Pagi sudah datang menjelang, sinar mentaripun sudah memancarkan sinarnya yang mengahangatkan tubuh sejak dari tadi. Semburat cahaya kuning keemasan sudah terlihat memancar menyeruak di ufuk timur. Saat itu dirumah patih Suryadana. Beberapa orang tengah duduk seperti tengah membicarakan sesuatu hal yang penting. Mereka diantaranya adalah patih Suryadana sebagai tuang rumah, patih Ronggo, senopati Suryatama putra dari patih Suryadana dan senopati Jakabaya putra angkat dari patih Ronggo. Selain mereka juga ada Bintang dan Paman Randu.
“Maaf kalau malam tadi saya pulang duluan kang. Keadaan di kotaraja ramai sekali malam tadi”. ucap Bintang lagi mengemukakan alasannya kepada Suryatama yang menanyakan kehilangan dirinya tadi malam sewaktu kejadian dipasar tersebut.
“Tidak apa-apa Bintang”
“Saat ini keadaan dikotaja semakin ramai saja, banyak pendekar-pendekar dari berbagai golongan yang datang. Tampaknya kali ini pembukaan senopati agul akan berlangsung sengit“. U
Matahari sudah mulai menapak puncaknya, sinarnya mulai terasa hangat menerpa kulit. Air tampak mengalir dengan tenang ditepian sebuah sungai. Sebatang pohon yang tumbang ditepian sungai terlihat membentang, tapi bukan itu yang menarik pemandangan yang ada ditempat itu, melainkan sesosok tubuh yang tampak tengah berdiri bersandar pada pohon tumbang itu. Sosok itu tampak mengenakan sebuah kerudung dikepalanya, hanya matanya saja yang terlihat menyemburat diantara kerudungnya. Sosok itu tampak mengenakan pakaian yang lumayan mewah yang sebagian dirinya tertutup oleh kerudung panjang yang dikenakannya, dari bentuk tubuhnya dapat dipastikan kalau sosok itu adalah seorang wanita. Ini dapat terlihat dari bentuk tubuhnya yang ramping ideal. Begitu tinggi semampai. Bahkan ujung rambutnya yang panjangpun terlihat sedikit menjuntai diantara balik kerudungnya. Sesekali sosok berkerudung ini terlihat mengedarkan pandangannya kearah sekelilingnya, seolah-olah tengah mencari-cari sesuatu.
Malam kembali datang menerpa kegelaman alam. Sang rembulapun sudah kembali menampakkan dirinya. Memberikan sinarnya yang lembut ke alam mayapada. Bintang-Bintangpun tampak berpijar menemani sang bulan diperaduannya. Keindahan malam itupun terlihat begitu dinikmati sepasang muda-mudi yang tengah dimabuk asmara yang melepas hasrat ditepian sebuah danau kecil yang ada ditepian sebuah hutan yang berada disebelah utara kotaraja. Seekor kuda tampak tertambat tak jauh dari keduanya, seakan menjadi saksi cinta keduanya. Ini jelas terlihat dari keadaan keduanya, dimana sosok gadis muda belia berwajah cantik nan jelita tampak bersandar manja pada sosok pemuda yang ada disebelahnya, sesekali terlihat keduanya saling melumat mesra dan memeluk erat diantara keduanya. Melihat keduanya, tentu kita dapat mengenalinya, mereka tak lain dan tak bukan adalah Bintang dan Larasati adanya. Setelah seberapa lama. “Kang. Apakah kakang benar-benar sayang dan cinta sama Laras?”
