Bab105
"Maafkan anakku, Gaby." Hanya kata-kata itu, yang bisa Melin katakan. Dengan langkah gontai, Melin membawa rasa malunya pergi meninggalkan rumah Gaby.
Gaby hanya terdiam, terisak membayangkan wajah Rumi. Rumi sangat cantik, dia tumbuh menjadi wanita yang juga dingin.
Sikapnya memang selalu terlihat tenang dan tidak banyak bicara. Bahkan mendengar kematian Harumi saja, Rumi nampak bersikap biasa dan tidak banyak bertanya.
Bahkan Rumi tidak terkejut sama sekali, membuat Gaby sedikit heran. Namun ketika mendapati jawaban Rumi tadi, Gaby pun akhirnya mengerti.
Mungkin jika Gaby mati, tidak akan ada pengaruhnya bagi Rumi.
Gaby menarik napas dengan susah payah. Rasanya kini dadanya teramat sesak, bagaikan dihimpit dengan batu besar.
*************
Rumi melemparkan tas nya ke atas kasur, dan merebahkan dirinya di samping tas mungil itu.
Bab106Lelaki dengan tangan kasar itu, mendorong tubuh Rumi, ketika pintu kamar kontrakannya dia buka."Dasar wanita sialan," bentak lelaki itu, dengan suara beratnya."Sakit," pekik Rumi, sambil menatap kesal lelaki itu."Mana uang untukku?""Uang apalagi? Bukankah seminggu yang lalu, Rumi sudah kirimkan pada Papi.""Kurang!" bentaknya lagi, dengan tatapan tajam membunuh."Kurang terus! Sampai kapan Papi begini? Menghabiskan begitu banyak uang, hanya untuk menyenangkan hati wanita itu! Papi harusnya sadar, kalau Papi, hanya dimanfaatkan."Plakkk ....Untuk kesekian kalinya, lelaki itu menampar wajah Rumi."Jaga bicaramu itu. Yang kamu nikmati sekarang ini, adalah harta istriku. Atau kamu mau, aku sebarkan semua aib dan perbuatanmu?"Rumi terdiam, hatinya marah, namun saat ini, dia tidak b
Bab107Andre terkejut, dan membuat handphonenya terlempar begitu saja.Saat Andre kembali meraih benda pipih itu, sambungan telepon sudah dimatikan. Andre berpikir keras, siapa yang sudah melakukan semua ini pada dia dan keluarganya.Andre juga dihubungi, bahwa Lena telah ditangkap hari ini. Tanpa banyak bicara, dan memberitahu sang Mamah, Andre pun pergi menuju kantor kepolisian.Di kantor Polisi, Lena mengangguk dan tidak berani menatapku."Apa salah Harumi?" tanya Andre pelan. Namun Lena tidak menjawab, lelaki itu lebih memilih diam."Lena, jawab!" titah Andre lagi. "Aku tidak akan melakukan apapun untuk menolong kamu, Lena."Lena mendongak, dan menatap tajam wajah Andre."Jika aku katakan, aku tidak melakukannya. Apakah kamu percaya? Dan tidak menyudutkanku juga seperti ini. Andre, aku tidak sejahat itu, apalagi hanya demi kamu.""Tapi bukti-bukti, mengarah semua pada kamu! Lena. Ingat ya Len, Harumi semasa hidup, ti
Bab108*Pov Rumi."Mengapa selalu Harumi? Aku Rumi, kami tidak sama," batinku. Aku tidak bisa bersuara seperti ini, aku harus bisa menahan diri.Aku menatap mereka bergantian. Mereka begitu tersenyum renyah, dan saling melempar candaan. Ibu mertua Harumi, nampak sekali sebagai Ibu yang penyayang dan baik hati.Harumi begitu beruntung, tidak denganku. Mengingat betapa kerasnya hidup yang aku jalani masa itu, ingin sekali rasanya aku mematahkan leher Mamah.Betapa kejamnya dia bagiku. Melahirkan, hanya untuk menelantarkanku. Bahkan, dia hanya mau mengurus Harumi, yang dia nilai lembut, manis dan baik.Sedangkan aku? Aku diabaikan begitu saja. Bukan hanya diabaikan, aku terbuang dan dicampakkan."Rumi, ayo makan!" ucap Tante Melin.Aku tersenyum, sembari mengangguk. Kulihat suami Harumi begitu lekat menatapku, membuatku merasa risih dan tidak
