Datuk Rajo Dilangit mulai berubah menjadi seekor harimau loreng yang sangat besar, 2x ukuran harimau dewasa, sama besarnya dengan harimau putih jelmaan Datuk Malenggang Dilangit.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Dua harimau besar ini saling mengaum dengan dahsyat, begitu dahsyatnya banyak para prajurit yang ada ditempat itu jatuh terduduk karena lemas lututnya.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Kembali kedua harimau besar ini saling mengaum, tapi kali ini disertai dengan sama-sama saling menerkam kedepan.Kembali terjadi dua pertarungan raja rimba yang sama-sama berwujud besar. Saling terkam, saling cakar dan saling gigit, dilakukan oleh kedua harimau berbeda warna ini. Kali ini harimau belang jelmaan Datuk Rajo Dilangit mampu memberikan perlawanan sen
Sekarang Datuk Malenggang Dilangit telah dikeroyok oleh dua pengguna harimau dan macan kumbang, tapi bukannya terdesak, Datuk Malenggang Dilangit justru tertawa-tawa senang melayani serangan keduanya.“Hahaha.. sudah lama aku tidak bertarung sesenang ini” ucap Datuk Malenggang Dilangit lagi.Sebenarnya jurus-jurus harimau putih milik Datuk Malenggang Dilangit tidaklah jauh berada diatas jurus harimau singgalang milik Wijaya dan jurus macan kumbang milik Panglima Kumbang, hanya saja perbedaan kekuatan dan pengalaman yang membuat Datuk Malenggang Dilangit lebih unggul.Memasuki jurus ke 88, Wijaya dan Panglima Kumbang terlihat sama-sama melompat mundur kebelakang.Graaauumm!Ggrraaamm!Tiba-tiba saja Wijaya dan Panglima Kumbang terdengar mengaum. Sosok Wijaya sendiri yang sudah berjongkok merangkak tiba-tiba saja berubah wujud menjadi seekor harimau belang kuning dewasa, sedangkan sosok Panglima Kumbang y
Wusshhh!Seperti melempar karung saja, Datuk Malenggang Dilangit dengan ringannya melemparkan sosok Rajo mudo Basa kehadapan Paduka Ananggawarman.Tapp!Sesosok tubuh tampak langsung bergerak didepan Paduka Ananggawarman dan langsung menangkap tubuh Rajo mudo Basa yang dilemparkan oleh Datuk Malenggang Dilangit. Rupanya dia adalah Panglima Kumbang.“Rajo mudo, anakku” ucap Panglima Kumbang dengan wajah berubah yang melihat keadaan Rajo mudo Basa yang babak belur. Panglima Kumbang dengan cepat memeriksa keadaan putranya tersebut. Walaupun babak belur, Panglima Kumbang masih dapat merasakan tanda-tanda kehidupan ditubuh Rajo mudo Basa walaupun sangat lemah sekali. Panglima Kumbang segera memerintahkan beberapa prajurit untuk membawa sosok Rajo mudo Basa.“Apa yang datuak lakukan pada putra hamba?” tanya Panglima Kumbang lagi. Nada suara Panglima Kumbang sedikit meninggi.“Putramu, siapa kau?&rdqu