Kemeriahan di kerajaan karang terus berlanjut, dari penobatan gusti pangeran linuhsewu menjadi gusti prabu karang sewu yang baru sampai sayembara calon senopati agul yang baru dikerajaan karang sewu yang baru. Hari ini, panas terik ternyata tidak menghalangi puluhan bahkan ratusan masyarakat karang sewu yang berkumpul di pekarangan istana, dimana ditengah–tengah kerumunan itu terdapat sebuah panggung arena besar. Di atas arena terlihat dua orang lelaki muda yang tengah menguji ilmu silatnya untuk mendapatkan gelar senopati agul kerajaan karang sewu. Sesekali terdengar sorakan dari para penduduk kotaraja saat salah satu jagoan mereka berhasil menang. Sementara itu dikursi kebesaran, duduk para pejabat dan pembesar Istana Karang sewu, termasuk Bintang yang duduk disebelah patih Ronggo. Bintang tampak mengedarkan pandangannya kearah sekelilingnya, tapi tak dapat dilihatnya sosok Larasati diantaranya, sejenak Bintang mengalihk
“Bangunlah Bintang” “Ada apa gerangan gusti prabu memanggil hamba ?” Gusti Prabu terlihat menatap kearah para pembesar yang ada disekitarnya. “Begini Bintang, 4 hari kedepan, aku ingin kau dan raden Santang mengadu ilmu kanuragan di arena sayembara”. ucap gusti prabu lagi, dan kontan saja wajah Bintang berubah mendengar hal itu. “Ampunkan hamba gusti, tapi... tapi hamba kemari bukan untuk mengikuti sayembara senopati agul gusti” “Yah... aku tahu itu Bintang, anggaplah ini sebagai hadiahmu kepadaku, bagaimana ??” Sejenak Bintang menatap kearah sekelilingnya, dimana saat itu para pembesar juga terlihat ikut menatapnya dengan penuh arti. Bintang terdiam tapi terus berpikir. “Begini saja Bintang, jika kau menang dalam pertarungan itu, maka aku akan memulihkan nama baik romomu di kerajaan karang sewu ini, bagaimana ?”. ucap gusti prabu lagi dengan mantap, dan lagi-lagi wajah Bintang berubah. “Baiklah gusti prabu”. U
Malam menyelimuti kegelapan malam, sang rembulan tampak bersinar redup malam itu, Bintang-Bintangpun tak banyak menampakkan dirinya malam itu. Angin berhembus kencang seakan semakin menambah suramnya malam itu. Sementara itu dipinggiran kotaraja karang sewu, tak banyak terlihat orang yang berkeliaran, mereka lebih memilih diam didalam rumah ketimbang harus keluyuran diluar ditengah malam yang dingin seperti ini. Di sebuah gubuk tua yang terdapat disebuah pematang sawah, gubuk yang tiada berdinding ini tampak seberkas cahaya yang berasal dari seonggok api unggun kecil yang menyala didalamnya. Dapat dilihat gubuk itu hanya sebuah tempat beristirahat petani dikala siang harinya setelah lelah bertani. Di dekat api unggun yang menyala, terlihat sepasang muda-muda yang tengah menikmati keberduaan mereka, terlihat sosok cantik jelita sang wanita yang tengah menyandarkan dirinya dipangkuan sang pemuda. Menilik dari keduanya, mereka tak lain adalah Bintang dan gusti
“Kukuruyuukkkk..”. suara kokok ayam jantan menyambut datangnya pagi, mentari udah sejak tadi menampakkan dirinya diufuk timur, menandakan pagi sudah menjelang datang sejak tadi. Karang sewu, tepatnya di kotaraja karang sewu, puluhan bahkan ratusan orang penduduk datang berduyun-duyun menuju ke Istana Karang sewu. Sebagian yang lain tampak sudah memenuhi pekarangan Istana Karang sewu, dimana ditengah-tengah perkarangan terdapat sebuah arena yang beberapa hari yang lalu digunakan untuk mencari senopati agul yang baru. Dan kini tempat itu sudah dipenuhi kembali oleh masyarakat kotaraja, baik dari kalangan orang biasa maupun dari kalangan pendekar, ini dapat dilihat dari pakaian-pakaian yang mereka kenakan. Gong! “Gusti prabu telah tiba..”. suara gong dan sebuah suara terdengar membahana, suara hiruk pikuk ditempat itu dengan serta merta menjadi hening, kini semua mata tertuju pada satu rombongan yang terlihat bar
