Bab113
"Mamah ngapain?" ulang Rumi dengan tatapan dingin.
Gaby gemetar, dan menatap Rumi.
"Rumi, ini milik kamu?" tanya Gaby, sambil berusaha bangkit dari duduknya di lantai tadi.
"Mamah ngapain? Jawab aku!" teriak Rumi dengan suara keras, membuat Gaby sangat terkejut.
Rumi menatap tajam wajah Gaby, tatapan tajam dipenuhi dengan emosi.
"Mamah rindu dengan Harumi, makanya Mamah masuk ke kamar ini. Niatnya, Mamah pengen mengambil baju Rumi. Tapi, malah dapat itu," jelas Gaby dengan suara bergetar.
Bukan hanya suara, tubuhnya pun sama. Perasaan Gaby tidak nyaman, mendapati tatapan tajam mematikan dari mata Rumi.
"Lancang!" kata Rumi, sambil berjalan, dan mendorong keras kepala Gaby, hingga membentur ke arah kaca lemari baju Harumi, yang terletak di depan Gaby berdiri.
Prannggg .... pecahan kaca, diikuti dengan darah yang mengalir, di kepala Gaby.
"Ya Allah," pekik Gaby kesakitan.
"Dengar kau p
Bab114"Mamah nggak ada," sahut Rumi."Kemana? Sudah lama?""Ketempat Tante Ganesa! Saudara kembar Mamah. Sudah kan? Aku mau tidur," kata Rumi dengan tatapan malas.Andre pun mengangguk, dan berjalan menuju rumahnya.Rumi kembali menutup, dan mengunci daun pintu. Ia kembali ke gudang belakang, menemui Gaby."Mamah, bagaimana, kalau kita bermain-main dulu?" tawar Rumi, sambil mengeluarkan sebuah silet, dari dalam dompetnya.***********"Andre, ada mertua kamu di rumahnya?" tanya Melin, sambil menyandarkan diri di sofa."Nggak ada, Mah. Kata Rumi, Mamah Gaby keluar.""Tumben. Kemana katanya?"Andre menggendikkan bahu. "Nggak tahu. Andre ngantuk dan capek," ungkap Andre, sembari berjalan menuju pintu kamarnya."Assalamuallaik
Bab115"Hallo Mamah," sapa Rumi sambil terkekeh, melihat ke arah Gaby, yang masih terikat diatas kursi.Gaby menatap Rumi dengan kuyu, tenaganya tidak lagi banyak. Untuk mengangkat wajah saja, Gaby merasa tidak memiliki kekuatan.Rumi melirik ke arah jam tangannya. Dan mengeluarkan beberapa pil, yang sedari tadi di pegangnya."Mamah, maafkan aku," bisik Rumi, mendekat ke arah Gaby.Gaby waspada, namun Rumi langsung mencengkar kedua pipi Gaby, dan membuka penutup mulut. Kemudian, Gaby memaksakan beberapa pil itu, masuk ke dalam mulut Gaby.Gaby terbatuk, namun Rumi kembali menyokongnya dengan air putih. Setelah memastikan semua pil itu tertelan, Rumi kembali terkekeh dan menatap tajam wajah Gaby yang semakin melemah."Bagaimana rasanya melahirkan seorang monster, Mah? Mengerikan bukan?" ucap Rumi sambil tersenyum. "Mamah yang
Bab116"Keponakan?" lirih Ganesa."Kemarilah Tante Ganesa! Temui aku. Atau, anak kesayangan Tante ini, akan aku jatuhkan dari jurang!" ancam Rumi."Jurang? Jangan gila kamu, Rumi. Dimana posisi kamu sekarang? Aku akan segera datang," pekik Ganesa."Ditengah hutan jalan Sido. Ikuti jalan setapak, dan Tante, harus datang seorang diri. Atau tidak, Helena akan mati yang teramat menyakitkan.""Gila," pekik Ganesa. "Baik! Aku akan datang seorang diri.""No no no ...." Rumi terkekeh. "Aku akan memantau Tante, melalui video call. Aku bukan orang bodoh, aku harus memastikan, Tante datang seorang diri."Ganesa mendesah berat. Dan panggilan video pun langsung Rumi lakukan.Ganesa amat terkejut, ketika melihat Helena, tergantung di pinggiran jurang, dengan kaki satu terikat.Hati Ganesa hancur, melihat nasib malang anaknya itu. "Biadab!" batin Ganesa."Uuuhh, jangan menangis dong! Helena masih hidup Tanteku sayang. Dan jika p
Bab117"Aakkkhhh," pekik Ganesa, melihat tubuh Rumi ambruk ke tanah berumput.Lelaki berperawakan tinggi, mengenakan jaket hitam kulit, demgan topi di kepalanya, juga masker penutup wajahnya.Memukul belakang Rumi dan membuat wanita kejam itu jatuh pingsan.Lelaki itu menatap datar tubuh Rumi dan beralih ke arah Ganesa."Tunggu apalagi? Cepat lepaskan anakmu! Saya akan mengurus wanita ini," seru lelaki itu dengan suara beratnya."Ah, ya!" sahut Ganesa kikuk dan juga gemetar. Ia pun bergegas berlari, melewati lelaki itu.Dengan perasaan sedih disertai panik. Ganesa meraih tubuh Helena yang ternyata pingsan."Sungguh wanita biadab," desis Ganesa, sambil gemetar, dia berusaha keras melepas ikatan di kaki anak perempuannya itu."Nih pake!" kata lelaki tadi, dengan menyerahkan pisau.
