“Aku tidak tahu, sepertinya tidak mungkin kita dapat membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya itu sekarang......belum lagi orang sakti yang tak terlihat wujudnya yang harus kita hadapi kali ini, tapi lelaki yang ada dihadapan kita itupun belum tentu orang sembarangan....... bisa-bisa kita sendiri yang akan jadi korban....”
“Aku setuju dengan pendapatmu nyi, sebaiknya kita kembali ke Gusti patih Ranang dan kita katakan saja kita telah berhasil membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya......”. maka tanpa diperintah lagi, kedua-duanya segera melesat pergi meninggalkan tempat itu.
Melihat kedua lawannya pergi meninggalkan tempat itu, lelaki yang berwajah tenang dan dingin ini segera tampak berbalik dan berjalan menuju kearah sosok seorang pemuda yang tidak lain adalah Bintang yang tampak sudah tidak sadarkan diri. Lelaki tua ini tampak sejenak memeriksa keadaannya.
“Bagaimana keadaannya kakang......?”. terdengar ucapan Gusti patih Setyo Pinangan yang sudah berada dekat dengannya dan dipapah oleh istrinya.
“Dia tidak apa-apa Setyo......dia hanya pingsan.....”. ucap lelaki itu lagi seraya menotok beberapa bagian tubuh ditubuh Bintang.
“Kalian tidak apa-apa.....?”
“Kami tidak apa-apa kang Randu.....”. ucap istri Gusti patih Setyo Pinangan lagi yang rupanya juga mengenali lelaki itu. Randu adalah kakak seperguruan dari Gusti patih Setyo Pinangan, oleh karena itulah istri Gusti patih Setyo Pinangan cukup mengenali sosok lelaki itu yang memang sudah sifatnya tidak banyak bicara dan selalu bersikap dingin, tapi dasarnya hatinya sangat baik dan tidak begitu suka mencampuri urusan dunia persilatan, kehidupannya lebih banyak dihabiskannya di Bukit Bayangan.
“Ternyata aji Membelah Suara 4 Penjuru Angin milik kakang sudah begitu sempurnanya, sampai-sampai mereka tidak menyadari kalau kakang tadi yang mengeluarkan ucapan……”. Ucap Gusti Patih Setyo Pinangan lagi hingga membuat lelaki yang disebut Randu itu hanya tampak tersenyum tanpa bicara.
“Siapa pemuda ini adik Setyo.....?”
“Dia putraku kakang.......”
“Putramu.....?”. ucap lelaki yang bernama Randu ini terlihat terkejut dengan wajah berkerut.
“Putra angkatku kang......”. ucap Gusti patih Setyo Pinangan terlihat mengerti akan keheranan kakangnya, ucapan Gusti patih Setyo Pinangan membuat lelaki itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Tapi kemudian dia tidak banyak bertanya, kedua tangannya tampak mengangkat tubuh Bintang kedalam pondongannya. Langkahnya segera menuju kearah kereta kuda dengan diikuti oleh Gusti patih Setyo Pinangan beserta istinya.
“Bagaimana kakang bisa tahu keberadaan kami.....?”
“Aku tidak tahu, tapi guru mengatakan kalau aku harus menjemput seseorang dibawah kaki Bukit Bayangan ini.......dan rupanya orang itu adalah kalian......”. ucap lelaki itu lagi seraya duduk didepan sais kuda, sementara Gusti patih Setyo Pinangan beserta istrinya sudah pula menaiki kereta kuda tersebut, dengan perlahan lelaki yang dipanggil Randu ini mulai menjalankan kereta kuda tersebut menuju ke Bukit Bayangan.
Diatas Bukit Bayangan, tepatnyat disebuah bangunan tua yang cukup besar dan indah, terlihat sesosok tubuh yang ternyata adalah sosok seorang kakek tua yang tengah berdiri didepan pintu gerbang bangunan tua tersebut, kakek ini tampak berdiri dengan tatapan kearah depan, sosoknya hanya tampak mengenakan pakaian berwarna kecoklatan, dikepalanya terlihat rambutnya yang telah memutih diikat dengan rapi dengan sebuah ikat kepala putih. Dan astaga, ternyata kakek itu hanya memiliki sebuah tangan, sedangkan tangan yang satunya lagi tampak memegang sebuah tongkat. Dan terlihat sepasang bibir kering sikakek tampak tersenyum saat melihat sebuah kereta kuda yang mulai datang mendekatinya dan tak lama kemudian kereta kuda itupun sudah mencapai pintu gerbang bangunan tua tersebut.
