“Sudah lama sekali aku ingin berjumpa denganmu Bintang, dan untungnya shang Hiang whidi masih memberikan umur padaku untuk bertemu denganmu”. ucap sikakek berwajah merah ini lagi, ucapannya kali ini terdengar begitu tegas dan penuh wibawa.
“Dia adalah Sigila Tuak Bintang”. ucap kakek Benua memperkenalkannya sahabatnya itu.
“Oh... terimalah sembah hormat saya kek, sudah lama sekali saya juga ingin bertemu dengan kakek”. ucap Bintang lagi seraya menjura hormat pada sosok Sigila Tuak yang hanya terlihat tersenyum-senyum sendiri.
“He he he...! mimpi apa aku semalam Benua, bisa mendapat juraan hormat seorang pendekar besar seperti muridmu ini”. ucap Sigila Tuak lagi tertawa, Bintang hanya tersenyum kecil mendengar hal itu.
“Sudah, sudah, bicaranya nanti saja, sebentar lagi malam akan datang, ayo kita kembali ke gubuk”. ucap kakek Benua lagi mengingatkan mereka, mereka merekapun segera kembali menuju ketempat kediaman kakek Benua.
***
“Tekadnya untuk menolong sesama membuatnya dengan tekun mempelajari ilmu-ilmu pengobatan, dia ingin menolong orang-orang yang menderita.”. ucap kakek Benua lagi, mendengar apa yang dijelaskan oleh kakek Benua dan kakek Sigila Tuak yang diam-diam mengagumi Satria. Bintang dapat membayangkan bagaimana menderitanya diusia semuda Satria harus kehilangan kedua orangtuanya, kehilangan tempat sandaran dan kurangnya mendapatkan kasih sayang dari orangtua. “Oh ya, mungkin kau perlu melihat ini Bintang ?”. ucap kakek Benua tiba-tiba saja, seraya meraih sebuah gulungan surat dari balik pakaiannya dan menyerahkannya kepada Bintang. Bintang segera membukanya dan membaca isi surat tersebut dan sesaat setelah selesai membaca surat itu terlihat perubahan diwajah Bintang dan kemudian tatapan Bintang beralih kearah sosok pemuda yang masih berendam didaam kolam kecil yang ada dihadapan mereka. “Dia adalah Rama Anggada Putra Dewa Pengemis, ketua Perkumpulan Pengemis”. ucap kakek
Hanya saja kali ini sedikit berbeda, serangan yang dilancarkan oleh Sigila Tuak, selain sangat cepat dan penuh tipuan, gerakan kakek Sigila Tuak yang sempoyong seperti orang yang sedang mabok itu sungguh sulit untuk diduga kerarah mana serangan yang akan dilancarkan oleh kakek Sigila tuak, untung saja Bintang memiliki aji Tatar Netra dan jurus Kijang Kelana yang bisa mengimbangi semua itu. Keringat tampak sudah membanjiri tubuh keduanya saat kedua-duanya saling melompat mundur kebelakang setelah bertarung hampir selama puluhan jurus, baik Bintang dan kakek Sigila Tuak terlihat sama-sama mengambil nafas untuk meredakan kelelahan mereka. “He he he...! sudah kubilang kau sudah terlalu tua untuk bertarung dengannya Wanaya.”. sebuah tawa terkekeh terdengar diiringi dengan mendekatnya sesosok kakek dengan mengenakan batok kelapa kering dikepalanya. “Bukan aku yang tua, tapi memang muridmu yang kelewat hebat Benua”. ucap kakek Sigila Tuak lagi ikut
“Fuuhhh...”. terdengar helaan nafas panjang dari bibir pemuda yang tengah berendam dikolam kecil itu, dari sikap duduknya, jelas pemuda itu tengah melakukan tapa brata, entah sudah seberapa lama hal itu dilakukannya, yang jelas ke-4 orang yang tengah menunggunya terlihat sudah tidak sabar. Ke-4 sosok itu tak lain adalah Kakek Benua, Kakek Sigila Tuak, Bintang dan Satria. Tak seberapa lama kemudian terlihat sang pemuda sudah mulai membuka kembali kedua matanya. Kini pemuda itu dapat melihat dengan jelas bagaimana ke-4 sosok yang tengah berdiri dihadapannya dan juga saat itu tengah menatap kearahnya. “Bagaimana keadaanmu sekarang Rama. ?”. kakek Benua angkat bicara terlebih dahulu seraya mendekati sosok pemuda yang disebut kakek Benua dengan sebutan Rama. “Sudah cukup baikan kek, terima kasih”. ucap pemuda itu lagi berusaha tersenyum walau dengan agak dipaksakan. “Jangan berterima kasih padaku Rama, aku dan ayahmu sudah bersahabat saja lama, jadi untuk
