Malam itu Nyai Purbasari benar-benar tak dapat memejamkan matanya, benaknya selalu teringat akan Bintang, kegelisahannya jelas terpancar dari sosok dirinya yang malam itu benar-benar tak kuasa untuk memejamkan kedua matanya, lebatnya guyuran hujan malam itu seakan ikut menambah kegundahan hati Nyai Purbasari.
“Ah... Apakah kangmas Bintang benar-benar tidak menyadari kalau sikapku selama ini padanya sudah menandakan kalau aku mencintainya... Ah, tidak mungkin kangmas Bintang tidak tahu hal ini”. ucap Nyai Purbasari lagi, berkata pada dirinya sendiri.
“Tapi, ah, bagaimana kalau memang seandainya kangmas Bintang memang benar-benar tidak tahu dengan perasaanku ini. Ah, aku harus mengatakan tentang hal ini padanya, diterima atau tidak yang penting aku sudah mengungkapkan perasaanku padanya, paling tidak seumur hidupku aku tidak akan dihantui oleh rasa penasaranku.”. batin Nyai Purbasari lagi memutuskan tentang apa yang harus dilakukannya. Memutuskan demikian, Nyai Purbasa
“Ya, tapi nyai tau sendiri kalau aku begitu mencintai Nyai Kembangsari.”. ucap Bintang lagi hingga kali ini wajah Nyai Purbasari justru berubah murung. Harapannya untuk mendapatkan sambutan cinta dari Bintang rasanya hanya tinggal harapan baginya. “Tapi aku sadar nyai, aku harus terus melanjutkan hidupku.”. ucap Bintang lagi hingga lagi-lagi paras cantik Nyai Purbasari berubah, ditatapnya kedua mata Bintang untuk mencari jawaban atas pernyataan Bintang barusan. “Sebenarnya aku juga memiliki perasaan yang sama dengan nyai”. ucap Bintang lagi hingga semakin membuat paras Nyai Purbasari berubah. Bahkan Nyai Purbasari semakin terkejut saat tiba-tiba saja jari jemari tangan Bintang sudah mulai membelai wajah cantiknya, Nyai Purbasari tidak menyadari kalau saat itu Bintang sudah tak sanggup lagi untuk menahan gejolak hasrat birahi didalam dirinya melihat sosok jelita Nyai Purbasari yang berdiri begitu menggairahkan dihadapannya. “Sekarang katakan padaku nyai, apakah nyai mencintaiku?”. uc
Mentari baru saja menampakkan dirinya diufuk timur, sinarnya terasa hangat menerpa kulit, seakan menjadi tanda kalau hari itu akan cerah. Seorang pemuda tampak melangkah dengan penuh semangat menapaki setiap langkah kakinya. Menilik dari sosok penampilan dan wajah tampannya, tentu pemuda ini sudah tidak asing lagi bagi kita karena dia memang Bintang alias Ksatria Pengembara. Disepanjang langkah kakinya, Bintang terlihat terus tersenyum-senyum sendiri, ada kebahagiaan yang terpancar jelas diwajahnya, pancaran kepuasan yang amat sangat. Saat ini Bintang memang baru saja meninggalkan Desa Tawungsari, tapi pengalamannya malam tadi bersama Nyai Purbasari dalam merajut birahi benar-benar menjadi pengalaman yang takkan pernah terlupakan bagi Bintang. Walau selama ini Bintang sudah sering menikmati tubuh indah seorang wanita, tapi pengalamannya malam tadi bersama Nyai Purbasari benar-benar menjadi pengalaman yang amat berbeda dari pengalaman yang selama ini dialaminya, belum
“Kita sudah sampai ya Sembrani”. ucap Bintang lagi. “Hiekk”. Sembrani hanya meringkik pelan, kini Bintang dapat melihat sebuah pulau yang tampaknya sedang dituju oleh Sembrani dan wajah Bintang semakin berubah saat dirinya sudah semakin dekat mencapai pulau tersebut, tiba-tiba saja disepanjang pulau tersebut, keadaannya yang tadi gelap gulita telah berubah menjadi terang benderang yang berasal dari puluhan bahkan mungkin ratusan obor yang dijejer secara rapi disepanjang pulau tersebut. Dengan diiringi tatapan takjub Bintang, Sembrani terus terbang membawa Bintang menuju ketengah-tengah pulau, dan wajah Bintang kembali berubah saat melihat ratusan sosok-sosok yang tengah menunggu dibawahnya, yang paling mengejutkan Bintang adalah sosok-sosok tersebut adalah sosok-sosok kera yang jumlahnya mungkin mencapai ratusan. Sembrani terbang rendah dan akhirnya mendaratkan kakinya dengan mulus ditanah, begitu kedua kakinya menjejak tanah, kedua sayap dipunggungnya langsung sirna.