“Ini akan jadi pertarungan yang sangat menarik”. gumam gusti prabu lagi saat melihat sosok Bintang dan raden Santang sudah saling berhadapan. “Kali ini akan kupermalukan dirimu dihadapan orang banyak Bintang.”. batin raden Santang seraya menatap Bintang dengan tatapan yang meremehkan. “Romo, hari ini aku akan memulihkan nama baik romo dikerajaan karang sewu ini”. batin Bintang lagi mengingat wajah romo dan bundannya dibenaknya. “Ayo mulai!” “Mulai! Mulai!! Mulai!!!”. sorak penonton semakin membahana ditempat itu, semangat mereka terlihat begitu membara seakan sudah tidak sabar lagi untuk segera melihat pertunjukan adu kesaktian diantara kedua putra patih ini. “Bersungguh-sungguhlah Bintang, karena aku tidak akan setengah-setengah dalam menghadapimu.”. ucap raden Santang lagi mantap. “Kau sudah siap Bintang ?”. sambung raden Santang lagi. “Silahkan raden yang duluan”. Ucap Bintang seraya mempersilahkan raden Santang unt
“Huppp.”. sosok raden Santang terlihat melompat mundur. Begitu raden Santang melompat mundur, seketika sorak tepuk tangan penonton langsung membahana ditempat itu. “Hebat.....hebat.....teruskan....!!! teruskan....!!”. terdengar sorakan penonton dengan penuh semangat. Sejak tadi mereka menahan nafas karena terpana melihat pertarungan yang terjadi dan kini mereka baru bernafas lega. “Lalu apa yang harus aku lakukan guru ?”. batin raden Santang lagi. “Pancing dia untuk menyerangmu terlebih dahulu, setelah itu gunakan jurus Membelah Diri yang kuajarkan padamu, lalu pergunakan jurus Cakar Naga untuk menyerangnya, tapi kali ini arahkan serangannya dari atas dan bawah, terutama incar kedua kakinya.”. balas Pertapa Lembah Naga lagi, dan raden Santang terlihat mengangguk. Sementara itu ditempatnya Bintang terlihat menarik nafas lega melihat raden Santang menarik serangannya. “Hebat! Benar-benar hebat”. ucap gusti prabu tanpa sadar set
Bintang yang melihat kekuatan puncak yang telah dikerahkan oleh Datuk Malenggang Dilangit, segera ikut menghimpun tenaganya. Uap tipis putih terlhat keluar dari tubuh Bintang, uap putih yang mengeluarkan hawa dingin yang sangat menyengat.Dari uap tipis itu, terlihat membentuk sebuah bayangan diatas kepala Bintang, bayangan seekor naga berwarna putih tercipta.“Ledakan besar, khhaaaa!”Tiba-tiba saja sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah diselimuti magma lahar panas langsung berlari kearah Bintang.Buumm! Buumm! Buumm! Buumm!Di setiap langkah Datuk Malenggang Dilangit terdengar suara ledakan-ledakan akibat tapak magma panas Datuk Malenggang Dilangit yang menjejak tanah, bagaikan seekor banteng ganas, sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah berubah menjadi monster magma lahar terus berlari kearah Bintang. Beberapa tombak dihadapan Bintang, monster magma Datuk Malenggang Dilangit melompat dan ;Wuussshhh!M
Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Ledakan-ledakan dahsyat dan beruntun terjadi diudara hingga terasa menggetarkan alam. Tinju-tinju magma bertemu dengan taburan Bintang-bintang putih kecil yang terang milik Bintang.Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Baik Bintang maupun Datuk Malenggang Dilangit terus melepaskan serangan dahsyatnya, hingga ledakan demi ledakan terus terjadi membahana ditempat itu, dalam sekejap saja, pohon-pohon yang ada dipulau itu langsung berterbangan dan bertumbangan entah kemana, tempat itu langsung luluh lantah dibuat oleh ledakan dahsyat oleh serangan Bintang dan Datuk Malenggang Dilangit.Saat Bintang berhasil turun kebawah, pulau itu sudah terbakar setengahnya akibat ledakan yang tadi terjadi, wajah Bintang kembali berubah saat melihat Datuk Malenggang Dilangit terlihat menghimpun tenaganya, magma lahar panas terlihat berkumpul ditelapak tangan Datuk Malenggang Dilangit.Bintang yang melihat hal itu segera ikut mengumpulkan haw
SEBUAH pulau kosong tak berpenghuni dipilih oleh Bintang untuk menjadi tempat pertarungannya dengan Datuk Malenggang Dilangit. Kini kedua-duanya sudah saling berdiri berhadapan, Bintang kini sudah kembali ke sosoknya semula, demikian pula Datuk Malenggang Dilangit yang kini sudah berdiri diatas tanah tempatnya berpijak. Kedua-duanya saling berhadapan dengan tatapan tajam.Wweerrrr..!Tanpa banyak bicara, sosok Datuk Malenggang Dilangit tiba-tiba saja mengeluarkan magma lahar panas dari sekujur tubuhnya, terutama dibagian kedua tangan, kedua kaki dan kepala. Sedangkan sebagian besar tubuhnya belum berubah menjadi magma lahar panas.Bintang yang melihat hal itupun tak tinggal diam, dan ;Blesshhhh...!Tiba-tiba saja tubuh Bintang telah diliputi energi putih keperakan, rambut Bintangpun telah berubah menjadi berwarna putih keperakan dengan balur-balur keemasan yang mengeluarkan hawa dingin. Rupanya Bintang langsung menggunakan wujud Pangeran Bulan
Wuusshhh!Tombak melesat dengan sangat cepat dan kuat kearah Datuk Malenggang Dilangit.Blepp!Kembali tombak yang dilemparkan oleh Sutan Rajo Alam hangus terbakar begitu menyentuh sosok Datuk Malenggang Dilangit.“Cepat ungsikan paduka rajo” teriak Datuk Rajo Dilangit memperingatkan para pejabat istana yang berdiri bersama Paduka Ananggawarman.“Tidak, aku takkan lari!” ucap Paduka Ananggawarman dengan keras hati hingga membuat Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam hanya menarik nafas panjang melihat kekerasan hati Paduka Ananggawarman.Sementara itu magma lahar panas terus semakin banyak menjalar menutupi halaman istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam terlihat tengah memikirkan rencana untuk mengatasi hal itu, waktu yang sempat dan mendesak membuat keduanya sedikit khawatir dengan keadaan yang terjadi, hingga ;“Datuak Malenggang Di
Istana Nagari Batuah terlihat begitu sibuk dengan segala macam aktivitasnya, karena hari ini adalah janji yang ditetapkan oleh Datuak Malenggang Dilangit terhadap wilayah Nagari Batuah, dengan dipimpin oleh Datuk Rajo Dilangit, Paduka Ananggawarman berniat untuk melawan Datuk Malenggang Dilangit dengan segenap kekuatan istana Nagari Batuah, para hulubalang, panglima dan pejabat istana Nagari Batuahpun memberikan tanda kesiapan mereka berjuang hidup atau mati demi mempertahankan kedaulatan istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dipercaya oleh Paduka Ananggawarman untuk memimpin seluruh pasukan yang ada di istana Nagari Batuah dan Datuk Rajo Dilangit menerimanya untuk menjalankan taktik yang akan digunakan untuk melawan amukan Datuk Malenggang Dilangit. Seluruh masyarakat kotaraja Nagari Batuah sudah diungsikan demi keselamatan mereka. Paduka Ananggawarman menolak untuk ikut me