Bab109Terdengar tangis pilu disertai makian dari Melin, menggema.Rumi tersenyum di dalam kamarnya. Sedangkan Gaby, nampak sangat terpukul, dengan apa yang dilihatnya tadi.Rumi pun izin pamit sama Gaby, dia berniat untuk berjalan-jalan di pusat perbelanjaan."Mamah ikut," ucap Gaby, dengan suara yang masih serak, dan wajah memerah."Yakin? Dengan kondisi Mamah yang begini?" tanya Rumi.Gaby mengangguk. "Jika Mamah terus di rumah, hati Mamah akan terus sakit dan marah kepada Andre. Apalagi, anak itu dari tadi, terus duduk di depan rumahnya.""Oh. Oke, Mah. Ayok!" kata Rumi.Dalam hati. "Baiklah, tidak masalah tidak lancar, aku punya cara lain," katanya.Rumi pun membawa Gaby ke pusat perbelanjaan terbesar, yang ada di kota tempat mereka tinggal.Kenangan masa kecil Gaby, begitu kentara. Masa di mana dia bagitu di manja Rasyid.Bahkan, hampir setiap hari, Gaby berjalan-jalan di pusat perbelanjaan ini
Bab110"Mah," seru Rumi, ketika mendapati Gaby terus tercenung di depan jendela depan rumah."Ya," sahut Gaby pelan. Ia pun menoleh ke belakang, dan Rumi pun duduk di sampingnya."Tante Ganesa kan tadi itu?" tanya Rumi lagi."Iya Rumi, itu tadi Tante Ganesa.""Kenapa Mamah malah nggak berani memperlihatkan wajah? Bahkan kesannya Mamah menghindari Tante.""Mamah terlalu banyak salah padanya."Rumi terdiam."Kini Tantemu begitu sukses dan terlihat sudah menjadi wanita hebat. Mamah malu, dengan keadaan Mamah kini."Rumi masih terdiam, tidak lagi banyak bicara.Ia pun pamit kembali ke dalam kamarnya, dan membiarkan Gaby meratapi nasibnya."Tante Ganesa begitu cantik," lirih Rumi. "Anaknya juga. Seru kali ya, jika aku buat anak Tante menjadi jelek," kekeh Rumi.Rumi duduk di de
Bab111Gaby gelisah, menunggu Rumi di depan rumahnya datang."Kemana anak itu," lirih Gaby.Wanita itu gemetar hebat, kala mendapati kirim paket pagi tadi, yang isinya, ada foto dirinya, dengan lumuran darah di dalam sebuah kotak kecil.Dan sebuah tulisan, bernada penuh ancaman."Sebentar lagi, nasibmu seperti foto ini."Gaby bingung, harus bicara pada siapa? Sedangkan Melin tidak ada di rumahnya. Semenjak pertikaiannya beberapa hari yang lalu.Melin dan Parwira, memutuskan untuk ke kampung halaman Melin. Sedangkan Andre, memilih untuk menyewa apartemen dekat kantornya.Andre merasa malu pada Gaby, karena ketahuan berselingkuh dari Harumi.*****Melihat Rumi datang, dengan menumpangi taksi kota. Hati Gaby sedikit lega, meskipun pikirannya masih dalam keadaan tidak tenang.Rumi membuka paga
Bab112Masa-masa indah itu telah sirna bagi Gaby. Bayangan kebahagian di masa tua, juga tidak ada sama sekali.Kedatangan Rumi di hidupnya, tidak juga mampu membangkitkan semangat.Gaby tetap merasa hampa, dan semakin tidak tenang.***********"Mah, Rumi mau keluar ya hari ini, ada urusan," kata Rumi dengan santai."Jangan lama-lama, ya.""Hhmmm." Rumi menanggapi dengan sikap acuh tak acuh, sembari menegak susu dalam gelas, yang tersedia di meja makan."Makan rotinya, Nak!" seru Gaby."Nanti saja, Rumi nggak napsu," ungkap Rumi sembari bangkit, dan berlalu begitu saja.Gaby menarik napas berat, kemudian dia merasakan rindu yang mendalam pada Harumi.Rumi dan Harumi, memang memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Jika Harumi lembut dan sopan.
Bab113 "Mamah ngapain?" ulang Rumi dengan tatapan dingin. Gaby gemetar, dan menatap Rumi. "Rumi, ini milik kamu?" tanya Gaby, sambil berusaha bangkit dari duduknya di lantai tadi. "Mamah ngapain? Jawab aku!" teriak Rumi dengan suara keras, membuat Gaby sangat terkejut. Rumi menatap tajam wajah Gaby, tatapan tajam dipenuhi dengan emosi. "Mamah rindu dengan Harumi, makanya Mamah masuk ke kamar ini. Niatnya, Mamah pengen mengambil baju Rumi. Tapi, malah dapat itu," jelas Gaby dengan suara bergetar. Bukan hanya suara, tubuhnya pun sama. Perasaan Gaby tidak nyaman, mendapati tatapan tajam mematikan dari mata Rumi. "Lancang!" kata Rumi, sambil berjalan, dan mendorong keras kepala Gaby, hingga membentur ke arah kaca lemari baju Harumi, yang terletak di depan Gaby berdiri. Prannggg .... pecahan kaca, diikuti dengan darah yang mengalir, di kepala Gaby. "Ya Allah," pekik Gaby kesakitan. "Dengar kau p