Beberapa hari kemudian, keadaan Rama Anggada semakin membaik, luka diwajah dan disekujur tubuhnya sudah mulai sembuh, dan tenaganyapun sudah mulai pulih, semua ini tentu berkat perawatan Satria yang secara telaten dan teliti mengobati Satria siang dan malam. Dan pagi itu dia dapat bernafas dengan lega bahkan sudah bisa mengenakan pakaiannya kembali, hari itu bersama-sama mereka sarapan pagi, Rama sudah bisa mengenali siapa-siapa yang ada bersamanya, terlebih Bintang, karena selama beberapa hari ini Bintanglah yang selalu menemaninya bicara dan membangkitkan kembali semangatnya untuk tetap bertahan hidup. Nama besar Bintang tentu sudah sering didengarnya, tapi selama beberapa hari ini bersama Bintang, Rama baru mengetahui kalau Bintang bukan saja seorang pendekar yang memiliki nama besar, tapi juga sangat bersikap dewasa dan banyak memberikan petuah-petuah yang sangat mendukung semangat hidupnya kembali, hal inilah yang membuat Rama Anggada begitu amat menghormati Bintang.
Setelah memesan makanannya, Bintang kembali mengedarkan pandangannya kearah rombongan para pengemis yang kebetulan duduk tak jauh dari tempat duduknya dan Bintang berusaha mempertajam pendengarannya tapi sayang riuhnya suara yang ada didalam warung itu membuat Bintang tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang tengah dibicarakan oleh rombongan para pengemis itu, hingga tak lama kemudian pesanan Bintangpun akhirnya datang. Sebelum sempat menikmati hidangan yang dipesannya, tiba-tiba saja pandangan Bintang dapat melihat sosok lelaki tua yang tadi diketahuinya sebagai pemilik perahu baru saja memasuki warung tersebut dan sekali lagi sangat disayangkan keadaan warung itu sudah penuh oleh pengunjung hingga tidak ada lagi tempat kosong. “Aduh ki londot, semua tempat sudah penuh. ?”. ucap sang aki pemilik warung lagi terlihat menyambut kedatangannya. “Ah, tidak apa-apa ki lanut, aku senang melihat kemajuan warungmu sekarang..” “Bagaimana dengan usaha perahu penyebe
“Lalu apakah gusti Patih Suwandaru masih berada di istana kerajaan Bintan ?”. “Oh tidak den, gusti Patih Suwandaru sekarang sudah membuka sebuah perguruan silat yang bernama Perguruan Tongkat Dewa yang berada didesa Jetayu diutara dan kira-kira 1 ½ hari perjalanan dari Kerajaan Bintan.”. ucap ki Lanut lagi sehingga membuat Bintang mengangguk-anggukkan wajahnya. “Ya sudah kalau begitu den, kita bisa berangkat sekarang”. ucap ki Lanut lagi, dan Bintangpun menganggukkan kepalanya. Tak seberapa lama setelah Bintang dan ki Lanut beranjak meninggalkan warung itu, tiga sosok tubuh yang berada dibalik sebuah tirai bambu terlihat ikut bangkit berdiri dan setelah membayar pesanannya diapun ikut melangkah keluar. Tak perlu menunggu lama, perahu ki Lanut sudah tampak berisi penuh oleh penduduk lokal maupun orang-orang persilatan yang ikut menyeberang ke pulau Bintan. Maka perjalanan itupun dilakukan. *** Kotaraja Bintan ternyata cuk