Dari dalam kereta kuda terlihat sosok Gusti Patih Setyo Pinangan bersama istrinya terlihat langsung turun dari kereta kuda tersebut, keduanya tampak mendekati sosok kakek tersebut.
“Guru.......”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan lagi dengan menjura hormat, rupanya kakek bertangan tunggal itulah yang disebut sebagai Dewa Tanpa Bayangan oleh orang-orang rimba persilatan
“Kakek......”. ucap istri Gusti Patih Setyo Pinangan lagi ikut menjura hormat pada sosok kakek tersebut, kakek itu hanya tampak tersenyum seraya memegang kepala keduanya.
“Bangunlah Setyo.....bangunlah Ratih…..”. ucap kakek itu lagi dengan lembutnya. Dan kedua-duanya terlihat bangkit dari tempat mereka. Sementara Randu terlihat membopong sosok seorang pemuda.
“Siapa dia Setyo…..?”
“Dia putra angkatku guru…….”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan lagi hingga membuat kakek itu menganggukkan kepalanya. Lalu kakek itu tampak berjalan turun dan mendekati sosok pemuda yang kini berada dalam bopongan Randu. Sejenak terlihat sikakek memeriksa keadaan Bintang yang tengah tak sadarkan diri.
“Syukurlah dia tidak apa-apa……”
“Siapa namanya Setyo…..?”
“Namanya Bintang guru…..”
“Bintang…..Bintang, nama yang aneh…..apakah tidak ada nama lain yang pantas untuknya……” ucap sikakek lagi hingga membuat Gusti patih Setyo Pinangan dan istrinya tersenyum.
Tapi tiba-tiba saja wajah sikakek ini berubah saat dia melihat sekilas sebuah rajah yang terdapat pada dada bintang yang sekilas terlihat saat sebuah angin semilir yang menyimbak sedikit baju Bintang.
Dengan penasaran sikakek menyibak pakaian Bintang dan terlihat berubahlah paras sikakek saat melihat sebuah rajah bergambar bintang didada Bintang.
“Tanda ini……”. Ucap sikakek lagi dengan suara bergetar, hal ini tentu saja mengejutkan Gusti Patih Setyo Pinangan dan yang lainnya melihat perubahan diwajah guru mereka, tidak biasanya gurunya bersikap demikian.
“Ayo cepat, kita masuk kedalam……”. Ucap sikakek lagi seraya melangkah masuk, kedua muridnya beserta istri Gusti Patih Setyo Pinangan tampak mengikutinya dari belakang dengan perasaan aneh dan heran.
Selesai
Nah, bagaimana kelanjutan kisah ini ?
Jika benar Bintang adalah putra angkat dari Gusti Patih Setyo Pinangan, lalu Siapakah Bintang sebenarnya ?
Kenapa wajah Dewa Tanpa Bayangan berubah saat melihat tanda rajah didada Bintang ?
Nantikan semua jawabannya dalam :
RAHASIA SANG PENDEKAR
Kuning keemasan memancar diufuk fajar, seakan-akan menandakan kalau sebentar lagi sang mentari akan segera menampakkan dirinya di ufuk timur sebagai pertanda dimulainya kehidupan diatas muka bumi ini. Satu demi satu terdengar suara cicit burung yang saling bersahut-sahutan dari dahan ke dahan semakin menambah indahnya pagi itu. Di sebuah bukit yang tampak berdiri dengan tegarnya dari kejauhan, sepanjang mata memandang bukit itu tampak begitu dipenuhi oleh pepohonan yang tumbuh menjulang tinggi seakan ingin mencakar langit, hingga kalau pada siang hari, kerimbunan dan ketinggian pohon tersebut mampu memberikan bayangan keteduhan pada bukit itu, hingga tak heran banyak orang-orang awam maupun orang-orang persilatan yang memberikan nama sebagai Bukit Bayangan terhadap bukit itu. “Hyattthiyattt”. tiba-tiba terdengar suara teriakan keras dari atas puncak Bukit Bayangan, kian lama kian semakin terdengar jelas suara tersebut dan bila kita melihat lebih dekat, ternyata diata
