Bab97
"Andre," panggil Parwira.
"Ya, Pah." Andre yang duduk bersebelahan dengan Parwira, pun menoleh saat dipanggil.
"Kamu yakin tidak memiliki musuh?" selidik Parwira.
"Sumpah nggak ada, Pah. Harumi pun pasti tidak punya. Karena selama ini, Harumi jarang bergaul."
"Apa kamu memiliki wanita lain?"
Andre terlonjak, dengan pertanyaan Papahnya. "Kenapa Papah bertanya begitu?"
"Jawab saja! Sebagai laki-laki, Papah paham betul dengan hal semacam ini. Apalagi, Papah sering mendengar dari Mamah kamu, bahwa kamu, sering lembur dan telat pulang."
Andre menghela napas. "Tidak." Andre menyahut singkat, namun dia tidak berani melihat ke arah Papahnya.
"It's oke, Andre. Jujur tidak jujur, semua akan kamu tanggung seorang diri. Tapi satu hal yang harus kamu ingat. Bermain-main dengan api, tentu saja sangat berbahaya, kalau bukan kamu ya
Bab98Hari berganti hari, kini Melin mulai berusaha tegar.Keluarga Parwira pun, sudah pindah dari rumah lama. Kini rumah mereka, berdekatan dengan rumah Gaby.Rumah sederhana, sangat berbeda dari sebelumnya. Demi menjaga dari bayangan tragis masa lalu.Parwira membangun gaya rumah yang berbeda, demi memberi suasana baru pada istri yang sangat dia cintai itu.Melin pun selalu menyambangi rumah Gaby. Mereka berdua terkadang bercerita banyak hal, mencoba saling menguraikan rasa sakit kehilangan."Aku benar-benar nggak nyangka, kehidupan kamu serumit itu. Lagian, kenapa kamu kuat bertahan dengan lelaki brengsek seperti Bryan itu?" tanya Melin kesal, mendengar cerita rumah tangga Gaby."Aku yang salah, terlalu memaksakan kehendak. Karena selama hidup sama Mama, dia selalu berusaha menuruti apapun mauku. Jadi, aku tumbuh menjadi anak yang egois. Jika mauku tidak dituruti, aku akan sanggup melukai diriku.""Ih, untung Har
Bab99"Melin, tolong bersabar," pinta Gaby, yang berdiri menyabarkan Melin yang sangat emosi."Mamah ada apa sih?" tanya Andre kebingungan, sembari memegangi pipinya yang teramat sakit, juga panas."Ada apa katamu? Dasar laki-laki bodoh!" bentak Melin. Wanita itu pun melemparkan sesuatu, yang sedari tadi dipegangnya dengan perasaan marah.Melin melemparkan beberapa lembar foto, ke wajah Andre. Foto-foto mesra Andre dan Lena di tempat tidur, berserakan jatuh di lantai.Gaby terkejut, dan menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia tidak menyangka, ternyata Andre berkhianat selama ini.Foto-foto itu, memiliki keterangan detail, mengenai tanggal pengambilan gambar.Tanggal dimana, kejadian na'as yang menimpa Harumi terjadi."Rupanya kau selama ini berkhianat, dan bermain kembali dengan wanita murahan itu. Bahkan, foto ini sangat jelas tanggal p
Bab100Andre sangat kesal dan emosi. Dia pun mendekati Lena, dan mencengkaram leher wanita itu."Katakan padaku dengan jujur, kamu kan otak pembunuhan malam itu? Kamu bahkan dengan sengaja mematikan ponselku, agar Harumi tidak bisa menghubungiku."Mata lelaki itu memancarkan kemarahan dan tuduhan pada Lena. Lena kesulitan untuk menjawab.Kini tubuh Lena gemetar hebat, dan kesulitan untuk mengambil napas. Lena berusaha melepaskan cengkraman tangan Andre, namun lelaki itu tetap mempererat cengkramannya.Lena pun terus berusaha melepaskan diri, dan meraih benda apapun di dekatnya.Lena memukulkan vas bunga kaca ke kepala Andre. Lelaki itu memekik kesakitan, dan melepaskan cengkramannya pada leher Lena.Pandangan Andre mengabur, hingga membuat tubuh lelaki itu terhuyung dan pingsan.Lena menangis sesegukkan, dia bahkan kesulitan mencerna tuduh
Bab101"Oke. Tunggulah, aku temui Ibu Gaby dulu," kata Andre dengan kaku. Wanita itu tetap tidak mau melihat ke arah Andre.Andre hanya menghela napas, dan berjalan ke arah rumah Gaby, tanpa memasukkan mobilnya ke halaman terlebih dahulu.Andre mengetuk pelan daun pintu, hingga terdengar suara sahutan dari dalam."Ini Andre, Mah." Andre berkata dengan suara sedikit keras.Tidak lama kemudian, pintu rumah terbuka lebar."Andre, ada apa? Malam-malam berkunjung ke rumah Mamah?""Ada tamu di depan pintu pagar. Cewek, katanya mau ketemu Mamah."Gaby mengernyit. "Siapa? Malam-malam begini.""Katanya namanya Rumi."Deg .... Gaby sangat terkejut, mendengar nama itu."Dia ada di depan sana!" Andre menunjuk ke arah depan pagar. "Bawa tas besar."Gaby bergegas berlari, menuju pagar, dan tidak menghiraukan Andre yang kebingungan."Rumi ..., Rumi ...." Gaby memanggil nama itu dengan tubuh yang gemeta
