Bab109
Terdengar tangis pilu disertai makian dari Melin, menggema.
Rumi tersenyum di dalam kamarnya. Sedangkan Gaby, nampak sangat terpukul, dengan apa yang dilihatnya tadi.
Rumi pun izin pamit sama Gaby, dia berniat untuk berjalan-jalan di pusat perbelanjaan.
"Mamah ikut," ucap Gaby, dengan suara yang masih serak, dan wajah memerah.
"Yakin? Dengan kondisi Mamah yang begini?" tanya Rumi.
Gaby mengangguk. "Jika Mamah terus di rumah, hati Mamah akan terus sakit dan marah kepada Andre. Apalagi, anak itu dari tadi, terus duduk di depan rumahnya."
"Oh. Oke, Mah. Ayok!" kata Rumi.
Dalam hati. "Baiklah, tidak masalah tidak lancar, aku punya cara lain," katanya.
Rumi pun membawa Gaby ke pusat perbelanjaan terbesar, yang ada di kota tempat mereka tinggal.
Kenangan masa kecil Gaby, begitu kentara. Masa di mana dia bagitu di manja Rasyid.
Bahkan, hampir setiap hari, Gaby berjalan-jalan di pusat perbelanjaan ini
Bab110"Mah," seru Rumi, ketika mendapati Gaby terus tercenung di depan jendela depan rumah."Ya," sahut Gaby pelan. Ia pun menoleh ke belakang, dan Rumi pun duduk di sampingnya."Tante Ganesa kan tadi itu?" tanya Rumi lagi."Iya Rumi, itu tadi Tante Ganesa.""Kenapa Mamah malah nggak berani memperlihatkan wajah? Bahkan kesannya Mamah menghindari Tante.""Mamah terlalu banyak salah padanya."Rumi terdiam."Kini Tantemu begitu sukses dan terlihat sudah menjadi wanita hebat. Mamah malu, dengan keadaan Mamah kini."Rumi masih terdiam, tidak lagi banyak bicara.Ia pun pamit kembali ke dalam kamarnya, dan membiarkan Gaby meratapi nasibnya."Tante Ganesa begitu cantik," lirih Rumi. "Anaknya juga. Seru kali ya, jika aku buat anak Tante menjadi jelek," kekeh Rumi.Rumi duduk di de
Bab111Gaby gelisah, menunggu Rumi di depan rumahnya datang."Kemana anak itu," lirih Gaby.Wanita itu gemetar hebat, kala mendapati kirim paket pagi tadi, yang isinya, ada foto dirinya, dengan lumuran darah di dalam sebuah kotak kecil.Dan sebuah tulisan, bernada penuh ancaman."Sebentar lagi, nasibmu seperti foto ini."Gaby bingung, harus bicara pada siapa? Sedangkan Melin tidak ada di rumahnya. Semenjak pertikaiannya beberapa hari yang lalu.Melin dan Parwira, memutuskan untuk ke kampung halaman Melin. Sedangkan Andre, memilih untuk menyewa apartemen dekat kantornya.Andre merasa malu pada Gaby, karena ketahuan berselingkuh dari Harumi.*****Melihat Rumi datang, dengan menumpangi taksi kota. Hati Gaby sedikit lega, meskipun pikirannya masih dalam keadaan tidak tenang.Rumi membuka paga
Bab112Masa-masa indah itu telah sirna bagi Gaby. Bayangan kebahagian di masa tua, juga tidak ada sama sekali.Kedatangan Rumi di hidupnya, tidak juga mampu membangkitkan semangat.Gaby tetap merasa hampa, dan semakin tidak tenang.***********"Mah, Rumi mau keluar ya hari ini, ada urusan," kata Rumi dengan santai."Jangan lama-lama, ya.""Hhmmm." Rumi menanggapi dengan sikap acuh tak acuh, sembari menegak susu dalam gelas, yang tersedia di meja makan."Makan rotinya, Nak!" seru Gaby."Nanti saja, Rumi nggak napsu," ungkap Rumi sembari bangkit, dan berlalu begitu saja.Gaby menarik napas berat, kemudian dia merasakan rindu yang mendalam pada Harumi.Rumi dan Harumi, memang memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Jika Harumi lembut dan sopan.