Keesokan harinya, seperti yang telah direncanakan, Dewa Tanpa Bayanganpun segera berangkat menuju ke Lembah Obat, tempat kediaman sahabatnya Peramal 5 Benua. Dengan mengandalkan aji Mambang Bayunya, Dewa Tanpa Bayangan mampu mencapai Lembah Obat hanya dalam dua hari saja, padahal bila menunggangi seekor kudapun paling tidak baru 4 hari baru bisa sampai ke Lembah Obat. Sosok kakek Dewa Tanpa Bayangan melesat dengan kecepatan tinggi menaiki Lembah Obat, dari wajahnya jelas terlihat kalau kakek itu sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan sahabatnya itu. Tak seberapa lama kemudian, diapun tiba dipuncak Lembah Obat. Dipuncak Lembah Obat, berdiri sebuah gubuk tua yang terlihat begitu amat sederhana, seorang kakek tampak tengah asyik menjemur dedaunan kering yang sepertinya akan diramunya menjadi obat, tapi pendengarannya yang tajam membuat sikakek tiba-tiba saja menghentikan pekerjaannya, tubuhnya segera berpaling kearah jalan setapak yang menuju langsu
Dua sosok bayangan terlihat berkelebat dengan cepat menaiki sebuah bukit, keduanya tampak berkelebat beriringan satu sama lain, bila menilik sosok penampilan keduanya, mereka berdua tak lain adalah Benua alias Peramal 5 Benua dan Baruna alias Dewa Tanpa Bayangan. “Kenapa tempatmu ini kau beri pagar bayang-bayang Baruna”. ucap Benua diantara kelebatan mereka. “Untuk jaga-jaga saja Benua, saat ini muridku yang menjadi patih kerajaan Karang Sewu itu telah menjadi incaran orang-orang yang ingin membunuhnya”. ucap Baruna lagi. “Yah, begitu kehidupan disebuah kerajaan Baruna, siapa yang lebih suka menjilat, dialah yang akan memangku jabatan tinggi”. ucap Peramal 5 Benua lagi, keduanya terus berkelebat menaiki bukit yang ada dihadapan mereka. Tak lama kemudian, keduanya segera tiba dipuncak Bukit Bayangan, dimana terdapat sebuah bangunan tua yang cukup besar. “Bintang... Bintang”. ucap kakek yang berlengan tunggal terlihat memanggil-manggil nama tersebut ser
“Berhasil!!”. ucap kakek Benua dan kakek Baruna hampir saja berteriak girang melihat keberhasilan Bintang menyeberangi sungai tersebut. Dan tanpa menunggu lagi kedua-duanya segera keluar dari persembunyian mereka, diseberang sungai Bintang tentu saja terkejut melihat kehadiran kedua kakek tersebut. “Kakek”. ucap Bintang dengan wajah gembira. “Ayo Bintang menyeberanglah gunakan aji Mambang Bayumu itu”. ucap kakek Baruna lagi dan Bintang terlihat menganggukkan wajahnya dan ; “Serrrrr...”. kini dengan mulus Bintang berhasil berkelebat diatas air sungai tersebut dan berhasil tiba ditepian sungai tersebut dengan sempurna. “Kakek”. Bintang langsung menjura hormat pada sosok kakek Baruna yang kini sudah berada dihadapannya. “Bangunlah cucuku”. ucap kakek Baruna lagi mengangkat tubuh Bintang, lalu kemudian pandangan Bintang beralih kearah sesosok kakek yang berada disebelah kakeknya. “Oh ya Bintang, perkenalkan ini adalah sahabat kake
“Apa maksud kakek, aku adalah Titisan Putra Bintang itu ?”. ucap Bintang lagi mencoba menyimpulkan apa yang telah didengarnya. Kakek Benua tidak menjawabnya, tapi kepalanya terlihat mengangguk. Bintang semakin terkejut dan tak percaya melihat hal itu, ditatapnya kakeknya kakek Baruna, lalu pamannya paman Randu, lalu kemudian romonya, Setyo Pinangan dan terakhir ibundanya yang terlihat hanya tertunduk. “Inilah rahasia besar yang ingin romo sampaikan padamu Bintang kau memang bukan putra kandung kami, aku menemukanmu saat aku menemani gusti prabu Karang Sewu berburu dihutan cadas putih dan sejak saat itulah aku dan istriku mengangkatmu sebagai anak kami.”. ucap Setyo Pinangan lagi akhirnya mengeluarkan ucapan itu, dan Bintang sendiri bagaikan mendengar suara petir yang amat keras dihadapannya. Dan Bintang semakin terkejut saat melihat tiba-tiba saja ibundanya berdiri dan berlari, dari kejauhan terdengar isak tangisnya. “Kau harus bisa menerima kenyataan ini Bin