“Kau beruntung kali ini bocah”. ucap sang centeng lagi seraya pergi meninggalkan tempat itu dengan cepat, sepeninggalan kedua centeng itu Bintang segera memeriksa keadaan anak kecil itu dan Bintang dapat menarik napas lega saat mengetahui kalau anak kecil itu hanya menderita luka luar saja hingga membuatnya tak sadarkan diri. Kini kita tinggalkan Bintang sebentar yang tengah mengurus bocah kecil tersebut, kita ikuti langkah kedua centeng yang dengan wajah senyum-senyum setelah mendapatkan rezeki yang begitu amat tidak disangka-sangkanya itu. Tak seberapa jauh dari tempat mereka meninggalkan bocah kecil bersama pemuda yang tak mereka kenal itu, tiba-tiba ; “Sebaiknya kalian kembalikan uang yang bukan menjadi hak milik kalian itu.”. sebuah suara terlihat langsung menghentikan langkah kedua centeng ini. Sejenak kedua centeng ini terlihat memandangi keadaan disekeliling mereka untuk mencari asal suara tersebut, tapi tetap saja tak ditemukan sosok yang tengah mere
Malam kembali menyelimuti alam, diangkasa, rembulan dan beberapa buah bintang tampak masih menemani sang malam dengan setia, kesunyian begitu terasa bila malam datang menjelang, hanya sesekali suara jangkrik dan binatang-binatang malam lainnya yang terdengar menggema dibeberapa tempat. Nyala api unggun terlihat menyala terang didalam sebuah hutan, didekatnya tampak seorang bocah kecil yang terlihat asyik memandangi sebuah ayam yang terpanggang tepat diatas api unggun yang ada dihadapannya, beberapa kali terlihat sang bocah meneguk air liurnya sendiri membayangkan betapa lezatnya ayam panggang yang ada dihadapannya itu, rasanya sudah tidak lagi dia ingin segera mencicipinya, matanya tak pernah lepas dari ayam panggang yang ada dihadapannya. “Bersabarlah Nandung, sebentar lagi juga matang”. ucap seorang pemuda yang sejak tadi tersenyum memperhatikan bocah kecil yang disebutnya dengan panggilan Nandung itu. “Masih lama ya kang”. ucap bocah yang bernama Nandung i
Bintang yang melihat kekuatan puncak yang telah dikerahkan oleh Datuk Malenggang Dilangit, segera ikut menghimpun tenaganya. Uap tipis putih terlhat keluar dari tubuh Bintang, uap putih yang mengeluarkan hawa dingin yang sangat menyengat.Dari uap tipis itu, terlihat membentuk sebuah bayangan diatas kepala Bintang, bayangan seekor naga berwarna putih tercipta.“Ledakan besar, khhaaaa!”Tiba-tiba saja sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah diselimuti magma lahar panas langsung berlari kearah Bintang.Buumm! Buumm! Buumm! Buumm!Di setiap langkah Datuk Malenggang Dilangit terdengar suara ledakan-ledakan akibat tapak magma panas Datuk Malenggang Dilangit yang menjejak tanah, bagaikan seekor banteng ganas, sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah berubah menjadi monster magma lahar terus berlari kearah Bintang. Beberapa tombak dihadapan Bintang, monster magma Datuk Malenggang Dilangit melompat dan ;Wuussshhh!M
Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Ledakan-ledakan dahsyat dan beruntun terjadi diudara hingga terasa menggetarkan alam. Tinju-tinju magma bertemu dengan taburan Bintang-bintang putih kecil yang terang milik Bintang.Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Baik Bintang maupun Datuk Malenggang Dilangit terus melepaskan serangan dahsyatnya, hingga ledakan demi ledakan terus terjadi membahana ditempat itu, dalam sekejap saja, pohon-pohon yang ada dipulau itu langsung berterbangan dan bertumbangan entah kemana, tempat itu langsung luluh lantah dibuat oleh ledakan dahsyat oleh serangan Bintang dan Datuk Malenggang Dilangit.Saat Bintang berhasil turun kebawah, pulau itu sudah terbakar setengahnya akibat ledakan yang tadi terjadi, wajah Bintang kembali berubah saat melihat Datuk Malenggang Dilangit terlihat menghimpun tenaganya, magma lahar panas terlihat berkumpul ditelapak tangan Datuk Malenggang Dilangit.Bintang yang melihat hal itu segera ikut mengumpulkan haw