Bab118Rumi terkekeh, membaca balasan pesan dari Ganesa."Kalau bukan karena kamu! Mungkin wanita itu, menyusul adek kesayangannya," seru Rumi pada lelaki yang membawanya tadi."Rumi, tolong berhentilah! Jangan kamu lakukan ini lagi. Mau berapa banyak, orang yang akan menderita, karena ulahmu ini?" kata lelaki itu."Ah, ini asik."Lelaki itu menghembuskan napas kasar."Apakah kamu tidak ingin hidup normal? Tenang dan damai, dan bisa menikmati udara segar di pagi hari."Rumi terkekeh. "Hidup damai, normal, dan menikmati indah pagi? Itu hanya impian yang lenyap dimakan takdir. Nyatanya, Tuhan tidak adil padaku! Dia membuat skenario takdir yang teramat menyakitkan.""Kamu tahu semua itu sakit. Tapi kenapa, kamu malah menjadi Monster yang kejam. Tuhan menyayangimu! Rumi. Dia ingin kamu kuat, dan tumbuh menjadi wanita hebat.""Aku tidak butuh itu! Juan. Aku butuh kasih sayang. Aku rindu keluarga yang utuh, dan aku iri pada me
Bab119Ganesa memandangi wajah Gaby, yang masih tidak sadarkan diri. Dengan banyaknya alat-alat, yang menempel di tubuh wanita itu.Sedangkan Rumi, kini masih belum di temukan, dan masih menjadi buronan.Rumi menghilang bak ditelan bumi. Terauma yang Rumi ciptakan pada Helena pun, berangsur hilang. Gadis kecil itu mulai bisa mengendalikan dirinya kini.Meskipun kadang-kadang, bayangan ketakutan itu, masih ada datang mengganggunya.Najib merengkuh tubuh Ganesa dari belakang. "Bagaimana kondisinya?" tanya lelaki itu.Ganesa tersenyum. "Kamu rupanya." Memandang ke arah wajah Najib, yang kini mengambil posisi duduk, tepat di sebelah Ganesa."Gaby koma.""Kasihan sekali," lirih Najib."Bagaimana kasus Rumi? Apakah mereka tidak dapat menangkap wanita kejam itu secepatnya?"
Bab120"Sudahlah, fokus sama pada Gaby," sela Parwira, yang mulai bosan mendengarkan perkataan-perkataan penuh dendam, yang terus Melin gaungkan."Tapi Rumi itu sudah sangat keterlaluan dan kejam.""Biar pihak yang berwajib, yang mengurusnya. Kita cukup berdoa saja, semoga dia segera ditangkap."Melin terisak, mengingat bagaimana Rumi membantai dengan kejam menantu kesayangannya itu."Entah bagaimana, dia bisa sekejam itu pada saudaranya sendiri," lirih Andre."Iblis berbentuk manusia," ucap Melin.Parwira hanya menarik napas, dan tetap fokus melajukan mobilnya.Kondisi Gaby dinyatakan koma. Hal itu, membuat Melin semakin histeris."Mah, ini rumah sakit," tegur Parwira, ketika Melin menangis begitu keras."Kasihan sekali Gaby Pah, kasihan sekali dia," pekik Melin
Bab121Panggilan telepon diputus Rumi, dan membuat Najib sangat panik, hingga meninju kasar setiran mobil."Jangan bicara omong kosong!" teriaknya pada Ganesa. "Kau pikir dirimu begitu hebat? Kalau anakku sampai kenapa-kenapa, aku tidak akan memaafkan kamu," lanjut Najib berapi-api."Mas, aku hanya tidak ingin wanita itu kesenangan, karena tahu kita panik.""Kau pikir kalau mau bicara! Otak dipake! Jangan seperti Papahmu yang ceroboh itu," kata Najib kepalang emosi diubun-ubun.Ganesa terhenyak, mendengar ucapan kasar Najib. Bahkan lelaki itu dengan tega, menyeret-nyeret nama Papahnya, yang baru meninggal 5 bulan ini.Luka tidak berdarah, hal itulah yang sering Ganesa rasakan. Ketika Najib, menyalahkan Zaki, karena kerugian besar yang perusahaan mereka alami saat mereka tinggal di Singapur.Mungkin yang orang katakan benar, pernikahan yang manis itu, hanyalah untuk pengantin baru.Tidak dengan pernikahannya kini. Menginjak usia