Bab113 "Mamah ngapain?" ulang Rumi dengan tatapan dingin. Gaby gemetar, dan menatap Rumi. "Rumi, ini milik kamu?" tanya Gaby, sambil berusaha bangkit dari duduknya di lantai tadi. "Mamah ngapain? Jawab aku!" teriak Rumi dengan suara keras, membuat Gaby sangat terkejut. Rumi menatap tajam wajah Gaby, tatapan tajam dipenuhi dengan emosi. "Mamah rindu dengan Harumi, makanya Mamah masuk ke kamar ini. Niatnya, Mamah pengen mengambil baju Rumi. Tapi, malah dapat itu," jelas Gaby dengan suara bergetar. Bukan hanya suara, tubuhnya pun sama. Perasaan Gaby tidak nyaman, mendapati tatapan tajam mematikan dari mata Rumi. "Lancang!" kata Rumi, sambil berjalan, dan mendorong keras kepala Gaby, hingga membentur ke arah kaca lemari baju Harumi, yang terletak di depan Gaby berdiri. Prannggg .... pecahan kaca, diikuti dengan darah yang mengalir, di kepala Gaby. "Ya Allah," pekik Gaby kesakitan. "Dengar kau p
Bab114"Mamah nggak ada," sahut Rumi."Kemana? Sudah lama?""Ketempat Tante Ganesa! Saudara kembar Mamah. Sudah kan? Aku mau tidur," kata Rumi dengan tatapan malas.Andre pun mengangguk, dan berjalan menuju rumahnya.Rumi kembali menutup, dan mengunci daun pintu. Ia kembali ke gudang belakang, menemui Gaby."Mamah, bagaimana, kalau kita bermain-main dulu?" tawar Rumi, sambil mengeluarkan sebuah silet, dari dalam dompetnya.***********"Andre, ada mertua kamu di rumahnya?" tanya Melin, sambil menyandarkan diri di sofa."Nggak ada, Mah. Kata Rumi, Mamah Gaby keluar.""Tumben. Kemana katanya?"Andre menggendikkan bahu. "Nggak tahu. Andre ngantuk dan capek," ungkap Andre, sembari berjalan menuju pintu kamarnya."Assalamuallaik
Bab115"Hallo Mamah," sapa Rumi sambil terkekeh, melihat ke arah Gaby, yang masih terikat diatas kursi.Gaby menatap Rumi dengan kuyu, tenaganya tidak lagi banyak. Untuk mengangkat wajah saja, Gaby merasa tidak memiliki kekuatan.Rumi melirik ke arah jam tangannya. Dan mengeluarkan beberapa pil, yang sedari tadi di pegangnya."Mamah, maafkan aku," bisik Rumi, mendekat ke arah Gaby.Gaby waspada, namun Rumi langsung mencengkar kedua pipi Gaby, dan membuka penutup mulut. Kemudian, Gaby memaksakan beberapa pil itu, masuk ke dalam mulut Gaby.Gaby terbatuk, namun Rumi kembali menyokongnya dengan air putih. Setelah memastikan semua pil itu tertelan, Rumi kembali terkekeh dan menatap tajam wajah Gaby yang semakin melemah."Bagaimana rasanya melahirkan seorang monster, Mah? Mengerikan bukan?" ucap Rumi sambil tersenyum. "Mamah yang
Bab116"Keponakan?" lirih Ganesa."Kemarilah Tante Ganesa! Temui aku. Atau, anak kesayangan Tante ini, akan aku jatuhkan dari jurang!" ancam Rumi."Jurang? Jangan gila kamu, Rumi. Dimana posisi kamu sekarang? Aku akan segera datang," pekik Ganesa."Ditengah hutan jalan Sido. Ikuti jalan setapak, dan Tante, harus datang seorang diri. Atau tidak, Helena akan mati yang teramat menyakitkan.""Gila," pekik Ganesa. "Baik! Aku akan datang seorang diri.""No no no ...." Rumi terkekeh. "Aku akan memantau Tante, melalui video call. Aku bukan orang bodoh, aku harus memastikan, Tante datang seorang diri."Ganesa mendesah berat. Dan panggilan video pun langsung Rumi lakukan.Ganesa amat terkejut, ketika melihat Helena, tergantung di pinggiran jurang, dengan kaki satu terikat.Hati Ganesa hancur, melihat nasib malang anaknya itu. "Biadab!" batin Ganesa."Uuuhh, jangan menangis dong! Helena masih hidup Tanteku sayang. Dan jika p
Bab117"Aakkkhhh," pekik Ganesa, melihat tubuh Rumi ambruk ke tanah berumput.Lelaki berperawakan tinggi, mengenakan jaket hitam kulit, demgan topi di kepalanya, juga masker penutup wajahnya.Memukul belakang Rumi dan membuat wanita kejam itu jatuh pingsan.Lelaki itu menatap datar tubuh Rumi dan beralih ke arah Ganesa."Tunggu apalagi? Cepat lepaskan anakmu! Saya akan mengurus wanita ini," seru lelaki itu dengan suara beratnya."Ah, ya!" sahut Ganesa kikuk dan juga gemetar. Ia pun bergegas berlari, melewati lelaki itu.Dengan perasaan sedih disertai panik. Ganesa meraih tubuh Helena yang ternyata pingsan."Sungguh wanita biadab," desis Ganesa, sambil gemetar, dia berusaha keras melepas ikatan di kaki anak perempuannya itu."Nih pake!" kata lelaki tadi, dengan menyerahkan pisau.