SEBUAH pulau kosong tak berpenghuni dipilih oleh Bintang untuk menjadi tempat pertarungannya dengan Datuk Malenggang Dilangit. Kini kedua-duanya sudah saling berdiri berhadapan, Bintang kini sudah kembali ke sosoknya semula, demikian pula Datuk Malenggang Dilangit yang kini sudah berdiri diatas tanah tempatnya berpijak. Kedua-duanya saling berhadapan dengan tatapan tajam.Wweerrrr..!Tanpa banyak bicara, sosok Datuk Malenggang Dilangit tiba-tiba saja mengeluarkan magma lahar panas dari sekujur tubuhnya, terutama dibagian kedua tangan, kedua kaki dan kepala. Sedangkan sebagian besar tubuhnya belum berubah menjadi magma lahar panas.Bintang yang melihat hal itupun tak tinggal diam, dan ;Blesshhhh...!Tiba-tiba saja tubuh Bintang telah diliputi energi putih keperakan, rambut Bintangpun telah berubah menjadi berwarna putih keperakan dengan balur-balur keemasan yang mengeluarkan hawa dingin. Rupanya Bintang langsung menggunakan wujud Pangeran Bulan
Wuusshhh!Tombak melesat dengan sangat cepat dan kuat kearah Datuk Malenggang Dilangit.Blepp!Kembali tombak yang dilemparkan oleh Sutan Rajo Alam hangus terbakar begitu menyentuh sosok Datuk Malenggang Dilangit.“Cepat ungsikan paduka rajo” teriak Datuk Rajo Dilangit memperingatkan para pejabat istana yang berdiri bersama Paduka Ananggawarman.“Tidak, aku takkan lari!” ucap Paduka Ananggawarman dengan keras hati hingga membuat Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam hanya menarik nafas panjang melihat kekerasan hati Paduka Ananggawarman.Sementara itu magma lahar panas terus semakin banyak menjalar menutupi halaman istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam terlihat tengah memikirkan rencana untuk mengatasi hal itu, waktu yang sempat dan mendesak membuat keduanya sedikit khawatir dengan keadaan yang terjadi, hingga ;“Datuak Malenggang Di
Istana Nagari Batuah terlihat begitu sibuk dengan segala macam aktivitasnya, karena hari ini adalah janji yang ditetapkan oleh Datuak Malenggang Dilangit terhadap wilayah Nagari Batuah, dengan dipimpin oleh Datuk Rajo Dilangit, Paduka Ananggawarman berniat untuk melawan Datuk Malenggang Dilangit dengan segenap kekuatan istana Nagari Batuah, para hulubalang, panglima dan pejabat istana Nagari Batuahpun memberikan tanda kesiapan mereka berjuang hidup atau mati demi mempertahankan kedaulatan istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dipercaya oleh Paduka Ananggawarman untuk memimpin seluruh pasukan yang ada di istana Nagari Batuah dan Datuk Rajo Dilangit menerimanya untuk menjalankan taktik yang akan digunakan untuk melawan amukan Datuk Malenggang Dilangit. Seluruh masyarakat kotaraja Nagari Batuah sudah diungsikan demi keselamatan mereka. Paduka Ananggawarman menolak untuk ikut me