Bab102"Itu nama wanita tadi, yang barusan Andre temui di depan pagar.""Kamu kenal Ndre?" selidik Melin."Mana mungkin Andre kenal, lihat mukanya aja enggak. Karena merasa itu orang aneh, Andre nggak langsung izinkan dia masuk. Katanya mau ketemu Mamah Gaby, tapi pas Andre panggilkan Mamah Gaby, tuh wanita langsung nggak ada.""Hiiii ...." Parwira bergedik."Papah, apa-apaan sih," tegur Melin dengan tatapan tidak suka."Mah, wanita di depan pagar itu, 100% wajahnya mirip dengan Harumi. Papah yakin, Harumi tidak tenang di alam sana, gara-gara Mamah sering nangis.""Hus, ngawur sih." Melin semakin tidak suka, dan melotot menatap Parwira.Parwira pun hanya menghela napas, dengan pikiran yang semakin berkela dan tidak tenang.Parwira yakin, Harumi menjadi arwah penasaran. Sebab kematian yang tidam wajar, memicunya semakin merasa was-was."Gaby," panggil Melin, menepuk pelan pipi Gaby, sembari mendekatkan aroma
Bab103"Alah, mana mungkin. Ayo buka!" titah Parwira, masih dengan sikap waspada.Andre terkekeh. "Papah saja sepertinya juga takut.""Ah, tidak!" sahut Parwira. "Cepatlah buka!" desak Parwira tidak sabaran.Andre hanya menggeleng, dengan senyuman kecil. Lelaki itu pun memberanikan diri, untuk membuka paket tersebut."Bau amis," lirih Andre. Dengan cepat, lelaki itu pun merobek kasar paketan itu."Astagfirullah," pekik Andre. Bangkai tikus, dengan darah yang berlumuran di dalam kotak paket itu.Darah yang lumayan banyak, diikuti dengan 2 bangkai tikus. Andre dan Parwira sangat terkejut, sekaligus bingung.2 ekor tikus yang tubuhnya hancur, seperti ditusuk berkali-kali itu pun juga nampak semakin aneh, karena darah yang ada di dalam kotak paket itu begitu banyak.Parwira dan Andre pun semakin terkejut, ketika melihat di gen
Bab104 "Akkkhh ...." Melin berteriak, sembari melepaskan pelukannya pada Gaby. Gaby pun berbalik badan. "Astagfirullah," ucap Gaby juga, terkejut. Sedangkan Annisa membeku, berdiri mepet ke dinding. "Rumi?" lirih Gaby. Menatap wanita berambut panjang lurus sepinggang itu. Bola mata berwarna coklat terang itu menatap lekat wajah Gaby. Dengan ukiran senyum yang sangat manis. Bedanya, Rumi memiliki sepasang lesung pipi yang teramat cantik. Jika semasa kecil, Rumi tidak memiliki kulit yang putih seperti Harumi. Kini, Rumi jauh lebih putih, jika di bandingkan dengan Harumi. Bukan hanya itu, mahkotanya yang hitam legam, lurus menjuntai panjang itu, menambah aura kecantikannya kian bersinar. "Mamah," lirih Rumi, sembari tersenyum tipis. "Ya Allah, anakku." Gaby langsung berlari pelan, memeluk Rumi dengan erat. "Bagaimana mungkin, kamu sampai ke Kalimantan ini, Nak?" Gaby terisak memeluk Rumi.
Bab105"Maafkan anakku, Gaby." Hanya kata-kata itu, yang bisa Melin katakan. Dengan langkah gontai, Melin membawa rasa malunya pergi meninggalkan rumah Gaby.Gaby hanya terdiam, terisak membayangkan wajah Rumi. Rumi sangat cantik, dia tumbuh menjadi wanita yang juga dingin.Sikapnya memang selalu terlihat tenang dan tidak banyak bicara. Bahkan mendengar kematian Harumi saja, Rumi nampak bersikap biasa dan tidak banyak bertanya.Bahkan Rumi tidak terkejut sama sekali, membuat Gaby sedikit heran. Namun ketika mendapati jawaban Rumi tadi, Gaby pun akhirnya mengerti.Mungkin jika Gaby mati, tidak akan ada pengaruhnya bagi Rumi.Gaby menarik napas dengan susah payah. Rasanya kini dadanya teramat sesak, bagaikan dihimpit dengan batu besar.*************Rumi melemparkan tas nya ke atas kasur, dan merebahkan dirinya di samping tas mungil itu.