Pagi itu di Istana Bunian, panglima Kitty yang tiba-tiba saja datang menghadap, disaat Bintang dan Ratu Bunian tengah bercengkrama mesra berdua. “Sembah hormat hamba paduka, ratu” ucap panglima Kitty berlutut dihadapan keduanya. Ratu Bunian terlihat mengangkat tangannya sebagai tanda menerima hormat panglima Kitty. “Ada apa Kitty?” “Ampun ratu, Datuak Malenggang Dilangit sudah muncul kembali” ucap Kitty lagi hingga membuat wajah Ratu Bunian berubah pucat. Bintang yang ada didekatnya mulai tertarik mendengarnya. “Untung saja kita cepat memindahkan Negeri Bunian jauh dari gunung marapi. Kalau tidak, Datuak Malenggang Dilangit pasti sudah datang kemari” ucap Ratu Bunian lagi. Panglima Kitty terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. “Dimana Datuak Malenggang Dilangit muncul Kitty?” tanya Bintang cepat hingga membuat Ratu Bunian dan panglima Kitty memandang kearah Bintang. “Ampun paduka, Datuak Malenggang Dilangit mengacau di istana Nagari Batuah” “Istana Nagari Batuah?!” ulang Bintan
“Maafkan kelancangan ambo datuak” ucap Datuk Rajo Dilangit lagi. Entah apa maksud Datuk Rajo Dilangit yang tiba-tiba saja berjongkok. Perlahan sosok Datuk Rajo Dilangit mulai berubah menjadi seekor harimau loreng yang sangat besar, 2x ukuran harimau dewasa, sama besarnya dengan harimau putih jelmaan Datuk Malenggang Dilangit.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Dua harimau besar ini saling mengaum dengan dahsyat, begitu dahsyatnya banyak para prajurit yang ada ditempat itu jatuh terduduk karena lemas lututnya.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Kembali kedua harimau besar ini saling mengaum, tapi kali ini disertai dengan sama-sama saling menerkam kedepan.Kembali terjadi dua pertarungan raja rimba yang sama-sama berwujud besar. Saling terkam, saling cakar dan saling gigit, dilakukan oleh kedua harimau berbeda warna ini. Kali ini harimau belang jelmaan Datuk Rajo Dilangit mampu memberikan perlawanan sen
Sekarang Datuk Malenggang Dilangit telah dikeroyok oleh dua pengguna harimau dan macan kumbang, tapi bukannya terdesak, Datuk Malenggang Dilangit justru tertawa-tawa senang melayani serangan keduanya.“Hahaha.. sudah lama aku tidak bertarung sesenang ini” ucap Datuk Malenggang Dilangit lagi.Sebenarnya jurus-jurus harimau putih milik Datuk Malenggang Dilangit tidaklah jauh berada diatas jurus harimau singgalang milik Wijaya dan jurus macan kumbang milik Panglima Kumbang, hanya saja perbedaan kekuatan dan pengalaman yang membuat Datuk Malenggang Dilangit lebih unggul.Memasuki jurus ke 88, Wijaya dan Panglima Kumbang terlihat sama-sama melompat mundur kebelakang.Graaauumm!Ggrraaamm!Tiba-tiba saja Wijaya dan Panglima Kumbang terdengar mengaum. Sosok Wijaya sendiri yang sudah berjongkok merangkak tiba-tiba saja berubah wujud menjadi seekor harimau belang kuning dewasa, sedangkan sosok Panglima Kumbang y
Wusshhh!Seperti melempar karung saja, Datuk Malenggang Dilangit dengan ringannya melemparkan sosok Rajo mudo Basa kehadapan Paduka Ananggawarman.Tapp!Sesosok tubuh tampak langsung bergerak didepan Paduka Ananggawarman dan langsung menangkap tubuh Rajo mudo Basa yang dilemparkan oleh Datuk Malenggang Dilangit. Rupanya dia adalah Panglima Kumbang.“Rajo mudo, anakku” ucap Panglima Kumbang dengan wajah berubah yang melihat keadaan Rajo mudo Basa yang babak belur. Panglima Kumbang dengan cepat memeriksa keadaan putranya tersebut. Walaupun babak belur, Panglima Kumbang masih dapat merasakan tanda-tanda kehidupan ditubuh Rajo mudo Basa walaupun sangat lemah sekali. Panglima Kumbang segera memerintahkan beberapa prajurit untuk membawa sosok Rajo mudo Basa.“Apa yang datuak lakukan pada putra hamba?” tanya Panglima Kumbang lagi. Nada suara Panglima Kumbang sedikit meninggi.“Putramu, siapa kau?&rdqu