Pagi itu di Istana Bunian, panglima Kitty yang tiba-tiba saja datang menghadap, disaat Bintang dan Ratu Bunian tengah bercengkrama mesra berdua. “Sembah hormat hamba paduka, ratu” ucap panglima Kitty berlutut dihadapan keduanya. Ratu Bunian terlihat mengangkat tangannya sebagai tanda menerima hormat panglima Kitty. “Ada apa Kitty?” “Ampun ratu, Datuak Malenggang Dilangit sudah muncul kembali” ucap Kitty lagi hingga membuat wajah Ratu Bunian berubah pucat. Bintang yang ada didekatnya mulai tertarik mendengarnya. “Untung saja kita cepat memindahkan Negeri Bunian jauh dari gunung marapi. Kalau tidak, Datuak Malenggang Dilangit pasti sudah datang kemari” ucap Ratu Bunian lagi. Panglima Kitty terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. “Dimana Datuak Malenggang Dilangit muncul Kitty?” tanya Bintang cepat hingga membuat Ratu Bunian dan panglima Kitty memandang kearah Bintang. “Ampun paduka, Datuak Malenggang Dilangit mengacau di istana Nagari Batuah” “Istana Nagari Batuah?!” ulang Bintan
“Maafkan kelancangan ambo datuak” ucap Datuk Rajo Dilangit lagi. Entah apa maksud Datuk Rajo Dilangit yang tiba-tiba saja berjongkok. Perlahan sosok Datuk Rajo Dilangit mulai berubah menjadi seekor harimau loreng yang sangat besar, 2x ukuran harimau dewasa, sama besarnya dengan harimau putih jelmaan Datuk Malenggang Dilangit.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Dua harimau besar ini saling mengaum dengan dahsyat, begitu dahsyatnya banyak para prajurit yang ada ditempat itu jatuh terduduk karena lemas lututnya.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Kembali kedua harimau besar ini saling mengaum, tapi kali ini disertai dengan sama-sama saling menerkam kedepan.Kembali terjadi dua pertarungan raja rimba yang sama-sama berwujud besar. Saling terkam, saling cakar dan saling gigit, dilakukan oleh kedua harimau berbeda warna ini. Kali ini harimau belang jelmaan Datuk Rajo Dilangit mampu memberikan perlawanan sen
Sekarang Datuk Malenggang Dilangit telah dikeroyok oleh dua pengguna harimau dan macan kumbang, tapi bukannya terdesak, Datuk Malenggang Dilangit justru tertawa-tawa senang melayani serangan keduanya.“Hahaha.. sudah lama aku tidak bertarung sesenang ini” ucap Datuk Malenggang Dilangit lagi.Sebenarnya jurus-jurus harimau putih milik Datuk Malenggang Dilangit tidaklah jauh berada diatas jurus harimau singgalang milik Wijaya dan jurus macan kumbang milik Panglima Kumbang, hanya saja perbedaan kekuatan dan pengalaman yang membuat Datuk Malenggang Dilangit lebih unggul.Memasuki jurus ke 88, Wijaya dan Panglima Kumbang terlihat sama-sama melompat mundur kebelakang.Graaauumm!Ggrraaamm!Tiba-tiba saja Wijaya dan Panglima Kumbang terdengar mengaum. Sosok Wijaya sendiri yang sudah berjongkok merangkak tiba-tiba saja berubah wujud menjadi seekor harimau belang kuning dewasa, sedangkan sosok Panglima Kumbang y
Wusshhh!Seperti melempar karung saja, Datuk Malenggang Dilangit dengan ringannya melemparkan sosok Rajo mudo Basa kehadapan Paduka Ananggawarman.Tapp!Sesosok tubuh tampak langsung bergerak didepan Paduka Ananggawarman dan langsung menangkap tubuh Rajo mudo Basa yang dilemparkan oleh Datuk Malenggang Dilangit. Rupanya dia adalah Panglima Kumbang.“Rajo mudo, anakku” ucap Panglima Kumbang dengan wajah berubah yang melihat keadaan Rajo mudo Basa yang babak belur. Panglima Kumbang dengan cepat memeriksa keadaan putranya tersebut. Walaupun babak belur, Panglima Kumbang masih dapat merasakan tanda-tanda kehidupan ditubuh Rajo mudo Basa walaupun sangat lemah sekali. Panglima Kumbang segera memerintahkan beberapa prajurit untuk membawa sosok Rajo mudo Basa.“Apa yang datuak lakukan pada putra hamba?” tanya Panglima Kumbang lagi. Nada suara Panglima Kumbang sedikit meninggi.“Putramu, siapa kau?&rdqu