“Aa...apa.....apa yang kau rasakan Bintang?”. ucap paman Randu ikut cemas. “Paman...aku merasakan tubuhku panas, panas sekali”. ucap Bintang lagi terlihat mencoba bertahan walau dengan tubuh menggigil dan wajah Bintang terlihat berubah pucat sepucat mayat. Tapi walaupun begitu Bintang mencoba tetap bertahan agar kesadarannya tetap utuh, dan terlihat Bintang memejamkan kedua matanya untuk menghilangkan rasa pusing dikepalanya, tapi untunglah siksaan itu tidak terjadi begitu lama, perlahan tapi pasti Bintang dapat merasakan ada satu hawa dingin dan menyejukkan yang mengaliri sekujur tubuhnya dan rasa panas yang tadi begitu mendera sekujur tubuhnya kini secara perlahan mulai sirna tertindih hawa dingin tersebut. “Bagaimana sekarang Bintang.?”. ucap kakek Benua lagi. “Rasa panas itu mulai hilang kek”. Ucap Bintang lagi setelah membuka kembali kedua matanya. “Tidak salah lagi, kau memang Titisan Putra Bintang itu Bintang, tidak salah lagi”. ucap kakek Benu
Semilir angin berhembus dengan lembut dipuncak Lembah Obat, dari puncak lembah dapat terlihat satu pemandangan hijau yang ada dikaki lembah, dimana terlihat jejeran pohon-pohon yang tumbuh dengan subur ditempat itu, berbagai macam ragam tumbuh-tumbuhan hidup dengan subur di Lembah itu. Sore itu didepan sebuah gubuk tua di puncak Lembah Obat terlihat Bintang tengah duduk berhadapan dengan kakek Benua, sosok seorang kakek bertubuh kurus renta dengan pakaian yang begitu sederhana sebuah tongkat usang terlihat dipangkuannya, dikepalanya tampak sebuah batok kelapa kering yang entah sudah seberapa lama berada diatas kepalanya, wajahnya tampak begitu lusuh, rambutnyapun sudah terlihat memutih semua. “Bintang, sebagaimana kau ketahui keberadaanku dikenal dirimba persilatan bukan karena tingginya kesaktian yang kumiliki, tapi orang-orang lebih mengenalku sebagai seorang peramal jitu dan seorang tabib pengobatan oleh karena itulah aku mungkin hanya akan menurunkan sedikit ilmu
Beberapa bulan sudah Bintang berada di Lembah Obat, berbagai pengetahuan tentang ilmu pengobatan dan sedikit ilmu kanuragan telah diberikan oleh kakek Benua pada Bintang. Pagi itu di Lembah Obat. Matahari baru saja menampakkan dirinya di ufuk timur, sinarnya terasa begitu hangat dikulit, rona-rona kuning keemasan terlihat memancar keluar menerangi hampir seluruh mayapada yang maha luas ini. “Hyattt! hiyyatttt...”. tapi kesunyian pagi itu terpecahkan oleh sebuah teriakan-teriakan nyaring yang berasal dari puncak Lembah Obat, dan bila kita melihat lebih dekat, ternyata suara-suara riuh itu berasal dari mulut seorang pemuda berparas tampan, tubuhnya yang tidak mengenakan pakaian tampak terlihat jelas begitu bidang dan kekar karena sudah terlatih sejak kecil, tubuh kekar itu terlihat sudah bersimbah keringat yang membanjiri sekujur tubuhnya, sepertinya pemuda ini telah berlatih cukup lama. Rambutnya yang cukup panjang terlihat dibiarkannya diterpa angin, sepasang m
Bintang yang melihat kekuatan puncak yang telah dikerahkan oleh Datuk Malenggang Dilangit, segera ikut menghimpun tenaganya. Uap tipis putih terlhat keluar dari tubuh Bintang, uap putih yang mengeluarkan hawa dingin yang sangat menyengat.Dari uap tipis itu, terlihat membentuk sebuah bayangan diatas kepala Bintang, bayangan seekor naga berwarna putih tercipta.“Ledakan besar, khhaaaa!”Tiba-tiba saja sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah diselimuti magma lahar panas langsung berlari kearah Bintang.Buumm! Buumm! Buumm! Buumm!Di setiap langkah Datuk Malenggang Dilangit terdengar suara ledakan-ledakan akibat tapak magma panas Datuk Malenggang Dilangit yang menjejak tanah, bagaikan seekor banteng ganas, sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah berubah menjadi monster magma lahar terus berlari kearah Bintang. Beberapa tombak dihadapan Bintang, monster magma Datuk Malenggang Dilangit melompat dan ;Wuussshhh!M
Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Ledakan-ledakan dahsyat dan beruntun terjadi diudara hingga terasa menggetarkan alam. Tinju-tinju magma bertemu dengan taburan Bintang-bintang putih kecil yang terang milik Bintang.Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Baik Bintang maupun Datuk Malenggang Dilangit terus melepaskan serangan dahsyatnya, hingga ledakan demi ledakan terus terjadi membahana ditempat itu, dalam sekejap saja, pohon-pohon yang ada dipulau itu langsung berterbangan dan bertumbangan entah kemana, tempat itu langsung luluh lantah dibuat oleh ledakan dahsyat oleh serangan Bintang dan Datuk Malenggang Dilangit.Saat Bintang berhasil turun kebawah, pulau itu sudah terbakar setengahnya akibat ledakan yang tadi terjadi, wajah Bintang kembali berubah saat melihat Datuk Malenggang Dilangit terlihat menghimpun tenaganya, magma lahar panas terlihat berkumpul ditelapak tangan Datuk Malenggang Dilangit.Bintang yang melihat hal itu segera ikut mengumpulkan haw
SEBUAH pulau kosong tak berpenghuni dipilih oleh Bintang untuk menjadi tempat pertarungannya dengan Datuk Malenggang Dilangit. Kini kedua-duanya sudah saling berdiri berhadapan, Bintang kini sudah kembali ke sosoknya semula, demikian pula Datuk Malenggang Dilangit yang kini sudah berdiri diatas tanah tempatnya berpijak. Kedua-duanya saling berhadapan dengan tatapan tajam.Wweerrrr..!Tanpa banyak bicara, sosok Datuk Malenggang Dilangit tiba-tiba saja mengeluarkan magma lahar panas dari sekujur tubuhnya, terutama dibagian kedua tangan, kedua kaki dan kepala. Sedangkan sebagian besar tubuhnya belum berubah menjadi magma lahar panas.Bintang yang melihat hal itupun tak tinggal diam, dan ;Blesshhhh...!Tiba-tiba saja tubuh Bintang telah diliputi energi putih keperakan, rambut Bintangpun telah berubah menjadi berwarna putih keperakan dengan balur-balur keemasan yang mengeluarkan hawa dingin. Rupanya Bintang langsung menggunakan wujud Pangeran Bulan
Wuusshhh!Tombak melesat dengan sangat cepat dan kuat kearah Datuk Malenggang Dilangit.Blepp!Kembali tombak yang dilemparkan oleh Sutan Rajo Alam hangus terbakar begitu menyentuh sosok Datuk Malenggang Dilangit.“Cepat ungsikan paduka rajo” teriak Datuk Rajo Dilangit memperingatkan para pejabat istana yang berdiri bersama Paduka Ananggawarman.“Tidak, aku takkan lari!” ucap Paduka Ananggawarman dengan keras hati hingga membuat Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam hanya menarik nafas panjang melihat kekerasan hati Paduka Ananggawarman.Sementara itu magma lahar panas terus semakin banyak menjalar menutupi halaman istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam terlihat tengah memikirkan rencana untuk mengatasi hal itu, waktu yang sempat dan mendesak membuat keduanya sedikit khawatir dengan keadaan yang terjadi, hingga ;“Datuak Malenggang Di
Istana Nagari Batuah terlihat begitu sibuk dengan segala macam aktivitasnya, karena hari ini adalah janji yang ditetapkan oleh Datuak Malenggang Dilangit terhadap wilayah Nagari Batuah, dengan dipimpin oleh Datuk Rajo Dilangit, Paduka Ananggawarman berniat untuk melawan Datuk Malenggang Dilangit dengan segenap kekuatan istana Nagari Batuah, para hulubalang, panglima dan pejabat istana Nagari Batuahpun memberikan tanda kesiapan mereka berjuang hidup atau mati demi mempertahankan kedaulatan istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dipercaya oleh Paduka Ananggawarman untuk memimpin seluruh pasukan yang ada di istana Nagari Batuah dan Datuk Rajo Dilangit menerimanya untuk menjalankan taktik yang akan digunakan untuk melawan amukan Datuk Malenggang Dilangit. Seluruh masyarakat kotaraja Nagari Batuah sudah diungsikan demi keselamatan mereka. Paduka Ananggawarman menolak untuk ikut me