Pulau Kera, Pulau tempat kediaman Dewa Kera dan rakyatnya. Selama berada di Pulau Kera, Bintang sudah banyak mengetahui tentang sosok Dewa Kera, dan Bintang juga tahu kalau rupanya umur Dewa Kera saat ini sudah hampir 1500 tahun. Di Pulau Kera, Bintang bukan saja mendapatkan bimbingan ilmu kanuragan langsung dari Dewa Kera, tapi ternyata ditempat itu ada banyak buku-buku pengetahuan dari dunia luar yang selama ini belum pernah Bintang ketahui sebelumnya. Sejak kecil Bintang memang sangat suka sekali membaca, karena dengan membaca Bintang bisa tahu sesuatu yang belum diketahuinya, dan tentu saja banyaknya buku-buku pengetahuan yang ada di tempat kediaman Dewa Kera tidak disia-siakan oleh Bintang, bahkan ada satu buku yang sangat disukai oleh Bintang, yaitu sebuah buku yang menurut Dewa Kera didapatkannya dari seorang rahib yang berasal dari negeri Tibet, kitab itu berisi tentang pengetahuan tata pemerintahan dan strategi perang. Dua pengetahuan ini memang amat
“Terimalah hadiah dariku ini guru”. ucap Dewa Kera lagi seraya menyerahkan kotak itu kepada Bintang, dengan tangan gemetar Bintang menyambut pemberian Dewa Kera. “Apa ini Dewa Kera?” “Guru buka saja, nanti juga guru akan tahu” Dengan perasaan yang berdebar, Bintang membuka kotak ditangannya dan ; : “Crebb.”. seberkas cahaya kuning keemasan menyemburat keluar dari dalam kotak tersebut, seketika saja Bintang memejamkan kedua matanya karena silaunya cahaya kemilau kuning keemasan yang keluar dari kotak keemasan tersebut, tapi hal itu tak berlangsung lama, selang beberapa helaan nafas, cahaya itu sudah sirna, kini Bintang memberanikan dirinya membuka kedua matanya. “Ginseng...”. kata Bintang terkejut saat mengetahui ternyata isi dari kotak tersebut adalah sebuah ginseng, sebagai orang yang menguasai ilmu pengobatan, Bintang tentu dapat mengenali benda kecil yang ada didalam kotak tersebut, hanya saja bedanya dari ginseng-ginseng yang selama ini Bintang li
Lelaki yang berada dibalik pintu terlihat menatap sosok Patih Ronggo dan putranya Senopati Jakabaya, dan ; “Mari, silahkan masuk.”. ucap lelaki itu lagi akhirnya mempersilahkan kedua utusan karang sewu ini untuk masuk. Keduanya segera masuk mengikuti langkah situan rumah hingga akhirnya mereka sampai diberanda bangunan tersebut. “Tunggu sebentar disini”. ucapnya lagi seraya meninggalkan keduanya dan masuk kedalam bangunan. Tak seberapa lama kemudian sosok lelaki itu sudah kembali keluar, tapi kali ini dia tidak sendiri, ada 2 orang yang ikut bersamanya, salah satunya adalah sosok seorang wanita setengah baya, walaupun wajahnya terlihat sedikit pucat, tapi masih memperlihatkan raut kecantikan dimasa mudanya, disebelahnya tampak pula seorang laki-laki yang sudah berusia cukup tua, tapi kewibawaan dan ketegasan terlihat jelas diwajahnya. Melihat kedatangan ketiga orang tersebut, sosok Patih Ronggo dan putranya Senopati Jakabaya terlihat bangkit b
“Saya diutus kemari oleh gusti prabu untuk mengundang gusti patih dan keluarga untuk menghadiri penobatan putra mahkota menjadi raja di Kerajaan Karang Sewu”. ucap Patih Ronggo lagi. “Oh, jadi begitu”. ucap Patih Setyo Pinangan lagi, sejenak Patih Setyo Pinangan menatap kearah istrinya yang ada disebelahnya. “Ronggo tolong sampaikan ucapan terima kasihku kepada gusti prabu atas perhatian gusti prabu kepada kami sekeluarga, dan tolong juga sampaikan maafku kepada gusti prabu karena saya dan keluarga tidak bisa datang menghadiri penobatan tersebut”. ucap Patih Setyo Pinangan lagi akhirnya. “Maaf gusti, tapi gusti prabu sangat mengharapkan kedatangan gusti patih dan keluarga” “Ya, sebenarnya aku sangat ingin datang Ronggo, tapi aku tak ingin melanggar sumpahku dulu, saat meninggalkan istana Karang Sewu, aku pernah bersumpah tidak akan menjejakkan kakiku lagi di istana karang sewu, aku harap kau bisa mengerti Ronggo. Aku tak mungkin melanggar sumpahku sen
“Sebaiknya kau menyerah saja adipati bodoh, atau kau juga ingin kehilangan nyawamu seperti nyawa prajurit-prajurit bodohmu ini.”. salah seorang belasan begal itu mengeluarkan ucapan. Tak lama kemudian sosok seorang laki-laki keluar dari dalam kereta kencana, dari pakaian mewahnya jelas kalau laki-laki berwajah kharismatik ini bukanlah orang sembarangan, seperti yang disebutkan oleh para begal tadi dengan sebutan adipati. “Aa.. Apa mau kalian?”. ucap adipati itu lagi dengan suara bergetar. “Nah begitukan lebih baik, jadi kau tidak perlu kehilangan nyawa para anak buahmu dengan sia-sia”. ucap salah seorang begal itu lagi. “Serahkan semua kekayaan yang kau bawa kepada kami, baru kau boleh pergi dari sini dengan selamat”. ucapan sang begal terhenti. Dengan tangan gemetar, adipati itu terlihat merogoh kantongnya dan terlihat kini ditangannya beberapa keping uang sudah tergenggam ditangannya. “Bagus, cepat serahkan uang itu pada kami” Sang adipati t