Pagi itu di Istana Bunian, panglima Kitty yang tiba-tiba saja datang menghadap, disaat Bintang dan Ratu Bunian tengah bercengkrama mesra berdua. “Sembah hormat hamba paduka, ratu” ucap panglima Kitty berlutut dihadapan keduanya. Ratu Bunian terlihat mengangkat tangannya sebagai tanda menerima hormat panglima Kitty. “Ada apa Kitty?” “Ampun ratu, Datuak Malenggang Dilangit sudah muncul kembali” ucap Kitty lagi hingga membuat wajah Ratu Bunian berubah pucat. Bintang yang ada didekatnya mulai tertarik mendengarnya. “Untung saja kita cepat memindahkan Negeri Bunian jauh dari gunung marapi. Kalau tidak, Datuak Malenggang Dilangit pasti sudah datang kemari” ucap Ratu Bunian lagi. Panglima Kitty terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. “Dimana Datuak Malenggang Dilangit muncul Kitty?” tanya Bintang cepat hingga membuat Ratu Bunian dan panglima Kitty memandang kearah Bintang. “Ampun paduka, Datuak Malenggang Dilangit mengacau di istana Nagari Batuah” “Istana Nagari Batuah?!” ulang Bintan
“Maafkan kelancangan ambo datuak” ucap Datuk Rajo Dilangit lagi. Entah apa maksud Datuk Rajo Dilangit yang tiba-tiba saja berjongkok. Perlahan sosok Datuk Rajo Dilangit mulai berubah menjadi seekor harimau loreng yang sangat besar, 2x ukuran harimau dewasa, sama besarnya dengan harimau putih jelmaan Datuk Malenggang Dilangit.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Dua harimau besar ini saling mengaum dengan dahsyat, begitu dahsyatnya banyak para prajurit yang ada ditempat itu jatuh terduduk karena lemas lututnya.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Kembali kedua harimau besar ini saling mengaum, tapi kali ini disertai dengan sama-sama saling menerkam kedepan.Kembali terjadi dua pertarungan raja rimba yang sama-sama berwujud besar. Saling terkam, saling cakar dan saling gigit, dilakukan oleh kedua harimau berbeda warna ini. Kali ini harimau belang jelmaan Datuk Rajo Dilangit mampu memberikan perlawanan sen
Sekarang Datuk Malenggang Dilangit telah dikeroyok oleh dua pengguna harimau dan macan kumbang, tapi bukannya terdesak, Datuk Malenggang Dilangit justru tertawa-tawa senang melayani serangan keduanya.“Hahaha.. sudah lama aku tidak bertarung sesenang ini” ucap Datuk Malenggang Dilangit lagi.Sebenarnya jurus-jurus harimau putih milik Datuk Malenggang Dilangit tidaklah jauh berada diatas jurus harimau singgalang milik Wijaya dan jurus macan kumbang milik Panglima Kumbang, hanya saja perbedaan kekuatan dan pengalaman yang membuat Datuk Malenggang Dilangit lebih unggul.Memasuki jurus ke 88, Wijaya dan Panglima Kumbang terlihat sama-sama melompat mundur kebelakang.Graaauumm!Ggrraaamm!Tiba-tiba saja Wijaya dan Panglima Kumbang terdengar mengaum. Sosok Wijaya sendiri yang sudah berjongkok merangkak tiba-tiba saja berubah wujud menjadi seekor harimau belang kuning dewasa, sedangkan sosok Panglima Kumbang y
Wusshhh!Seperti melempar karung saja, Datuk Malenggang Dilangit dengan ringannya melemparkan sosok Rajo mudo Basa kehadapan Paduka Ananggawarman.Tapp!Sesosok tubuh tampak langsung bergerak didepan Paduka Ananggawarman dan langsung menangkap tubuh Rajo mudo Basa yang dilemparkan oleh Datuk Malenggang Dilangit. Rupanya dia adalah Panglima Kumbang.“Rajo mudo, anakku” ucap Panglima Kumbang dengan wajah berubah yang melihat keadaan Rajo mudo Basa yang babak belur. Panglima Kumbang dengan cepat memeriksa keadaan putranya tersebut. Walaupun babak belur, Panglima Kumbang masih dapat merasakan tanda-tanda kehidupan ditubuh Rajo mudo Basa walaupun sangat lemah sekali. Panglima Kumbang segera memerintahkan beberapa prajurit untuk membawa sosok Rajo mudo Basa.“Apa yang datuak lakukan pada putra hamba?” tanya Panglima Kumbang lagi. Nada suara Panglima Kumbang sedikit meninggi.“Putramu, siapa kau?&rdqu